PENGELOLAAN KELAS: PENDEKATAN, TEKNIK, DAN PANDUAN 9786234131642

Citation preview

Pengelolaan Kelas Pendekatan, Teknik, dan Panduan

ANSELMUS JE. TOENLIOE

Penerbit: AHLIMEDIA PRESS

PENGELOLAAN KELAS PENDEKATAN, TEKNIK, DAN PANDUAN Penulis: Anselmus JE. Toenlioe Editor: Yayuk Umaya Penyunting: Masyrifatul Khairiyyah Desain Cover: Aditya Rendy T. Penerbit: Ahlimedia Press (Anggota IKAPI: 264/JTI/2020) Jl. Ki Ageng Gribig, Gang Kaserin MU No. 36 Kota Malang 65138 Telp: +6285232777747 Telp Penulis: +62 812-1740-1276 www.ahlimediapress.com ISBN: 978-623-413-164-2 Cetakan Pertama, Agustus 2022 Hak cipta oleh Penulis dan Dilindungi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta, Pasal 72. Dilarang keras menerjemahkan, memfotokopi, atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit.

ii | Pengelolaan Kelas: Pendekatan, Teknik, dan Panduan

KATA PENGANTAR Salah satu kemampuan yang diperlukan guru agar berhasil dalam pembelajaran adalah menciptakan kondisi yang memungkinkan pembelajaran berlangsung efektif dan efisien. Dalam ilmu pembelajaran, kemampuan tersebut dikenal sebagai kemampuan mengelolaan kelas (Classroon Management). Dengan demikian, pengelolaan kelas dapat diartikan sebagai upaya guru untuk menciptakan kondisi atau keadaan yang memungkinkan pembelajaran berlangsung efektif dan efisien, demi meraih capaian belajar. Iklim yang memungkinkan kegiatan pembelajaran berlangsung efektif dan efisien dalam konteks pengelolaan kelas terkait dengan perilaku siswa dan lingkungan tempat berlangsungnya kegiatan pembelajaran. Dalam hal perilaku siswa, terdiri atas perilaku individu dan perilaku kelompok. Terkait tempat berlangsungnya kegiatan pembelajaran, misalnya kebersihan, kerapian, keindahan, penerangan, dan suhu udara. Secara garis besar, buku Pengelolaan Kelas ini berisi pokok bahasan rasional, pengertian, dan jenis masalah dalam pengelolaan kelas; pendekatan pengelolaan kelas; teknik preventif pengelolaan kelas; teknik kuratif pengelolaan kelas; pengelolaan tempat belajar; serta pengelolaan kelas luring dan daring. Selain itu, bab terakhir berisi artikel opini penulis yang bernuansa pengelolaan kelas. Buku ini ditulis dengan merujuk ke buku-buku yang diterbitkan untuk pembelajaran secara luring. Meskipun demikian, dengan insiatif dan kreativitas guru, pendekatan, teknik, dan panduan pengelolaan kelas yang dikemukakan dapat efektif dan efisien digunakan di kelas daring. Buku Pengelolaan Kelas sudah tersedia di berbagai tempat yang relevan, seperti toko buku, perpustakaan, dan sekolah. Kehadiran buku Pengelolaan Kelas ini diharapkan dapat

Pengelolaan Kelas: Pendekatan, Teknik, dan Panduan

| iii

menambah pilihan buku pengelolaan kelas bagi pembaca, khususnya para guru. Terima kasih Tuhan atas kemampuan yang diberikan kepada penulis untuk menulis buku Pengelolaan Kelas ini. Terima kasih juga disampaikan kepada penerbit Ahlimedia Press yang bersedia menerbitkan buku ini secara digital. Selamat membaca, berpikir, dan bertindak tepat dalam pembelajaran, khususnya dalam mengelola kelas demi kemajuan pendidikan. Tak ada manusia sempurna. Itu berarti tak akan pernah ada buku yang sempurna. Selalu dan selalu terdapat kekurangan dari setiap buku yang diterbitkan. Tidak terkecuali, buku ini. Oleh karena itu, buku ini masih dan akan terus memerlukan perbaikan dari waktu ke waktu. Untuk itu, masukkan dari pembaca dari waktu ke waktu amat diharapkan.

iv | Pengelolaan Kelas: Pendekatan, Teknik, dan Panduan

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ................................................................... iii DAFTAR ISI ................................................................................... v Bab I: Pengertian dan Pentingnya Pengelolaan Kelas Bab II: Jenis Masalah Pengelolaan Kelas A. Masalah Individu ...................................................................... 7 B. Masalah Kelompok ................................................................... 14 C. Masalah Fisik ............................................................................. 15 Bab III: Pendekatan Pengelolaan Kelas A. Pendekatan Behaviorisme....................................................... 18 B. Pendekatan Humanisme........................................................... 23 C. Penmdekatan Sinergis ............................................................. 30 BAB IV: Teknik Preventif Pengelolaan Kelas A. Mengarahkan Siswa kepada Capaian Kelompok............. 35 B. Membuat Peraturan Pembelajaran ....................................... 38 C. Mendelegasikan Tugas Kepemimpinan Kepada Siswa .... 40 D. Sikap Memberi Rasa Aman .................................................... 43 E. Sikap Menerima ........................................................................ 44 F. Sikap Terbuka ........................................................................... 45 G. Sikap Tulus ................................................................................ 48 H. Sikap Menghargai Tanpa Syarat ......................................... 49 I. Sikap Empati ............................................................................... 51 J. Sikap Demokratis ...................................................................... 56 K. Sikap Mendorong Kreativitas ................................................ 58 L. Penguatan Positif ....................................................................... 60

Pengelolaan Kelas: Pendekatan, Teknik, dan Panduan

| v

Bab V: Teknik Kuratif Pengelolaan Kelas A. Diskusi Masalah Kelas .............................................................. 71 B. Penguatan Negatif.................................................................... 74 C. Penghapusan .............................................................................. 80 D. Pengalihan .................................................................................. 84 E. Nasihat ......................................................................................... 88 F. Peringatan ................................................................................... 90 G. Hukuman ..................................................................................... 91 Bab VI: Pengelolaan Tempat Pembelajaran A. Kebersuhan ................................................................................. 97 B. Kerapian ..................................................................................... 98 C. Keindahan .................................................................................. 99 D. Musik ............................................................................................ 99 E. Suhu Udara ................................................................................. 100 F. Cahaya ........................................................................................ 101 G. Pengaturan Tempat Duduk Siswa ......................................... 102 Bab VII: Pengelolaan Kelas Daring DAFTAR RUJUKAN .......................................................... 110

vi | Pengelolaan Kelas: Pendekatan, Teknik, dan Panduan

BAB I PENGERTIAN DAN PENTINGNYA PENGELOLAAN KELAS

Kegiatan mengelola kelas termasuk salah satu tugas guru dalam pelaksanaan pembelajaran. Keberhasilan guru dalam mengelola kelas merupakan salah satu syarat keberhasilan pembelajaran.

Seorang

guru

akan

dapat

melaksanakan

pembelajaran dengan baik, bila ia mampu mengelola kelas secara tepat. Sebaliknya, pengelolaan kelas secara tepat tidak akan

bermanfaat

bila

guru

tidak

dapat

melaksanakan

pembelajaran secara tepat pula. Pengelolaan kelas terkait dengan pengelolaan perilaku siswa dan pengelolaan tempat berlangsungnya pembelajaran. Pengelolaan terhadap perilaku siswa mencakup pengelolaan perilaku individu dan pengelolaan perilaku kelompok. Agar berhasil dalam melaksanaan pembelajaran, seorang guru perlu membuat rancangan

pembelajaran. Dalam sistem

pembelajaran, terdapat unsur atau komponen guru, siswa, caaapaian

bel;ajar,

isi

atau

materi

pelajaran,

strategi

pembelajaran, serta evaluasi capaian belajar, (Triwiyanto T, 2013). Komponen-komponen inilah yang ditata dalam rancangan pembelajaran.

Pengelolaan Kelas Pendekatan, Teknik, dan Panduan

| 1

Sekalipun pembelajaran telah dirancang secara cermat, dapat terjadi, pelaksanaan pembelajaran gagal meraih capaian pembelajaran yang telah ditetapkan. Salah satu kemungkinan penyebab kegagalan meraih capaian pembelajaran adalah kondisi kelas yang tidak menunjang pelaksanaan hal-hal yang telah dirancang. Udara sangat panas, ruang kelas sangat pengab, terdapat siswa yang terus menerus mengomentari kata-kata guru sepanjang pembelajaran sehingga mengganggu guru dan siswa lainnya, para siswa tidak bersemangat dalam mengerjakan tugas yang diberikan guru, adalah contoh-contoh dari kondisi kelas yang tidak mendukung pelaksanaan rancangan pembelajaran. Uraian di atas memberikan pesan bahwa keberhasilan pembelajaran ditentukan paling tidak oleh dua hal. Dua hal tersebut adalah tepatnya rancangan pembelajaran yang dibuat guru,

serta

kemampuan

guru

dalam

menciptakan

dan

mempertahankan iklim kelas yang menunjang efisiensi dan efektifitas jalannya pembelajaran. Selain itu, juga berisi pesan bahwa kegiatan guru saat pembelajaran berlangsung dapat dikelompokan menjadi dua kegiatan pokok. Dua kegiatan pokok tersebut adalah kegiatan yang berkaitan langsung dengan capaian pembelajaran, serta kegiatan untuk menciptakan dan mempertahankaan iklim yang

2 | Pengelolaan Kelas Pendekatan, Teknik, dan Panduan

memungkinkan kegiatan pembelajaran berlangsung efektif dan efesien, (Entang dan Joni, 1984). Kelompok

kegiatan

pertama

disebut

pengelolaan

pembelajaran, sedangkan kelompok kegiatan kedua disebut pengelolaan kelas. Jadi, pengelolaan kelas

dapat diartikan

sebagai usaha guru untuk menciptakan dan mempertahankan kondisi yang memungkinkan kegiatan pengelolaan pembelajaran berlangsung secara efektif dan efisien dalam meraih capaian pembelajaran. Perlu ditekankan di sini bahwa

kata kelas dalam

pengertian pengelolaan kelas tidak terbatas hanya pada ruang kelas tempat kegiatan pembelajaran berlangsung. Kata kelas di sini juga mencangkup kelompok siswa yang mengikuti kegiatan pembelajaran di berbagai tempat di luar ruang kelas, bahkan juga pembelajaran secara daring. Jadi kata kelas di sini mencangkup pula kegiatan olahraga di lapangan olahraga, praktikum di laboratorium, karya wisata ke candi, juga kelas daring. Hubungan antara pengelolaan kelas dan pengelolaan pembelajaran dalam rangka meraih capaian pembelajaran antara lain dapat disederhanakan dan diperjelas melalui bagan sebagai berikut.

Pengelolaan Kelas Pendekatan, Teknik, dan Panduan

| 3

Bagan ini berisi tiga pesan utama sebagai berikut. A. Pengelolaan kelas bukan untuk secara langsung meraiah capaian

pembelajaran,

melainkan

agar

pengelolaan

pembelajaran dapat berlangsung dengan baik, sehingga capaian pembelajaran dapat diraih. B. Pengelolaan kelas juga diperlukan agar kegiatan evaluasi pembelajaran berlangsung efektif dan efesien. C. Tindakan-tindakan

pengelolaan

kelas

tidak

hanya

diperlukan pada awal kegiatan pembelajaran, melainkan juga dapat dilakukan sepanjang pelaksanaan kegiatan pembelajaran, bila diperlukan. Karena kegiatan guru saat pembelajaran berlangsung dapat

dikelompokkan

menjadi

pengelolaan

4 | Pengelolaan Kelas Pendekatan, Teknik, dan Panduan

kelas

dan

pengelolaan pembelajaran, maka masalah-masalah yang timbul dalam pembelajaran pun dapat dikelompokkan menjadi masalah pengelolan kelas dan masalah pengelolaan pembelajaran. Meskipun demikian, karena masalah pengelolaan kelas dan masalah pengelolaan pembelajaran mempunyai latar belakang penyebab

dan

tujuan

penanganan

yang

berbeda,

maka

penanganan terhadap kedua masalah tersebut memerlukan pendekatan dan teknik yang berbeda pula. Memang dapat terjadi dalam praktik, terdapat tindakan pengelolaan kelas yang memberikan manfaat langsung bagi pengelolaan pembelajaran. Demikian juga sebaliknya, terdapat tindakan pengelolaan pembelajaran yang memberikan manfaat langsung bagi pengelolaan kelas. Sebagai contoh, dalam hal strategi pembelajaran, guru yang menggunakan metode tanya-jawab agar siswa tidak mengantuk (tindakan pengelolaan kelas), dengan metode tersebut pun capaian pembelajaran dapat diraih (manfaat pengelolaan pembelajaran). Demikian pula sebaliknya, guru yang menggunakan metode tanya-jawab dengan maksud agar siswa dapat menguasai pesan pembelajaran secara mendalam (tindakan pengelolaan pembelajaran), dengan metode tersebut pun

dapat

membuat

siswa

tidak

mengantuk

(manfaat

pengelolaan kelas).

Pengelolaan Kelas Pendekatan, Teknik, dan Panduan

| 5

Meskipun demikian, secara teoritis pengelolaan kelas dan pengelolaan pembelajaran dapat dibedakan -dan memang harus dibedakan- karena keduanya memilki latar belakang dan tujuan yang

berbeda.

Dalam

kenyataannya,

terdapat

masalah

pengelolaan kelas yang tidak mungkin ditanggulangi dengan teknik pengelolaan pembelajaran. Sebagai contoh, seorang siswa yang sedang sakit perut misalnya (masalah pengelolaan kelas), tidak mungkin dapat mengikuti pembelajaran dengan baik, sekalipun guru menggunakan metode dan media pembelajaran yang tepat (tindakan pengelolaan pembelajaran).

6 | Pengelolaan Kelas Pendekatan, Teknik, dan Panduan

BAB II JENIS MASALAH PENGELOLAAN KELAS

Sasaran kegiatan pengelolaan kelas meliputi manusia dan non manusia. Sasaran manusia adalah siswa, sedangkan sasaran non manusia adalah tempat berlangsungnya pembelajaran. Sasaran manusia terkait dengan kondisi psikologis siswa, sedangkan sasaran non manusia terkait dengan sarana dan kondisi lingkungan pembelajaran. Dengan demikian, masalah dalam pengelolaan kelas dapat dikelompokkan menjadi dua, yakni masalah yang bersumber dari siswa, dan masalah yang bersumber dari tempat berlangsungnya pembelajaran. Masalah yang bersumber dari siswa masih dapat dikelompokkan lagi menjadi masalah individu dan masalah kelompok

A. Masalah Individu Masalah individu dalam pengelolaan kelas adalah masalah yang sumber penyebabnya satu orang atau orang perorang. Bila beberapa siswa melakukan tindakan sendiri-sendiri dalam pembelajaran dan tindakannya mengganggu pembelajaran, maka masalah yang ditimbulkan oleh siswa-siswa tersebut disebut masalah individu.

Pengelolaan Kelas Pendekatan, Teknik, dan Panduan

| 7

Dapat

terjadi,

satu

masalah

individu

berkembang

sedemikian rupa, sehingga menampakkan wujud sebagai masalah kelompok.

Sebaliknya, satu

masalah kelompok

sedemikian terselubungnya, sehingga menampakkan wujud sebagai masalah individual. Seorang siswa yang melawak di kelas misalnya (masalah individu), pada akhirnya dapat membuat kelas gaduh. Bagi seorang guru yang baru memasuki kelas ketika kelas telah menjadi gaduh karena ulah siswa tersebut, pada awalnya mungkin akan memaknai masalah tersebut

sebagai masalah

kelompok. Sebaliknya, sekelompok siswa yang tidak menyukai guru (masalah kelompok), dapat mendorong salah seorang temannya untuk selalu mengganggu guru selama pembelajaran. Sepintas lalu, masalah yang ditimbulkan oleh seorang siswa tersebut akan nampak sebagai maslah individu. Karena masalah individu dapat nampak sebagai masalah kelompok, sebaliknya masalah kelompok dapat nampak sebagai masalah individu, maka guru dituntut agar mengidentifikasi secara tepat apakah suatu masalah adalah masalah individu atau masalah kelompok. Dengan identifikasi yang tepat, dapat ditentukan

pendekatan

dan

teknik

yang

menanggulanginya.

8 | Pengelolaan Kelas Pendekatan, Teknik, dan Panduan

tepat

untuk

Kekeliruan dalam mengidentifikasi suatu masalah, apakah nasalah individu atau masalah kelompok, dapat berakibat masalah individu ditanggulangi dengan pendekatan dan teknik kelompok. Atau sebaliknya, maslah kelompok ditanggulangi dengan pendekatan dan teknik individu. Bila ini yang terjadi, maka penanggulangan tersebut tidak akan efektif dan efisien. Kembali pada contoh seorang siswa yang melawak di kelas (masalah individu), sehingga membuat kelas gaduh. Bila seluruh

siswa

dijadikan

sasaran

penanggulangan,

maka

kemungkinan besar masalahnya akan berulang, karena sasaran penanggulangannya tidak terarah. Yang harus ditanggulangi bukan seluruh siswa yang membuat kelas gaduh, melainkan seorang siswa yang melawak. Demikian juga contoh sekelompok siswa yang tidak menyukai guru (masalah kelompok), kemudian mendorong salah seorang

temannya

untuk

mengganggu

guru

selama

pembelajaran. Bila siswa yang mengganggu guru saja yang dijadikan

sasaran

penanggulangan,

kemungkinan

besar,

masalahnya akan berulang, karena kelompok siswa sebagai sumber penyebab masalah tersebut tidak ditangani. Yang harus ditangani bukan siswa yang secara langsung mengganggu guru, melainkan semua siswa yang tidak menyukai guru.

Pengelolaan Kelas Pendekatan, Teknik, dan Panduan

| 9

Tentang masalah individu dalam pengelolaan kelas, Dreikurs dan Cassel, (Dalam Entang dan Joni, 1984) mengelompokkan tingkah laku siswa yang kemungkinan besar akan mengganggu jalannya pembelajaran menjadi lima tingkah laku. Lima tingkah laku tersebut adalah tingkah menarik perhatian, merasa tidak mampu, menguasai, membalas dendam, dan menarik diri. 1. Menarik Perhatian Siswa yang memiliki tingkah laku menarik perhatian akan selalu berusaha menggunakan berbagai cara untuk menarik perhatian guru dan teman-temannya. Bila ia tidak memperoleh perhatian melalui cara-cara yang wajar, ia akan berusaha memperoleh perhatian melalui cara-cara yang tidak wajar. Caracara

tidak

wajar

inilah

yang

biasanya

mengganggu

pembelajaran. Cara yang wajar misalnya menyisir rambut serapi-rapinya, menulis sindah-indahnya, berbicara sesopan-sopanya, dan berteman sebanyak-banyaknya. Sedangkan cara yang tidak wajar misalnya tertawa lebih keras di banding siswa lainnya, sering mengganggu teman dekatnya, pura-pura sakit, sering bertanya padahal sudah paham, dan sering minta izin keluar kelas walaupun tidak ada keperluan penting.

