Ufologi Refleksi Pencarian dan Investigasi UFO

Persoalan UFO seringkali dipertanyakan antara fakta dengan fiksi, antara nyata dengan fantasi. Ada dua hal yang harus di

139 17 3MB

Indonesian Pages [169] Year 2023

Report DMCA / Copyright

DOWNLOAD PDF FILE

Table of contents :
Kata Pengantar ................................................ v
Daftar isi ................................................... ix
Bab 1 Suka duka memburu UFO ................................... 1
Bab 2 Berburu UFO: Hobby atau pilihan profesi? ................ 7
Bab 3 Tantangan Menjadi Seorang Ufolog ........................19
Bab 4 UFO, tahayul atau masuk akal adanya? ................... 25
Bab 5 Mengapa ada yang yakin bahwa UFO itu ada?................31
Bab 6 Kebenaran dan Kenyataan .................................35
Bab 7 Istilah UFO ............................................ 47
Bab 8 Tanpa riset, ilmu ufologi akan basi .....................55
Bab 9 Ufologi, masih sebatas kajian pseudoscience? ............59
Bab 10 Perjalanan Ufologi .....................................69
Bab 11 Merumuskan Metode Investigasi Ufologi ..................77
Bab 12 Mewawancarai saksi .....................................93
Bab 13 Open-minded, namun tetap harus skeptis ................111
Bab 14 Masyarakat semakin skeptik.............................115
Bab 15 Menganalisis sebuah informasi: Hoax or True?.......... 119
Bab 16 Ufologi, bagaimana melakukan risetnya? ............... 129
Lampiran:
1. Peralatan/perlengkapan untuk investigasi UFO.............. 145
2. Cara pembuktikan dalam investigasi kasus UFO.............. 146
3. Klasifikasi Close Encounters ............................. 147
4. Apa yang harus dilakukan kalau melihat UFO?................148
5. Contoh laporan pendataan Project Blue Book ............... 149
6. Jenis-jenis bentuk UFO yang umum ..........................153
7. Jenis-jenis alien menurut saksi mata.......................154
8. Contoh sketsa menurut saksi mata.......................... 155
9. Flowchart UAP/UFO ........................................ 156
Tentang penulis ..............................................157
Recommend Papers

Ufologi Refleksi Pencarian dan Investigasi UFO

  • 0 0 0
  • Like this paper and download? You can publish your own PDF file online for free in a few minutes! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

UFOLOGI Refleksi Pencarian dan Investigasi UFO

Sanksi Pelanggaran Pasal 72 : Undang-Undang Nomer 19 tahun 2002 Tentang Hak Cipta 1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/ atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). 2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

UFOLOGI Refleksi Pencarian dan Investigasi UFO

Nur Agustinus

Bina Grahita Mandiri Surabaya, 2023

UFOLOGI: Refleksi Pencarian dan Investigasi UFO Nur Agustinus Hak cipta dilindungi oleh Undang-undang Penerbit: Bina Grahita Mandiri Jl. Krembangan Barat 31-I Surabaya 60175 WA. 0817376821 E-mail: [email protected] Website: binagrahita.blogspot.com Cetakan pertama: Oktober 2023

Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit.

Kata Pengantar Sejak tahun 1978, saat saya masih remaja, saya mulai menyukai segala hal yang berada di langit. Waktu itu hobby saya adalah meneropong bintang dengan teleskop yang dibelikan oleh orangtua saya. Ketika saya memandangi langit dengan taburan bintang yang mempesonakan, saya bertanyatanya dalam hati, apakah ada kehidupan lain di sana. Semenjak saya mengetahui bahwa matahari kita adalah juga sebuah bintang, maka saya menduga bahwa di bintang yang lain juga ada planet-planet yang mungkin juga berisi kehidupan. Pertanyaan itu terus muncul sampai suatu saat saya membaca berita di surat kabar bahwa ada penampakan UFO atau Unidentified Flying Object di Selandia Baru dengan fotofotonya yang spektakuler. Seakan menjawab pertanyaan saya, bahwa UFO-UFO itu adalah kendaraan makhluk dari planet lain, saya menjadi semakin penasaran untuk memburu UFO tersebut. Begitulah awal mula saya tertarik dengan fenomena UFO. Saat itu, di tahun 1980-an, banyak sekali buku-buku tentang UFO dalam bahasa Indonesia. Salah satu yang terkenal saat itu adalah buku karangan Erich von Daniken. Daniken mempunyai teori bahwa nenek moyang kita telah berinteraksi dengan astronaut dari bintang lain. Bukti-bukti yang disampaikan adalah peninggalan artefak yang unik dan aneh, yang nampaknya bisa dikaitkan dengan keberadaan makhluk v

dari luar angkasa. Karena saya suka membaca, maka perburuan saya yang pertama adalah buku-buku UFO. Saya ingat waktu itu ada dua buku di lapak buku bekas, yang satu buku tentang UFO, satu lagi tentang bangsa Maya. Karena uang saya paspasan waktu itu (masih SMP), saya akhirnya memilih buku Maya. Sayangnya, ketika saya datang lagi, buku tentang UFO tersebut sudah tidak ada. Selain membaca buku, saya juga punya hobby menulis dan hasil tulisan tersebut saya kirimkan ke sebuah majalah dan seringkali tulisan saya dimuat. Saya menerima honor yang kemudian saya gunakan untuk membeli buku kembali. Bukubuku tentang UFO tersebut sampai saat ini masih menempati lemari perpustakaan saya. Itu adalah tahun-tahun di mana saya mulai menekuni dunia perufoan. Hingga kini, saya tetap konsisten untuk mempelajari fenomena ini. Bukan pembenaran yang ingin saya cari, namun kebenaran tentang fenomena UFO yang telah mendunia selama puluhan tahun. Hingga saat ini tak ada perguruan tinggi dengan program studi tentang ufologi. Untuk itu, saya menulis buku ini yang sebaian merupakan kumpulan tulisan-tulisan saya, sebagai sebuah refleksi dan cara saya untuk berbagi pengalaman serta opini tentang ufologi, terutama dalam hal melakukan penelitian dan investigasi. Buku ini terdiri dari 16 bab yang membahas mulai dari suka duka memburu UFO, apakah percaya UFO itu tahayul, termasuk juga kajian filsafat tentang kebenaran dan realitas. Saya juga mengulas tentang perjalanan ufologi, di mana saat ini masih dianggap sebagai pseudoscience, namun ada keinginan kuat untuk menjadikannya sebagai sebuah kajian ilmiah yang tentu saja harus dapat dipertanggung jawabkan. Untuk itu dalam Bab 11 saya mencoba merumuskan metode invetigasi ufologi, termasuk juga di bab berikutnya adalah vi

bagaimana melakukan wawancara yang baik, bersikap open minded skeptic serta bagaimana ufologi sebaiknya melakukan risetnya. Penyusunan buku ini melalui proses yang cukup panjang. Terima kasih kepada Venzha Christ yang terus memberi semangat dan saran untuk buku ini. Terima kasih juga untuk Setyawan Haryanto yang telah menjadi teman diskusi yang intens. Tentu juga masih banyak teman-teman lain yang belum saya sebutkan di sini, yang telah memberi banyak dukungan, harapan dan doa sehingga selalu menguatkan saya dalam perjalanan mencari dan melakukan investigasi UFO. Terima kasih kepada teman-teman di komunitas OMEGA, INFO-UFO, BETA-UFO dan juga IUN (Indonesia UFO Network) yang telah menjadi rekan perjalanan saya untuk terus berkiprah di dunia perufoan ini. Pepatah mengatakan jika ingin pergi cepat, jalanlah sendiri. Namun jika ingin pergi jauh, berangkatlah bersama banyak teman. Juga teruntuk keluarga tercinta saya, ibu saya Wuri Soedjatmiko, istri saya Maria Yuthi Anggraheni dan anak-anak saya semua, Ryan, Tiko, Ferdinand, Vito dan Andre, yang telah memberi warna indah dalam kehidupan saya selama ini. Sekali lagi saya ucapkan banyak terima kasih untuk semuanya dan salam sehat sejahtera selalu. Semoga apa yang ada di buku ini bisa membawa manfaat dan memberi inspirasi, terutama dengan harapan ada perkembangan pemikiran lebih lanjut tentang ufologi. Selamat membaca.

Surabaya, 1 Oktober 2023 Nur Agustinus

vii

“Sebagai seorang ilmuwan saya harus mengingat masa lalu; Seringkali hal-hal yang sangat bernilai bagi ilmu pengetahuan diabaikan karena fenomena baru tersebut tidak sesuai dengan pandangan ilmiah yang diterima pada saat itu.“ J. Allen Hynek

viii

Daftar isi Kata Pengantar ................................................................. v Daftar isi .......................................................................... ix Bab 1 Suka duka memburu UFO ................................... 1 Bab 2 Berburu UFO: Hobby atau pilihan profesi? ........ 7 Bab 3 Tantangan Menjadi Seorang Ufolog ....................19 Bab 4 UFO, tahayul atau masuk akal adanya? .............. 25 Bab 5 Mengapa ada yang yakin bahwa UFO itu ada?.... 31 Bab 6 Kebenaran dan Kenyataan ................................... 35 Bab 7 Istilah UFO .......................................................... 47 Bab 8 Tanpa riset, ilmu ufologi akan basi ......................55 Bab 9 Ufologi, masih sebatas kajian pseudoscience? ....59 Bab 10 Perjalanan Ufologi ...............................................69 Bab 11 Merumuskan Metode Investigasi Ufologi ........... 77 Bab 12 Mewawancarai saksi ............................................93 Bab 13 Open-minded, namun tetap harus skeptis ............111 Bab 14 Masyarakat semakin skeptik.................................115 Bab 15 Menganalisis sebuah informasi: Hoax or True?... 119 Bab 16 Ufologi, bagaimana melakukan risetnya? ........... 129 Lampiran: 1. Peralatan/perlengkapan untuk investigasi UFO............ 145 2. Cara pembuktikan dalam investigasi kasus UFO.......... 146 3. Klasifikasi Close Encounters ....................................... 147 4. Apa yang harus dilakukan kalau melihat UFO?............. 148 5. Contoh laporan pendataan Project Blue Book .............. 149 6. Jenis-jenis bentuk UFO yang umum ............................ 153 7. Jenis-jenis alien menurut saksi mata............................. 154 8. Contoh sketsa menurut saksi mata................................. 155 9. Flowchart UAP/UFO .................................................... 156 Tentang penulis ..................................................................157 ix

