Yap Thiam Hien: Sang Pendekar Keadilan [2 ed.] 9789799110077

Sesungguhnya dia punya pilihan gampang dan menyenangkan. Dengan gelar Meester in de Rechten dari Universitas Leiden, ia

194 129 10MB

Indonesian Pages 168 [82] Year 2016

Report DMCA / Copyright

DOWNLOAD PDF FILE

Table of contents :
Cover
Daftar Isi
Pengantar
Harapan Menjadi Negeri Bersih
Kepada Yap Kita Becermin
Karena Terdidik Dia Berbeda
Tapak Samar Anak Peunayong
Berkah Penguasaan Bahasa
Penatua yang Gemar Berkhotbah
Sebuah Kesadaran dari Sekolah Liar
Kuliah Hukum dan Kerja untuk Gereja
Terhipnotis Buruh Pelabuhan
Politik Minus Kompromi
Tersingkir di Jalan Lurus
Bukan Sang Pencari Jalan Tengah
'Lone Ranger' Penentang UUD 1945
Namaku, Identitasku
Guru Para Tahanan Politik
Linimasa Yap Thiam Hien
10 Wejangan Pak Yap
Mencari Kebenaran, Bukan Kemenangan
Pembela Segala 'Umat'
Auman Singa Pengadilan
Penjaga Marwah Advokat
'Guru' Naif yang Dirindu
Kisah Pembela 'Durno'
Dibuat Heboh Urusan Yap
Teguh Membela Terdakwa Anticina
Bermula dari kapal Kambuna
Universitas Untuk Semua Golongan
Semangat yang Terus Dijaga
Makan Siang Terakhir di Ysermonde
Terabadikan Lewat Penghargaan
Kesetiaan 'Menteri Dalam Negeri'
Hitam-Putih Luar-Dalam
Bagai Kakak dengan Adik
Kolom
Triple Minority yang Patriotik
'Hidup-Mati'-nya Yap Thiam Hien
Recommend Papers

Yap Thiam Hien: Sang Pendekar Keadilan [2 ed.]
 9789799110077

  • Commentary
  • scanned and edited by 60b3r
  • 0 0 0
  • Like this paper and download? You can publish your own PDF file online for free in a few minutes! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Sesungguhnya dia punya pilihan gampang dan menyenangkan. Dengan gelar Meester in de Rechten dari Universitas Leiden, ia tak kurang suatu apa untuk menjadi kaya raya dan sejahtera. Namun, Yap Thiam Hien memilih jalan lain. Misalnya: Ketika kantor pengacara lain mengenakan tarif Rp4o juta per klien, biaya yang dikutip Yap hanya Rp5-ro juta. Tak jarang ia menggratiskan jasa kepengacaraannya. pembe-

laannya memburu kebenaran, bukan sekadar kemenang-

an. Apalagi hanya merapat kepada siapa yang berani bayar atau berkuasa. Maka, tukang kecap ia bela. Dalam sidang Soebandrio-bekas wakil perdana menteri yang sebenarnya musuh politik Yap dan didakwa terlibat kudeta

r965-ia tampil sebagai pembela. "Jika Saudara hendak menang perkara, jangan pilih saya sebagai pengacara Anda, karena kita pasti akan kalah. Tapi, jika Saudara cukup dan puas mengemukakan kebenaran Saudara, saya mau menjadi pembela Saudara.,, ltu prinsip sang bahadur. Kisah Yap Thiam Hien merupakan

jilid pertama seri ,,pene-

gak Hukum" , yang diangkat dari liputan khusus Majalah Berita Mingguan Tempo, Juni zor3, untuk memperingati

roo tahun hari lahir Yap. Menyorot sepak terjang para pen-

dekar hukum, serial ini ingin menunjukkan bahwa di te-' ngah sengkarut zaman kita tak selalu kehilangan harapan.