10 | Pengelolaan Kelas Pendekatan, Teknik, dan Panduan

Sebagai indikator bagi guru, bila guru merasa disibukkan oleh ulah seorang siswa, kemungkinan besar guru sedang berhadapan dengan siswa yang memiliki tingkah laku menarik perhatian. Tanpa teknik yang tepat, waktu guru akan habis lebih banyak untuk mengurus siswa yang memiliki tingkah laku menarik perhatian. 2. Merasa Tidak Mampu Siswa yang memiliki tingkah laku merasa tidak mampu akan sering mengatakan kepada guru dan teman-temannya bahwa ia tidak mungkin berhasil mengerjakan tugas yang diberikan kepadanya. Ia biasanya akan berusaha meyakinkan orang lain bahwa ia tidak mampu. Ia sering merasa pasti gagal sebelum memulai sesuatu. Sebagai indikator bagi guru, bila guru merasa kehabisan cara untuk menolong seorang siswa, kemungkinan besar guru sedang berhadapan dengan siswa yang memiliki tingkah laku merasa tidak mampu. Diberi tugas paling mudah dibanding siswa lain pun, siswa yang memiliki tingkah laku merasa tidak mampu akan tetap berusaha meyakinkan berbagai pihak bahwa ia tidak mampu mengerjakan tugas tersebut. 3. Menguasai Siswa yang memiliki tingkah laku menguasai akan sering berusaha mengalahkan guru dan teman-temannya. Dalam

Pengelolaan Kelas Pendekatan, Teknik, dan Panduan

| 11

berbicara misalnya, ia mungkin akan berbicara dengan suara keras, ia juga mungkin menyelipkan ancaman kepada guru dan teman-temannya dalam pembicaraan tersebut. Bila tidak dapat mengalahkan guru dan teman-temannya secara wajar, ia mungkin akan marah dan melakukan tindakan-tindakan agresif. Atau

sebaliknya,

kewajibannya.

ia

tidak

Dengan

mau

tidak

melakukan melakukan

kewajibankewajiban-

kewajibannya, ia akan merasa telah menguasai guru dan temantemannya. Sebagai indikator bagi guru, bila guru sering merasa kalah karena ulah seorang siswa, kemungkinan besar guru sedang berhadapan

dengan

siswa

yang

memiliki

tingkah

laku

menguasai. Indikator lainnya, bila guru selalu mengalah pada seorang siswa, kemungkinan besar guru sedang berhadapan dengan siswa yang memiliki tingkah laku yang sama. 4. Membalas Dendam Siswa yang memiliki tingkah laku membalas dendam akan

sering

melakukan

tindakan-tindakan

agresif

untuk

menyakiti guru dan teman-temannya. Tindakan agresif siswa dengan tingkah laku membalas dendam tidak hanya diarahkan kepada manusia -dalam hal ini guru dan siswa- melainkan juga obyek-obyek

bukan

manusia.

Ia

mungkin

memaki,

menggunakan kata-kata kasar, mengancam, memukul, atau

12 | Pengelolaan Kelas Pendekatan, Teknik, dan Panduan

menggunakan satu atau lebih cara sekaligus. Ia mungkin mencoret-coret meja menggunakan benda tajam, mematahkan kaki tempat duduk, dan memecahkan kaca jendela sekolah. Sebagai indikator, bila guru sering merasa sakit hati karena ulah seorang siswa, kemungkinan besar guru sedang berhadapan dengan siswa yang memiliki tingkah laku membalas dendam. Atau bila ada siswa yang senang merusak peralatan sekolah, dan menyakiti hewan di sekitar sekolah, kemungkinan besar guru sedang berhadapan dengan siswa yang memiliki tingkah laku tersebut. 5. Menarik Diri Siswa yang memiliki tingkah laku menarik diri akan menunjukan gejala sebagai orang yang tidak memiliki harapan apa-apa ke depan. Jika ditanya tentang apa cita-citanya misalnya, ia akan diam saja. Atau kalau pun menjawab, ia akan mengatakan, tidak memiliki cita-cita. Untuk siswa dengan perilaku menarik diri, tugas penanganan sudah berada di luar kompetensi guru. Minimal penanganannya diserahkan ke guru Bimbingan Penyuluhan (BP). Bahkan mungkin diperlukan tenaga psikolog untuk ikut menangani.

Pengelolaan Kelas Pendekatan, Teknik, dan Panduan

| 13

B. Masalah Kelompok Tentang masalah kelompok dalam pengelolaan kelas, Johnson

dan

Bany

(dalam

Entang

dan

Joni,

1984)

mengemukakan sejumlah kemungkinan masalah. Kemungkinankemungkinan masalah tersebut sebagai berikut. 1. Kelas kurang kohesif, misalnya karena perbedaan jenis kelamin, suku, etnis, kelas sosial, dan tingkat ekonomi. 2. Kelas menyimpang dari aturan yang telah disepakati, seperti meninggalkan kelas tanpa meminta izin guru, bersiul di kelas ketika pembelajaran sedang berlangsung, serta menyanyi di kelas saat mengerjakan tugas dari guru. 3. Kelas merespon secara negatif terhadap siswa tertentu, misalnya mengolok-olok siswa yang berbata-bata bila berbicara dan menertawakan siswa yang tidak dapat mengucapkan dengan benar huruf “r” 4. Kelas memberikan penguatan kepada siswa yang justru menganggu pembelajaran, misalnya memberikan tepuk tangan atau acungan jempol kepada siswa yang melawak saat pembelajaran sedang berlangsung. 5. Kelas mudah beralih perhatian dari tugas yang sedang dikerjakan

14 | Pengelolaan Kelas Pendekatan, Teknik, dan Panduan

6. Kelas tidak bersemangat dalam mengerjakan tugas yang diberikan guru 7. Kelas kurang mampu beradaptasi secara cepat terhadap perubahan keadaan, misalnya perubahan jadwal dan pergantian guru.

C. Masalah Fisik Masalah individual dan masalah kelompok yang telah dikemukakan merupakan masalah yang bersifat psikologis. Selain masalah psikologis, terdapat pula masalah yang bersifat fisik. Masalah fisik dalam pengelolaan kelas berkisar pada masalah yang bersumber dari kondisi fisik siswa, dan masalah yang bersumber dari kondisi lingkungan tempat berlangsungnya pembelajaran. Masalah yang bersumber dari kondisi fisik siswa, misalnya siswa dengan kondisi penglihatan dan kondisi pendengaran yang terganggu. Siswa yang mengalami gangguan penglihatan dan pendengaran memerlukan penanganan khusus, terutama dalam hal tempat duduk di dalam kelas untuk kelas luring. Sementara di kelas daring, diperlukan alat bantu yang dirancang khusus untuk keperluan anak berkebutuhan khusus di kelas tersebut.

Pengelolaan Kelas Pendekatan, Teknik, dan Panduan

| 15

Masalah

yang

bersumber

dari

kondisi

tempat

berlangsungnya pembelajaran berkisar pada kondisi kebersihan, keindahan, ketenangan, kenyamanan, cahaya, dan udara. Agar pembelajaran berlangsung efektif dan efisien, antara lain diperlukan kelas yang bersih, indah, tenang, cahaya yang memedai, serta suhu udara yang nyaman. Kelas yang kotor, tidak tertata, terasa gersang, terlampau dingin maupun terlampau panas, serta terlampau gelap maupun menyilaukan, akan mengurangi efektif dan efisiensi pembelajaran.

16 | Pengelolaan Kelas Pendekatan, Teknik, dan Panduan

BAB III PENDEKATAN PENGELOLAAN KELAS

Berbagai teknik dapat digunakan oleh guru untuk mengelola kelas. Teknik-teknik tersebut terdiri atas teknik untuk mencegah timbulnya tingkah laku siswa yang mengganggu berlangsungnya menanggulangi berlangsungnya

pembelajaran, tingkah

laku

pembelajaran.

maupun siswa

teknik

yang

Teknik-teknik

untuk

mengganggu dimaksud

misalnya pujian, peraturan, larangan, peringatan dan hukuman. Teknik-teknik yang digunakan oleh guru dalam mengelola kelas mungkin dilatarbelakangi oleh pertimbangan-pertimbangan tertentu yang mendasar dan menyeluruh, mungkin hanya sekadar kebiasaan, atau mungkin juga hanya sekadar karena meniru orang lain. Pertimbangan yang mendasar dan menyeluruh yang melatarbelakangi penggunaan teknik-teknik tertentu dalam pengelolaana kelaslah yang dimaksud dengan pendekatan dalam pengelolaan kelas. Dengan kata lain, pendekatan dalam pengelolaan kelas dapat diartikan sebagai pertimbangan yang mendasar dan menyeluruh yang melatarbelakangi penggunaan teknik-teknik tertentu dalam pengelolaan kelas. Ilmu pendidikan, termasuk pengelolaan kelas, adalah ilmu terapan. Sebagai ilmu terapan, ilmu pendidikan mendapatkan

Pengelolaan Kelas Pendekatan, Teknik, dan Panduan

| 17

suplai teori dari berbagai disiplin ilmu. Salah satu disiplin ilmu yang amat mewarnai dunai pendidikan adalah psikologi. Merujuk aliran aliran psikologi dan cabang-cabangnya, Cooper (1982) mengelompokkan pendekatan-pendekatan dalam pengelolaan kelas menjadi tiga pendekatan. Pendekatanpendekatan tersebut adalah pendekatan Modifikasi Tingkah Laku, pendekatan Hubungan Sosial Emosional, dan pendekatan Proses Kelompok. Bila ditarik ke sumber utamanya, maka pendekatan Modifikasi Tingkah Laku dan pendekatan Proses Kelompok bersumber dari Psikologi Behavioristik, sedangkan pendekatan Hubungan Sosial Emosional bersumber dari Psikologi Humanistik. Oleh karena itu, dua aliran besar psikologi tersebut akan dibahas secara khusus dalam konteks pengelolaan kelas.

A. Pendekatan Behaviorisme Dalam rentang sejarah pendidikan, paling tidak terdapat dua aliran psikologi yang memberikan urunan signifikan. Dua aliran psikologi tersebut adalah behaviorisme dan humanisme. Secara historis psikologi behaviorisme lahir terlebih dahulu dari psikologi

humanisme,

pendidikan

di

sehingga

berbagai

penjuru

selama dunia

beberapa

abad,

dikelola

secara

behavioristik.

18 | Pengelolaan Kelas Pendekatan, Teknik, dan Panduan

Sumber awal pendorong lahirnya psikologi behaviorisme adalah teori Darwin tentang evolusi manusia. Atas dasar teori evolusi, para psikolog berusaha memahami manusia dengan melakaukan percobaan terhadap hewan.

Salah satu sumber

utama yang melatarbelakangi lahirnya psikologi behaviorisme adalah hasil penelitian terhadap hewan oleh seorang psikolog berbangsa Rusia, Iwan Petrowitsj Pavlov (1849-1936). Pavlov melakukan ekpserimen terhadap anjing, dan dari sana ia memperkenalkan konsep yang diyakini memiliki keterkaitan dalam menjelaskan tingkah laku manusia. Konsep-konsep tersebut adalah stimulus, respons, dan asosiasi, (Atkinson dan Tomley, 2012). Secara garis besar pokok pikiran psikologi behaviorisme tentang pendidikan sebagai berikut. 1.

Pendidikan adalah proses perubahan tingkat laku untuk mencapai tujuan sesuai standar tertentu.

2.

Proses

perubahan

tingkah

laku

dilakukan

dengan

menggunakan teknik-teknik pembiasaan berbasis stimulus, respon, dan asosiasi. 3.

Teknik-teknik utama pendidikan versi behaviorisme adalah teladan, hadiah, penjelasan, nasihat, peringatan, dan hukuman.

Pengelolaan Kelas Pendekatan, Teknik, dan Panduan

| 19

4.

Oleh Soetarlinah (1988) dikatakan bahwa teknik-teknik dalam psikologi behavioristik meliputi penguatan positif, penguatan negatif, penghapusan, dan pengalihan.

5.

Guru adalah pelaksana pembelajaran sesuai ketentuan standar yang telah ditetapkan terlebih dahulu oleh pihakpihak di luar dirinya.

6.

Siswa wajib menjalankan tuntutan guru tanpa kompromi sebagai implikasi logis dari adanya ketentuan standar yang harus dicapai guru.

7.

Tujuan pembelajaran adalah agar terjadi perubahan tingkah laku berupa bertambahnya pengetahuan, keterampilan, dan sikap dalam diri siswa.

8.

Isi pembelajaran bersifat objektif, terstruktur, permanen, dan berstandar tunggal.

9.

Dalam hal strategi pembelajaran, metode ceramah dan "drill" merupakan metode utama.

10. Dalam penataan iklim pembelajaran, digunakan teknik motivasi, penguatan positif, penguatan negatif, pengalihan, dan hukuman. 11. Dalam hal evaluasi pembelajaran, acuan yang tepat adalah kriteria atau patokan, dengan penekanan pada hasil belajar.

20 | Pengelolaan Kelas Pendekatan, Teknik, dan Panduan

Pendekatan

behavioristik

dalam

pengelolaan

kelas

didasarkan pada teori tentang terbentuknya tingkah laku manusia sebagai kebiasaan, melalui proses belajar stimulus, respons, dan asosiasi. Bertolak dari teori belajar stimulus, respon, dan asosiasi, diasumsikan bahwa tingkah laku manusia, yang baik maupun tidak baik, merupakan hasil belajar. Pengembangan selanjutnya terhadap psikologi behaviorisme menghasilkan sejumlah teknik dalam mengelola perilaku manusia. Teknikteknik tersebut antara lain penguatan positif, penguatan negatif, penghapusan, pengalihan, dan hukuman, (Soekadji, 1983). Sebagai contoh, suatu saat seorang siswa Sekolah Dasar (SD) kelas V terlambat masuk kelas. Saat itu, sambil meletakkan tangan di bahu siswa, guru menasihati siswa agar tidak terlambat lagi. Ternyata, keesokan harinya, siswa tersebut datang terlambat lagi. Kembali si guru, sambil meletakkan tangan di bahu siswa, menasihati siswa agar tidak terlambat lagi. Keesokan harinya ternyata si siswa terlambat lagi. Si guru tidak sadar bahwa siswa kurang memperoleh perhatian di rumah, sehingga ia sengaja datang terlambat, karena dengan datang terlambat ia memperoleh perhatian dari guru. Kebiasaan terlambat itu terjadi karena hasil belajar. Siswa belajar bahwa dengan terlambat masuk kelas, ia justru memperoleh perhatian dari guru. Respon berulang oleh guru,

Pengelolaan Kelas Pendekatan, Teknik, dan Panduan

| 21

membuat siswa berasosiasi bahwa dengan datang terlambat, justru ia mendapatkan perhatian khusus dari guru. Untuk menghentikan tingkah laku siswa yang suka terlambat masuk kelas tersebut, guru harus menghentikan respon berupa pemberian perhatian ketika siswa terlambat masuk kelas. Guru perlu tetap memberikan perhatian kepada siswa, tetapi tidak untuk keterlambatan siswa masuk kelas. Pemanfaatan hasil penelitian tentang terbentuknya tingkah laku manusia sebagaimana dicontohkan pada kasus siswa SD kelas V tersebut menghasilkan sejumlah teknik yang dapat digunakan untuk membentuk tingkah laku manusia sesuai dengan

yang

diinginkan,

serta

mengurangi

sampai

menghilangkan tingkah laku manusia yang tidak diinginkan. Teknik-teknik tersebut antara lain adalah penguatan positif (Positive

Reinformation),

Reinformation),

Penguatan

Penghapusan

Negatif

(Extinction),

(Negative Pengalihan

(Redirection), dan Hukuman (Punishment), (Entang dan Joni, 1984). Pendekatan Behavioristik merupakan pendekatan yang teknik tekniknya menjanjikan harapan bagi penyelesaian masalah-masalah pengelolaan kelas secara efektif dan efisien. Hukuman misalnya, bila digunakan dengan tepat, akan

22 | Pengelolaan Kelas Pendekatan, Teknik, dan Panduan

menghentikan

dengan

segera

tingkah

laku

siswa

yang

mengganggu jalannya pembelajaran. Tetapi, di balik harapan yang besar bagi penyelesaian secara efektif dan efisien tingkah laku siswa yang menganggu jalannya pembelajaran, terdapat pula potensi dampak negatif yang tidak kecil. Karena itu, jika pendekatan ini hendak digunakan,

sejak

dini

harus

diantisipasi

kemungkinan-

kemungkina kerugiannya.

B. Pendekatan Humanisme Psikologi behaviorisme yang mendasarkan pengembangan teorinya pada sejumlah

hasil penelitian terhadap hewan,

mendorong

psikolog untuk meneliti manusia sebagai basis

pengembangan teori mereka. Salah satu di antaranya adalah Maslow (1908-1970). Tentang penelitian terhadap hewan untuk menghasilkan teori psikologi, Maslow menulis sebagai berikut. “penggunaan binatang mengakibatkan tak terelakan sejak

awal

manusiawi,

pengabain seperti

kapasitas-kapasitas

sikap

rela

menjadi

khas martir,

pengorbanan diri, rasa malu, kasih sayang, humor, seni, keindahan, suara hati, rasa bersalah, patriotisme, citacita, penciptaan

puisi,

filsafat, musik atau ilmu

pengetahuan”, (Goble, 1971:37). Pengelolaan Kelas Pendekatan, Teknik, dan Panduan

| 23

Untuk mengembankan teorinya, Maslow meneliti orangorang yang dipandang baik dan sukses oleh masyarakat, serta kelompok masyarakat yang dipandang sehat secara sosial dalam kajian-kajian antropologi. Dari sana ia membangun teorinya yang dikenal dengan teori hirarkhi kebutuhan manusia. Pada pokoknya Maslow memandang perbuatan manusia sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang bersifat hirarkhis. Secara hirarkhis kebutuhan-kebutuhan tersebut adalah kebutuhan fisik, kebutuhan rasa aman, kebutuhan cintakasih dan rasa memiliki, kebutuhan harga diri dan penghargaan, serta kebutuhan aktualisasi diri, (Atkinson dan Tomley, 2012). Menurut Maslow,

ketika kebutuhan fisik

tepenuhi

minimal, maka akan muncul kebutuhan lebih tinggi, yakni kebutuhan rasa aman. Dalam hal makanan misalnhya, hanya orang yang kenyanglah yang akan memikirkan rasa aman. Ketika lapar, orang akan berusaha memenuhi kebutuhan makan, dan mengabaikan sementara kebutuhan rasa aman. Demikian selanjutnya, bila kebutuhan rasa aman terpenuhi minimal, orang akan mulai memikirkan pemenuhan kebutuhan lebih tinggi, yakni kebutuhan

kasih sayang atau kebutuhan

memiliki-dimiliki. Begitu seterusnya sampai kebutuhan harga diri atau penghargaan. Bila kebutuhan-kebutuhan ini terpenuhi minimal, maka manusia akan mulai memikirkan kebutuhan

24 | Pengelolaan Kelas Pendekatan, Teknik, dan Panduan

paling tinggi, yakni kebutuhan aktualisasi diri. Para penganut psikologi humanisme Maslow memaknai pendidikan sebagai upaya aktualisasi diri manusia. Selain Maslow, terdapat sejumlah psikolog humanisme yang juga mendasarkan pengembangan teori mereka pada hasil penelitian terhadap manusia. Salah satu di antaranya adalah Carl Rogers. Tentang manusia dan tindakannya, Rogers antara lain berpandangan bahwa: ”the subjective human being has an important value…. That no mater how hi may by labeled and evaluated hi is a human person first of all”, (Atkinson dan Tomley, 2012: 136). Mengacu pada teori kebutuhan manusia menurut Maslow serta pandangan Rogers tentang manusia, dapat dikemukakan pokok pikiran tentang pendidikan humanisme sebagai berikut. 1.