“Tidak semua penampakan UFO dapat dijelaskan dengan mudah, dan kita tidak boleh mengabaikannya tanpa penyelidikan yang tepat.” Jacques Vallée

xi

Bab 1 Suka duka memburu UFO Saat mulai mengenal tentang apa itu UFO atau piring terbang, saya dijejali dengan berbagai informasi tentang kehidupan dari angkasa luar. Apalagi dengan membaca testimoninya George Adamski, yang mengaku bertemu dengan Orthon, makhluk dari planet Venus. Belum lagi ada yang mengatakan bertemu dengan makhluk Mars, Jupiter dan lainlain. Di masa itu juga sedang ramai dibicarakan soal peluncuran pesawat antariksa tak berawak Pioneer dan Voyager yang menuju Jupiter, Saturnus dan kemudian mengarah ke alam raya yang luas ini. Di saat itu pula, film Star Trek, Lost in Space, Buck Rogers, sampai yang komedi seperti Mork and Mindy serta ALF, diputar di Televisi Republik Indonesia, satu-satunya stasiun TV yang ada. Film-film bertemakan UFO juga banyak hingga kini. UFO sudah merambah ke budaya populer dan penampilan makhluk angkasa luar yang paling sering ditampilkan adalah yang berkepala besar, botak, tubuh kecil, dengan mata hitam besar. Makhluk yang secara fisik lemah, namun diyakini memiliki teknologi yang luar biasa. Tentu, setiap malam saya berangan-angan bisa berjumpa dengan makhluk cerdas dari luar angkasa, yang bersahabat dan mengajak saya berjalan-jalan ke alam semesta yang luas ini. Angan-angan seorang remaja, yang merasa 1

dirinya mustahil menjadi astronaut lewat jalur NASA atau bahkan jadi pilot sebab sudah berkacamata dan giginya ada tambalannya. Angan-angan yang membuat hampir tiap malam naik ke atas atap rumah, tiduran di sana sambil membawa binocular dan teleskop. Sesekali melihat planet Saturnus dengan cincinnya yang memukau atau melihat Jupiter dengan empat satelitnya. Bulan juga jadi sasaran dan lubang-lubang kawahnya tampak begitu artistik. Namum, tak ada UFO yang lewat di atas rumah saya. Tak ada juga ET (extraterrestrial) yang menyapa saya, meski saya sudah berulang-ulang mengirim pesan telepati ke mereka. Ini karena ada tulisan yang mengatakan bahwa komunikasi ET menggunakan telepati. Kalau mengenang masa lalu, terasa konyol memang. Tapi saya yakin, bukan saya sendiri yang melakukan hal-hal seperti ini. Majalah Mekatronika yang penuh dengan artikel ilmu dan teknologi sangat memperkaya pengetahuan saya. Terlebih sejak membaca edisi eksobiologi dengan Carl Sagan sebagai bintangnya, saya langsung menjadikannya sebagai idola saya. Seakan dalam hati, saya ingin menjadi seperti Carl Sagan. Ada tiga buku Carls Sagan yang saya punya saat itu, The Cosmic Connection, Communication with Extraterrestrial Intelligence, dan The Dragons of Eden. Kini buku-buku Carl Sagan yang lain juga ada, seperti Contact, Cosmos, Comet dan juga The Demon Haunted World. Di tahun 1981, ketika saya mulai masuk SMA, 2

bersama teman-teman sekolah, saya membentuk kelompok pengamat UFO yang diberi nama OMEGA (Organisasi Masyarakat Eksplorasi Gejala Antariksa). Kelompok ini mirip kelompok ilmiah remaja, yang mengkhususkan diri di bidang pengembangan sains, khususnya UFO dan antariksa. Saya dan temanteman mencoba membuat sebuah alat detektor UFO, dan melakukan eksperimen peluncuran roket. Sebagai orang yang suka mengamati fenomena UFO, tak dipungkiri sering mendapat cemooh karena dianggap mengurusi hal-hal yang dianggap tidak perlu, tidak berguna buat nusa dan bangsa. Namun cemoohan tidak membuat saya surut. Sejauh ini saya pribadi masih bertahan dan fokus dengan minat saya akan UFO ini. Saya pribadi belum pernah melihat UFO atau bertemu dengan alien. Walau demikian, saya memiliki keyakinan bahwa UFO itu ada. Dari apa yang telah saya baca dan pelajari, saya menyimpulkan bahwa masalah UFO ini adalah hal yang serius. Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) pernah melakukan sidangnya untuk membahas soal UFO pada tahun 1978. Bahkan ahli UFO dari Amerika Serikat, J. Allen Hynek, pernah datang ke Indonesia atas undangan dari Bapak Adam Malik, untuk bertemu dengan ketua LAPAN waktu itu, Bapak J. Salatun. Pertemuan itu juga ditayangkan oleh TVRI. Sejak tahun 1997, dengan maraknya internet serta kemudahan mengakses informasi, maka makin banyak artikel dan berita tentang UFO yang bisa dipelajari. Saya dengan beberapa teman kemudian membentuk sebuah komunitas yang sama-sama tertarik soal UFO. Komunitas ini berbasis internet 3

dan menggunakan mailing list sebagai sarana komunikasinya. Nama komunitas ini adalah BETA-UFO. Kata BETA berasal dari singkatan Benda Terbang Aneh, dan UFO adalah singkatan dari Unidentified Flying Object. Komunitas ini kini telah berusia 25 tahun lebih dan pernah melakukan berbagai kegiatan mengunjungi situs arkeologi seperti candi Sukuh, melakukan perburuan UFO di lokasi-lokasi yang tercatat sering muncul UFO, seperti di daerah Dago, Bandung, hingga investigasi ke lokasi munculnya crop circle di Yogyakarta di tahun 2011. Beberapa anggota komunitas BETA-UFO pernah melihat UFO dan dapat mengabadikannya. Namun melihat UFO atau berhasil merekamnya dalam bentuk video tidak serta merta menyenangkan, sebab bisa saja orang kemudian mengomentari dengan negatif. Misalnya dianggap mabuk, berbohong bahkan mungkin cemoohan lain yang menyakitkan hati. Memburu UFO memang tidak mudah. Kehadirannya tidak bisa diprediksi seperti jadwal dan rute penerbangan pesawat komersial. Biarpun mata selalu memperhatikan langit, belum tentu nampak UFO yang lewat. Di sisi lain, ketika berhasil melihat UFO, maka cemoohan yang diterima. Ini seakan tidak adil, sebab orang tidak pernah dipertanyakan kewarasannya ketika mengaku melihat makhluk halus, tapi ketika mengatakan melihat UFO atau alien, maka respon yang berbeda yang akan diterimanya. Memang tidak dipungkiri juga, ada banyak orang yang melakukan upaya cemoohan dengan membuat foto-foto UFO hasil rekayasa yang kemudian ditampilkan di internet. Ini juga merupakan salah satu suka dukanya. Sebab seringkali kami merasa senang mendapatkan sebuah bukti foto yang meyakinan, namun ternyata foto itu adalah palsu. Bahkan pembuatnya sering tertawa karena berhasil mengelabuhi orang lain. Untuk itu, komunitas BETA-UFO memiliki tim untuk 4

menguji laporan penampakan UFO. Seperti misalnya di tahun 2008 dulu, pernah ada foto UFO terpotret di Dago, Bandung, yang beredar di internet, namun setelah diselidiki langsung ke lokasi, maka dapat dipastikan bahwa foto UFO itu hanya bayangan lampu di kaca jendela. Berburu UFO sendiri memerlukan perlengkapan yang tidak terlalu istimewa. Cukup kamera yang memadai, binocular, kompas dan peta. Jika memiliki alat semacam detektor UFO, hal itu juga bisa berguna. Namun efektivitas alat ini juga tergantung jarak UFO tersebut dekat atau tidak. Penggemar fenomena UFO sendiri terbagi dalam beberapa tipe. Ada yang suka berburu UFO di lapangan, ada yang melakukan penyelidikan dengan wawancara atau investigasi lapangan. Ada juga yang melakukan riset dokumendokumen yang ada. Bahkan ada juga yang tertarik ingin menemukan teknologinya untuk merancang atau membuat pesawat sejenis. Tentu saja, hal itu tergantung dari minat dan potensi masing-masing. Semua punya peran masing-masing. Fenomena UFO sendiri belum masuk ranah ilmiah. Ada yang menganggap hal ini sebagai sebuah hobby, namun ada juga yang merasa bukan sekedar hobby. Sesuatu dianggap sebagai hobby berarti hal itu dilakukan pada saat luang dan menyenangkan. Sejauh ini, mengapa seseorang mempunyai minat yang mendalam soal UFO, bisa karena beberapa sebab. Pertama, mungkin karena dia pernah mengalami sendiri, entah melihat UFO, kontak dengan alien atau diculik oleh alien. Ada beberapa orang yang mengaku pernah kontak atau diculik oleh alien. Kedua, karena membaca dan kemudian tertarik. Ketiga, bisa karena kenal dengan seorang tokoh pengamat UFO, kemudian tertarik ikut juga. Terlepas dari hal ini, rasa ingin tahu akan UFO ini sebenarnya cukup besar. Walau biasanya jarang ada orang yang mau secara terang-terangan mengakui bahwa UFO 5

itu ada atau secara serius mempelajarinya. Semua itu memang banyak dikarenakan adanya cemoohan, bahkan orang yang melaporkan bahwa dirinya telah melihat UFO, terkadang bisa mempengaruhi kariernya, sehingga akhirnya lebih baik baginya untuk diam saja.

6

Bab 2 Berburu UFO: Hobby atau pilihan profesi? Saat ada internet kemudian marak media sosial, saya bertemu lagi dengan teman-teman alumni dan kemudian saliang berkomunikasi di group whatsapp. Ada group alumni kampus, SMA maupun SMP. Banyak di antara mereka yang masih ingat dan mengenal saya sejak dulu suka tentang UFO. Keberuntungan bagi saya, teman-teman saya tidak membully saya karena minat saya ini. Mereka justru menyatakan sikap respek karena rekam jejak saya yang dianggap konsisten. Saya pernah mendirikan dan mengelola beberapa komunitas pemerhati fenomena UFO dan juga menerbitkan majalah serta menulis beberapa buku tentang UFO. Bagi saya, boleh jadi ini sudah lebih dari sekedar hobby. Sepertinya ini passion saya, atau bahkan sebuah obsesi. Namun apakah ini layak menjadi pilihan profesi? Entahlah. Yang penting saya melakukannya karena itu telah menjadi bagian dari hidup saya. Fenomena UFO memang menarik untuk diselidiki. Banyak yang sudah punya profesi terkenal seperti musisi Tom DeLonge dari Blink-182 juga menekuni dunia ini. Juga dulu ada penyanyi Robbie Williams. Mantan personel Take That itu konon sekarang rajin berburu UFO sambil berkemah. 7

Belakangan menurut teman dekatnya, Robbie memang senang berkemah. Tempat favorit Robbie untuk berkemah adalah di California, Amerika Serikat. California memang terkenal sebagai lokasi yang sering terlihat UFO. Robbie Williams mengungkapkan bahwa obsesinya terhadap alien dan paranormal datang dari ibunya yang ahli membaca kartu tarot. Artis penyanyi itu dilaporkan mengisi kekosongan waktunya dengan meneliti alien, hantu dan menghadiri konvensi UFO. Williams mengatakan bahwa pengunjung dari luar angkasa adalah “hal terbaik” yang pernah terjadi di planet ini. Williams mengaku telah melihat UFO dalam tiga kesempatan, bahkan mengatakan bahwa ia mungkin akan berhenti menyanyi untuk menjadi ufolog secara penuh. Berbeda dengan Robbie Williams, Tom Cruise beranggapan bahwa alien akan menyerang bumi. Aktor ini dikabarkan membuat bunker dengan biaya 5 juta poundsterling di bawah tanah kediamannya di Colorado. Untuk apa? Untuk melindungi mereka dari serangan alien. Tempat berlindung itu dilengkapi dengan peralatan dan sistem yang canggih. Ruangan itu cukup untuk menampung hingga 10 orang. Demam UFO tidak hanya di kalangan selebritis. Ilmuwan Jepang saat ini sibuk berburu keberadaan alien dan UFO. Tidak tanggung-tanggung, guna menguak misteri itu, para ilmuwan bergabung dalam sebuah proyek di Nishi-Harima Astronomical Observatory (NHAO) yang bermarkas di Sayo Town, Daerah Administrasi Hyogo, Jepang Timur. Narusawa menjelaskan, dalam meneliti keberadaan alien dan UFO, pihaknya menggunakan sejumlah teleskop serta alat pendeteksi gelombang dan cahaya. Alat alat itu, kata Narusawa, dapat menangkap sinyal yang diduga bukan berasal dari bumi. Sinyal tersebut kemudian diteliti dan dicari asalnya. “Setiap orang setidaknya pernah berpikir sekali apakah luar