#+q*B

ffi wiE 5+ {&

'Sr13tr:

r

!*HSfL,

'*ii*S*S

".{.rt

Seri BukoTempo Yap Thiam Hien

DAFTAR ISi

© KPG 59 16 01118 Cetakan Pertama, Agustus 2013 Cetakan Kedua, Februari 2016 Tim Penyunting Arif Zulkifli Lestantya R. Baskoro Dody Hidayat Redaksi KPG Tim Produksi Aji Yuliarto Agus Darmawan Setiadi Eko Punto Pambudi Djunaedi Kendra H. Paramita Rizal Zulfadly Tri Watno Widodo llustrasi Sampul Kendra H. Paramita Tata Letak Sampul lskandar Tata Letak lsi Dadang Kusmana

TEMPO Yap Thiam Hien Jakarta: KPG (Kepustakaan Populer Gramedia), 2013 x + 158 him.; 16 cm x 23 cm ISBN: 978-979-91-1007-7

Dicetak oleh PT Gramedia, Jakarta. lsi di luar tanggung jawab percetakan.

Harapan Menjadi Negeri Bersih

vii

Kepada Yap Kita Becermin

1

Karena Terdidik Dia Berbeda

6

Tapak Samar Anak Peunayong

8

Penatua yang Gemar Berkhotbah

17

Sebuah Kesadaran dari Sekolah Liar

23

Kuliah Hukum dan Kerja untuk Gereja

30

Terhipnotis Buruh Pelabuhan

36

Politik Minus Kompromi

40

Tersingkir di Jalan Lurus

42

'Lone Ranger' Penentang UUD 1945

51

Namaku, Identitasku

57

Guru Para Tahanan Politik

63

TIM LIPUTAN KHUSUS YAP THIAM HIEN (Tempo, 3 Juni 2013) Penanggung jawab: Lestantya R. Baskoro. Kepala ptoyek: Dody Hidayat, Jajang Jamaludin. Penulis: Agoeng Wijaya, Agung Sedayu, Akbar Tri Kurniawan, Anton Aprianto, Anton Septian, Antcm William, Aryani Kristanti, Dody Hidayat, Dwi Riyanto Agustiar, Dwi Wiyana, Febriyan, Iqbal Muhtarom, lsma Savitri, Jajang Jamaludin, L.R. Baskoro, Maria Rita Ida �.�sugian, Muhamm�8 Nafi, Mustafa Silalahi, Nunuy Nurhayati, Nurdin Kalim, Rini Kustiani, $•andy Indra Pratama, Yuliawati. Penyumbang Bahan_: JI.di Warsidi (Banda Aceh), Ahmad Rafiq (Solo), Edi Faisal (Rembang), lvansyah (Cirebon)/i Pifo /1.gustin Rudiana (Yogyakarta), Evi Lina Sutrisno (Amerika Serikat), Lea Pamungkas (Belanda), Agung Sedayu, Dody Hidayat, Dwi Wiyana, Jajang Jamaludin, Putri Anindya. Penyunting: Arif Zulkifli, Bina Bektiati, Budi Setyarso, Burhan Sholihin, Dody Hidayat, Dwi Wiyana, Elik Susanto, Hermien Y. Kleden, ldrus F. Shahab, Jajang Jamaludin, L.R. Baskoro, M. Taufiqurohman, Purwanto Setiadi, Qaris Tajudin, Sapto Yunus, Sena Joko Suyono;;ij Yosep Suprayogi, Yosrizal Suriaji. Bahasa: Uu Suhardi, lyan Bastian. Foto: Nita Dian (koordinator); Aditia Noviansyah, Budi Purwanto, Wisnu Agung Prasetyo. Digital Imaging: Agustyawan Pradito. Riset: Evan Kusumah. Desain: Aji Yuliarto, Agus Darmawan Setiadi, Eko Punta Pambudi, Djunaedi, K ndra H. Paramita, Rizal Zulfadly, Tri Watno Widodo.

Mencari Kebenaran, Bukan Kemenangan Pembela Segala 'Umat'

74

Auman Singa Pengadilan

80

Penjaga Marwah Advokat

85

'Guru' Naifyang Dirindu

89

Kisah Pembela 'Durno'

95

Dibuat Heboh Urusan Yap

101

Teguh Membela Terdakwa Anticina

106

Bermula dari Kapal Kambuna

111

Universitas untuk Semua Golongan

116

Semangat yang Terns Dijaga

120

Makan Siang Terakhir di Ysermonde

122

Terabadikan Lewat Penghargaan

127

Kesetiaan 'Menteri Dalam Negeri'