Pendidikan

adalah

proses

aktualisasi

diri

melalui

pemenuhan kebutuhan hidup. 2.

Anak yang tidak terpenuhi kebutuhan fisik minimalnya, tidak mungkin akan beraktualisasi diri secara efektif dan efisien.

3.

Anak yang tidak terpenuhi kebutuhan rasa amannya secara memadai,

akan

berkembang

menjadi

manusia

yang

Pengelolaan Kelas Pendekatan, Teknik, dan Panduan

| 25

cenderung penakut.

4.

Anak yang tidak terpenuhi kebutuhan memiliki-dimiliki secara memadai, akan berkembang menjadi manusia yang cenderung mudah merasa terasing.

5.

Anak yang tidak terpenuhi kebutuhan harga dirinya, akan berkembang menjadi manusia yang cenderung mudah sakit hati.

6.

Untuk sampai pada upaya aktualisasi diri efektif dan efisien, kebutuhan fisik, rasa aman, memiliki-dimiliki, dan harga diri siswa mesti terpenuhi secara minimal.

7.

Guru adalah perancang tujuan, isi, strategi, dan evaluasi pembelajaran

berdasarkan

hasil

analisisnya

terhadap

kebutuhan siswa. 8.

Siswa berhak memilah dan memilih tugas sesuai bakat, minat, dan kebutuhannya.

9.

Tujuan pembelajaran adalah agar potensi atau bakat dan minat siswa yang unik berkembang maksimal.

10. Isi pembelajaran bersifat subyektif, tidak terstruktur, temporer, dan multistandar; 11. Dalam hal strategi pembelajaran, metode yang tepat adalah metode yang mendorong penemuan oleh siswa, seperti tanya-jawab, diskusi, dan eksperimen.

26 | Pengelolaan Kelas Pendekatan, Teknik, dan Panduan

12. Dalam penataan iklim pembelajaran, digunakan teknik pemenuhan kebutuhan dasar, mulai dari kebutuhan fisik, rasa aman, kasih sayang, sampai harga diri. 13. Dalam hal evaluasi pembelajaran, acuan yang tepat adalah nilai rata-rata kelompok, dengan penekanan pada proses pembelajaran. 14. Rumus

umum

pembelajaran

humanistik

versi

teori

kebutuhan manusia menurut Maslow, buatlah siswa merasa kenyang, merasa aman, merasa disayang, merasa berharga, lalu mulailah pembelajaran dari sana sebagai upaya aktualisasi diri siswa, (Atkinson dan Tomley, 2012). Atas dasar teori kebutuhan manusia tersebut, diasumsikan bahwa setiap tingkah laku siswa merupakan upaya untuk memenuhi

kebutuhan-kebutuhan

pendidikan

sekolah,

dirinya.

pengelolaan

kelas

Dalam

konteks

adalah

upaya

menciptakan iklim untuk aktualisasi diri siswa. Dengan asumsi, aktualisasi diri siswa akan berlangsung efektif dan efisien bila kebutuhan-kebutuhan dasar siswa terpenuhi secara minimal. Dengan kata lain, efisiensi dan efektifitas pembelajaran mensyaratkan

terpenuhinya

secara

minimal

kebutuhan-

kebutuhan dasar siswa. Sebagai contoh, ketika pembelajaran sedang berlangsung di kelas VI sebuah SD, ada seorang siswa yang tertidur di kelas.

Pengelolaan Kelas Pendekatan, Teknik, dan Panduan

| 27

Karena kawatir perhatian siswa lain beralih pada siswa yang tertidur,

guru

kelas

tersebut

menyisihkan

waktu

untuk

menyelesaikan masalah itu. Setelah diselidiki, ternyata siswa tersebut tertidur karena semalam ada pesta pernikahan di rumah tetangga persis di sebelah rumahnya. Suara Musik pada pesta tersebut amat keras dan berlangsung hingga larut malam, sehingga ia baru dapat tidur nyenyak menjelang pagi. Sang guru akhirnya

memutuskan

untuk

menyuruh

siswa

tersebut

beristirahat di ruang Usaha Kesehatan Sekolah (UKS). Tindakan yang dilakukan oleh guru SD kelas VI sebagaimana dicontohkan, menunjukkan sikap empati guru terhadap siswa yang sedang kelelahan karena kurang tidur. Sikap ini dibenarkan dalam konteks pandangan humanistik, karena menyangkut kebutuhan dasar siswa, khususnya kebutuhan fisik, yakni istirahat yang cukup. Kalau siswa dipaksa untuk terus mengikuti pembelajaran, selain hasilnya akan sangat minim, juga akan mengganggu pemenuhan kebutuhan lain dalam diri siswa. Siswa bisa kehilangan rasa aman, dan itu akan berlanjut pada kehilangan kebutuhan-kebutuhan lainnya yang lebih tinggi. Selain itu, waktu guru mungkin akan banyak tersita hanya untuk menangani siswa tersebut, sementara siswa yang lain mungkin terganggu

28 | Pengelolaan Kelas Pendekatan, Teknik, dan Panduan

karena bersimpati atau antipati terhadap siswa tersebut, serta berbagai kerugian lainnya yang sangat mungkin terjadi. Contoh tentang penanganan guru terhadap terhadap siswa SD kelas VI yang tertidur di kelas menyiratkan pesan tentang sejumlah sikap yang diperlukan guru dalam mengelola kelas, agar kebutuhan-kebutuhan dasar siswa tetap terpenuhi secara minimal. Dengan terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan dasar siswa, akan menjadi landasan yang kuat bagi berlangsungnya pembelajaran sebagai sarana aktualisasi dirinya. Sikap-sikap tersebut misalnya memberikan rasa aman, menerima, tulus, terbuka, empati, menghargai, mendorong kreativitas, dan demokratis. Dalam konteks pengelolaan kelas, sikap-sikap dalam pendekatan humanistik sekaligus merupakan teknik-teknik pengelolaan kelas. Dengan kata lain, teknik-teknik pengelolaan kelas dalam pendekatan humanistik antara lain adalah sikap memberi rasa aman, menerima, tulus, terbuka, empati, menghargai, mendorong kreativitas, dan sikap demokratis. Dibanding teknik-teknik dalam pendekatan behavioristik, teknik-teknik dalam pendekatan humanistik relatif lebih lambat dalam menanggulangi

masalah-masalah pengelolaan kelas.

Meskipun demikian, kemungkinan dampak negatif dari teknik-

Pengelolaan Kelas Pendekatan, Teknik, dan Panduan

| 29

teknik dalam pendekatan humanistik lebih kecil dibandingkan teknik-teknik dalam pendekatan behavioristik.

C. Pendekatan Sinergis Dalam pendekatan behavioristik dan humanistik, terdapat sejumlah teknik yang dapat digunakan untuk mengelola kelas. Teknik-teknik tersebut ada yang sama, ada pula berbeda di antara dua pendekata itu, bahkan ada yang bertolakbelakang. Dalam pendekatan Behavioristik misalnya, terdapat teknik hukuman, sedangkan dalam pendekatan Humanistik justru terdapat teknik menghargai siswa. Esensi menghargai dalam psikologi humanistik sama dengan hadiah atau penguatan postif dalam

psikologi

behavioristik,

namun

dalam

psikologi

humanistik tidak ada hukuman, sebagaimana dalam psikologi behavioristik Pertanyaan

kritisnya,

apakah

dalam

pendekatan

humanistik, hukuman tidak diperbolehkan? Sesungguhnya dalam pendekatan humanistik hukuman dapat digunakan, namun penggunaannya mesti merupakan hasil kesepakatan bersama antara guru dan siswa. Tidak seperti halnya psikologi behaviorsitik, yang sepenuhnya merupakan keputusan sepihak dari guru.

30 | Pengelolaan Kelas Pendekatan, Teknik, dan Panduan

Meskipun teknik-teknik pengelolaan kelas dalam dua pendekatan psikologi tersebut berbeda, namun masing-masing memiliki manfaat sinergis dalam pengelolaan kelas. Terdapat sejumlah teknik dalam pendekatan-pendekatan tersebut yang berbeda tapi saling melengkapi, serta terdapat pula sejumlah teknik yang berbeda tapi dapat digunakan secara bergantian untuk menangani masalah yang sama dalam pengelolaan kelas. Dengan kata lain, terdapat masalah tertentu dalam pengelolaan kelas yang penanggulangannya akan lebih efektif dan efisien bila digunakan secara simultan dua teknik dari pendekatan yang berbeda. Demikian pula, bila penggunaan teknik tertentu dalam salah satu pendekatan pengelolaan kelas gagal mengatasi satu masalah pengelolaan kelas, guru dapat menggantinya dengan teknik tertentu dalam pendekatan yang lain. Teknik-teknik dalam dua pendekatan pengelolaan kelas yang berbeda tapi dapat saling melengkapi, serta berbeda tetapi dapat digunakan untuk mengatasi masalah yang sama dalam pengelolaan kelas dapat

diklasifikasikan

menjadi

teknik

preventif (mencegah masalah) dan teknik kuratif (mengatasi masalah). Dengan menggunakan teknik preventif, diharapkan jumlah masalah dalam pengelolaan kelas dapat ditekan menjadi sekecil-kecilnya, sedangkan dengan teknik kuratif diharapkan

Pengelolaan Kelas Pendekatan, Teknik, dan Panduan

| 31

masalah-masalah pengelolaan kelas dapat diatasi secara efektif dan efisien.

32 | Pengelolaan Kelas Pendekatan, Teknik, dan Panduan

BAB IV TEKNIK PREVENTIF PENGELOLAAN KELAS Ada ungkapan klasik yang mengatakan “Lebih baik mencegah dari pada mengobati”. Ungkapan ini berlaku pula bagi guru dalam melaksanakan pembelajaran. Bila sejak awal guru sudah menggunakan berbagai cara untuk mencegah timbulnya tingkah laku siswa yang mengganggu jalannya pembelajaran, maka terbuangya waktu dan tenaga untuk mengatasi tingkah laku siswa yang mengganggu jalannya pembelajaran dapat ditekan menjadi sekecil-kecilnya. Cara-cara yang digunakan oleh guru untuk mencegah timbulnya tingkah laku siswa yang mengganggu jalannya pembelajaran inilah yang disebut teknik preventif dalam pengelolaan kelas. Jadi teknik preventif pengelolaan kelas adalah cara-cara untuk mencegah munculnya tingkah laku siswa yang mengganggu jalannya pembelajaran. Penggunaan teknik preventif dalam pengelolaan kelas memang dimaksudkan untuk mencegah munculnya tingkah laku siswa yang mengganggu jalannya pembelajaran. Namun dapat terjadi dalam pratik, selain dapat mencegah munculnya tingkah laku siswa yang mengganggu jalanya pembelajaran, penggunaan

Pengelolaan Kelas Pendekatan, Teknik, dan Panduan

| 33

teknik preventif tertentu juga dapat ikut menanggulangi tingkah laku siswa yang mengganggu jalannya pembelajaran. Sebagai contoh, pemberian pujian kepada beberapa siswa yang memperoleh nilai tinggi dalam pelajaran tertentu (teknik preventif),

selain

dapat

mendorong

siswa-siswa

yang

memperoleh nilai tinggi tersebut untuk tetap giat belajar, juga dapat mendorong siswa-siswa yang malas belajar untuk lebih rajin belajar (manfaat kuratif). Meskipun demikian, pemberian pujian kepada siswa yang memperoleh nilai tinggi dalam pembelajaran tetap merupakan teknik preventif, karena tujuan utama pemberian pujian tersebut adalah untuk mencegah munculnya tingkah tingkah laku siswa yang mengganggu jalannya pembelajaran. Sedangakn terhadap siswa yang mengganggu jalannya pembelajaran, guru tidak dapat mempasrahkan penangganannya hanya kepada manfaat ganda dari teknik preventif Tingkah laku siswa yang mengganggu jalannya pembelajaran perlu ditanggulangi secara efektif dan efesien dengan teknik-teknik yang secara khusus memang releven

untuk

maksud

penanggulangan

masalah-masalah

pengelolaan kelas. Kelas akan selalu merupakan kelompok siswa. Oleh sebab itu, akan lebih efektif dan efesien bila upaya preventif pengelolaan kelas oleh guru diawali dengan menggunakan

34 | Pengelolaan Kelas Pendekatan, Teknik, dan Panduan

teknik-teknik untuk mengikat kelas menjadi kelompok yang memiliki ikatan yang kuat, (Warijan, 1984). Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka teknik preventif yang dibahas akan dimulai dari teknik-teknik untuk mengikat kelas menjadi kelompok yang memiliki ikatan yang kuat. Setelah itu, barulah dibahas teknik-teknik lain untuk mencegah timbulnya tingkah laku siswa yang mengganggu jalannya pembelajaran.

A. Mengarahkan Siswa kepada Capaian Pembelajaran Kelompok Mengarahkan

siswa

kepada

capaian

pembelajaran

kelompok merupakan hal pertama yang perlu dilakukan oleh guru untuk membentuk siswa di kelas menjadi kelompok yang memiliki ikatan yang kuat. Mengarahkan siswa pada capaian pembelajaranm kelompok ditempatkan pada teknik pertama, karena kelas adalah kelompok siswa. Para siswa pada umumnya hadir di kelas dengan target capaian belajar yang berbeda-beda, bahkan mungkin bertolak belakang. Atau, mungkin ada juga yang tidak memiliki target belajar yang jelas. Oleh karna itu, pada awal pembalajaran, guru perlu mengarahkan siswa kepada target belajar kelas, khususnya capaian pembelajaran.

Pengelolaan Kelas Pendekatan, Teknik, dan Panduan

| 35

Capaian pembelajaran yang dapat mendorong upaya pencapaiannya adalah capaian pembelajaran yang dirumuskan secara jelas, tidak terlalu sulit dan tidak terlalu mudah, serta sesuai dengan kebutuhan siswa. Dengan demikian tugas guru adalah merumuskan capaian pembelajaran secara jelas dan sesuai dengan kemampuan siswa, kemudian menjelaskan kepada siswa tentang perlunya capaian pembelajaran tersebut diraih. Penjelasan tentang perlunya pencapain tersebut dimaksudkan untuk membuat siswa merasa membutuhkan pencapaian itu. Capaian pembelajaran berjenjeng-jenjang, mulai dari capaian paling umum sampai capaian khusus atau spesifik. Pada era kurikulun nasional dengan pendekatan tujuan, secara berjenjang, dari umum ke khusus tujuan pendidikan di Indonesia sebagai

berikut.

Tujuan

Pendidikan

Nasioanl,

Tujuan

Institusional, Tujuan Kurikuler, Tujuan Umum Pembelajaran, dan tujuan Khusus Pembelajaran. Tujuan Pendidikan Nasioanl tercantum dalam Undangundang Sistem Pendidikan Nasional dan Garis-garis Besar Haluan Negara. Tujuan Institusional adalah tujuan pendidikan yang akan di capai melalui setiap jenis dan jenjang pendidikan. Tujuan umum pembelajaran

adalah tujuan yang yang akan

dicapai melalui setiap pokok bahasan dan sub pokok bahasan.

36 | Pengelolaan Kelas Pendekatan, Teknik, dan Panduan

Sedangkan Tujuan Khusus pembelajaran adalah tujuan yang akan dicapai melalui setiap uraian bahasan. Dalam sistem pendidikan nasional ketika itu, tujuan Pendidikan Nasional sampai Tujuan Umum Pembelajaran ditetapkan secara nasional. Oleh karena itu, ketika merancang pembelajaran, guru hanya bertugas merumuskan Tujuan Khusus Pembelajaran. Meskipun demikian, dalam rangka pengelolaan kelas, guru perlu menjelaskan pentingnya pencapaian Tujuan Kurikuler dan Tujuan Umum Pembelajaran kepada siswa, sehingga siswa merasa membutuhkan pencapaian tujuan-tujuan tersebut. Dengan demikian, selain menyamankan persepsi siswa tentang tujuan pembelajaran, juga dapat memotivasi siswa tentang tujuan pembelajaran, juga dapat memotivasi siswa untuk berusaha mencapai tujuan tersebut. Perubahan pendekatan dalam pengembangan kurikulum, dari pendekatan tujuan ke pendekatan kompetensi pada KTSP dan Kurikulum 2013, berdampak pada pilihan istilah dalam konteks pembelajaran. Meskipun demikian, apapun

sebutan

pengganti sebutan tujuan pembelajaran, prinsip bahwa guru perlu menjelaskannya kepada siswa tetap berlaku

Pengelolaan Kelas Pendekatan, Teknik, dan Panduan

| 37

B. Membuat Peraturan Pembelajaran Hal kedua yang perlu dilakukan oleh guru untuk membentuk siswa di kelas menjadi kelompok yang memiliki ikatan yang kuat adalah menetapkan peraturan pelaksanaan pembelajaran. Peraturan dalam pelaksanaan pembelajaran adalah ketentuan tentang kewajiban dan larangan yang harus ditaati siswa dalam mengikuti pembelajaran. Dengan ketentuan tentang kewajiban

dan

larangan

tersebut,

siswa

dituntut

untuk

melakukan hal-hal tertentu dan mengekang diri untuk tidak melakukan hal-hal tertentu, agar tidak terjadi gangguan selama pembelajaran. Terdapat beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam pembuatan peraturan agar peraturan tersebut dapat berfungsi efektif dan efisien. Prinsip-prinsip tersebut sebagai berikut. 1. Disetujui Siswa Sedapat-dapatnya,

perturan

yang

digunakan

dibuat

bersama-sama antara guru dan siswa. Tetapi bila kerjasama antara guru dan siswa dalam membuat peraturan dinilai tidak efektif dan efesien, sehingga guru sendiri yang membuatnya, setidak-tidaknya aturan tersebut disetujui oleh siswa. Peraturan yang disetujui oleh siswa, apalagi siswa ikut terlibat dalam pembuatannya, akan menyebabkan siswa merasa lebih terikat untuk melaksaakannya dengan sebaik-baiknya.

38 | Pengelolaan Kelas Pendekatan, Teknik, dan Panduan

2. Memiliki Alasan Kuat Peraturan hendaknya didasarkan pada alasan yang kuat. Manusia adalah makhluk berakal. Dengan akalnya, Peraturan yang didasarkan pada alasan yang kuat karena masuk akal, akan lebih mudah diterima dibandingkan peraturan yang tidak didasarkan pada alasan yang kuat. Sebagai contoh, larangan bagi siswa untuk bertanya pada guru saat guru sedang menerangkan pelajaran, dengan alasan agar konsentrasi guru dan siswa lainnya tidak terganggu, sulit diterima sebagai alasan yang kuat. Dikatakan sulit diterima sebagai alasan yang kuat,

karena mungkin saja siswa yang

hendak bertanya memang sulit mengikuti pelajaran selanjutnya bila apa yang belum dimengertinya tidak dijelaskan kembali oleh guru. Sedangakan larangan bagi siswa untuk merokok di kelas saat pembelajaran berlangsung misaalnya, merupakan larangan yang mempunyai alasan yang kuat. Dikatakan mempunyai alasan yang kuat karena selain ada orang mudah pusing bila menghirup bau rokok, asap rokok pun mengganggu kesehatan.