8

angkasa itu tak terbatas dan apakah alien benar-benar ada,” papar Narusawa. Pilihan profesi? Di kalangan pengamat UFO, memang tidak semua memiliki hobby yang sama. Umumnya bisa dibedakan dalam 4 tipe, yaitu pertama adalah pemerhati UFO, yaitu orang yang suka membaca dan mengikuti perkembangan berita atau informasi tentang UFO. Kedua adalah UFO hunter atau pemburu UFO, mereka adalah yang sengaja melakukan perburuan, dengan tujuan bisa mengambil gambarnya, atau mengumpulkan bukti lain yang ada. UFO hunter umumnya akan mendatangi daerah-daerah tertentu yang ditengarai sering terlihat UFO, mencoba mengamati langit dan siap dengan peralatannya untuk mengabadikan hal itu. Di luar negeri ada yang berprofesi khusus sebagai UFO hunter dan berharap bisa memperoleh imbalan atas hasil foto atau video yang dapat diambilnya. Mereka biasanya menjual bukti foto/video itu ke stasiun televisi atau ke organisasi atau penyelidik UFO. Ada juga yang bekerja sama dengan sebuah stasiun TV dan membuat reality show mengenai UFO. Yang ketiga adalah UFO investigator. Mereka melakukan investigasi atau penyelidikan, umumnya ke lapangan sehubungan dengan adanya laporan penampakan UFO yang diterimanya, mengumpulkan bukti-bukti yang ada, mewawancara penduduk setempat terutama saksi mata dan jika ada bekas pendaratan, maka akan diperiksa kondisi tanah dan kandungan radiasinya. Misalnya, ada laporan penampakan UFO di Sukabumi dan dikabarkan mendarat di sana. Maka seorang UFO investigator akan bergegas menuju ke daerah tersebut untuk melakukan penelitian. Hal mana, belum tentu 9

seorang UFO hunter berminat melakukan penyelidikan serupa. Tipe keempat adalah UFO researcher atau peneliti UFO. Umumnya peneliti UFO melakukan analisa terhadap apa yang telah dikumpulkan oleh UFO investigator atau melakukan studi dari buku atau teori yang ada. Seorang peneliti UFO bisa juga sekaligus seorang penyelidik UFO. Ini agak berbeda dengan tipe ketiga, sebab belum tentu seorang peneliti UFO suka melakukan investigasi lapangan. Kadang juga terbentur dengan sarana atau peralatan yang dimiliki. Ada banyak klasifikasi peneliti UFO, sebab teori tentang UFO memang beraneka ragam. Misalnya ada yang mengkhususkan diri pada masalah konspirasi alien, ada juga yang suka dengan astronaut dari luar bumi di jaman purba (ancient astronaut), atau menyukai tentang artefak, arkeologi atau peradaban yang ditemukan di bulan atau planet lain, di mana biasanya mereka berusaha mencari bukti dari foto yang diambil dari wahana antariksa dan menelusuri apakah ada anomali di gambar tersebut. Ada juga yang tertarik secara khusus terhadap kasus alien abduction, mungkin juga kasus

UFO sudah mulai dianggap sebagai hal yang serius dan dibicarakan dalam sidang kongres AS dan juga forum resmi NASA.

10

lain yang berkaitan dengan UFO seperti mutilasi ternak, crop circle, orbs, chemtrails atau bahkan secara khusus pada bagaimana teknologi dan teknik pembuatan UFO. Hal ini memang tergantung dari minat dan juga latar belakang pendidikan atau pengalaman yang bersangkutan. Keempat tipe ini tentu bisa sekedar hobby, namun bisa juga menjadi sebuah profesi. Tentu apakah profesi itu menjanjikan dari segi finansial, hal itu adalah masalah lain. Seseorang peneliti atau penyelidik UFO bisa saja menjadi seorang pembicara seminar UFO atau penulis buku yang terkenal. Seorang UFO hunter juga bisa memperoleh pendapatan dari foto-foto yang diambilnya. Biasanya, para penyelidik atau peneliti UFO yang kemudian berusaha membuktikan, apakah foto-foto itu benar atau rekayasa. Mengapa suka UFO? Sebagai sebuah hobby barangkali bisa dibilang wajar. Namun bagaimana ketika seseorang lantas menjadi serius menekuni hal ini? Orang kemudian menjadi bertanya-tanya, mengapa begitu suka dengan UFO? Apakah tidak membuangbuang waktu saja? Bahkan tidak hanya itu, tenaga, pikiran dan juga uang diperlukan untuk hal ini. Ya, sebagai sebuah hobby, memang membutuhkan “pengorbanan”. Orang lain mungkin tidak bisa memahami mengapa seseorang menjadi suka dengan fenomena UFO. Ada beberapa sebab mengapa orang suka dengan UFO. Pertama, yang bersangkutan pernah punya pengalaman melihat UFO atau bahkan mungkin pernah kontak atau diculik oleh alien. Pengalaman ini menimbulkan rasa ingin tahunya dan dia kemudian berusaha untuk mencari tahu lebih banyak lagi. Pada kasus alien abduction, mereka berusaha menjelaskan apa yang terjadi dengan dirinya. Pengalaman 11

pribadi ini yang kemudian membawanya untuk mencari komunitas pemerhati masalah UFO. Kedua, bisa saja seseorang suka dengan UFO karena pernah membaca atau melihat foto UFO di buku, televisi atau media massa lain. Di tahun 1980-an, banyak pembaca buku Erich von Däniken yang suka dengan teori tentang adanya hubungan antara nenek moyang kita dengan makhluk luar angkasa di masa lalu, dan hal ini membuat orang tertarik dengan UFO. Mereka belum pernah sama sekali melihat UFO. Sebagian besar memang ingin melihat UFO, namun hal itu sudah menumbuhkan minat mereka untuk ingin tahu lebih banyak, bahkan tak jarang kemudian serius menekuni hal ini. Ketiga, seseorang mungkin suka dengan UFO karena kenal dengan seorang peneliti, penyelidik atau pemburu UFO. Perkenalan, pertemanan atau mungkin masih keluarga, menyebabkan orang tersebut ikut suka dengan hal yang sama.

Brinsley Le Poer Trench, seorang ufolog asal Inggris yang mempunyai teori tentang peradaban kuno di planet Mars dan juga pendapat bahwa UFO berasal dari dalam Bumi.

12

Mungkin awalnya diajak bersama-sama berburu UFO, sehingga akhirnya juga penasaran dengan fenomena ini. Keempat, seseorang suka UFO karena merasa dirinya adalah star people. Apa itu star people? Brad Steiger dan juga Dr. Richard Boylan mempunyai teori bahwa ada orang-orang tertentu yang merupakan Star Kid (anak bintang) atau Star Seeds. Mereka konon merupakan semacam “titisan” dari makhluk luar angkasa untuk hidup di bumi. Mereka merasa mempunyai misi tertentu untuk kebaikan umat manusia. Ada beberapa karakteristik yang dimiliki oleh Star People ini menurut Brad Steiger maupun Dr. Richard Boylan, salah satunya adalah suka akan fenomena UFO dan merasa dirinya adalah pendatang di bumi ini, hal mana yang sulit dijelaskan oleh yang bersangkutan sendiri. Resiko dicemoohkan Ketika seorang remaja menyukai soal UFO, keluarga masih menganggap hal itu wajar-wajar saja. Namun saat yang bersangkutan menginjak dewasa dan tetap menekuni hobby yang satu ini, sering kali keluarga atau lingkungan sekitar mulai mencemoohkan. Hal ini membuat mereka kemudian menjadi tertutup dan jarang mau membicarakan topik ini dengan orang lain, termasuk dengan keluarga atau pasangannya sendiri. Biasanya juga, mereka baru bisa berbicara atau berdiskusi ketika masuk di sebuah komunitas yang memang khusus mengenai UFO. Mereka yang suka UFO sering dianggap aneh, nerd (kuper, kurang gaul), pemimpi atau kebanyakan menonton film fantasi. Menekuni dunia UFO sering dianggap hanya mainmain dan buang-buang waktu saja. Barangkali hal ini karena diukur dengan imbalan apa yang diterima atas terpakainya

13

waktu dan biaya yang dikeluarkan. Padahal ada banyak hobby lain yang menghabiskan biaya yang jauh lebih banyak. Karena cemoohan ini, seringkali minat yang sudah muncul sejak kecil ini, akhirnya terpendam dan padam, apalagi kemudian sibuk dengan pekerjaan atau aktivitas sehari-hari. Bahkan ada juga yang patah semangat saat mendapat cercaan dari orang lain. Memang, dibutuhkan mental khusus jika ingin menekuni hobby ini secara serius. Hobby yang ada akhirnya tersalurkan lewat menyaksikan film-film fiksi mengenai kehidupan di luar bumi, seperti serial Star Trek, X-Files, Star Wars, dan lainnya. Jika yang bersangkutan suka membaca, boleh jadi dia akan mengumpulkan kliping berita atau artikel mengenai UFO. Kemudahan internet di masa kini juga sangat membantu untuk mencari informasi lebih banyak tentang misteri UFO ini. Semua itu memberi keasyikan tersendiri. Tentu, pilihan akan kembali ke diri masing-masing. Yang pasti, misteri ini dari hari ke hari makin menarik. Orang tidak mudah putus asa untuk berhenti menyelidikinya hanya karena bertahuntahun hal ini masih belum terpecahkan. Menjadi rasa penasaran, siapakah mereka yang datang itu? Bagaimana sistem kerja pesawat yang dimiliki mereka? Hingga angan-angan untuk bisa menjalin kontak dengan mereka serta jika mungkin diajak untuk naik ke pesawatnya dan berjalanjalan di jagad raya. 14