130

Hitam-Putih Luar-Dalam

136

Bagai Kakak dengan Adik

140

143

Kolom Triple Minority yang Patriotik

144

'Hidup-Mati'-nya Yap Thiam Hien

149

155

Indeks

vi

72

Sor! Panogak Hukurn

YAP THIAM HIEN

KATA PENGANTAR

HARAPAN MENJADI NEGERI BERSIH

KORUPSI ibarat penyakit akut yang menggerogoti republik ini. Berbagai cara diupayakan untuk melenyapkan, tapi selalu saja gagal. Sejak Orde Lama hingga Orde Baru sejumlah komisi atau lembaga dibentuk dengan tugas membe­ rantas rasuah, namun hasil konkretnya tak pernah tampak. Publik pun menjadi apatis. Bukan saja terhadap pemberantasan korupsi melainkan pula terhadap beraneka segi soal hukum di negeri ini. Karena itulah ketika Komisi Pemberantasan Korupsi hadir dan membuat kejutan, dengan menangkap sejumlah tokoh yang diduga terlibat korupsi, pub. I lik menjadi optimistis: Korupsi bisa dilawan. Ada yang berani melawan. Ada harapan untuk sebuah "negeri bersih". Optimisme itu, harapan bahwa Indonesia bersih bukan utopis, perlu selalu kita pelihara. Maka, kami menerbitkan buku seri Penegak Hukum ini: Pada dua yang pertama kami mengangkat KPK, dari versi majalah yang terbit pada akhir 2012, dan Yap Thiam Hien-pengacara yang namanya diabadikan untuk peng-

Yap Thinm Hlon

vii

hargaan tokoh pembela HAM, terbit versi majalah pada awal Juni

2013

dalam

rangka memperingati seratus tahun kelahirannya. Dibentuk atas amanat UU No.

31

Tahun

1999,

KPK kini menjelma lembaga

terdepan yang memerangi rasuah. Sejak 2003 Komisi ini sudah mengirim ra­ tusan koruptor ke bui: bupati, walikota, gubernur, anggota DPR, duta besar, pejabat kepolisian, dan tak terkecuali besan presiden. Tercatat lebih dari 500 kasus pernah diselidiki. Bisa dibilang, KPK kini momok bagi para koruptor. Bukan berarti tak ada perlawanan melemahkan KPK. Para wakil rakyat, yang sebenarnya melahirkan lembaga ini, bahkan berniat memangkas kewe­ nangan KPK-antara lain penyadapan-melalui revisi UU lembaga antirasuah. Di ranah yudisial, UU KPK terhitung sebagai salah satu yang paling ba­ nyak diujimaterialkan. Sedikitnya

17

kali pasal-pasal dalam UU KPK dicoba

dirontokkan lewat jalur Mahkamah Konstitusi. Lalu muncul pula "perseteruan" antara Polri dan KPK berkaitan dengan penyelidikan yang dilakukan lembaga antirasuah tersebut ke sejumlah petinggi kepolisian yang diduga korup. Untuk mengupas selengkap-lengkapnya "apa itu KPK" kami mewawancarai puluhan narasumber, termasuk sejumlah bekas anggota DPR yang �erlibat da­ lam penyusunan UU No. 30 Tahun 2002 tentang KPK. Kami juga mengundang pemimpin dan bekas pemimpin KPK ke kantor Tempo di bilangan Velbak, Kebayoran Baru, �ntuk berdiskusi. Mereka, antara lain, Busyro Muqoddas, Bambang Widjojanto, Amien Sunaryadi, dan Chandra M. Hamzah. Amien Sunaryadi, pemimpin KPK periode pertama merupakan tokoh kunci di balik pembentukan sistem teknologi penyadapan KPK. Kami juga mendapat kesempatan "tur" ke dalam gedung KPK di bilangan Kuningan, Jakarta Selatan. Di sana kami sempat mengunjungi salah satu ruang tahanan KPK yang terletak di pucuk gedung dan merupakan bekas gudang. Sebagai Komisi dengan tugas mahaberat, gedung tersebut memang tak mampu lagi menampung sekitar 700 karyawan. Di luar jajaran pemimpin, kami juga mewawancarai sejumlah penyelidik KPK. Dari interviu para "ujung tombak" di lapangan ini, kami mendapat ba­ nyak informasi dan cerita menarik seputar tugas mereka. Bagaimana mereka mesti siap 24 jam untuk ditugaskan ke manapun mengejar koruptor atau bagai-

viii

Son P, nuynk Hukum

mana mercl a 1n 'Yell inkan keluarga perihal pekedaan mereka. Kesimpulannya: int gritas merekalah-kesungguhan menjalankan tugas, semangat menegakkan hukum-yang membuat KPK mendapat dukungan besar dari publik. Integritas, kejujuran, dan keberanian memperjuangkan keadilan ini pula yang membuat kami menerbitkan edisi khusus