3. Tidak Menimbulkan Banyak Penafsiran Peraturan hendaknya tidak menimbulkan bermacammacam penafsiran. Sebagai contoh, peraturan bahwa siswa harus

Pengelolaan Kelas Pendekatan, Teknik, dan Panduan

| 39

tertib

dalam

mengajukan

pertanyaan

kepada

guru

saat

pembelajaran berlangsung, jelas akan menimbulkan berbagai penafsiran. Penyebab munculnya berbagai penafsiran tersebut adalah karena istilah tertib memang amat terbuka terhadap berbagai penafsiran. Untuk meminimalisir munculnya aneka tafsir, misalnya peraturan itu berisi ketentuan bahwa siswa yang hendak berbicara harus mengangkat tangan terlebih dahulu. Dengan begitu, tak ada penafsiran lain, selain mengangkat tangan. Peraturan yang tidak menimbulkan bermacam-macam penafsiran, akan memudahkan siswa dalam menaatinya. Demikian

juga

memudahkan

guru

dalam

mengawasi

pelaksanaannya.

C. Mendelegasikan Tugas Kepemimpinan kepada Siswa Hal ketiga yang diperlukan untuk membentuk siswa di kelas menjadi kelompok yang memiliki ikatan yang kuat adalah pemimpin yang diterima secara luas oleh siswa. Guru dengan sendirinya merupakan pemimpin siswa. Tetapi tugas-tugas kepemimpinan akan sulit dilakukan guru bila guru menjadi satusatunnya pemimpin siswa. Apabila bila para siswa merupakan kelompok yang besar. Oleh karna itu, tugas-tugas kepemimpinan

40 | Pengelolaan Kelas Pendekatan, Teknik, dan Panduan

perlu

didelegasikan

kepada

siswa-siswa

yang

memiliki

kemampuan memimpin. Dalam kelas dengan jumlah siswa yang banyak, jelas tidak mudah untuk menghadirkan pemimpin kelas yang disetujui oleh semua siswa. Bila pemimpin yang disetujui oleh seluruh siswa tidak mungkin diperoleh, pemimpin yang dipilih hendaknya disetujui oleh mayoritas siswa di kelas. Dalam

rangka

upaya

pengelolaan

kelas

pemimpin

kelompok hendaknya memiliki sejumlah kemampuan yang releven dengan upaya tersebut. Merujuk Warijan (1984), seorang pemimpin kelas hendaknya memiliki kemampuan-kemapuan berikut. 1. Mampu

mengambil

prakasa

tentang bagaimana cara

mencapai tujuan kelompok. 2. Mampu memberikan masukan-masukan kepada kelompok tentang bagaimana cara yang efektif dan

efesien untuk

mencapai tujuan kelompok. 3. Mampu menilai efisiensi dan efektifitas kegiatan kelompok. 4. Mampu memperjelas komunikasi antar anggota kelompok. 5. Mampu menilai mutu partisipasi anggota kelompok. 6. Mampu mengungkapkan kembali secara ringkas apa yang telah dilakukan kelompok.

Pengelolaan Kelas Pendekatan, Teknik, dan Panduan

| 41

7. Mampu mengusahakan kompromi bila terjadi perbedaan pandangan yang tajam tentang sesuatu hal dalam kelompok. Untuk mengembangkan sikap demokratis, sekaligus juga dalam rangka menghadirkan pemimpin yang diterima secara luas oleh siswa, sebaiknya pemimpin kelompok ditetapkan berdasarkan hasil pilihan siswa dan bukan ditetapkan secara sepihak oleh guru. Tetapi bila karena pertimbangan tertentu, lalu pemimpin ditetapkan oleh guru, hendaknya penetapan oleh guru tersebut didasarkan pada hasil pengukuran dengan menggunakan sosiometri. Memang dapat terjadi, dengan mengacu pada hasil sosiometri, siswa yang terpilih sebagai pemimpin adalah siswa yang

popular

karena

kelebihan-kelebihan

tertentu

yang

dimilikinya, namun ia tidak memiliki kemampuan akademis yang memadai. Bila keadaan ini dibiarkan, kelompok mungkin dapat memiliki ikatan yang kuat, tetapi sangat mungkin tidak efektif dan efesien dalam mencapai tujuan pembelajaran. Dalam keadaan demikian, guru perlu ikut campur tngan lebih jauh, namun

tetap

dalam

suasana

demokratis,

untuk

menghadirkansiswa dengan kemampuan akademis memadai sebagai pendamping pemimipin hasil pilihan siswa. Pendamping tersebut bisa dalam kedudukan sebagai wakil ketua, ketua seksi, sekretaris, dan sejenisnya.

42 | Pengelolaan Kelas Pendekatan, Teknik, dan Panduan

D. Sikap Memberi Rasa Aman Sikap memberikan rasa aman adalah sikap yang membuat orang terhindar dari perasaan kawatir dan takut. Guru yang bersikap memberikan rasa aman adalah guru yang menciptakan iklim yang memungkinkan siswa tidak merasa kawatir atau takut terhadap sesuatu saat mengikuti pembelajaran. Agar siswa terhindar dari rasa kwatir dan takut saat pembelajaran, maka guru dituntut untuk menciptakan iklim yang memungkinkan siswa merasa bahwa selama pembelajaran berlangsung, haknya sebagai siswa terjamin, bauK hak fisik, maupun

hak

sosial.

Hak

fisik

misalnya

perlengkapan-

perlengkapan sekolah, seperti buku, pena, pensil dan penghapus. Sedangkan

hak

sosial

misalnya

hak

untuk

menjawab

pertannyaan guru, hak bertanya kepada guru, hak berpartisipasi dalam diskusi, maupun hak tidak berbicara bila tidak ingin berbicara saat diskusi. Contoh cara guru memberikan rasa aman kepada siswa selama pembelajaran berkaitan dengan hak fisiknya, misalnya meminta siswa untuk menyimpan perlengkapan sekolahnya di tempat yan gaman dan mudah diawasi. Sedangkan contoh guru memberikan rasa aman kepada siswa berkaitan dengan hak sosialnya, misalnya dengan menghindarkan penggunaan katakata atau kalimat yang bersifat mengancam siswa.

Pengelolaan Kelas Pendekatan, Teknik, dan Panduan

| 43

Rasa aman siswa akan membuat siswa lebih tenang dalam mengikuti

pembelajaran.

Ketenangan

dalam

mengikuti

pembelajaran akan membuka jalan ke arah perolehan hasil pembelajaran yang maksimal. Sedangakn bila siswa tidak merasa aman, selain tidak akan memperoleh hasil maksimal dalam pembelajaran, kemungkinan besar siswa akan melakukan tindakan-tindakan yang mengganggu jalannya pembelajaran.

E. Sikap Menerima Sikap menerima adalah sikap yang membuat orang merasa menjadi bagian dari suatu kebersamaan, baik perasaan memiliki maupun dimiliki kebersamaan tersebut, Guru yang bersikap menerima siswa, adalah guru yang menciptakan iklim yang memungkinkan siswa merasa memiliki dan dimiliki guru, maupun meiliki dan dimiliki teman-teman sekelasnya dalam suatu kebersamaan, khususnya kebersamaan sebagai kelompok kelas. Untuk membuat siswa merasa ikut memiliki dan dimiliki kebersamaan kelas, guru perlu melibatkan setiap siswa dalam pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingan kelas. Selain itu, guru hendaknya menghindarkan penggunaan katakata atau kalimat yang membuat siswa merasa tidak menjadi bagian dari kebersamaan kelas.

44 | Pengelolaan Kelas Pendekatan, Teknik, dan Panduan

Sebagai contoh, ketika Tesa tidak dapat menjawab secara cepat pertannyaan guru misalnya, lebih tepat guru mengatakan, “Adakah di antara kalian yang mau membantu Tesa menjawab pertanyaan tersebut?“ dibandingkan guru mengatakan, “Ternyata Tesa tidak dapat menjawab pertannyaan tersebut. Adakah di antara kalian yang mau menjawabnya?“ Sikap menerima dari guru terhadap siswa akan membuat siswa

merasa

bahwa

keberhasilan

maupaun

kegagalan

pembelajaran di kelas menjadi tanggung jawabnya juga. Karena itu, ia akan berusaha ikut memberikan andil dalam memajukan kelas, termasuk memajukaan pembelajaran di kelas. Selain membuat siswa tidak memperoleh hasil maksimal dalam pembelajaran, perasaan terasing tersebut juga dapat mendororng siswa melakukan tindakan-tindakan yang mengganggu jalannya pembelajaran.

F. Sikap Terbuka Sikap terbuka guru pada dasarnya mempunyai dua sisi. Pada

satu

sisi,

guru

terbuka

pada

siswa

dengan

mengkomunikasikan apa adanya kepada siswa pikiran dan perasaannya tentang hal-hal yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran. Pada sisi lain, guru terbuka pada siswa dengan mau mempertimbangkan masukan-masukan dari siswa tentang

Pengelolaan Kelas Pendekatan, Teknik, dan Panduan

| 45

hal-hal yang berkaitan dengan pembelajaran. Dengan sikap terbuka, diharapkan siswa

akan sadar tentang apa yang

diharapkan maupun tidak diharapkan guru dalam pelaksanaan pembelajaran, demkian juga guru akan sadar tentang apa yang diharapkan maupun tidak diharapkan siswa dalam pembelajaran. Dengan adanya saling terbuka, diharapkan akan terjadi saling menyesuaikan diri secara harmonis antara guru dan siswa Sebagai contoh, suatu saat guru merasa bahwa hasil ulangan siswa meskipun tidak jelek, tetapi berada di bawah kemampuan siswa yang sebenarnya. Guru yang terbuka adalah guru yang tidak menyimpan perasaannya itu, melainkan dengan cara yang bijaksana

mengkomunikasikan

perasaan tersebut

kepada siswa. Setelah itu, guru meminta siswa untuk mengemukakan pikiran dan perasaanya tentang hasil ulangan tersebut pada guru. Masukan-masukan dari siswa tidak dibantah langsung oleh guru, melainkan dijadikan bahan kajian bersama siswa

untuk

perbaikan-perbaikan

dalam

pembelajaran

selanjutnya. Sebagai contoh, simaklah dialog berikut. Guru: “ Hasil ulangan kalian tidak jelek, tetapi bapak merasa hasil kerja kalian belum maksimal. Apakah memang benar apa yang bapak rasakan? Atau, mungkin kalian ingin mengatakan sesuatu?”

46 | Pengelolaan Kelas Pendekatan, Teknik, dan Panduan

Rio: “ Rasanya ketika bapak menerangkan pelajaran itu, bapak berbicara terlalu cepat. “ Sari: “ ya, pak. Saya juga merasakannya.” Para siswa: “ benar pak, bapak memang berbicara terlalu cepat.” Guru: “ baiklah kalau begitu. Lain kali kalau bapak berbicara terlalu cepat, harap bapak diberitahu.”

Bandingkan dengan dialog berikut. Guru: “hasil kalian tidak jelek,tapi bapak merasa hasil karya kalian belum maksimal apakah memang benar apa yang bapak rasakan? Atau, mungkin kalian ingin mengatakan sesuatu?” Rio: “ Rasanya ketika bapak menerangkan pelajaran itu, bapak berbicara terlalu cepat.” Sari: “ ya, pak. Saya juga merasakannya.” Guru: “ apakah memang demikian?” Para siswa: “ ya, pak. bapak memang berbicara terlalu cepat.” Guru: “ ah, kalian memang lambat dalam menangkap pembicaraan. Kalian harus belajar agar dapat cepat menangkap pembicaraan.” Siswa: “ diam … … …

Pengelolaan Kelas Pendekatan, Teknik, dan Panduan

| 47

Dialog pertama menggambarkan sikap terbuka guru dan direspon dengan sikap terbuka oleh siswa, kemudian berakhir dengan saling pengertian. Dialog kedua menggambarkan pada awalnya terdapat sikap terbuka dari guru dan siswa meresponnya dengan sikap terbuka pula. Sayangnya, keterbukaan siswa direspon dengan pertanyaan dari guru yang memojokan siswa. Peryataan dari guru yang memojokan siswa tersebut selain tidak akan menumbuhkan saling pengertian, juga tidak akan meningkatkan hasil belajar siswa, serta akan membuat siswa tertutup terhadap guru.

G. Sikap Tulus Sikap tulus yang dimaksudkan di sini

adalah terdapat

kesesuaian antara perasaan dan tindakan, antara pikiran dan perbuatan. Guru yang bersikap tulus terhadap siswa adalah guru yang dalam menghadapi siswa bertingkahlaku sesuai dengan perasaan dan pikiranya, tapa adanya kepura-puraan, tanpa memakai topeng. Sebagai manusia yanghidup dalam lingkungan sosial yang kompleks, tidak realistis bila guru dituntut untuk bersikap tulus terus menerus. Tetapi dalam keadaan-keadaan tertentu, ketulusan dari guru amat dituntut. Seorang siswa yang sering memperoleh nilai jelek karena jarang belajar misalnya, mungkin akan

48 | Pengelolaan Kelas Pendekatan, Teknik, dan Panduan

membuat guru merasa jengkel. Tetapi bila suatu saat siswa tersebut mengerjakan tugas tertentu dengan hasil yang baik, guru dituntut menghargai hasil kerja tersebut secara tulus. Yang dimaksud dengan tulus dalam menghargai hasil kerja siswa tersebut adalah dalam memberikan penghargaan tidak terdapat unsur enggan, apabila jengkel. Sikap tulus memang sulit dijelaskan dengan kata-kata, juga sulit dibuktikan secara empiris. Meskipun demikian, manusia memiliki kemampuan untuk merasakannya. Sikap tulus guru terhadap siswa akan menyebabkan siswa merasa di terima. Perasaan diterima oleh pihak lain akan membuat siswa lebih bisa menerima dirinya sendiri. Merasa diterima oleh orang lain dan dapat menerima diri sendiri, akan menambah rasa percaya diri siswa. Dengan rasa percaya diri yang memadai, siswa tidak mudah melakukan tindakan-tindakan yang mengganggu jalanya pembelajaran.

H. Sikap Menghargai Tanpa Syarat Guru yang menghargai siswa tanpa syarat adalah guru yang memberikan kesempatan kepada siswasa untuk berpikir dan merasa menurut carannya sendiri, apapun yang dipikirkan dan dirasakannya, tanpa adanya penilaian dari pihak guru. Seorang siswa yang merasa dirinya tidak mampu misalnya,

Pengelolaan Kelas Pendekatan, Teknik, dan Panduan

| 49

menurut guru untuk menghargai perasaan siswa tersebut. Guru dapat menghargai siswa antara lain dengan cara menanggapi pertannyaan siswa tentang ketidakmampuannya dengan katakata yang netral. Sebagai contoh, simaklah dialog berikut. Guru : “Veby, ini hasil pekerjaanmu!” Veby : ”Saya salah berapa, pak?” Guru : “Salah lima!” Veby : “Wah, salah banyak ya, pak? Saya memang tidak mampu” Guru : “O, ya?” Veby : “Padahal saya sudah belajar habis-habisan!” Guru : “O, ya! Kamu sudah belajar habis-habisan? Tak apalah!” Bandingkan dengan dialog berikut. Guru : “Veby, ini hasil pekerjaanmu!” Veby : “Saya salah berapa, pak?” Guru : “Salah lima!” Veby : “Wah, salah banyak ya, pak?” Saya memang tidak mampu” Guru : “Siapa yang mengatakan kamu tidak mampu?” Veby : “Soalnya saya sudah belajar habis-habisan” Guru : “Setahu bapak, kamu bukannya tidak mampu”

50 | Pengelolaan Kelas Pendekatan, Teknik, dan Panduan

Dialog pertama menggambarkan keterbukaan siswa terhadap guru dan keterbukaan tersebut ditanggapi oleh guru dengan menghargai tanpa syarat. Sedangkan dialog kedua, menggambarkan keterbukaan siswa terhadap guru, namun keterbukaan siswa tersebut ditanggapi oleh guru dengan penilaian terhadap siswa. Penilaian guru terhadap siswa dapat menyebabkan siswa menjadi tertutup terhadap guru dan tidak berani menilai dirinya sendiri. Sebaliknya, tanpa penilaian dari guru, siswa akan merasa bahwa ia dihargai. Dengan perasaan dihargai, siswa tidak akan takut dan ragu dalam menilai dirinya sendiri. Dengan keberanian menilai diri sendiri, pada gilirannya tentu saja dengan bantuan guru siswa akan menemukan dan meneruma kekurangankekurangan maupun kelebihan-kelebihan dirinya. Siswa yang sadar akan kekurangan-kekurangan maupun kelebihan-kelebihan dirinya, tidak akan mudah melakukan tindakan-tindakan yang mengganggu jalannya pembelajaran.

I. Sikap Empati Oleh Rogers (1987), Empati diartikan sebagai upaya untuk memahami orang lain sebagaimana pemahaman orang lain tersebut terhadap dirinya. Pengertian Empati akan lebih mudah

Pengelolaan Kelas Pendekatan, Teknik, dan Panduan

| 51

dipahami bila pembahasannya dikaitkan dengan pengertian simpati. Istilah empati dan simpati mempunyai persamaan unsur dalam pengertiannya, yaitu adanya pikiran dan perasaan yang sama antara dua pihak atau lebih. Perbedaannya terletak pada proses terjadinya kesamaan pikiran dan perasaan tersebut, serta kadar kesamaannya. Simpati mengacu pada adanya kesamaan pikiran dan perasaan antara dua orang atau lebih yang terjadi secara spontan. Sedangakan empati mengacu pada adanya kesamaan pikiran dan perasaan sebagai akibat dari adanya usaha aktif dari satu pihak untuk menyamakan pikiran dan perasaan dengan pihak lain. Sebagai contoh simpati, kalau ada orang yang mengalami musibah, secara spontan berbagai pihak akan ikut merasakan musibah tersebut dan mungkin akan menawarkan berbagai bantuan. Sedangkan contoh empati, bila ada siswa mengatakan pada guru bahwa pelajaran matematika terlalu sulit, guru berusaha memahami pikiran dan perasaan siswa tentang sulitnya pelajaran matematika. Usaha pemahaman tersebut akan lebih memungkinkan guru menuntun siswa keluar dari kesulitannya itu. Dari contoh-contoh simpati dan empati di atas dapat dikatakan bahwa secara teoritis empati akan lebih mendalam

52 | Pengelolaan Kelas Pendekatan, Teknik, dan Panduan

daripada simpati. Penyebab lebih mendalamnya empati adalah karena empati lahir dari upaya aktif secara sistematis, sedangkan simpati muncul secara spontan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa guru yang menerapkan empati pada siswa adalah guru yang berusaha untuk ikut berpikir dan merasa sebagaimana yang dipikirkan dan dirasakan siswa. Lebih mendalam lagi, guru akan berusaha mengungkapkan kembali secara lebih jelas dan mendalam melebihi yang diungkapkan oleh siswa. Lebih kurang terdapat lima langkah yang perlu dilakukan oleh guru agar dapat mencapai pemahaman empati secara mendalam (Rogers, 1987). Secara hirarkis, langkah-langkah tersebut sebagai berikut. 1.