Anda termasuk tipe pengamat UFO yang mana? Ada beberapa jenis pengamat atau pemerhati masalah UFO yang sering membuat diskusi kadang tidak bisa ‘nyambung’, yaitu: 1. Pengamat berdasarkan agama, dalam hal ini berusaha mencari penjelasan lewat kitab suci agama yang diyakini sebagai kebenaran. Tipe ini suka menggunakan referensi ayat-ayat dalam kitab sucinya. Berdiskusi dengan tipe ini, jika kebetulan tipenya sama (sama-sama pengamat berdasarkan agama/kitab suci yang sama), hasilnya akan cuma saling menguatkan saja, tidak ada adu argumentasi. Akan sulit ketemu jika mereka berasal dari agama yang berbeda. 2. Pengamat UFO yang suka soal penampakan UFO. Tipe ini sangat suka mengumpulkan, mendata atau mencari informasi tentang penampakan UFO. Kisah penampakan adalah hal yang menarik baginya karena berdasarkan data atau informasi dari penampakan (sightings), mereka berusaha menemukan pola, bentuk dan hal-hal yang bisa digali dari hasil laporan yang ada. Mereka juga menyukai berita-berita penampakan maupun pemunculan hal yang berhubungan dengan UFO, misalnya crop circle atau animal mutilation (termasuk chupacabra/penghisap darah hewan ternak). 3. Pengamat UFO berdasarkan pandangan metafisika atau paranormal. Definisi paranormal di sini berkaitan dengan hal yang bersifat metafisika atau dimensi lain, namun tidak menggunakan referensi agama atau kitab suci. Bisa dari mata batin atau kekuatan serta pandangan metafisika untuk mencari jawaban atas pertanyaan tentang UFO. Hal ini bisa dilakukan dengan kemampuannya sendiri, misalnya lewat kemampuan untuk perjalanan astral (out of body 15

experience) atau lewat channeling (medium atau perantara manusia yang digunakan alien untuk suaranya), atau bertanya kepada orang yang dianggap sebagai ‘orang pintar’. Beberapa suka dengan aliran new age, percaya dengan Atlantis atau Lemuria serta kekuatan kosmis dari dimensi yang lebih tinggi. 4. Pengamat UFO berdasarkan ilmu eksakta. Tipe ini menggunakan teori-teori ilmu fisika, kimia, dan lainnya untuk menjelaskan tentang fenomena UFO. Jika menggunakan teori fisika, biasanya mendalami juga mekanika quantum dan dimensi lain akan dianggap sebagai parallel universe (atau sejenisnya). Masuk juga dalam kelompok ini yang memiliki pemikiran logis matematis atau dididik dengan dasar keilmuan serta sikap skeptis. 5. Pengamat UFO yang berdasar teori konspirasi. Tipe ini umumnya meyakini makhluk di balik UFO itu ada dan berada di antara manusia serta memainkan peranan yang sangat kuat dalam sistem kepemerintahan dunia. Umumnya tidak menggunakan teori-teori ilmiah namun menyukai analisis dengan pemikiran sendiri melalui kemungkinankemungkinan yang dikait-kaitkan dengan masalah UFO. Umumnya tipe ini mudah percaya (believer). Termasuk di antaranya meyakini bahwa NAZI membuat pesawat UFO yang disebut Haunebu serta percaya pada teori hollow earth (bumi berongga). 6. Pengamat UFO berdasarkan ilmu sosial. Berbeda dengan ilmu eksakta, pengamat UFO ini mencoba menjelaskan fenomena UFO berdasarkan ilmu sosial, misalnya berkaitan dengan masalah antropologi, sosiologi, psikologi, politik dan sejenisnya. Agak mirip dengan penganut teori konspirasi, namun berbeda bahwa umumnya tipe ini lebih rasional dan bukan tipe ‘believer’ namun cenderung skeptis. 16

Giorgio A. Tsoukalos dan Erich von Däniken, terkenal dengan pandangannya mengenai ancient aliens

7. Pengamat UFO penggemar teori astronout kuno (ancient astronauts). Dimulai dari ide dari Erich von Däniken dan kemudian oleh Zecharia Sitchin dengan teori tentang Anunnaki serta Planet X. Penganut teori ini menyukai kisah-kisah mitologi serta umumnya mereka menganggap kitab suci sebagai bukti penampakan UFO di masa lalu, meski mereka bukan penganut agama tersebut. Mereka umumnya punya keyakinan (termasuk tipe believer juga atau mudah percaya) bahwa para dewa atau malaikat adalah makhluk luar angkasa. Mereka suka dengan candi-candi, kuil para dewa, temuan arkeologis yang unik dan misterius. 8. Pengamat UFO yang sangat skeptis. Tipe ini menyukai fenomena UFO namun sekaligus tidak mudah percaya. Agak mirip dengan tipe skeptis dari pengamat dengan latar belakang ilmu eksakta, namun tipe ini mudah percaya pada berita bantahan. Misalnya, diberitakan ada penampakan 17

UFO di daerah tertentu. Seandainya ada satu berita saja yang mengatakan bahwa hal itu ternyata adalah lampu sorot, maka dia langsung tidak mempercayainya. Tipe ini cocok untuk menguji keabsahan dari sebuah laporan, namun seringkali mereka juga mudah percaya dengan bantahan (padahal bantahan itu sendiri belum tentu benar). Secara umum tipe ini lebih percaya bahwa UFO itu kendaraan canggih yang dirahasikan milik salah satu negara adi daya. Meski dibedakan beberapa tipe ini, seseorang bisa saja merupakan gabungan lebih dari satu tipe.

18

Bab 3 Tantangan Menjadi Seorang Ufolog Sheryl Gottschall, seorang peneliti paranormal yang juga pimpinan dari UFO Research Queensland (UFORQ) di Brisbane, Australia, pernah menulis, Anda mungkin ditakdirkan menjadi sukarelawan peneliti UFO. Yang dikarenakan pengalaman close encounter yang pernah Anda alami. Pertanyaan sederhana namun tidak mudah dijawab adalah: “Mengapa seseorang mau bekerja keras untuk sesuatu yang mereka sukai tanpa perlu untuk dibayar?” Tiap orang memang memiliki alasan sendiri-sendiri, namun seorang ufolog sejati akan menjawab seperti ini: “Orang yang memperoleh hasil jerih payah yang maksimal adalah mereka yang bekerja dengan sukarela.” Sebuah paradoks yang unik bukan? Orang-orang yang terjun di bidang ini sadar bahwa “lebih” bukan berarti “lebih baik”. Berjuang memperoleh uang yang lebih banyak tidak berarti dia lebih bahagia dalam mencapai kesempurnaan hidup. Philip Berman menulis dalam bukunya, “The Courage of Conviction”, “seseorang bisa berpikir bahwa kekayaan yang berbentuk harta adalah yang utama namun pada saat bersamaan intelektual dan spiritual seseorang yang berpikir demikian akan berkurang.” 19

Ufologi merupakan bidang di mana kita tidak perlu bingung soal memiliki uang banyak atau tidak karena para ufolog yang tidak hanya mencari cara untuk menyediakan waktu yang lebih untuk mempelajari fenomena UFO. Mereka dengan senang hati membiayai risetnya sendiri hingga terkadang finansial mereka terkuras. Karena itu tantangan pertama yang kita hadapi adalah finansial. Memang ada juga lahan lain untuk memperoleh uang dengan catatan para ufolog berani menunjukkan hasil karyanya dengan sukarela. Menulis buku tentang hasil risetnya merupakan salah satu contoh. Akan tetapi perlu disadari cara ini tidak akan menjadikan seorang ufolog itu kaya raya, mungkin hanya akan mengembalikan sedikit modal atas usaha yang sudah mereka lakukan. Keuntungan lain adalah reputasi yang menyebabkan mereka banyak diundang dalam ceramahceramah ilmiah di seluruh dunia. Tapi perlu anda ingat kembali biaya perjalanan ditanggung bukan berarti modal anda akan kembali ke kantong. Pada umumnya ufolog akan mengubah pandangan menjadi “sukarelawan yang sederhana” dengan membeli alat yang membiayai perjalanan untuk risetnya. Cara hidup seperti ini ternyata cukup membuat mereka puas dan tidak lagi memikirkan hal-hal yang menguras finansial. Karena ketertarikan dalam bidang tersebut sudah cukup memuaskan. Meskipun bidang Ufologi secara finansial dapat berjalan dengan cara tersebut, seseorang masih bisa bekerja dan ada penghargaan lain selain uang yaitu pengakuan. Pengakuan merupakan penghargaan yang utama dibutuhkan manusia untuk merasa puas. Rasa diakui, diterima dan dipuji dalam pandangan kelompok lain jauh lebih berarti daripada penghargaan yang lain. Namun, pengakuan bisa tidak cocok jika hasilnya tidak sesuai dengan kenyataan. Karena itu kita dihadapkan pada tantangan yang kedua yaitu ego. 20

Ada beberapa ufolog membutuhkan pendapat dari orang lain untuk memperoleh kebenaran dari hasil risetnya. Namun ada juga yang tidak membutuhkannya. Orang-orang seperti ini harus mempunyai pengakuan dan bukti yang valid atas hasil risetnya. Di lingkaran UFO, seseorang tidak dapat mengesampingkan dalam memberi bantuan atau melawan pendapat ufolog lainnya. Jika anda tidak mampu menerima perbandingan dari peneliti lain, maka akan terjadi ketidakharmonisan dan pengelompokan. Karena manusia itu memiliki ego sangatlah lazim bila kita butuh pengakuan. Namun saat seorang mulai mencari pengakuan sebagai ganti dari mencari jawaban atas penyelidikannya, Ufologi akan menjadi bidang yang egois, tidak seimbang dan hasilnya akan negative. Dan hal-hal seperti cara penanganan untuk memerangi hasil riset yang “egois” tersebut telah dilakukan dalam suatu komunitas UFO. Berlawanan dengan tantangan tersebut adalah kebebasan yang memang dimiliki tiap peneliti dalam menempa hasil penelitiannya. Ufolog bebas untuk mendapatkan ketertarikan personal dan arena riset dan tidak merasa terpaksa untuk menggunakan cara yang terbatas yang banyak dipakai oleh para ilmuwan. Ufologi memberikan lapangan yang luas untuk meneliti sesuai bakat serta menampung semua ide bagi semua orang namun bisa juga menolak semua masukan tersebut. Tanpa ada kesepakatan macam ini, mungkin tidak akan banyak sukarelawan yang akan meneliti UFO. Tantangan yang ketiga adalah idealisme. Seseorang yang memiliki idealisme yang kuat akan menimbulkan toleransi yang kecil karena akan membuat orang tersebut apatis atas lemahnya cara pandang umum tentang dunia baru dan makhluk-makhluk lain yang ada. Karenanya pikiran “menentang” akan muncul perasaan dipisahkan dan diasingkan dari masyarakat umum. Komunitas UFO perlu menjaga 21

perasaan semacam ini dengan cara menjembatani mereka yang memiliki perasaan terasing seperti ini. Tantangan keempat adalah menjaga semangat menghidari kelelahan yang amat sangat dan menurunkan semangat karena ada perasaan tanpa tujuan. Hal-hal tersebut menjadi tantangan untuk menerima hasil penelitian adalah sama saja dengan “mencambuk kuda berkali-kali”. Karena idealismenya, Ufolog akan bersedia memberikan pengorbanan, namun tidak bisa diterima secara langsung oleh masyarakat luas. Ufolog membutuhkan waktu yang lama supaya masyarakat luas yang dikenal sebagai makhluk yang terkadang keras kepala dan memiliki tingkat penyangkalan yang tinggi sehingga mereka bisa menerimanya. Untuk sementara, anggota komunitas UFO harusnya mampu mempertahankan keyakinannya dan menunggu hingga saatnya tiba. Tentu masih ada tantangan-tantangan yang lain, tapi keempat tantangan tersebut di atas adalah yang paling penting dan umum yang ditemui para ufolog sehingga kita bisa mencari cara untuk menanggulanginya. Saran bagi Ufolog dari Clas Svahn, seorang jurnalis dan pimpinan dari UFO-Sweden: 1. Jangan libatkan perasaan Anda karena jika masalah muncul dan membutuhkan observasi, Anda tidak akan dapat memecahkannya karena tidak bisa melihat secara keseluruhan permasalahan. 2. Janganlah berteman terlalu dekat dengan saksi mata karena akan ada persepsi bahwa Anda akan selalu mempercayai tiap ucapannya daripada membenarkan kenyataan. 3. Jangan hanya membaca buku-buku tentang UFO saja, namun Anda juga harus bisa memilih buku lain yang layak baca. Karena bisa saja jawaban yang Anda perlukan itu ternyata bersumber dari buku jenis lainnya

22

Serial dari History Channel yang berjudul UFO Hunters ini sangat bagus untuk dijadikan salah satu referensi bagaimana melakukan investigasi kasus-kasus UFO yang dilaporkan.