"100

Tahun Yap Thiam Hien". Tak

hanya dikenal sebagai pengacara bersih, Yap adalah tokoh pembela hak asasi manusia dan pendiri sejumlah organisasi di bidang hukum, termasuk Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia. Yap dikenal lantang menentang ketidakadilan dan diskriminasi. Saat men­ jadi anggota Konstituante, dia satu-satunya anggota Baperki (Badan Permusja­ waratan Kewarganegaraan Indonesia) yang menolak gagasan Presiden Sukarno kembali ke UUD 1945. Alasan Yap: Tak hanya minim pasal-pasal yang melin­ clungi HAM, undang-undang dasar itu juga diskriminatif lantaran menyatakan yang bisa menjadi presiclen hanya orang Indonesia asli. Kini, hampir 50 tahun kemudian, MPR mengamandemen pasal tersebut. Di tengah karut-marutnnya hukum, minimnya penegak hukum yang jujur, yang dilakukan Yap patut diteladani. Kepada Yap kita perlu becermin. Dalam mengerjakan edisi Yap ini, kami menelusuri tempat-tempat yang pernah disinggahi Yap saat ia menimba ilmu atau bekerja sebagai guru: Jakaita, Yogyakarta, Cirebon, Rembang, dan lain-lain. Kami juga menelusuri kampung kelahirannya di Peunayong, Banda Aceh, dan tempat kuliahnya di Belanda. Sejumlah narasumber yang mengenal Yap kami wawancarai: Adnan Bu­ yung Nasution, Abdul Hakim Garuda Nusantara, Albert Hasibuan, dan juga bekas sekretaris Baperki, Go Gien Tjwan yang tinggal di Amsterdam. Dari lingkaran terdekat, kami mewawancarai Yap Hong Gie Canak sulung Yap) dan Utama Wijaya, asisten pribadi Yap. Pembaca, integritaslah yang terutama mesti dimiliki penegak hukum untuk menjunjung keadilan dan membela kebenaran. Dan kita percaya, masih banyak aparat penegak hukum kita yang memilikinya. Selamat membaca.

Lestantya R. Baskoro Redaktur Utama Majalah Tempo

Ynp'l'hu11n Ilion

ix

YAP THIAM HIEN

YAP THIAM HIEN-nama Cina itu melekat hingga akhir hayat. Ketika pemerintah memaksa warga Tionghoa meng­ ganti nama, ia menolak. Bagi Yap, dengan nada keras setiap kali ia katakan, tujuan asimilasi tak akan tercapai jika di­ lakukan dengan paksaan. Identitas tak mungkin disetip. Menghilangkan identitas adalah pelanggaran hak asasi manusia. Jika bangsa ini ingin menghilangkan sekat-sekat perbedaan, "Yang diperlukan adalah pembersihan hati," kata pria kelahiran Banda Aceh, 25 Mei 1913, ini. Keras, tegas, jujur, itulah Yap. Politik kotor dan penuh muslihat tak cocok dengannya. Baginya, kemanusiaan, kea­ dilan, dan hak asasi manusta adalah hal teragung yang mesti ditegakkan. Itu sebabnya, ketika Badan Permusjawaratan Kewarganegaraan Indonesia (Baperki)-Yap ikut mendiri­ kannya pada 1954-mendukung keinginan Sukarno kembali ke-Undang-Undang Dasar 1945, Yap menolak. Yap mengaum di podium. Baginya, dalam hal perlin­ dungan hak asasi manusia, UUD Sementara 1950 lebih baik daripada UUD 1945. Dia menunjuk Pasal 6 UUD 1945-"Pre­ siden ialah orang Indonesia asli"-yang disebutnya tidak adil dan mengabaikan pluralisme. Berbeda sikap dengan par­ tainya, Yap tersingkir. Pada 9 November 2001, hampir 50 tahun kemudian, Majelis Permusyawaratan Rakyat akhirnya m ngamendemen pa al ih1.

2

/for 1 1'1111n11nk ll11l