Guru mendengarkan penuturan siswa dengan penuh perhatian tanpa praduga.

2.

Guru memasukkan diri ke dalam alam pikiran dan perasaan siswa sesuai dengan Penuturan siswa.

3.

Guru berusaha memahami secara lebih jelas dan mendalam alam pikiran dan perasaan siswa.

4.

Guru mengkomunikasikan kembali kepada siswa hasil pemahaman empatinya terhadap siswa.

Pengelolaan Kelas Pendekatan, Teknik, dan Panduan

| 53

5.

Guru menguji kembali hasil pemahaman empatinya terhadap siswa berdasarkan berbagai tanggapan dari siswa terhadap proses pemahaman empati guru. Sebagai contoh, simaklah dialog berikut.

Yosi

: “Pak, matematika sulit, ya?”

Guru : “Ah, masa sulit?” Yosi : “Benar pak. Saya sudah berusaha belajar, tetapi hasilnya pas-pasan, bahkan kadang-kadang sangat jelek.” Guru : “Matematika sebenarnya tidak sulit. Cara belajarmu saja barangkali yang keliru. Cobalah perbaiki cara belajarmu.” Yosi : Diam … …

Bandingkan dengan dialog berikut. Yosi : “Pak, matematika sulit ya? Hampir setiap hari saya berlatih mengerjakan soal-soal matematika, tetapi hasil ulangan saya pas-pasan. Bahkan kadang-kadang sangat jelek.” Guru : Melihat Yosi sambil mengangguk-angguk. Yosi : “Atau, apakah cara belajar saya yang keliru?” Guru : “Coba ceritakan kepada bapak bagaimana cara kamu belajar?” Yosi

: “Saya biasanya mengerjakan soal-soal yang terdapat dalam buku kumpulan

54 | Pengelolaan Kelas Pendekatan, Teknik, dan Panduan

Soal matematika yang dibelikan ayah. Buku soal itu mempunyai kunci jawaban sehingga saya dapat mencocokan hasil pekerjaan saya dengan kunci jawaban tersebut.” Guru : “O, ya! Jadi setiap hari kamu berlatih dengan cara seperti itu, tetapi hasilnya tidak memuaskan?” Yosi : “Iya, pak!” Guru : “Matematika memang sulit. Teruslah berlatih, bapak bisa memahami kesulitanmu”

Dialog pertama menggambarkan pikiran dan perasaan guru yang bertolak belakang dengan siswa. Sikap guru yang digambarkan dalam dialog pertama dapat menyebabkan siswa merasa dirinya bersalah, tidak mampu, dan terasing. Dialog kedua menggambarkan sikap empati guru terhadap siswa. Proses empati guru terhadap siswa dimulai dari anggukannya ketika siswa mengemukakan kesulitannya dalam mempelajari matematika, kemudian berlanjut pada usaha mengetahui cara siswa belajar matematika, dan akhirnya sampai pada kesamaan pikirandan perasaan dengan siswa bahwa matematika memnag sulit. Sikap guru yang digambarkan dalam dialog kedua akan menyebabkan siswa sadar bahwa ia tidak sendiri. Bahwa apa

Pengelolaan Kelas Pendekatan, Teknik, dan Panduan

| 55

yang dialaminya,juga dialami oleh orang lain. Kesadarannya yang demikian akan memperkuat rasa harga diri dan percaya diri siswa. Denga rasa harga diri dan percaya diri yang kuat, siswa akan mampu menghadapi berbagai masalah secara konstruktif, ia tidak

akan

mudah

melakukan

tindakan-tindakan

yang

mengganggu jalannya pembelajaran.

J. Sikap Demokratis Hubungan kerja sama yang demokratis adalah hubungan kerja sama yang didasarkan pada kesepakatan-kesepakatan bersama antara pihak-pihak yang berkerja sama, tanpa adanya tekanan atau paksaan dari salah satu pihak kepada pihak yang lain. Guru yang demokratis adalah guru yang selalu melibatkan siswa

dalam

pengambilan

keputusan

yang

menyangkut

kepentingan siswa, tanpa disertai tekanan atau paksaan terhadap siswa. Secara mengemukakan

terperinci, cirri-ciri

Dreikurs guru

yang

dan

Cassel

(1986)

demokratis

dengan

membandingkannya dengan cirri-ciri guru yang otoriter sebagai berikut. 1. Bertindak sebagai pembimbing, bukan penguasa. 2. Berbicara dengan suara ramah, bukan suara lantang. 3. Menggunakan ajakan, bukan perintah.

56 | Pengelolaan Kelas Pendekatan, Teknik, dan Panduan

4. Menggunakan motivasi, bukan tekanan. 5. Menggunakan stimulasi, bukan paksaan. 6. Menawarkan usul, bukan memaksakan gagasan. 7. Mengendalikan, bukan menguasai. 8. Membangun keberanian, bukan mencela. 9. Mengakui prestasi, bukan mencari-cari kesalahan. 10. Menolong, bukan menghukum. 11. Tanggung jawab dibagi-bagi, bukan dipikul sendiri.

Dibanding

sikap

otoriter,

sikap

demokratis

lebih

menjanjikan harapan bagi upaya mencegah timbulnya tingkah laku siswa yan mengganggu jalannya pembelajaran. Suasana demokratis dalam pembelajaran akan memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar bertanggungjawab, baik terhadap dirinya sendiri maupun terhadap kelompok. Sejalan dengan meningkatnya rasa tanggung jawab tersebut, siswa akan semakin tidak mudah melakukan tindakan-tindakan yang mengganggu jalannya pembelajaran. Sikap demokratis terletak di antara dua kutub sikap, yaitu sikap otoriter dan sikap masa bodoh. Bila antara sikap demokratis dan sikap otoriter terdapat perbedaan yang tegas dan jelas, maka antara sikap demokratis dan sikap masa bodoh, perbedaanya sangat tipis. Oleh karna itu, tanpa kehati-hatian

Pengelolaan Kelas Pendekatan, Teknik, dan Panduan

| 57

dalam bersikap, guru dapat terjebak dalam sikap masa bodoh, yang justru tidak menguntungkan upaya pencegahan timbulnya tingkah laku siswa yang mengganggu jalannya pembelajaran. Sebagai peganggan bagi guru, dalam sikap masa bodoh, guru sering membiarkan siswa melanggar peraturan dalam pembelajaran, padahal peraturan itu merupakan ketetapan dan kesepakatan bersama antara guru dan siswa, maka guru telah bersikap masa bodoh.

K. Sikap Mendorong Kreativitas Kreativitas merupakan proses kerja, baik fisik maupun psikhis, untuk menghasilkan sesuatu yang baru bagi yang melakukan kreativitas itu. Siswa yang kreatif adalah siswa yang memproses sendiri berbagai penemuan baru bagi dirinya. Guru yang mendorong kreativitas adalah guru yng menciptakan kondisi bagi siswa untuk aktif memproses sendiri pengetahuan, sikap, dan ketrampilan yang akan dimilikinya sebagai hasil pembelajaran Sebaliknya, guru yang tidak mendorng kreativitas adalah sehingga –ibarat makanan- siswa langsung menelannya tanpa perlu mengunyahnnya terlebih dahulu. Bertolak

dari

pandangan

Hurlock

(1989)

tentang

kreativitas manusia, hal-hal berikut perlu memperoleh perhatian guru dalam mendorong kreativitas siswa.

58 | Pengelolaan Kelas Pendekatan, Teknik, dan Panduan

1.

Pengaturan waktu yang luwes, yang memungkinkan siswa bebas menggunakannya. Adalah lebih tepat memberikan kelonggaran

kepada

siswa

untuk

mengatur

sendiri

penggunaan waktu satu jam pelajaran misalnya, dibanding pemakaian waktu satu jam pelajaran tersebut diperinci oleh guru. Dalam rangka mendorong kreativitas siswa, guru tidak perlu

membuat

langkah-langkah

kerja

siswa

secara

terperinci selama satu jam pelajaran tersebut, melainkan hanya menginformasikan hasil akhir yang diharapkan dari kegiatan pembelajaran. Biarkanlah siswa sendiri yang mengatur pemakaian waktu tersebut. 2.

Pada dasarnya kreativitas bersifat individual. Oleh karena itu, pada saat-saat tertentu, siswa perlu di beri kesempatan intik bekerja sendiri, bebas dari pengaruh serta ikatan dengan guru dan siswa lainnya. Misalnya, pada hari-hari tertentu, atau jam-jam tertentu, kepada siswa secara individual diberikan kebebasan untuk mengerjakan kegiatan konstruktif tertentu sesuai dengan bakat dan minatnya.

3.

Rasa takut berbuat salah merupakan penghalang dari berkembangnya kreativitas. Oleh karena itu, kritikan, cemoohan, apabila hukuman bagi siswa yang melakukan kegiatan kreatif tertentu tetapi tidak/belum mencapai hasil memuaskan hendaknya dihindari.

Pengelolaan Kelas Pendekatan, Teknik, dan Panduan

| 59

Proses menyebabkan

kreativitas siswa

yang

tidak

dilakukan

memiliki

siswa

akan

kesempatan

untuk

memikirkan dan melakukan hal-hal yang mengganggu jalannya pembelajaran. Kreativitas siswa juga akan memperkuat rasa harga diri dan rasa percaya percaya diri siswa.Kuatnya rasa percaya diri dan harga diri siswa akan menyebabkan siswa tidak mudah melakukan tindakan-tindakan yang mengganggu jalannya pembelajaran.

L. Penguatan Positif Penguatan positif dapat diartikan sebagai pemberian respon yang menyenangkan kepada seseorang yang telah melakukan perbuatan positif tertentu. Tujuannya adalah agar yang bersangkutan terdorong melakukan kembali perbuatan positif tersebut (Soekadji, 1983). Guru yang menerapkan penguatan positif adalah guru yang memberikan sesuatu yang menyenangkan kepada siswa yang melakukan sesuatu yang positif, dengan harapan agar siswa melakukan kembali tingkah laku positif tersebut. Bila siswa mau menjawab pertannyaan dari guru misalnya, guru memberikan sesuatu yang menyenangkan, sehingga siswa mau tetap menjawab pertanyaan guru pada waktu berikutnya.

60 | Pengelolaan Kelas Pendekatan, Teknik, dan Panduan

Berbagai

cara

dapat

digunakan

oleh

guru

untuk

menyenangkan siswa sebagai bentuk penguatan positif. Cara yang digunakan guru amat tergantung pada kondisi siswa, kondisi guru, serta ketersediaannya jika penguatan berupa benda tertentu. Penguatan untuk siswa Sekolah Dasar (SD) misalnya, tentu berbeda dibanding siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP). Demikian pula seorang guru pria di Sekolah Menengah Umum (SMU), harus selektif dalam memberikan penguatan kepada siswa putri. Guru pun tidak mungkin dapat memberikan penguatan berupa benda dan sejenisnya, bila penguatan tersebut tidak tersedia. 1. Bentuk-bentuk Penguatan Positif a. Penguatan Verbal Penguatan verbal adalah penguatan dalam bentuk ucapan, baik kata maupun kalimat. Penguatan positif berupa kata-kata misalnya baik, bagus, benar, tepat, hebat. Sedangkan penguatan positif berupa kalimat misalnya “ Jawabanmu sistematis “, “ Selamat untuk kalian, 90 % dari kalian dapat mengerjakan tugas dengan benar”, “Tulisanmu jelas sehingga mudah dibaca” Penguatan positif dalam bentuk kalimat dapat bersifat evaluatif. Sebaliknya guru menggunakan bentuk deskriptif agar siswa memperoleh gambaran yang jelas tentang tingkah laku

Pengelolaan Kelas Pendekatan, Teknik, dan Panduan

| 61

yang memperoleh gambaran yang jelas tentang tingkah laku yang memperoleh penguatan. Dalam ungkapan

“ Tulisanmu

mudah dibaca “ dan “ Tulisanmu amat bagus “

misalnya,

ungkapan “Tulisanmu mudah dibaca” memberikan deskripsi tingkah laku lebih jelas. b. Penguatan Gerakan Anggota Badan Penguatan dengan gerakan anggota badann misalnya anggukan,senyuman, acungan jempol, gelengan dan kerlingan. Penggunaan penguatan dalam bentuk gerakan anggota badan akan lebih bermakna bagi siswa bia dilakukan bersamaan dengan penggunaan bentuk penguatan lain, terutama penguatan verbal. Sebagai contoh, ketika siswa mengerjakan dengan benar soal matemetika di papan tulis, guru mengatakan “ Bagus “ sambil menggangguk. c. Penguatan Mendekati Penguatan mendekati adalah penguatan yang dilakukan guru dengan cara mendekatkan diri secara fisik kepada siswa. Misalnya, guru berjalan melewati siswa, berdiri sejenak dekat siswa dan duduk sejenak di sebelah siswa. Ketika seorang siswa nampak sangat serius mengerjakan tugas yang diberikan guru, guru

dapat

memberikan

pengatan

positif

dengan

cara

mendatangi siswa dan berdiri sejenak di samping siswa, smabil mengamati siswa mengerjakan tugas tersebut.

62 | Pengelolaan Kelas Pendekatan, Teknik, dan Panduan

Bila guru mendekatkan diri pada siswa dengan cara berdiri dekat siswa maupun duduk di samping siswa, lamanya waktu mendekati tersebut perlu diperhitungkan secara cermat agar tidak mengganggu kenyamanan siswa dalam mengerjakan tugas. d.Penguatan Sentuhan Penguatan sentuhan adalah penguatan dengan sentuhan tangan. Penguatan sentuhan dilakukan misalnya dengan cara membelai kepala siswa, menepuk pundak siswa dan menepuk punggung siswa. Sebagai contoh, bila seorang siswa menjawab dengan benar pertanyaan guru dapat diberikan penguatan dengan mendatangi siswa dan menepuk-nepuk pundaknya, dapat pula dikombinasikan dengan penguatan verbal, misalnya sambil mengatakan

“Soal

sesulit

apapun

ternyata

kamu

bisa

menjawabnya dengan benar”. Penggunaan

penguatan

dengan

sentuhan

perlu

mempertimbangkan ssecara cermat nilai sosial budaya yang berlaku di lingkungan masyarakat sekitar sekolah. Bagi masyarakat Indonesia pada umumnya, tidak pantas bila seorang pria guru SMU memberikan penguatan kepada siswa wanita dengan cara membelai kepalanya e. Penguatan Kegiatan Menyenangkan Setiap siswa tentu mempunyai kegiatan yang digemari. Guru dapat memanfaatkan kegemaran siswa tersebut dalam

Pengelolaan Kelas Pendekatan, Teknik, dan Panduan

| 63

rangka memberikan penguatan positif kepadanya. Caranya adalah dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengerjakan sesuatu yang menjadi kegemarannya. Kegemarankegemaran siswa misalnya melukis,menggambar, melipat, menulis puisi, dan membaca cerita. Bagi siswa yang gemar melukis misalnya, bila siswa menyelesaikan dalam waktu singkat tugas tertentu yang diberikan guru, kepada siswa tersebut dapat diberikan penguatan positif berupa kesempatan melukis. f. Penguatan Materi Penguatan materi adalah penguatan yang berwujud benda. Misalnya makanan, mainan, alat sekolah, gambar, dan stiker. Ketika siswa mengerjakan ulangan dan tidak terdapat satu pun kesalahan, guru dapat memberikan penguatan kepada siswa dengan cara menempelkan stiker tertentu pada buku ulangan siswa. Penempelan stiker tersebut dapat disertai penguatan dalam bentuk tulisan kata “Bagus” di sebelah stiker. Sering

terjadi,

khususnya

pada

anak-anak,

setelah

memperoleh penguatan, mareka segera puas bila bentuk penguatan yang diperoleh telah sesuai dengan keinginananya. Seorang siswa yang menginginkan boneka yang lengkap, akan merasa puas bila memperoleh boneka lengkap sebagai penguatan dari guru. Karena telah puas, siswa mungkin tidak berusaha lagi untuk mencapai hasil pembelajaran sebagaimana hasil yang

64 | Pengelolaan Kelas Pendekatan, Teknik, dan Panduan

menyebabkan ia memperoleh penguatan dalam bentuk boneka tersebut. Untuk mengatasi masalah seperti ini, penguatan hendaknya diberikan secara bertahap. Misalnya, pada tahap pertama, hanya diberikan boneka tanpa pakaian dan perlengkapan lainnya. Pada tahap kedua, diberikan pakaian saja. Pada tahap ketiga, diberikan sepatu. Pada tahap keempat, diberikan topi. Begitulah seterusnya sehingga suatu saat boneka tersebut berpakaian lengkap (Soekadji, 1983).

2. Prinsip-prinsip Penguatan Positif Agar penguatan positif memberikan hasil maksimal, terdapat beberapa prinsip yang perlu diperhatikan. a. Sasarannya Jelas Sasaran penguatan positif mungkin siswa tertentu saja, mungkin juga seluruh siswa dalam kelas. Pemberian penguatan positif harus jelas sasarannya, apakah kepada siswa tertentu saja, apakah kepada siswa tertentu saja, ataukah kepada seluruh siswa dalam kelas. Bila guru hendak melakukan penguatan kepada seorang siswa bernama Deri karena tulisannya rapi, akan lebih efektif bila guru mengatakan “tulisan Deri sangat rapi, “ disbanding mengatakan, “diantara kalian ada yang tulisannya sangat rapi.” Atau, bila guru hendak memberikan penguatan

Pengelolaan Kelas Pendekatan, Teknik, dan Panduan

| 65

kepada kelompok siswa, misalnya kelompok III, karena laporan hasil kerjannya sistematis, akan lebih efektif bila guru mengatakan “Laporan hasil kerja kelompok tiga sangat sistematis,” dibanding mengatakan “Ada kelompok yang hasil kerjanya sangat sistematis.” b. Segera Bila siswa melakukan suatu tingkah laku positif, dan guru hendak memberikan penguatan, hendaknya penguatan diberikan dengan segera setelah tingkah laku positif itu muncul. Pemberian penguatan

yang

ditunda

dapat

mengakibatkan

nilai

penguatannya berkurang karena telah diselingi oleh simulasi lain yang lebih kuat dibanding penguatan yang diberikan guru. Sebagai contoh, saat seorang siswa memperoleh nilai ulangan delapan sebagai nilai tertinggi dalam kelas dan guru hendak memberikan penguatan kepada siswa tersebut, penguatan itu harus segera diberikan ketika hasil ulangan dibagikan kepada siswa.

Dapat

terjadi,

karena

sesuatu

hal,

guru

tidak

segeramembagikan hasil ulangan siswa tersebut. Bila ini yang terjadi, kemudian siswa memperoleh penguatan yang lebih kuat dari guru lain, penguatan yang akan diperoleh siswa karena hasil ulangannya yang tinggi itu dapat berkurang nilai penguatnnya.