4. Ingatlah selalu untuk membedakan antara fakta dan pendapat. Pengalaman seseorang adalah bahan untuk investigasi – bukan bahan untuk menemukan jawaban. 5. Jangan pernah berhenti untuk mencari fakta-fakta baru. Semakin banyak fakta yang Anda dapat, semakin mudah Anda mendapat kebenaran. Sebaliknya semakin sedikit fakta yang Anda kumpulkan, semakin Anda kewalahan untuk menemukan fakta tentang UFO. 6. UFO asli itu jarang muncul. Jika Anda berpikir bahwa Anda sudah menemukannya Anda mungkin tidak akan meneliti kasus macam ini secara teliti. 7. Upayakan agar hasil penelitian Anda bisa dipakai sebagai referensi oleh peneliti lain meskipun mereka tidak menyumbangkan pandapatnya. Sering terjadi bahwa pendapat seseorang bisa benar dan bisa juga salah. 23

8. Jangan lupa bahwa UFO adalah benda asing yang melayang di udara yang belum diinvestigasi dengan sebenar-benarnya oleh seorang peneliti secara obyektif. 9. Peganglah prinsip “Patahkan idealismemu” saat Anda bertemu dengan fakta-fakta baru yang bermunculan. 10. Penelitian dalam UFO tidak memerlukan wewenang tertentu karena hanya melibatkan para peneliti – yang juga sama dengan manusia biasa yang memiliki kekurangan – namun memiliki kelebihan dalam bidang pengetahuan yang mau bekerja keras untuk mendapatkan jawaban 11. Pekerjaan Anda tidak untuk membela apapun tentang UFO beserta ilmu UFO (Ufologi) namun bekerjalah sebaik mungkin sehingga hasil karya Anda tidak hanya tuntas dengan menjadi sebuah pertanyaan.

24

Bab 4 UFO, tahayul atau masuk akal adanya? Tulisan ini bermula dari posting ke milis BETA-UFO tentang kejadian di Mamuju, Sulawesi Barat, bahwa ada penampakan kuntilanak yang melayang-layang dan hinggap di atas sebuah rumah. Ada yang mempertanyakan, mengapa topik ini dibahas di milis UFO, bukankah ini hal yang bersifat tahayul? Namun ada juga yang mengemukakan bahwa penampakan ini bisa dikategorikan kasus Unidentified Flying Humanoid. Namun diskusi berkembang dengan mempertanyakan, apakah UFO juga merupakan hal yang bersifat tahayul? Saya melontarkan sebuah pertanyaan, orang yang percaya UFO itu ada, barangkali tidak berbeda dengan yang percaya kuntilanak itu ada... hanya kita mungkin kesannya lebih “modern”. Apa dan bagaimana tahayul itu dan benarkah percaya adanya UFO itu merupakan tahayul? Tahayul adalah sesuatu kepercayaan terhadap hal-hal yang tidak rasional; yaitu tanpa adanya penjelasan atau bukti yang masuk akal. Menurut Indra, salah seorang anggota BETA-UFO mengatakan bahwa UFO believers, in certain degree, bisa dikatakan ‘tahayul’ believer. Menurut Wikipedia, 25

superstition is a credulous belief or notion, not based on reason or knowledge. The word is often used pejoratively to refer to folk beliefs deemed irrational, which is appropriate since irrational means “not based on reason”, yang bisa diterjemahkan: takhayul adalah keyakinan atau gagasan yang mudah dipercaya, tidak didasarkan pada akal atau pengetahuan. Kata ini sering digunakan secara merendahkan untuk merujuk pada kepercayaan masyarakat yang dianggap tidak rasional, yang memang tepat karena irasional berarti “tidak berdasarkan akal”. Manusia dalam perjalanan hidupnya berusaha mencari pengertian. Man search for meaning, termasuk berusaha mencari pemahaman tentang dirinya sendiri. Alam dan semesta ini juga menarik perhatian manusia, seakan ada keteraturan namun sekaligus kadang ada kekacauan. Hidup bisa berjalan biasa-biasa saja, namun tiba-tiba ada katastrofe (bencana). Hal semacam ini dibahas dalam filsafat metafisika dan filsafat alam. Pengertian metafisika di dalam filsafat barat tidak sama dengan metafisika yang muncul di tabloid (yang artinya mistik). Manusia sebelum filsafat, menjelaskan fenomena alam dengan mitos. Ada dewa yang mengatur angin. Hujan juga ditentukan oleh perintah dewa atau malaikat. Bahkan mungkin sampai saat ini, orang meninggal berarti ada malaikat yang mencabut nyawanya. Filsafat mencoba menjawab pertanyaan itu dengan reason, dengan akal manusia. Seperti yang ditulis di sebuah buku filsafat, takhayul membakar dunia, filsafat memadamkannya. Sesuatu disebut tidak masuk akal jika secara pemikiran kita hal itu dianggap tidak logis. Manusia punya cara untuk mencari jawaban. Ini disebut dengan istilah epistemologi. Jika cara menemukan jawaban ini tidak logis, tidak sesuai dengan kaidah filsafat atau ilmu pengetahuan, maka hal itu akan 26

dianggap tidak masuk akal. Misalnya, jenglot dikatakan berasal dari manusia yang dulunya ngelmu (mencari ilmu) dan kemudian tubuhnya mengkerut hingga sedemikian kecil dan tetap suka minum darah. Tak ada penjelasan akal (reason) maupun sains bagaimana hal itu bisa terjadi. Maka ini disebut tahayul. Termasuk jika Anda percaya bahwa kutukan ibunya Malin Kundang bisa sangat ampuh yang membuat anaknya jadi batu, itu juga tahayul, sebab secara akal dan sains, jelas tidak mungkin. Demikian juga saat orang mendengar cerita orang melihat UFO, dianggapnya tidak masuk akal.

Tentu saja, ada upaya untuk menjelaskan secara akal (reason) dan sains mengenai cerita-cerita yang usianya sudah ribuan tahun. Barangkali masalah pemaknaannya yang berbeda, sehingga lahirlah kemudian ilmu tafsir atau hermeneutika. Misalnya, bagaimana bencana air bah terjadi, bagaimana laut merah bisa terbelah, bagaimana proses bencana yang menimpa Sodom dan Gomora, termasuk kisah pasukan gajah yang dikalahkan oleh Ababil. Tentu ada upaya yang membiarkan bahwa cerita itu tetap sebagai cerita dengan sejumlah pesan moral di dalamnya, namun ada juga yang berusaha mencari penjelasan yang masuk akal, bagaimana hal itu bisa terjadi. Jika nalar kita gagal menjelaskannya termasuk apalagi dengan sains juga tidak berhasil, di situlah kita akan mengatakan bahwa hal itu tidak masuk akal. Menganggap tidak masuk akal bisa juga bagian dari sifat manusia yang skeptik. 27

Orang akan cenderung skeptik terhadap sesuatu yang di luar keyakinannya. Contoh lain adalah mengenai miracle, mukjijat, apakah itu tahayul? Bagaimana miracle bisa merupakan sesuatu yang masuk akal? Tentu tidak mudah. Itu sebabnya, bagi yang mempercayai adanya miracle, tentu lompatannya bukan ke tahayul, tapi ke iman. Tahayul dan iman adalah hal yang berbeda (menurut kajian filsafat). Tapi ada batasannya, iman yang baik adalah pakai rasio, seperti yang pernah ditulis oleh Paus Yohanes Paulus II, yaitu Fides et Ratio. Iman yang buta itu bisa masuk pada fideisme... percaya buta, dan barangkali percaya pada hal yang tahayul juga termasuk fideisme. Reason adalah akal. Rasional artinya dapat dipikirkan dan masuk akal. Untuk itu memang perlu penjelasan logika. Melalui filsafat, orang bisa saja misalnya menjelaskan tentang eksistensi tuhan. Tentu dalam artian bahwa melalui reasonnya, orang (tidak semua) bisa mengenal adanya supreme being.

Film Contact yang diangkat dari novel fiksi ilmiah karya Carl Sagan, memberi pandangan tentang adanya kehidupan di luar Bumi. Bahkan dianggap alangkah mubazirnya alam semesta yang sangat luas ini jika makhluk hidup hanya ada di Bumi.

28

Itupun, argumen maupun kesimpulan dari hasil penalaran tetap terbuka untuk didiskusikan dan dikritisi. Demikian halnya dengan UFO atau makhluk dari luar angkasa. Hal ini menurut saya juga berangkat dari sebuah premis yang diolah melalui akal (reason). Misalnya, apakah manusia hanya sendirian saja di alam semesta ini? Apakah hanya planet bumi yang berisi makhluk hidup? Dengan ditemukannya planet-planet lain serta adanya kehidupan di planet lain (bahwa bumi bukan planet yang sangat istimewa dan eksklusif), melalui reason kita kemudian bisa menyimpulkan bahwa sangat mungkin adanya kehidupan di planet lain, bahkan bisa jadi kehidupan yang cerdas. Demikian juga perjalanan antar bintang yang makin hari makin mungkin, membuat eksistensi UFO ini secara rasional masuk akal. Suatu saat manusia menjelajah ke planet lain, ke bintang lain, bahkan mungkin sekali menjalin interaksi dengan penghuni cerdas di planet tersebut. Melihat kemungkinan ini, bukankah masuk akal jika ada pengunjung dari planet lain yang ke bumi? Nah, jika demikian, apakah UFO bisa dianggap tahayul? Apakah akal Anda bisa menjelaskan bagaimana bintang-bintang di langit bisa mempengaruhi kehidupan dan sifat manusia? Atau kartu bisa meramal masa depan Anda? Atau ada gurita yang bisa meramal piala dunia bisa dikatakan masuk akal? Memang Indra juga mengatakan bahwa tingkat keabsurdan (irrationality) suatu tahayul tidak menentukan kelestarian tahayul tersebut dalam sistem sosial (masyarakat). Justru yang berlaku adalah, se-absurd apapun tahayul itu; kalau dianut oleh mayoritas masyarakat, maka akan lebih ‘masuk akal’ dibandingkan tahayul yang less-absurd; tapi hanya dianut oleh minoritas. Memang, pengetahuan atau knowledge, entah itu dianggap rational atau irrational, tergantung dari power. Bahkan menurut Foucault, yang punya power seringkali juga 29

menetukan knowledge macam apa yang boleh “dianut” masyarakatnya. Yang menarik, mengapa “power” justru berusaha mengcover-up knowledge tentang UFO? Mengomentari pertanyaan saya ini, Indra berpendapat, “Maybe, knowledge tentang UFO, bisa membuat ‘yang punya power’ kehilangan power-nya.” Ya, bisa jadi demikian... bahkan siapa tahu dengan sengaja kebenaran akan UFO ini diupayakan terbenam dalam ketahayulan?