66 | Pengelolaan Kelas Pendekatan, Teknik, dan Panduan

c. Bervariasi Pemberian

penguatan

positif

tanpa

variasi,

akan

menyebabkan siswa menjadi jenuh sehingga penguatan positif yang diberikan berkurang nilai penguatnnya. Sebagai contoh, bila guru selalu mengatakan “Jawaban Benar” kepada siswa yang selalu menjawab dengn benar pertanyaan guru, akan menyebabkan kalimat tersebut berkurang nilai penguatnnya bagi siswa. Karena terdapat cukup banyak cara dalam memberikan penguatan positif kepada siswa, maka sebenarnya tidak terdapat alasan bagi guru untuk tidak menggunakan penguatan positif secara bervariasi. Variasi dalam pemberian penguatan positif dapat dibatasi hanya variasi dalam satu bentuk saja, misalnya hanya variasi dalam bentuk verbal saja, juga dapat menggunakan variasi lintas bentuk. Misalnya, hari ini guru menggunakan variasi teknik-teknik dalam penguatan verbal saja, kemudian hari berikutnya guru hanya menggunakan variasi dalam penguatan materi saja. Atau, hari ini guru menggunakan kombinasi penguatan verbal dan mendekati, sedangkan hari berikutnya guru menggunakan penguatan verbal dan materi. d. Antusiasme Dalam memberikan penguatan positif, guru hendaknya memberikan

dengan

antisiasme

yang

tinggi.

Pemberian

Pengelolaan Kelas Pendekatan, Teknik, dan Panduan

| 67

penguatan positif dengan antisiasme yang tinggi akan membekas dalam diri siswa. Seorang guru yang memberikan penguatan positif kepada siswa sambil terus mengerjakan tugas lain di depan siswa, dapat memberikan kesan bahwa guru tidak berminat dalam memberikan penguatan tersebut. Kesan ini dapat mengurangi kekuatan dari penguatan positif yang diberikan guru. Demikian pula seorang guru yang memberikan penguatan positif kepada siswa dengan ekspresi wajah dingin, dapat pula memberikan kesan bahwa guru tidak berminat memberikan penguatan positif, dengan akibat berkutangnya kekuatan penguatan positif tersebut. e. Dikurangi Secara Bertahap Manfaat jangka panjang yang hendak dicapai melalui pemberian penguatan positif kepada siswa, adalah agar kelak siswa bertingkahlaku positif bukan karena dorongan dari luar berupa penguatan positif. Diharapkan, secepat mungkin, pada gilirannya, siswa bertingkahlaku positif semata-mata karena kesadarannya sendiri. Oleh karena itu, secara bertahap, sejalan dengan semakin seringnya siswa melakukan hal-hal positif, berangsur-angsur pemberian penguatan positif kepada siswa dikurangi. Pengurangan pemberian penguatan positif tersebut terus dikurangi dan dikurangi lagi hingga seminim-minimnya.

68 | Pengelolaan Kelas Pendekatan, Teknik, dan Panduan

BAB V TEKNIK KURATIF PENGELOLAAN KELAS

Dalam pengelolaan kelas, guru hendaknya berusaha mencegah munculnya tingkah laku siswa yang mengganggu jalannya pembelajaran dengan menggunakan teknik-teknik preventif pengelolaan kelas. Dengan penerapan teknik-teknik preventif pengelolaan kelas, diharapkan munculnya tingkah laku siswa yang mengganggu jalannya pembelajaran dapat ditekan menjadi sekecil-kecilnya. Meskipun guru telah berusaha maksimal untuk mencegah munculnya tingkah laku siswa yang mengganggu jalannya pembelajaran, masih tetap terbuka kemungkinan munculnya tingkah laku siswa yang mengganggu jalannya pembelajaran. Kemungkinan penyebab munculnya tingkah laku siswa yang mengganggu

jalannya

pembelajaran

berkisar

pada

dua

kemungkikan. Pertama, ketidaktepatan guru dalam memilih dan menggunakan teknik preventif pengelolaan kelas. Kedua, terdapat kondisi sisiwa yang berada di luar efektifitas dan efisiensi teknik preventif dalam menanganinya. Penanganannya tidak cukup hanya dengan teknik-teknik preventif pengelolaan kelas, melainkan perlu dikombinasikan dengan teknik lain di luar teknik-teknik preventif.

Pengelolaan Kelas Pendekatan, Teknik, dan Panduan

| 69

Seperti halnya pencegahan terhadap timbulnya tingkah laku siswa yang mengganggu jalannya pembelajaran, untuk menaggulangi tingkah laku siswa yang mengganggu jalannya pembelajaran diperlukan teknik-teknik khusus pula. Teknikteknik khusus untuk menanggulangi tingkah laku siswa yang mengganggu jalannya pembelajaran inilah yang dimaksud dengan teknik kuratif pengelolaan kelas. Bila penggunaan teknik-teknik preventif pengelolaan kelas dapat memberikan manfaat kuratif pengelolaan kelas, maka penggunaan teknik-teknik kuratif

pun dapat memberikan

manfaat preventif. Pemberian hukuman kepada seorang siswa karena terlambat masuk kelas (penggunaan teknik kuratif) misalnya, akan menyebabkan siswa lain yang tidak terlambat berusaha agar tidak pernah terlambat masuk kelas (manfaat preventif). Sekalipun

penggunaan

teknik-teknik

kuratif

dapat

bermanfaat preventif, bukan berati teknik-teknik preventif tidak diperlukan. Teknik-teknik preventif tetap diperukan, karena jauh lebih baik mencegah munculnya tingkah laku siswa yang mengganggu jalannya pembelajaran, daripada membiarkan tingkah laku mengganggu tersebut muncul. Upaya mengatasi tingkah laku siswa yang mengganggu jalannya pembelajaran

70 | Pengelolaan Kelas Pendekatan, Teknik, dan Panduan

jelas akan menyita waktu dan tenaga guru yang seharusnya digunakan sebanyak-banyaknya untuk pembelajaran. Teknik yang tepat digunakan dalam penaggulangan masalah pengelolaan kelas amat tergantung pada wujud tingkah laku siswa yang mengganggu jalannya pembelajaran serta kondisi psikologis siswa. Dalam setiap teknik kuratif yang diuraikan akan dikemukakan juga syarat penggunaannya, termasuk di dalamnya syarat tentang wujud tingkah laku siswa yang mengganggu jalannya pembelajaran serta syarat kondisi psikologis siswa.

A. Diskusi Masalah Kelas Dalam kegiatan pembelajaran dapat terjadi konflik, baik antara siswa dengan siswa maupun siswa dengan guru. Banyak hal dapat menimbulkan konflik, namun salah satu penyebab konflik yang perlu memperoleh perhatian khusus dari guru adalah konflik yang terjadi karena perbedaan pandangan terhadap peraturan yang berlaku dalam pembelajaran Konflik karena perbedaan pandangan terhadap peraturan yang berlaku dalam pembelajaran perlu mendapatkan perhatian khusus dari guru, karena kesamaan pandangan terhadap peraturan dalam pembelajaran

merupakan

salah

satu

persyaratan

Pengelolaan Kelas Pendekatan, Teknik, dan Panduan

utama

| 71

terbentuknya kelas menjadi kelompok yang memiliki ikatan yang kuat. Sejalan dengan prinsip bahwa peraturan yang digunakan dalam pembelajaran merupakan peraturan yang disepakati bersama oleh semua pihak yang terlibat dalam pembelajaran, maka penyelesaian konflik karena perbedaan pandangan terhadap peraturan dalam pembelajaran patut menggunakan cara-cara yang memungkinkan hadirnya peraturan dalam pembelajaran yang disepakati bersama. Untuk maksud tersebut, diskusi masalah kelas merupakan teknik yang tepat. Melalui diskusi masalah kelas, perbedaan pandangan

tentang

peraturan

dalam

pembelajaran

dapat

diungkapkan secara jelas, dan dicari jalan keluar yang paling efektif dan efisien bagi kemajuan kelas. Agar diskusi masalah kelas dapat berlangsung efektif dan efisien, guru perlu memperhatikan hal-hal berikut. 1.

Guru perlu memastikan bahwa konflik yang timbul sematamata disebabkan oleh perbedaan pandangan tentang peraturan dalam pembelajaran. Jika penyebab utamanya bukan perbedaan pandangan tentang peraturan dalam pembelajaran, mungkin diskusi masalah kelas bukan merupakan teknik yang tepat untuk mengatasinya.

72 | Pengelolaan Kelas Pendekatan, Teknik, dan Panduan

2.

Guru perlu mengetahui dengan pasti siswa yang memiliki pandangan

yang

berbeda

tentang

peraturan

dalam

pembelajaram. Siswa yang memiliki pandangan yang berbeda tentang peraturan yang berlaku dalam pembelajaran merupakan sumber utama masalah, karena itu siswa tersebut harus dilibatkan secara aktf dalam penyelesaian masalah. 3.

Guru perlu memperoleh gambaran yang jelas tentang keinginan siswa yang memiliki pandangan berbeda terhadap peraturan

dalam

penyelesaian

yang

pembelajaran. dihasilkan

Dengan

dapat

demikian,

mengakomodasi

keinginan tersebut. Pelaksanaan diskusi masalah kelas lebih-kurang berisi halhal sebagai berikut. a. Guru membimbing siswa untuk menyegarkan kembali ingatan siswa tentang tujuan kelas, khususnya tujuan pembelajaran. b. Guru membimbing siswa untuk menyegarkan kembali ingatan siswa tentang peraturan yang berlaku dalam pembelajaran, serta relevansinya dengan pencapaian tujuan pembelajaran. c. Guru mengungkapkan secara jelas dan terperinci konflik yang mendorong diadakannya diskusi kelas.

Pengelolaan Kelas Pendekatan, Teknik, dan Panduan

| 73

d. Guru

bersama

siswa

berdiskusi

untuk

menemukan

kemungkinan-kemungkinan jalan keluar dari persoalan yang dihadapi. e. Guru dan siswa memilih jalan keluar yang dinilai paling tepat. f. Diskusi diakhiri dengan acara keakraban untuk menggalang kebersamaan sebagai satu kelompok pembelajaran.

B. Penguatan Negatif Penguatan negatif memiliki kesamaan tertentu dengan penguatan positif. Bila penguatan positif diartikan sebagai pemberian respon menyengkan kepada seseorang dengan tujuan untuk mendorong berulang kembalinya tingkah laku yang direspon tersebut, maka pada penguatan negatif berulang kembalinya

suatu

tingkah

laku

positif

didorong

oleh

pengurangan hingga penghilangan suatu stimulus yang tidak menyengkan. Dengan kata lain, penguatan negatif adalah penyajian suatu stimulus yang tidak menyengkan untuk mendorong munculnya suatu tingkah lkau positif, kemudian stimulus yang tidak menyenangkan itu berangsur-angsur dikurangi sejalan dengan semakin sering munculnya tingkah laku positif yang diharapkan.

74 | Pengelolaan Kelas Pendekatan, Teknik, dan Panduan

Contoh di luar sekolah yang sering dikemukakan untuk menjelaskan pengertian penguatan positif adalah pengurangan masa hukuman bagi orang yang dimasukkan ke penjara. Orang yang

dimasukkan

ke

penjara

(stimulus

yang

tidak

menyenangkan ), dimaksudkan agar ia insaf dan merubah tingkahlakunya yang negatif Bila di penjara orang tersebut menunjukkan tingkah laku yang positif, maka masa hukumannya dikurangi. Pengurangan masa hukuman tersebut terus dilakukan sejalan dengan meningkatnya

tingkah

laku

positif

yang

dilakukannya

(penguatan negatif). Pada akhirnya, ia mungkin akan keluar dari penjara jauh lebih cepat dari waktu hukuman yang semula ditetapkan. Sebagai contoh di sekolah, misalnya guru ingin agar siswa dapat mengerjakan tugas dengan cepat dan tepat. Untuk mencapai tujuan tersebut, guru selalu memberikan tugas yang banyak kepada siswa, namun waktunya amat dibatasi. Waktu yang dibatasi untuk tugas yang banyak itu merupakan stimulus yang tidak menyenangkan siswa. Sementara

siswa

mengerjakan

tugas,

bila

dalam

pengamatan guru, ternyata siswa dapat mengerjakan tugas dengan

cepat,

guru

dapat

mengurangi

stimulus

tidak

Pengelolaan Kelas Pendekatan, Teknik, dan Panduan

| 75

menyenangkan tersebut. Paling tidak terdapat tiga acara yang relevan digunakan. Pertama, guru mengurangi tugas yang harus diselesaikan oleh siswa. Kedua, guru menambah waktu bagi siswa dalam menyelesaikan tugas. Ketiga, merupakan gabungan dari dua cara, yaitu di satu pihak mengurangi tugas siswa, serta di pihak lain juga menambah waktu untuk menyelesiakan tugas yang semakin sedikit tersebut. Pengurangan tugas dan penambahan waktu tersebut merupakan penguatan negatif. Meskipun penguatan negatif dapat digunakan untuk membentuk tingkah laku siswa sesuai dengan yang diharapkan, ada kelemahan yang harus diantisipasi oleh guru bila teknik tersebut akan digunakan. Antisipasi itu perlu dilakukan agar hasil yang diperoleh dapat maksimal. Kelemahan-kelemahan dimaksud sebagai berikut. Stimulus tidak menyenangkan yang diberikan oleh guru dapat dirasakan oleh siswa sebagai hukuman yang berat, sehingga dapat menyebabkan hubungan antara siswa dengan guru terganggu. Dalam contoh pemberian tugas yang banyak dalam waktu yang sedikit, hal demikian dapat dirasakan siswa sebagai hukuman yang menyiksa. Bila stimulus tidak menyenangkan yang diberikan guru dirasakan oleh siswa sebagai hukuman, maka siswa dapat

76 | Pengelolaan Kelas Pendekatan, Teknik, dan Panduan

melakukan tindakan-tindakan agresif. Atau sebaliknya, siswa menarik diri sama sekali dari kegiatan pembelajaran. Agar penggunaan penguatan negatif memberikan hasil maksimal, guru perlu memperhatikan prinsip-prinsip berikut. 1.

Menghindarkan

Pemberian

Stimulus

YANG

Menyakitkan Pemberian

stimulus

tidak

menyenangkan

memang

merupakan prasyarat pemakaian penguatan negatif. Namun untuk menghindarkan munculnya akibat-akibat pengiring yang merugikan, penyajiannya perlu dilakukan sedemikian rupa sehingga tidak terlalu menyakitkan perasaan siswa, tetapi tetap tidak menyenangkan baginya. Memberikan tugas yang banyak kepada siswa untuk dikerjakan dalam waktu yang amat dibatasi dengan maksud agar siswa terbiasa menyelesaikan tugas dengan cepat sebagaimana dicontohkan di atas misalnya, tidak perlu disertai omelan dari guru bahwa siswa terlalu lambat dalam mengerjakan tugas. Omelan dari guru dapat membuat siswa sakit hati, dengan kemungkinan akibat pengiring yang merugikan.

2.

Sasarannya Jelas Sasaran pemberian penguatan negatif bisa siswa tertentu

saja, bisa sekelompok siswa, bisa juga semua siswa dalam kelas. Pemberian penguatan negatif harus jelas sasarannya, apakah

Pengelolaan Kelas Pendekatan, Teknik, dan Panduan

| 77

kepada siswa tertentu saja, kepada kelompok siswa tertentu saja, ataukah kepada semua siswa dalam kelas. Bila hanya beberapa siswa saja yang lambat dalam mengerjakan tugas misalnya, kelompok siswa tersebut sajalah yang dikenai penguatan negativ dan bukan semuanya. Penerapan penguatan negatif kepada semua siswa dalam kondisi demikian akan mengurangi efektifitas penggunaan penguatan negatif tersebut pada sasaran utama.

3.

Diberikan dengan Segera Bila guru menyajikan stimulus tidak menyenangkan dan

respon positif dari siswa muncul, stimulus tidak menyenangkan tersebut hendaknya dikurangi. Dalam contoh guru memberikan tugas yang banyak kepada siswa untuk diselesaikan dalam waktu yang

singkat,

menunjukkan

bila

setelah

bahwa

tugas

tugas

diberikan

tersebut

dan

dikerjakan

siswa dengan

memanfaatkan waktu secara efektif dan efisien, guru harus segera menerapkan penguatan negatif tersebut, entah dengan menambah

waktu

penyelesaian

tugas,

maupun

dengan

mengurangi jumlah tugas. Penguatan yang ditunda dapat menyebabkan nilai penguatannya berkurang, karena diselingi oleh stimulus lain yang lebih kuat.

78 | Pengelolaan Kelas Pendekatan, Teknik, dan Panduan

4.

Bervariasi Penerapan penguatan negatif yang tidak bervariasi akan

mengakibatkan siswa menjadi jenuh sehingga penguatan tersebut kehilangan nilai penguatnya. Bila guru memberikan tugas yang banyak dengan waktu yang sedikit kepada siswa untuk mendorong siswa mengerjakan tugas dengan cepat, guru dapat melakukan variasi dengan cara-cara berikut. Pertama, hanya mengurangi jumlah tugas. Kedua, hanya menambah waktu menyelesaikan tugas.

Ketiga, mengurangi

jumlah tugas,

sekalipun juga menambah waktu menyelesaikan tugas.

5.

Antusiasme Dalam

memberikan

penguatan

negatif,

hendaknya

dilakukan dengan antusiasme tinggi. Memberikan penguatan negatif sambil membaca Koran misalnya, akan memberikan kesan kepada siswa bahwa guru tidak antusias dalam memberikan penguatan negatif tersebut. Kesan yang demikian akan menyebabkan penguatan tersebut berkurang efektifitasnya.

6.

Dikombinasikan dengan Teknik lain Seperti yang telah dikemukakan di bagian depan, stimulus

tidak menyenangkan yang diberikan oleh guru dapat dirasakan sebagai hukuman yang berat oleh siswa. Perasaan demikian

Pengelolaan Kelas Pendekatan, Teknik, dan Panduan

| 79

dapat menyebabkan hubungan antara guru dengan siswa terganggu. Oleh karena itu, sebaiknya teknik ini dikombinasikan dengan teknik lain, khususnya teknik penguatan positif. Dalam hal guru memberikan tugas yang banyak kepada siswa dengan waktu

mengerjakan

yang

singkat,

bila

siswa

Nampak

memanfaatkan waktu untuk mengerjakan tugas secara efektif dan efisien, guru dapat memberikan penguatan positif, misalnya dalam bentuk kalimat,

“Ternyata kalian dapat mengerjakan

tugas dengan cepat”.