30

Bab 5 Mengapa ada yang yakin bahwa UFO itu ada? Dalam ilmu psikologi dijelaskan bahwa awal dari suatu keyakinan adalah sifat manusia yang selalu ingin mencari jawaban atau penjelasan atas kejadian atau fenomena yang ada. Manusia pada umumnya berusaha mencari penjelasan atau “kebenaran”. Bagaimana manusia mencari kebenaran? Ada buku yang judulnya “Konstruksi Teori” ditulis oleh Prof John J.O.I. Ihalauw, PhD. di mana menuliskan pendapat Wallace bahwa ada 4 cara manusia mencari jawaban atau kebenaran pengetahuan (menguji kebenaran), yaitu dengan cara (1) Otoritas (Authoritarian), (2) Mistikal, (3) rasional logis, dan (4) cara ilmiah. Kebenaran otoritas artinya pengetahuan dicari mengacu pada orang yang secara sosial dianggap memenuhi persyaratan sebagai sumber pengetahuan. Apa yang dikatakan mereka, diterima sebagai suatu kebenaran. Contohnya, Kalau Anda menganggap saya (atau orang lain) sebagai orang yang dianggap memenuhi persyaratan sebagai sumber pengetahuan tentang UFO, maka apa yang saya kemukakan akan dianggap 31

benar. Tapi jika tidak memenuhi persyaratan Anda, apapun kata saya akan Anda ragukan kebenarannya. Berikutnya, pengetahuan diperoleh melalui cara mistikal, yakni bersumber pada orang yang mempunyai otoritas supra-natural (metafisik) antara lain paranormal dan nabi. Prosedur untuk memperoleh pengetahuan semacam ini bergantung pada karunia pribadi yang dimiliki seseorang, dan biasanya mempersyaratkan penyucian ritualistik. Kebenaran melalui logika rasio yang mengandalkan pada kemampuan nalar atau logika. Ini berarti, siapapun bisa menjadi sumber pengetahuan yang benar asalkan didasarkan pada penalaran yang benar. Untuk menyanggah kebenaran hasil lofika rasio ini diperlukan bukti-bukti yang masuk akal pula. Yang terakhir, kebenaran pengetahuan ilmiah, diperoleh melalui metode ilmiah yang memanfaatkan assessment kolektif (pengujian bersama) dan membuka peluang dilakukannya penelitian replikasi sehingga terbuka terhadap kritik ilmiah. Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya ada dua macam kebenaran, yaitu “pengetahuan” dan “pengetahuan ilmiah”. Pengetahuan bisa diperoleh melalui 3 cara, yaitu cara authoritarian, mystical, logico-rational. Sementara pengetahuan ilmiah mengandalkan pada cara ilmiah. Untuk membuktikan UFO itu ada, saat ini kita memang tidak bisa menggunakan cara “ilmiah”, sebab persyaratannya tidak memadai. UFO sering dicari kebenarannya melalui penjelasan otoritas (misalnya sangat yakin kalau yang memberi penjelasan itu adalah seorang ulama, presiden sebuah negara besar atau bahkan PBB, Paus (pemimpin Gereja Katholik), atau NASA dan sejenisnya. Demikian juga orang akan lebih percaya pemberitaan di media massa yang kredibel ketimbang tabloid yang penuh sensasi. Cara lain yaitu mystical (metafisik) 32

adalah melalui informasi yang diberikan oleh paranormal, nabi, peramal (prophet dari kata prophecy, orang yang memberi ramalan, nubuat —> nubuat menjadi kata nabi). Banyak orang yang mencari bukti dan kebenaran tentang keberadaan UFO lewat kitab suci. Banyak wawancara terhadap paranormal atau medium (channeling) untuk memperoleh informasi tentang UFO. Yang ketiga adalah secara logika-rasional, melalui pemikiran kita, misalnya beranggapan bahwa dengan luasnya alam semesta ini, mustahil kalau hanya kita sendirian saja di sini. Memikirkan dengan nalar dan rasio kita, dari mana UFO dan apa agenda mereka di bumi ini. Nah, informasi yang diperoleh yang dianggap benar (walau belum tentu benar selamanya), itulah yang menjadi keyakinan seseorang. Karena sumber pengetahuan dan pengalaman tiap orang berbeda, maka kebenaran pengetahuan bisa berbeda-beda. Jika saling bersikeras karena sangat yakin akan kebenaran yang dimilikinya, akan memunculkan sikap pro dan kontra...

33

34

Bab 6 Kebenaran dan Kenyataan Waktu saya mengambil mata kuliah Metafisika di Fakultas Filsafat Unika Widya Mandala, saya bersama Seto Parama Artho, mendapat tugas dari dosen untuk menyajikan sebuah presentasi. Saat itu kami memilih bahasan tentang, “Apa itu kebenaran?” Saya akan coba sampaikan apa yang dipresentasikan waktu itu di sini. Kita seringkali berdiskusi, berdebat, berargumentasi tentang sesuatu yang kita anggap benar. Dan mungkin saja kita tidak setuju atau sepakat dengan apa yang dinyatakan oleh orang lain karena kita menganggap bahwa pernyataan atau argumen mereka itu salah. Lalu apakah kebenaran itu? Saya menggunakan beberapa referensi yang ada di sini. “What is truth?”, “Apa itu kebenaran?” Kebenaran kalau dari asal katanya berasal dari kata “Yunani” untuk kebenaran adalah “alètheia” yang artinya “Ketaktersembunyian adanya” atau “Ketersingkapan adanya”. Sesuatu yang tidak tersembunyi atau sesuatu yang sudah tersingkap itu adalah kebenaran. Jadi kita belum berjumpa pada kebenaran jika “Adanya masih tersembunyi”. Maka ketika ada 35

Textline dari film The X-Files, “The truth is out there” itu sebetulnya kebenarannya masih tersembunyi karena masih ada di luar sana. Bicara filsafat memang sering pakai istilah yang tidak mudah dipahami, misalnya tentang “Yang-ada”. Ini memang berkaitan dengan kebenaran, karena perlu untuk dipahami bahwa salah satu ciri umum dari “Yang-ada” ialah bahwa “Yang-ada” itu benar. “Yang-ada” memilki kebenaran sebagai sifat Transendental. “Yang-ada” dalam hubungan dengan intelek atau akal budi kemudian akan menjelma menjadi sebuah kebenaran. Jadi, kebenaran merupakan atribut atau sifat dari Yang-ada dalam kaitan dengan pemahaman. Kebenaran tidak ada artinya lagi jika dilepaskan dari subyek yang mengetahui. Karena itu kebenaran merupakan atribut yang bersifat relatif. Contoh misalnya ketika saat ini anda sedang melihat pohon mangga, maka anda akan yakin bahwa itu benarbenar pohon mangga. Jadi yang ada itu benar ada. Lalu apa maksudnya kebenaran itu merupakan atribut yang bersifat relatif? Saya akan beri contoh misalnya ada 6 orang buta ingin mengetahui apa itu “Gajah”. Kebetulan yang pertama meraba bahwa gajah itu seperti tombak karena dia memegang gadingnya yang tajam. Lalu yang kebetulan memegang belalainya bilang bahwa itu seperti ular, ada yang bilang seperti pohon karena kebetulan menjamah kakinya yang besar. Ada yang bilang juga bahwa gajah itu seperti tembok karena kebetulan dia meraba perutnya. Atau gajah itu seperti tali, atau gajah itu seperti kipas karena kebetulan dia duduk di atas dan telinga gajah itu sedang bergerak-gerak sehingga terasa seperti kipas. Lalu bagaimana kita bisa mengetahui gajah itu sebenarnya apabila kita terbatas pada indra kita. Jadi sebenarnya “Kebenaran dan Kenyataan” itu sebetulnya adalah sejalan atau kalau ada sejauh Yang-ada itu benar, maka Yang-ada dan Kebenaran itu identik. Semua Yang36

ada benar, dengan determinasinya dan dasar keberadaannya. Yang-ada tidak ada yang palsu. Lalu kalau ada yang tanya, “Lalu bagaimana dengan misalnya uang palsu?” Uang palsu memang palsu jika dilihat dari uang yang asli atau sesungguhnya, tetapi uang palsu adalah benar sebagai uang palsu. Ada tiga rumusan tentang Kebenaran yang sangat penting dari Thomas Aquinas, seorang teolog, dan filsuf yang sangat berpengaruh dalam tradisi skolastisisme: 1. Adekuasi atau kesesuaian antara realitas dan intelek. 2. Konveniensi Yang-ada pada intelek. 3. Pengetahuan atau pernyataan merupakan akibat dari kebenaran. Apa itu? mari kita coba bahas satu-satu. Pertama misalnya saya beri contoh. Ini ada gambar:

Gambar apakah ini? Ketika saya mengatakan bahwa ini adalah sapi, atau apakah ini benar sapi? Maka jawabannya adalah benar. Kenapa? Karena ada kesesuaian antara realitas dan intelek. Jadi kalau misalnya ada yang mengatakan bahwa ini adalah kucing misalnya. Ya jelas salah, karena ketika ada orang yang menyebut kucing, maka hal itu tidak sesuai antara realitas yang dilihat dengan intelek pikiran kita. Kan tidak mungkin kucing seperti itu. Jadi, jika ada obyek sapi, kemudian dilihat 37

sesuai dengan inteleknya karena orang itu atau kita punya pemahaman bahwa sapi itu seperti itu, jadi kita kemudian menyatakan itu sebagai benar.

Contoh lain, misalnya saya sodorkan sebuah gambar di bawah ini, lalu saya tanya, “Apakah benar gambar ini adalah gambar kereta api?” Tentu jawabannya adalah tidak benar karena tidak ada kesesuaian antara realitas dan intelek.

Intelek Anda merasa tidak sesuai jika saya menyatakan ini adalah kereta api karena Anda punya pengetahuan tentang kereta api dan Anda tahu bahwa gambar ini adalah gambar sebuah pesawat terbang, bukan kereta api. Jadi misalnya saja, jika ada seseorang melihat UFO, “Wah ada UFO di langit”, tapi orang yang lain mengatakan bahwa, “Itu bukan UFO, namun itu sebuah balon udara”. Dalam intelek orang yang lain itu terjadi ketidakcocokan. Jadi ketika ada orang menyatakan bahwa itu adalah UFO, maka orang yang lain itu akan mengatakan,”Tidak benar itu UFO”, sebab bagi dia, hal itu tidak cocok dengan inteleknya. 38

Nah ini terjadi, sering pada sebuah laporan-laporan penampakan UFO ketika seseorang yang melakukan penilaian merasa bahwa yang dilihatnya itu dan dinyatakan oleh orang yang melaporkan tidak cocok dengan intelek atau pikirannya. Di sini kita bisa lihat dari dasar kebenaran yang diajukan oleh Thomas Aquinas pengetahuan atau pernyataan merupakan akibat dari kebenaran. Misalnya saja ada seseorang yang mengaku bahwa dia melihat sundel bolong, “Sungguh dia bilang bahwa itu benar dan itu tidak bohong.” Maka berdasarkan pengetahuan atau pernyataan itu, baginya menjadi sebuah kebenaran dan menjadi sebuah pengetahuan di mana dia akan mengatakan bahwa saya sekarang mengetahui dan menyatakan bahwa sundel bolong itu benar ada. Jadi ada banyak sekali pengalaman-pengalaman orang yang sebelumnya mungkin tidak pernah melihat UFO dan dia tidak percaya bahwa UFO itu ada atau merasa UFO itu tidak benar adanya, maka ketika dia kemudian melihat ada penampakan benda terbang aneh di langit, dia kemudian berubah pengetahuannya atau pikirannya. Jadi dia sekarang mengetahui dan menyatakan bahwa hal itu ternyata ada. Maka kemudian jadi Anda tahu maka Anda tahu mana yang benar. Contohnya misalnya ketika saya 39

menanyakan apakah figur orang di sebelah kanan ini adalah Thomas Aquinas?1 Jika Anda tidak tahu seperti apa Thomas Aquinas, Anda juga tidak akan bisa mengetahui atau menjawab bahwa ini benar atau salah. Kecuali jika Anda kemudian percaya begitu saja tanpa melakukan pengujian. Ini banyak terjadi sehingga tak heran bila orang juga mudah diperdaya oleh hoax. Nah dari beberapa gambar ini mana yang Thomas Aquinas? 2 Kalau saya tunjukkan misalnya, “Oh... Yang bertopi”. Mungkin kalau Anda tidak pernah tahu, Anda akan percaya saja. Ini bisa karena yang memberti tahu adalah orang yang Anda percayai, misalnya guru Anda. Anda akan percaya dosen Anda, atau Anda percaya pada orang tua sebagai otoritas. Padahal belum tentu itu benar karena apa yang diajarkan atau diinformasikan itu salah sehingga Anda akan seterusnya

1 2

Gambar kanan atas adalah Santo Agustinus dari Hippo. Thomas Aquinas adalah yang sebelah kanan atas.

40

memahami sesuatu itu yang salah. Tetapi ketika misalnya Anda sudah tahu bahwa Thomas Aquinas itu adalah yang itu, maka Anda akan bisa mengetahui mana yang benar dan mana yang tidak. Realitas itu sendiri terbuka untuk dikenal. Omne ens est intelligibile, tiap kenyataan terbuka untuk dikenal. Sifatnya transendental yang berarti seluas segala kenyataan. Anda akan menemukan kebenaran itu jika Anda mencari. Jika Anda tidak mencari, Anda tidak akan menemukan, karena sebetulnya kenyataan itu terbuka untuk dikenal. Dalam rangka pencarian dan mengenai kebenaran ini, ada 2 sikap ekstrem. Pertama adalah pesimisme, di mana orang tidak percaya akan kemampuan akal budi manusia untuk memahami kebenaran. Bentuk pesimisme bisa skeptisisme, fenomenisme, dan agnostisme. Yang kedua adalah sikap optimisme yang berlebihan, yaitu sikap yang menekankan bahwa kita mengetahui kebenaran secara tuntas, total, langsung, jelas. Bahkan kadangkadang orang yang terlalu berlebihan optimisme ini dia tidak lagi butuh bukti dan dia langsung percaya bahwa itu sebagai kebenaran. Jadi kadang-kadang ada orang yang ekstrim pesimisme, ada juga yang ekstrim optimisme. Lalu juga ada dua kutub sikap yaitu cinta dan kecongkakan di mana sikap cinta itu membuka dan menyediakan kehendak untuk mendengar apa yang dinyatakan oleh kenyataan sehingga bersedia menaati tuntutan dan kenyataan. Jadi cinta membiarkan kenyataan untuk menyatakan dirinya. Sementara kecongkakan tidak bersedia mendengar apa yang dikatakan oleh kenyataan dan memberi isi menurut keinginannya sendiri, menolak pengabdian, menolak ketaatan dan kebaktian terhadap kenyataan serta cenderung untuk menguasainya. Sikap ini membahayakan keterbukaan bagi kenyataan yang menyatakan diri. 41

Jadi contohnya misalnya kita bicara tentang fenomena UFO, ada orang yang sikapnya ekstrim pesimisme, skeptis, sangat tidak percaya atau bisa juga di kutub yang lain optimisme, sering disebut sebagai believers, percaya langsung, total, tuntas, jelas. Sementara juga ada orang yang memiliki sikap cinta dimana dia mau membuka diri, orang seperti ini disebut dengan open-minded dan sebaliknya ada juga yang sifatnya itu tidak bersedia mendengarkan apapun. Jadi apapun langsung ditolak. Dengan demikian, ketika ada argumen apapun akan ditolak. Penolakan ini sesuai keyakinannya. Jadi dia tidak mau mendengarkan, dia tidak mau menyediakan dirinya untuk terbuka. Di sinilah yang kita bisa lihat di mana seseorang bersikap terhadap kebenaran atau kenyataan. Jadi kalau misalnya ada orang menyodorkan foto UFO, bagaimana sikap Anda terhadap kenyataan, tentu ini akan kembali pada diri kita masing-masing, apakah itu kebenaran, apakah itu kenyataan. Apakah kita termasuk orang yang pesimisme, atau optimisme? Open-minded, atau mungkin justru kita memiliki kekakuan hati, kecongkakan untuk menerima apa yang ada.

Foto ini diambil oleh Billy Meier, namun banyak yang menduga itu adalah hoax karena tidak meyakini bentuk yang seperti kue tart itu.

42

Mengengenai kebenaran itu sendiri ada 3 macam. Pertama, kebenaran yang berkaitan dengan etika. Ini berhubungan dengan perilaku atau mungkin juga tentang pemikiran yang berkaitan dengan baik dan buruk. Yang kedua adalah kebenaran yang berkaitan dengan logika. Ini sering digunakan dalam pemberian argument untuk memberikan bukti (proof). Terakhir yang ketiga adalah, kebenaran yang berkaitan dengan yang-ada. Dengan demikian, kita bisa melihat juga bahwa pengertian benar itu bisa merupakan kelakuan yang benar jika sesuai dengan batin. Pengetahuan benar kalau sesuai dengan kenyataan. Kenyataan disebut benar karena terbuka untuk dikenal. Ini kembali ke contoh untuk sekedar memahami saja bahwa kita tahu bahwa ada orang mengatakan bahwa, “Saya melihat kuntilanak”, tetapi fenomena kuntilanak ini itu tidak bisa diterima oleh semua orang. Kenapa? Karena kenyataan dari kuntilanak ini tidak terbuka untuk dikenal. Jadi ketika sesuatu itu tidak terbuka untuk dikenal maka kebenarannya itu dipertanyakan. Tidak beda juga dengan fenomena UFO di mana, karena kebenaran atau kenyataannya tidak terbuka untuk dikenal atau diketahui untuk umum, maka kebenaran tentang UFO juga dipertanyakan. Untuk itulah upaya pengungkapan atau disclosure menjadi sebuah agenda yang menarik karena ada anggapan kenyataannya selama ini ada pihak yang menutupi. Oleh karena itu sebetulnya untuk menjaga kerahasiaan pada dasarnya adalah bagaimana kita berusaha untuk menutup kenyataan, menyembunyikan kenyataan. Dengan menyembunyikan kenyataan membuat tidak bisa terbuka untuk dikenal maka kebenarannya akan dipertanyakan. Nah dalam proses membuat pernyataan atau tindakan seringkali kita tahu ada yang dinamakan dengan kekeliruan dan kesalahan. Kekeliruan dan kesalahan terdapat pada 43

keputusan (terletak pada penilaian manusia, bukan pada bendanya sendiri). Manusialah yang membuat penilaian secara gegabah. Misalnya ketika ada foto yang dilaporkan sebagai UFO, kemudian dikatakan si A mengatakan bahwa, “Oh ini hanya pesawat terbang”, atau yang si B mengatakan bahwa, “Oh itu hanya roket SpaceX”. Yang ketiga mungkin, “Oh ini burung yang terfoto sedang terbang sehingga agak kabur”. Yang keempat mungkin mengatakan bahwa itu adalah layanglayang.

Orang sering mengira ini adalah UFO, karena dianggap aneh, namun sebenarnya adalah foto dari roket SpaceX.

Nah tentunya kalau kita bicara soal kenyataan atau yang-ada, ketika ada 5 atau 10 pendapat tentang 1 foto itu, mestinya hanya ada 1 hal yang benar, atau bisa juga semua salah. Ini karena yang ada ini masih belum tersingkap, maka kadang-kadang kebenarannya juga tersembunyi. Oleh karenanya, ketika si A mengatakan ini adalah layang-layang dan si B mengatakan bahwa ini adalah pesawat terbang, kita bisa memastikan bahwa setidaknya satu diantara mereka salah atau bisa juga dua-duanya salah. Nah ini adalah kekeliruan & kesalahan pada keputusan, bukan pada bendanya atau obyeknya sendiri. 44

Kemudian, dengan keputusan kita mengadakan afirmasi atau negasi mengenai sesuatu dan bisa jatuh dalam kekeliruan. Misalnya, “Saya ternyata keliru menilai bahwa itu adalah layang-layang, padahal sebenarnya itu adalah UFO.” Atau,”Saya keliru menilai bahwa itu adalah UFO, padahal itu sebenarnya adalah balon udara.” Jadi dengan keputusan, kita mengadakan afirmasi atau negasi mengenai sesuatu. Jadi kita setuju atau tidak setuju tentang sesuatu, dan bisa jatuh pada kekeliruan. Sementara kesalahan adalah hasil dari tindakan tersebut. Menyadari kekeliruan belum dengan sendirinya menemukan yang benar. Menyadari kekeliruan dan kesalahan merupakan langkah yang tepat untuk menuju kebenaran. Hegel pernah mengatakan,”Everything depends on grasping and expressing the ultimate truth not as Substance but as Subject as well”. Semuanya bergantung pada pemahaman dan pengungkapan kebenaran hakiki bukan sebagai Substansi tetapi sebagai Subjek juga. Jadi kita mau tidak mau harus hati-hati dalam membuat sebuah keputusan agar kita tidak masuk dalam kekeliruan dan kesalahan. Dan kita harus tahu bahwa kenyataan itu sungguh ada benar, dan kebenaran adalah seluas segala kenyataan. Semoga apa yang saya sampaikan ini bisa bermanfaat dalam diskusi-diskusi kita mengenai fenomena-fenomena UFO atau benda-benda terbang aneh yang akan memusingkan kita tentang apa itu kebenaran, sebab kebenaran masih ada di luar sana. The Truth is Still Out There.