C. Penghapusan Penghapusan adalah teknik yang merupakan kebalikan dari teknik penguatan positif. Kalau pada penguatan positif tingkah laku tertentu dari siswa dipertahankan atau ditingkatkan, maka pada penghapusan

tingkah laku tertentu dari siswa

dikurangi berangsur-angsur hingga akhirnya dihilangkan sama sekali. Jika pada penguatan positif, suatu tingkah laku siswa direspon oleh guru agar diulang oleh siswa, maka pada penghapusan, suatu tingkah laku siswa tidak direspon (atau tepatnya seolah-olah tidak direspon), dengan harapan tingkah laku tersebut tidak diulang lagi oleh siswa. Dengan katalain, penghapusan adalah usaha guru untuk merubah tingkah laku

80 | Pengelolaan Kelas Pendekatan, Teknik, dan Panduan

siswa dengan cara menghentikan pemberian respon terhadap tingkah laku siswa yang semula dikuatkan dengan respon tersebut. Sebagai contoh, seorang siswa yang selalu terlambat masuk kelas, tingkah laku selalu terlambat tersebut dapat terjadi karena kesalahan guru sendiri. Misalnya, ketika suatu saat siswa terlambat masuk kelas, guru memberikan respon dengan mengatakan “Selamat Siang”, sekalipun itu masih pagi. Guru tidak sadar bahwa respon demikian justru menyenangkan siswa, karena siswa merasa diperhatikan, meskipun guru tidak bermaksud menyenangkan siswa dengan respon tersebut. Bila respon tersebut dilakukan berulang-ulang, maka siswa akan menjadi terbiasa terlambat, karena ingin memperoleh respon demikian. Untuk mengurangi atau menghilangkan kebiasaan tersebut, salah satu teknik yang dapat digunakan adalah penghapusan. Yaitu dengan menghentikan pemberian respon yang memberikan rasa senang kepada siswa saat siswa terlambat masuk kelas. Konkritnya, guru tidak lagi mengucapkan “Selamat Siang” ketika siswa terlambat masuk kelas, tetapi mediamkan siswa. Bentuk dasar dari teknik ini adalah sikap seolah-olah tidak merespon tingkah laku siswa. Dengan seolah-olah tidak merespon tingkah laku siswa, akan menyebabkan siswa merasa

Pengelolaan Kelas Pendekatan, Teknik, dan Panduan

| 81

bahwa ia tidak lagi mendapatkan sesuatu yang menyenangkan dari tingkah lakunya tersebut. Perasaan itu akan membuat siswa berangsur-angsur meninggalkan tingkahlakunya yang negatif. Penghapusan

mempunyai

sejumlah

kelemahan.

Kelemahan-kelemahan tersebut sebagai berikut. 1. Pada awal penerapannya, frekwensi serta intensitas tingkah laku siswa yang hendak dihapus cenderung meningkat. Pada contoh siswa yang sering terlambat masuk kelas, pada awal penerapan teknik penghapusan, siswa yang tidak setiap hari terlambat mungkin akan terlambat setiap hari. Atau bila biasanya hanya terlambat 10 menit, mungkin akan meningkat menjadi 15 sampai 20 menit. 2. Karena bentuk dasar dari teknik penghapusan adalah sikap seolah-olah tidak memberikan respon terhadap tingkah laku siswa, maka penerapan penghapusan dapat menyebabkan siswa merasa kecewa. Perasaan kecewa tersebut dapat berlanjut

dengan

tindakan-tindakan

negatif

lainnyal.

Tindakan negatif siswa bisa berupa tindakan agresif, bisa juga berupa tindakan menarik diri. 3. Sikap seolah-olah tidak merespon tingkah laku siswa yang mengganggu jalannya pembelajaran dapat menyebabkan siswa lain yang tidak dikenai teknik ini merasa bahwa guru memperbolehkan tingkah laku siswa yang mengganggu

82 | Pengelolaan Kelas Pendekatan, Teknik, dan Panduan

jalannya

pembelajaran.

Perasaan

demikian

dapat

menyebabkan siswa lain meniru tingkah laku negatif tersebut. 4. Ada kalanya sulit ditemukan jenis penguatan yang membentuk tingkah laku negatif siswa, sehingga guru masih mencoba-coba meniadakan berbagai hal yang diduga sebagai penguatan yang membentuk tingkah lkau negatif tersebut. Akibatnya, penggunaan teknik ini, menjadi tidak efisien. Dalam penggunaan teknik penghapusan, guru hendaknya memperhatikan prinsip-prinsip berikut. a. Dikombinasikan dengan Teknik Lain Untuk mengurangi kekecewaan siswa yang timbul sebagai akibat peniadaan penguatan yang diharapkannya, sebaiknya teknik ini dikombinasikan dengan teknik lain, khususnya penguatan positif. Dalam contoh siswa yang suka terlambat sebagaimana

telah

dikemukkakan,

sambil

melakukan

penghapusan dengan cara tidak mengatakan “Selamat siang” saat siswa terlambat masuk kelas, guru dapat mengimbangi penghapusan tersebut dengan cara memberi pujian terhadap siswa untuk hal-hal positif yang dilakukannya. Misalnya memuji sistematika siswa dalam mengemukakan pendapat, kerapian siswa dalam berpakaian, serta tulisan siswan yang rapi.

Pengelolaan Kelas Pendekatan, Teknik, dan Panduan

| 83

b. Segera Diganti Bila Tidak Berhasil Bila guru sudah mencoba meniadakan berbagai hal yang diperkirakan menjadi penyebab terbentuknya tingkah laku siswa yang hendak dihapus, namun tidak berhasil menghapus tingkah laku negatif siswa, sebaiknya penggunaan teknik ini ditinggalkan dan diganti dengan teknik lain. Dengan demikian, siswa tidak terlampau lama bertahan dengan tingkah laku negatifnya. c. Digunakan secara Konsisten oleh Semua Pihak Bila suatu penguatan sebagai penyebab terbentuknya tingkah laku negatif siswa telah ditetapkan untuk tidak diberikan kepada siwa dalam rangka penghapusan, sedapat-dapatnya penguatan tersebut tidak pernah diberikan lagi kepada siswa. Untuk itu, diperlukan koordinasi antara para guru, agar jangan sampai ada guru yang tidak memberikan penguatan tersebut, tetapi ada pula yang tetap memberikan. Bila terdapat guru yang tetap memberikan penguatan, akan menyebabkan tingkah laku siswa yang hendak dihapus semakin sulit dihapus. C. Pengalihan Bila pada penghapusan, suatu tingkah laku negatif dari siswa dikurangi secara berangsur-angsur hingga akhirnya terhapus sama sekali, maka pada pengalihan, kepada siswa diberikan kegiatan lain yang positif sebagai pengalih tingkah

84 | Pengelolaan Kelas Pendekatan, Teknik, dan Panduan

lakunya ynag negatif. Dengan melakukan kegiatan lain yang positif, diharapkan siswa akan meninggalkan tingkah laku negatif yang dilakukannya dan beralih melakukan tingkah laku positif, namun dengan tetap memperoleh kepuasan relatif sama dengan kepuasan sebagaimana kepuasan yang diperoleh melalui tingkah laku negatif tersebut. Sebagai

contoh,

dua

orang

siswa

yang

sering

membicarakan hal-hal di luar pembelajaran saat pembelajaran berlangsung, kepada mereka berdua dapat diterapkan teknik pengalihan. Caranya adalah dengan memberikan tugas kepada mereka untuk dikerjakan bersama-sama. Dengan diberi tugas untuk dikerjakan bersama-sama, mereka memang tetap saling berbicara, namun yang terutama menjadi pokok pembicaraan adalah pembelajaran yang ditugaskan oleh guru. Contoh lain, seorang siswa yang cenderung menguasai teman-temannya, dapat diberi tugas untuk ikut memimpin teman-temannya. Misalnya menjadi ketua kelompok, wakil ketua kelompok, atau seksi keamanan kepanitiaan tertentu. Dengan

demikian,

siswa

memang

tetap

memuaskan

kecenderungannya untuk menguasai, namun kepuasan yang diperolehnya bermanfaat bagi kelas. Teknik pengalihan lebih mudah diterapkan pada siswa yang masih kecil disbanding siswa sudah besar. Dengan kata

Pengelolaan Kelas Pendekatan, Teknik, dan Panduan

| 85

lain, makin kecil siswa, maka akan makin mudah penerapan pengalihan memberikan hasil yang efektif dan efisien. Sebaliknya, makin besar siswa, maka penerapan pengalihan akan semakin sulit memberikan hasil yang efektif dan efisien. Perbedaan

tingkat efisiensi dan efektifitas penerapan

pengalihan pada siswa yang masih kecil dan siswa yang sudah besar disebabkan oleh perbedaan kemampuan berpikir di antara mereka, serta karena minat dan perhatian yang lebih mudah berubah pada siswa yang masih kecil dibandingkan siswa yang sudah besar. Pada siswa yang masih kecil, karena kemampuan berpikir mereka masih sederhana serta minat dan perhatiannya mudah beralih, mereka biasanya tidak sadar saat mendapatkan pengalihan tingkah laku. Ketidaksadaran itu menyebabkan respon mereka terhadap pengalihan yang dilakukan guru tidak menyimpang

dari

yang

diharapkan

guru.

Atau,

kalau

menyimpang, penyimpangannya tidak terlalu jauh. Sedangkan pada siswa yang sudah besar, mereka lebih mudah menyadari bahwa tingkahlakunya sedang dialihkan, demikian pula minat dan perhatian mereka tidak mudah beralih. Bila mereka menyadari bahwa tingkahlakunya sedang dialihkan, mungkin mereka akan memberikan respon yang menyimpang dari keinginan guru, terutama bila obyek pengalihan yang ditawarkan guru tidak sesuai dengan minat dan perhatian mereka.

86 | Pengelolaan Kelas Pendekatan, Teknik, dan Panduan

Agar Pengalihan memberikan hasil maksimal, guru perlu memperhatikan

sejumlah

prinsip.

Prinsip-prinsip

tersebut

sebagai berikut. 1. Memiliki Daya Tarik yang Kuat Daya tarik dari obyek pengalihan tingkah laku harus lebih besar, atau minimal setara dengan daya tarik dan tingkah laku yang hendak dialihkan. Siswa yang sering membicarakan hal-hal di luar pembelajaran dengan temannya saat pembelajaran berlangsung misalnya, sebaiknya teman bicaranya itulah yang dijadikan pasangan kerja kelompok dan bukan tema lainnya. 2. Memberika Kepuasan Kepuasan yang diperoleh siswa dari tingkah laku pengganti tingkah laku yang hendak dialihkan harus lebih besar, atau minimal serta dengan kepuasan yang diperoleh siswa dari tingkah laku yang hendak dialihkan. Seorang siswa yang cenderung menguasai seluruh siswa dalam kelas misalnya, akan memperoleh kepuasan memadai bila ia diangkat menjadi ketua kelas atau seksi keamanan kelas. Ia tidak akan puas bila hanya diangkat menjadi ketua kelompok, misalnya. 3. Terselubung Guru harus berusaha sedemikian rupa agar pengalihan yang dilakukannya terselubung sehingga tidak disadari siswa. Kesadaran siswa bahwa tingkahlakunya sedang dialihkan guru

Pengelolaan Kelas Pendekatan, Teknik, dan Panduan

| 87

dapat menyebabkan siswa bertingkahlaku menyimpang dari harapan guru.

E. Nasihat Pengalihan dan nasihat dapat dikatakan merupakan dua teknik pengelolaan kelas yang bertolak belakang. Pengalihan menekankan ketidaksadaran, sedangkan nasihat menekankan kesadaran. Bila pada pengalihan diharapkan siswa tidak menyadari bahwa tingkah lakunya sedang dialihkan, maka pada nasihat justru siswa disadarkan bahwa tingkah lakunya merupakan tingkah laku negatif yang perlu diubah. Melalui nasihat, dengan bertolak dari peraturan dalam pembelajaran yang telah disepakati siswa, kepada siswa diberi informasi-informasi yang diperlukan untuk wawasannya

tentang

berbagai

akibat

memperluas

merugikan

dari

tingkahlakunya, baik bagi dirinya sendiri, siswa lainnya, maupun guru. Melalui nasihat, dengan akalnya, diharapkan siswa akan menyadari pelanggarannya, akibat-akibat dari pelanggarannya bagi berbagai pihak, dan secepat-cepatnya ia tidak mengulang pelanggaran yang dilakukannya. Agar penggunaan nasihat memberikan hasil maksimal, guru perlu memperhatikan prinsip-prinsip berikut.

88 | Pengelolaan Kelas Pendekatan, Teknik, dan Panduan

1. Pelanggaran Dideskripsikan Secara Jelas Pada awalnya, siswa harus mengetahui secara tepat apa pelanggarannya, kapan pelanggaran itu dilakukan, serta di mana pelanggaran itu dilakukan. Pengetahuan yang tepat ini diperlukan terutama agar analisis dan penjelasan terhadap akibat-akibat dari pelanggaran tersebut dapat dilakukan secara akurat.

2. Pelanggaran Dideskripsikan Sendiri oleh Siswa Sebaiknya guru tidak memberitahukan secara langsung apa pelanggaran siswa, bilamana pelanggaran itu dilakukan, serta di mana pelanggran itu dilakukan. Akan lebih bermanfaat dalam rangka pengelolaan kelas, bila siswa yang melakukan pelanggaranlah yang diminta untuk mengungkapkan berbagai hal yang berkaitan dengan pelanggaran yang dilakukannya. Dengan cara demikian, diharapkan siswa sadar bahwa guru tidak mencari-cari kesalanhannya, melainkan ia memang benar-benar melakukan kesalahan. Kesalahn yang disadari karena proses penemuan sendiri akan lebih berdampak positif dibandingkan kesalahan yang ditunjukkan oleh orang lain.

Pengelolaan Kelas Pendekatan, Teknik, dan Panduan

| 89

3. Guru Hanya Menjadi Pelengkap Atas dasar prinsip bahwa kesadaran sendiri lebih berdampak positif dibandingkan bila disadarkan orang lain, maka sebaiknya pemahaman siswa terhadap dampak negatif dari tingkahlakunya merupakan hasil diskusi antara guru dan siswa dan bukan semata-mata diberitahukan oleh guru. Bila guru hendak memberikan nasihat kepada siswa, maka sebaiknya nasihat guru merupakan pelengkap dan penguat bagi apa yang telah disadari siswa dari hasil diskusinya dengan guru.

F.Peringatan Bila dalam nasihat guru berbicara panjang lebar dengan siswa tentang pelanggaran yang dilakukannya, maka dalam peringatan guru hanya menunjukkan secara singkat pelanggaran siswa, serta mengingatkan kembali konsekuensi yang akan ditanggung siswa bila siswa tetap melakukan pelanggaran tersebut. Singkatnya, dalam peringatan guru memberitahukan kepada siswa konsekuensi apa yang akan ditanggung siswa bila ia kembali melakukan pelanggaran tersebut. Dalam peringatan terdapat dua unsur penting. Pertama, pernyataan guru tentang pelanggaran siswa. Kedua, pernyataan guru tentang konsekuensi yang akan ditanggung siswa bila kembali melakukan pelanggaran tersebut. Sebagai contoh

90 | Pengelolaan Kelas Pendekatan, Teknik, dan Panduan

kalimat peringatan, “Bila sekali lagi Olkit melempar teman dengan kertas, Olkit akan dikeluarkan dari kelas”. Dalam kalimat ini terdapat dua unsur penting dari peringatan, yakni melempar teman dengan kertas sebagai pelanggaran siswa, dan dikeluarkan dari kelas sebagai konsekuensinya. Peringatan merupakan cara terakhir yang digunakan sebelum hukuman digunakan dalam rangka pengelolaan kelas. Bila setelah diberi peringatan, siswa masih tetap melakukan pelanggaran yang sama, maka hukuman merupakan teknik yang pantas digunakan.

G. Hukuman Bila hukuman diartikan sebagai pemberian stimulus yang tidak menyenangkan kepada seseorang, maka sebenarnya sejumlah teknik kuratif dalam pengelolaan kelas yang telah dikemukakan mengandung unsur hukuman. Teknik-teknik seperti

penguatan

peringatan,

negatif,

sesungguhnya

penghapusan, mengandung

nasihat,

unsur

serta

hukuman.

Dikatakan mengandung unsur hukuman karena penggunaan teknik-teknik tersebut dalam pengelolaa kelas dapat dipastikan akan menimbulkan perasaan tidak senang dalam diri siswa. Tetapi karena teknik-teknik tersebut tidak dimaksudkan untuk menghentikan dengan segera tingkah laku siswa yang

Pengelolaan Kelas Pendekatan, Teknik, dan Panduan

| 91

mengganggu jalannya pembelajaran, maka teknik-teknik tersebut dapat diartikan sebagai hukuman tidak langsung. Sedangkan yang dimaksud dengan hukuman adalah hukuman langsung, yakni pemberian stimulus tidak menyenangkan kepada siswa dengan maksud untuk menghentikan dengan segera tingkah laku siswa yang menunggu jalannya pembelajaran. Dengan kata lain, dalam konteks pengelolaan kelas, hukuman adalah pemberian stimulus tidak menyenangkan kepada siswa dengan maksud untuk menghentikan dengan segera

tingkah

laku

siswa

yang

mengganggu

jalannya

pembelajaran Hukuman sebagai salah satu teknik kuratif pengelolaan kelas sebenarnya masih menjadi bahan perdebatan di kalangan dunia pendidikan. Ada pihak yang memandang

hukuman

sebagai teknik yang tidak pada tempatnya digunakan dalam pengelolaan kelas, terutama karena berbagai dampak negatif yang dapat terjadi karena penggunaannya. Akan tetapi, apa pun keberatannya, hukuman tetap diperlukan, terutama bila teknikteknik lain yang memberikan perasaan senang maupun yang merupakan hukuman tidak langsung telah digunakan, namun tidak memberikan hasil memuaskan. Katakanlah semacam pintu darurat, yang pada suatu saat memang sangat diperlukan.

92 | Pengelolaan Kelas Pendekatan, Teknik, dan Panduan

Bentuk-bentuk

hukuman

setidak-tidaknya

dapat

dikelompokkan menjadi lima, sebagai berikut. 1. Hukuman berbentuk kegiatan yang tidak menyenangkan siswa. Misalnya berdiri di depan kelas, duduk dekat guru, menulis kata atau kalimat tertentu sebanyak sekian kali, dan menyapu kelas saat istirahat. 2. Hukuman berbentuk peniadaan kegiatan yang menjadi kegemaran siswa. Misalnya tidak boleh keluar kelas saat istirahat, tidak boleh mengikuti kegiatan olahraga yang digemari, dan tidak boleh mengikuti kegiatan kesenian yang digemari. 3. Hukuman

berbentuk

kata-kata

atau

kalimat

tidak

menyenangkan siswa. Misalnya omelan, ancaman, kritikan, sindiran, dan cemoohan. 4. Hukuman berbentuk ekspresi wajah tidak menyenangkan kepada siswa. Misalnya memelototi dan mencemberuti. 5. Hukuman fisik. Misalnya mencubit, menampar, dan disuruh berlari mengelilingi sekolah. Bila digunakan secara tepat, hukuman akan segera menghentikan tingkah laku siswa yang mengganggu jalannya pembelajaran. Inilah keunggulan utama hukuman dibanding teknik-teknik pengelolaaan kelas lainnya. Sebagai contoh, seorang siswa yang mengganggu jalannya kegiatan pembelajaran

Pengelolaan Kelas Pendekatan, Teknik, dan Panduan

| 93

dengan terus menggoda temannya, dengan sendirinya tidak akan mengganggu lagi bila ia dikeluarkan dari kelas untuk sementara waktu. Meskipun

demikian,

selain

memiliki

keunggulan,

hukuman juga mengandung sejumlah kemungkinan kelemahan. Kemungkinan-kemungkinan

kelemahan

hukuman

sebagai

berikut. 1. Hubungan sosial antara guru dan siswa menjadi terganggu. Terutama dari pihak siswa. Misalnya siswa menyimpan dendam pada guru. 2.

Siswa menarik diri sama sekali dari pembelajaran. Misalnya tidak mau mendengarkan pembelajaran.

3. Siswa melakukan tindakan agresif. Misalnya merusak sarana dan prasarana sekolah. 4. Siswa mengalami gangguan psikologi. Misalnya dalam bentuk rasa rendah diri. Untuk mengurangi akibat sampingan yang merugikan dari penggunaan hukuman, guru perlu memperhatikan prinsip-prinsip berikut. a. Sesuai Peraturan Hukuman hendaknya disesuaikan dengan peraturan yang berlaku. Peraturan itu sendiri hendaknya merupakan peraturan yang telah disepakati bersama antara guru dan siswa.

94 | Pengelolaan Kelas Pendekatan, Teknik, dan Panduan

b. Segera Hukuman hendaknya diterapkan segera setelah terjadi pelanggaran. Hukuman yang diberikan segera setelah terjadi pelanggaran, akan membuat siswa memiliki kesan yang kuat tentang hubungan antara hukuman dan pelanggaran yang dilakukan. Kesan yang kuat ini akan mambuat siswa tidak mudah mengulang kembali pelanggaran yang dibuatnya. c. Dikombinasikan dengan Teknik Lain Hukuman hendaknya dikombinasikan dengan teknik lain, khususnya penguatan positif. Bila secara mandiri siswa sulit menampilkan tingkah laku yang layak mendapatkan penguatan positif, guru perlu menciptakan kondisi yang memungkinkan siswa menampilkan tingkah laku positif. Sebagai contoh, guru dapat memberikan tugas tertentu kepada siswa, di mana menurut perhitungan guru, siswa memiliki kemampuan untuk menampilkan hal-hal positif dalam mengerjakan tugas tersebut. Hal-hal positif itu misalnya keseriusan dalam bekerja, tulisan yang rapi, dan bahasa yang baku. d. bersikap Wajar Setelah Menghukum Setelah menghukum siswa, hendaknya guru bersikap wajar sebagaimana sikap guru sebelum menghukum. Dengan bersikap wajar, diharapkan kemungkinan hubungan guru dengan siswa

Pengelolaan Kelas Pendekatan, Teknik, dan Panduan

| 95

yang terganggu sebagai akibat dari penggunaan hukuman tersebut dapat cepat pulih. e. Menghindarkan Hukuman yang Menguatkan Tingkah Laku Siswa Guru hendaknya berhati-hati dalam memilih hukuman agar jangan sampai terjebak dalam

penggunaan bentuk hukuman

yang justru menguatkan tingkah laku siswa yang mengganggu jalannya pembelajaran. Siswa yang suka menarik perhatian dengan cara mengganggu temannya yang sedang mengerjakan tugas misalnya, mungkin akan tetap mengganggu temannya yang mengerjakan tugas bila ia dihukum dengan cara disuruh berdiri di depan kelas. Ia tetap terus mengganggu temannya, karena dengan cara demikian, ia justru merasa memperoleh perhatian. f. Bervariasi Bentuk hukuman yang digunakan hendaknya bervariasi agar siswa tidak kebal terhadap hukuman tertentu. Siswa yang selalu disuruh duduk di sebelah guru setiap kali melakukan pelanggaran misalnya, akhirnya tidak merasa bahwa duduk di sebelah guru merupakan hukuman.

96 | Pengelolaan Kelas Pendekatan, Teknik, dan Panduan

BAB VI PENGELOLAAN TEMPAT PEMBELAJARAN

Pengaturan fisik kelas dalam rangka pengelolaan kelas mencakup kebersihan, kerapihan, keindahan, musik, suhu udara, cahaya, dan tempat duduk. Pengaturan terhadap hal-hal ini penting karena secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi efisiensi dan efektifitas pembelajaran. A. Kebersihan Ungkapan “bersih itu sehat”, dan “Bersih itu indah” merupakan ungkapan klasik, namun kebenarannya berlaku tetap, kapan saja dan di mana saja. Tak terkecuali, berlaku pula di tempat berlangsungnya pembelajaran. Kebersihan tempat belajar di ruangan mencakup kebersihan lantai, dinding, langit-langit, pintu, jendela, meja, kursi, dan perlengkapan-perlengkapan lainnya. Kelas yang bersih, selain penting bagi kesehatan siswa dan guru, juga akan memberikan kesan indah. Kesehatan yang terjamin dan rasa aman yang mantab di tempat berlangsungnya pembelajaran termasuk salah satu syarat utama keberhasilan pembelajaran.

Pengelolaan Kelas Pendekatan, Teknik, dan Panduan

| 97

B. Kerapian Kerapian tempat berlangsungnya pembelajaran berkaitan dengan penempatan dan pengaturan perlengkapan-perlengkapan tempat pembelajaran sesuai dengan tempatnya masing-masing. Alat-alat pembelajaran siswa yang tidak sedang digunakan misalnya, hendaknya berada di dalam laci meja, atau diletakkan di sudut kiri maupun kanan atas meja siswa, bila meja siswa tidak memiliki laci. Demikian juga dengan penghapus papan tulis, jangka dan penggaris untuk papan tulis, tempat alat tulis, serta peralatan-peralatan pembelajaran lainnya, hendaknya ditempatkan di tempat-tempat tertentu secara tetap, dengan mempertimbangkan aspek keindahan dan kepraktisan, bila belum tersedia tempat tetap untuk peralatan-peralatan tersebut. Penempatan dan pengaturan perlengakapan-perlengkapan di tempat pembelajaran yang sesuai dengan tempatnya masingmasing akan memberikan kemudahan dan keleluasaan dalam pengambilannya saat memberikan

kesan

diperlukan. Selain itu, juga akan indah.

Kemudahan

dan

keleluasaan

pemanfaatan peralatan pembelajaran, serta keindahan kelas sangat bermanfaat bagi keberhasilan pembelajaran.

98 | Pengelolaan Kelas Pendekatan, Teknik, dan Panduan

C. Keindahan Sebagaiman telah dikemukakan, kelas yang bersih dan rapi akan memberikan kesan indah. Meskipun demikian, kesan indah tersebut masih perlu ditingkatkan lagi dengan penambahan sarana-sarana yang secara khusus diadakan untuk memperindah tempat pembelajaran. Penempatan bunga, ukir-ukiran, pahatan, gambar, lukisan, dan sejenisnya pada posisi-posisi tertentu di tempat berlangsungnya pembelajaran akan meningkatkan kesan indah. Bila sekolah tidak menyediakan sarana-sarana untuk memperindah tempat berlangsungnya pembelajaran, guru dapat memanfaatkan hasil karya siswa yang layak dipajang untuk maksud tersebut. Pemanfaatan hasil karya ini sekaligus dapat merupakan pemberian penguatan positif kepada siswa. Tempat pembelajaran yang memberikan kesan indah yang mendalam akan membuat siswa betah di dalamnya. Selain itu, juga

akan

membuat

siswa

bergairah

dalam

mengikuti

pembelajaran.

D. Musik Berbagai penelitian menunjukan bahwa musik dapat meningkatkan hasil pembelajaran. Para peneliti misalnya menemukan bahwa siswa yang mendengarkan musik mozard

Pengelolaan Kelas Pendekatan, Teknik, dan Panduan

| 99

ternyata lebih mudah menyimpan informasi dan memperoleh nilai tes lebih tinggi. Untuk memaksimalkan hasil pembelajaran siswa, guru hendaknya menghadirkan musik di kelas sebagai bagian dari penataan tempat pembelajaran. Agar musik yang digunakan

memberikan

manfaat

maksimal,

hendaknya

diperhatikan hal-hal berikut, (DePorter, Reardon, dan Nourie, 2001). 1. Pilihlah musik yang berirama santai, sesuai dengan irama jantung dalam keadaan normal. 2. Pilihlah musik instrumental, yakni musik tanpa lirik. Musik dengan lirik dapat digunakan hanya pada saat sebelum pembelajaran

berlangsung,

atau

pada

saat

selingan

pembelajaran. 3. Bila menggunakan musik berlirik, pilihlah musik berlirik yang berisi pesan positif dan dikenal mayoritas siswa. 4. Agar tidak mengganggu perhatian siswa karena guru atau siswa harus bolak-balik mengoprasikan peralatan musik, gunakanlah peralatan musik otomatis.

E. Suhu Udara Idealnya,

tempat

pembelajaran

berupa

gedung

mempunyai pengatur suhu udara elektronik. Tetapi bila tidak terdapat pengatur suhu udara elektronik, guru hendaknya

100 | Pengelolaan Kelas Pendekatan, Teknik, dan Panduan

mengatur udara di kelas dengan memanfaatkan pintu, jendela dan

fentilasi

yang

terdapat

di

tempat

berlangsungnya

pembelajaran. Suhu udara di kelas akan berkisar pada terlalu panas, terlalu dingin, dan normal saja. Bila terlalu panas atau terlalu dingin, guru hendaknya berusaha semaksimal mungkin untuk menetralkan dengan memanfaatkan fasilitas yang tersedia. Pegaturan suhu udara penting, karena udara yang terlalu panas maupun terlalu dingin akan mengganggu jalannya pembelajaran.

F. Cahaya Idealnya, tempat belajar berupa gedung dibangun dengan mempertimbangkan secara cermat keluar masuknya cahaya. Dengan demikian, cahaya yang terdapat di ruang pembelajaran tidak kurang, juga tidak menyilaukan mata. Kelas yang kurang terang dapat terjadi dalam satu kelas secara keseluruhan, dapat juga hanya terjadi pada bagian-bagian tertentu dalam kelas. Kelas yang kurang terang secara keseluruhan tentu saja penerangan memang kurang. Jika kelas yang

kurang terang

dapat terjadi pada keseluruhan kelas maupun bagian tertentu dari kelas, maka kelas yang menyilaukan mata umumnya hanya terjadi pada bagian-bagian tertentu saja di dalam kelas. Agar guru dapat memperoleh gambaran yang tepat tentang kondisi cahaya di kelas, saat pertama kali mengajar di suatu

Pengelolaan Kelas Pendekatan, Teknik, dan Panduan

| 101

kelas hendaknya guru mencoba menempati setiap tempat duduk di kelas dalam berbagai kondisi, seperti pagi hari, siang hari, malam hari, keadaan mendung, keadaan cerah, dan sebagainya. Bila ternyata penerangan di kelas tidak memenuhi syarat, guru perlu melakuakn pembenahan-pembenahan dan pengaturan tempat duduk siswa sehingga tidak ada siswa yang dirugikan. Pengaturan tersebut misalnya dalam bentuk penambahan penerangan, pemasangan tirai pada jendela, dan sebagainya.

G. Pengaturan Tempat Duduk Siswa Pada dasarnya terdapat dua pilihan utama pengaturan tempat duduk siswa, yaitu pengaturan tempat duduk untuk belajar secara individual, dan pengaturan tempat duduk untuk belajar secara kelompok. Belajar secara individual mungkin mempunyai berbagai penafsiran, tetapi yang dimaksud dengan belajar secara individual di sini adalah kegiatan pembelajaran yang

berlangsung

secara

klasikal

tetapi

setiap

siswa

bertangungjawab sendiri dalam bekerjasama dengan siswa lain. Sedangkan yang dimaksud dengan belajar kelompok adalah kegiatan pembelajaran yang berlangsung dalam kerja sama antara dua orang siswa atau lebih dalam rangka meraih capaian pembelajaran.

102 | Pengelolaan Kelas Pendekatan, Teknik, dan Panduan

Sebagai pedoman, pada tempat duduk untuk belajar secara individual, diharapkan siswa sedapat-dapatnya tidak saling mengganggu dan saling bekerjasama. Pada pengaturan tempat duduk untuk belajar secara kelompok, diharapkan siswa dapat dengan leluasa bertatap muka dan bekerjasama dengan sesama siswa. Berikut ini adalah contoh-contoh pengaturan tempat duduk untuk beberapa keperluan. Guru

Gambar di atas menujukkan pengaturan tempat duduk yang ideal untuk belajar secara individual. Dikatakan ideal karena setiap siswa menempati satu tempat duduk dengan satu meja. Tetapi dalam praktek karena pertimbangan praktis, umumnya satu meja digunakan bersama oleh dua anak sebagaimana gambar berikut.

Pengelolaan Kelas Pendekatan, Teknik, dan Panduan

| 103

Guru

Bila karena prtimbangan praktis sehingga dalam kegiatan pembelajaran terpaksa dua orang siswa menempati satu meja, sebaiknya setiap meja ditempati oleh dua orang siswa yang tidak memiliki kecenderungan untuk bekerjasama. Dengan teknik sisiometri, guru dapat mengetahui dengan siapa siswa dapat bekerjasama dan dengan siapa siswa tidak dapat bekerja sama. Salah satu metode dalam pembelajaran adalah metode Kerja Kelompok. Untuk keperluan belajar kelompok, tempat duduk siswa dapat diatur sebagaimana gambar berikut.

104 | Pengelolaan Kelas Pendekatan, Teknik, dan Panduan

Guru

Paling tidak terdapat tiga keuntungan dalam pengatauran tempat duduk untuk belajar secara kelompok, sebagaimana dikemukakan di atas. Keuntungan-keuntungan tersebut sebagai berikut. a. Meja dan tempat duduk yang semula diatur untuk belajar secara individual dengan mudah dapat diatur untuk keperluan belajar secara kelompok. b. Para siswa tidak ada yang membelakangi papan tulis, sehingga bila ada selingan dari guru dengan menggunakan papan tulis, tidak ada siswa yang mengalami kesulitan melihat ke papan tulis. c. Meja dan tempat duduk yang semula digunakan untuk kegiatan belajar secara kelompok dapat diatur kembali dengan mudah untuk keperluan belajar secara individual.

Pengelolaan Kelas Pendekatan, Teknik, dan Panduan

| 105

Penentuan tempat duduk hendaknya mempetimbangkan pula kondisi khusus setiap siswa. Kondisi siswa yang patut memperoleh perhatian khusus dari guru adalah siswa yang bertubuh pendek, serta siswa mengalami gangguan pendengaran dan penglihatan. Dalam pengaturan tempat duduk untuk pembelajaran secara kelompok, siswa bertubuh pendek, serta siswa yang mengalami gangguan pendengaran dan penglihatan

tidak

memerlukan tempat duduk khusus. Mereka tidak memerlukan tempat duduk khusus karena jarak antara anggota satu dengan anggota lain tidak jauh. Sedangkan dalam pengaturan tempat duduk untuk pembelajaran secara individual, hendaknya siswa bertubuh pendek ditempatkan di depan, dan yang bertubuh tinggi ditempatkan di belakang. Selain itu, para siswa yang mengalami gangguan pendengaran dan penglihatan hendaknya ditempatkan di depan tengah kelas. Berikut ini adalah gambar tempat duduk untuk siswa yang mengalami gangguan penglihatan dan pendengaran.

106 | Pengelolaan Kelas Pendekatan, Teknik, dan Panduan

Guru 1 2 12112 2

1

2

1

2

1

2

1

2

1

2

1

2

1

2

1

2

Denah ini menunjukkan, tempat duduk nomor satu adalah untuk siswa yang mengalami gangguan mata kiri dan telinga kiri. Sedangkan tempat duduk nomor dua adalah untuk siswa yang mengalami gangguan mata kanan dan telinga kanan.

Pengelolaan Kelas Pendekatan, Teknik, dan Panduan

| 107

BAB VII PENGELOLAAN KELAS DARING

Sebagaimana

telah

disinggung

di

depan,

berbagai

pendekatan, teori, dan teknik dalam pengelolaan kelas yang telah dikemukakan,tidak hanya berlaku dalam pengelolaan kelas daring,

tetapi juga berlaku di kelas luring. Aliran psikologi

behaviorisme dan humanisme dengan berbagai teori dan tehniknya, dapat pula mengatasi masalah-masalah yang timbul dalam pembelajaran di kelas daring. Dalam psikologi behaviorisme terdapat tekknik-teknik mengelola kelas, seperti penguatan positif, penguatan negatif, pengalihan, dan penghapusan. Teknik-teknik ini praktis dapat digunakan di kelas daring maupun luring. Demikian juga dalam psikologi humanistik terdapat teknik pemenuhan kebutuhan fisik, rasa aman, kasih sayang, dan penghargaan, yang juga dapat digunakan di kelas daring.. Masalah-masalaaah individual dalam pengelolaan kelas, seperti menarik perhatian, merasa tidak mampu, dan menguasai misalnya, kehadirannya tidak memandang area belajar, apakah daring maupun luring. Demikian juga masalah kelompok, seperti kelas kurang kohesif, kelas menyimpang dari atauran yang telah

108 | Pengelolaan Kelas Pendekatan, Teknik, dan Panduan

disepakati bersama, dan kelas tidak bersemangat dalam mengerjakan tugas. Memang

cara

mendeteksi

perilaku

siswa

yang

menyimpang dalam pembelajaran, lebih sulit dilakukan di kelas daring dibanding kelas luring. Dikatakan lebih sulit, karena di kelas daring terdapat jarak kontak yang menyebabkan terdapat jarak komunikasi dalam melakukan deteksi perilaku siswa dibanding kelas daring.

Meskipun demikian, teknik-teknik

dalam aliran psikologi relevan digunakan juga dalam mengatasi masalah yang timbul dalam dua cara pembelajaran tersebut. Tentang hukuman yang khas psikologi behaiorisme dan penghargaan yang khas psikologi humanisme misalnya, dua teknik ini sangant munkgin diterapkan dalam pembelajaran daring maupun luring. Siswa yang terlambat masuk ke kelas daring misalnya, dapat dihukum dengan cara diberi kesempatan pertama untuk menjawab pertanyaan guru. Sementara siswa yang menjawab dengana benar pertanyaan guru di kelas yang sama misalnya, dapat diberi penghargaan dengan janji mendapat nilai tertinggi dari pelajaran yang diikuti.

Pengelolaan Kelas Pendekatan, Teknik, dan Panduan

| 109

DAFTAR RUJUKAN

Atkinson, S. dan Tomley, S. (editor). 2012. The Psychology Book, Dorling Kindersley Limited. London. Cooper, J. 1982. Classroom Teaching Skills, Lexington: D.C. Heat and Company. Deporter, B; Reardon, M; dan Nouria, Sarah, S. 2001. Quantum Teaching, Bandung: Kaifa. Dreikurs, R; Cassel, P.1986. Bandung:Remaja Karya.

Disiplin

tanpa

hukuman,

Entang, M; dan Joni, T, R. 1984. Pengelolaan Kelas, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Goble,F. 1987. Mazhab Ketiga: Psikologi Humanistik Abraham Maslow, Yogyakarta:Kanisius. Hurlock,E,B.1989. Perkembangan Anak, Jakarta: Erlangga Pah,D,N. 1984. Keterampilan Memberi Penguatan, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Rogers, C,R.1987. Antara Engkau dan Aku, Jakarta:Gramedia Seels, B, B; Richey, R. 1994. Instructional Technology: The Definition and Domain of the field, Washington, DC: Association for Educational Communications Technology.

110 | Pengelolaan Kelas Pendekatan, Teknik, dan Panduan

Soekadji, S. 1983. Modifikasi Perilaku, Yogyakarta: Liberty Triwiyanto, T. 2013.Hakikat Sistem,Layanan &Persoalan Universitas Negeri Malang.

Manusia,Aliran-Aliran, Pendidikan. Malang.

Warijan. 1984. Dinamika Kelompok Dalam Belajar Mengajar. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

Pengelolaan Kelas Pendekatan, Teknik, dan Panduan

| 111

112 | Pengelolaan Kelas Pendekatan, Teknik, dan Panduan