45

46

Bab 7 Istilah UFO Saya tertarik untuk membahas, mengapa kita tidak punya istilah atau nama khusus untuk menyebut benda terbang tak dikenal. Dalam perjalanannya berawal dari sebutan piring terbang, UFO yang merupakan singkatan dari Unidentified Flying Object, lalu belakangan menjadi UAP, yakni Unidentified Aerial Phenomena. Namun singkatan ini kemudian berubah lagi menjadi Unidentified Anomalous Phenomena, yang bisa diartikan sebagai Fenomena Anomali yang Tidak Teridentifikasi. Bisa jadi ini karena fenomena ini tidak meliputi hanya yang berada di angkasa atau terbang, namun ada juga yang di dalam laut. Seperti saya sebutkan di atas, sejauh ini memang ada beberapa istilah, pertama adalah Flying Saucer atau diterjemahkan sebagai piring terbang. Penggunaan istilah ini populer sejak tahun 1947, terutama ketika media massa di Amerika meliput pengalaman pilot Kenneth Arnold. Namun menggunaan kata piring (saucer) sudah pernah ada pada tahun 1878, ketika seorang petani Texas bernama John Martin melihat benda aneh. Sebenarnya John Martin tidak mengatakan bahwa bentuknya benda terbang aneh yang dilihatnya itu seperti piring, namun mengatakan bahwa besarnya terlihat 47

seperti sebesar piring. Sama halnya dengan Kenneth Arnold, juga tidak mengatakan bahwa bentuk benda terbang aneh itu seperti piring, bahkan dia menyebutnya lebih seperti bulan sabit, namun gerakannya seperti piring dilemparkan di atas air. Anehnya, kemudian, banyak foto-foto beredar yang memperlihatkan benda terbang aneh berbentuk piring terbang. Pada tahun 1952, Kapten Edward J. Ruppelt, direktur pertama dari Project Blue Book, memperkenalkan istilah UFO yang merupakan singkatan dari Unidentified Flying Objects (pada waktu itu pihak militer amerika, khususnya USAF, menyingkatnya dengan UFO). Sebelumnya, pada perang dunia kedua, benda terbang aneh ini sering disebut dengan istilah Foo Fighter, obyek berkilauan yg banyak terbang di angkasa. Disebut sebagai foo fighter karena sering dianggap sebagai foo atau foe (lawan) sebab benda terbang aneh itu bukan berasal dari armada kawan (walaupun tidak pernah mengganggu atau menyerang).

Edward J. Ruppelt, direktur Project Blue Book dan bukunya The Report on Unidentified Flying Objects

48

Belakangan, ada yang menyebut benda terbang aneh ini dengan istilah UAP atau “Unidentified Aerial Phenomena”, atau ada yang menyebutnya “Unusual Aerial Phenomena.” Istilah UAP ini sudah muncul sejak tahun 1960an. Di kalangan pilot atau petugas bandara, mereka lebih sering menggunakan istilah UAP. Pihak yang skeptik juga lebih suka menggunakan istilah UAP daripada UFO. Namun di media massa, istilah UFO lebih sering digunakan walau nampaknya sejak beberapa tahun terakhir ini ada upaya untuk mempopulerkan istilah UAP. Di perancis dan spanyol atau negara-negara amerika latin, istilah yang digunakan adalah OVNI. Kalau menurut bahasa spanyol, OVNI merupakan singkatan dari “Objeto Volador No Identificado”, sementara bahasa perancisnya berarti “Objet volant non identifié.” Bagaimana dengan Indonesia? Di Indonesia memang populer dengan istilah piring terbang. Istilah UFO juga secara umum dimengerti oleh kebanyakan orang. Namun pada tahun 70-80an, pernah ada istilah BETA yang merupakan singkatan dari Benda Terbang Aneh. Istilah ini diperkenalkan oleh Marsekal Muda TNI (Purn) J. Salatun. Kemudian ada juga J. Salatun istilah BETEBEDI yang merupakan akronim dari Benda Terbang Belum Dikenal. Mengapa dipergunakan istilah BELUM dan bukannya TIDAK? Di sekitar tahun 80-an pernah terbit beberapa edisi 49

majalah dengan nama BETEBEDI. Alasan menggunakan kata “belum” adalah kalau menggunakan kata “tidak” maka selamanya akan tidak dikenal. Tapi kalau menggunakan kata “belum”, maka ada harapan akan terkuak dan suatu saat dikenal. Istilah BETEBEDI maupun BETA tidak populer di Indonesia. Yang memperkenalkan istilah BETEBEDI adalah C.M. Tanadi, seorang yang berprofesi sebagai akuntan publik yang tinggal di Bandung. Beliau adalah pengamat UFO juga di tahun 80-an dan banyak menerbitkan buku-buku UFO (dengan nama Yayasan Tanadi dengan alamat waktu itu di Ciwulan n0 32 Bandung. Istilah BETA sendiri, nampaknya oleh J. Salatun tidak dipopulerkan dan hanya muncul di bukunya yang terbit di tahun 1960. Sementara buku keduanya yang terbit pada tahun 1982, menggunakan istilah UFO. Kalau tidak karena milis BETAUFO, barangkali istilah BETA ini sudah tidak pernah dipakai lagi. Bahkan banyak member milis ini tidak tahun bahwa kata BETA di BETA-UFO itu merupakan singkatan dari Benda Terbang Aneh. BATD = Benda Angkasa Tidak Dikenal. Istilah ini muncul di majalah atau cergam (cerita bergambar) ZINZIN yang diterbitkan oleh Sinar Harapan dan Indira di sekitar tahun 1982. Kumpulan cergam ZINZIN ini memuat komik penampakan UFO yang dibuat berdasarkan kisah nyata. Cergam itu menggunakan nama ZINZIN sebab istilah ini diperkenalkan oleh astronom Perancis Pierre Guérin. Istilah 50

UFO di Perancis sendiri saat ini adalah OVNI (Objet Volant Non-Identifié), sementara istilah ZINZIN sudah tidak populer lagi. Dari semua istilah itu, yang paling populer adalah istilah “Piring Terbang”. Masyarakat awam dengan mudah memahami maksud dari “Piring Terbang” daripada ”UFO”. Misalnya ketika saya pergi ke pasar buku loak, maka jika saya bertanya buku tentang UFO, mereka nampaknya agak bingung atau tidak tahu. Namun jika menyebutnya dengan ‘piring terbang’, mereka pada umumnya langsung tanggap dengan apa yang dimaksud. Istilah BETA, BETEBEDI dan BATD tidak populer di masa kini. Penggunaan kata BETA sejauh ini masih dipertahankan oleh komunitas BETA-UFO, meskipun banyak member BETA-UFO yang belum paham, dengan pemakaian atau maksud istilah BETA ini. Di buku “Kamus ungkapan bahasa Indonesia” oleh Yus Badudu, (ada di google books) halaman 365 tentang “Terbang” ada kata “Piring Terbang” dan juga kata “UFO”. Di sana kata “Piring Terbang” adalah ungkapan yang menjelaskan “UFO” atau “Pesawat terbang berbentuk piring”. Penggunaan kata UFO dalam buku ini menunjukkan bahwa kata tersebut bisa diterima sebagai salah satu kata ungkapan yang dipakai dalam bahasa Indonesia. Kembali ke soal BETA, antara apakah singkatan A itu “asing” atau “aneh”, sebenarnya kalau mengacu pada asal usul istilah BETA itu sendiri adalah dari kata “Aneh”. Ada usul bahwa singkatan A itu sebaiknya adalah “Asing”. Kita terbiasa dengan singkatan dan seakan harus merupakan singkatan. Oh ya, ada informasi yang perlu diketahui rekan-rekan, yaitu di buku “A comprehensive Indonesian-English dictionary” Oleh Alan M. Stevens,A. Ed Schmidgall Tellings (ada di google books), di sana sudah ada kata BETA (Benda Terbang Aneh) 51

yang artinya adalah UFO (Halaman 130). Di halaman 118 juga ada kata UFO yang merupakan arti dari “Benda langit tak dikenal” atau “Benda Terbang Aneh”. Jika memang demikian, saran saya sebaiknya tetap menggunakan singkatan awal, yaitu Benda Terbang Aneh, bukan Benda Terbang Asing. Ini kalau memang mau mempunyai dasar yang kuat. Yang menarik adalah, mengapa kita tidak punya sebuah nama khusus untuk menyebut benda terbang aneh ini. Sejauh ini yang dianggap sebagai nama adalah “piring terbang”, sementara lainnya adalah nama yang merupakan singkatan. Menarik juga bahwa aliens disebut sebagai EBE (lagilagi singkatan) yang merupakan singkatan dari Extraterrestrial Biological Entity. Atau bahkan ALF yang merupakan kependekan dari Alien Life Form, atau ELF (Extraterrestrial Life Form). Untuk saat ini mulai diperkenalkan istilah baru yaitu NHI, singkatan dari Non Human Intelligence yang berarti kecerdasan bukan manusia. Oh ya, di Indonesia sendiri, bagaimana kita melafalkan UFO? Apakah dengan “Yoo Eff Ohh” atau yufo atau ufo? Atau kita mau mempopulerkan istilah baru yang merupakan terjemahan dari UAP? Misalnya kalau diterjemahkan sebagai Fenomena Angkasa Tidak Dikenal. Untuk tambahan, di negara lain punya istilah berbeda untuk menyebut UFO (sesuai bahasanya), misalnya: 1. Kroasia: NLO (Neidentificirani Leteci Objekti) 2. Jepang: mi-kakunin hiko buttai atau Yuufoo (melafalkan dari akronim UFO) 3. Portugis: OVNI: objecto voador não identificado 4. Rumania: OZN - Obiect Zburator (=Flying) Neidentificat 5. Jerman: Unbekanntes Flugobjekt = UFO 6. Tiongkok: bu-ming fei-xing wu-ti 7. Arab: gism Taa’ir ghayr muhaddad (berarti UFO) atau saHn Taa’ir (piring terbang) 52

8. Czechna: melafalkan UFO dengan “oo-faw” namun sering menyebutnya dengan NLO seperti di Kroasia. 9. Hindi/Urdu: Udan Tashtari 10. Swedia: UFO namun untuk piring terbang disebut “flygande tefat” 11. Turki: melafalkan ufo dengan “oo fau” dan kata “uçan daire” yang berarti piring terbang sementara alien disebut “Uzayli” 12. Italia: OVNI = oggetto volante non identificato 13. Norwegia: UFO = “uidentifisert flyvende objekt” 14. Belanda: Ongeidentificeerd vliegend object namun sering disebut UFO. 15. Rusia: NLO (neopoznannyj letayuschij ob’ekt) 16. Slovakia: NLP (NEZNANI LETECI PREDMET) yang artinya “unknown flying object” 17. Yunani: ATIA (agak susah ditulis karena pakai huruf yunani) yang artinya “Flying Object of Unknown Identity” sementara piring terbang diterjemahkan “iptamenos diskos” 18. Serbia: NLO - Neidentifikovani Leteci Objekat 19. Finlandia: UFO atau “lentävä lautanen” (=flying saucer) 20. Vietnam: di~a bay 21. Esperanto: NIFO (Neidentebla Fluganta Objekto)

53

Abu Mashud (kiri) dan saya saat memeriksa rebahan padi di crop circle pertama di Berbah, Sleman, tahun 2011.

Saya ketika melakukan wawancara pada warga yang tinggal di sekitar lokasi crop circle Berbah, Sleman, Yogyakarta, tahun 2011.

54

Bab 8 Tanpa riset, ilmu ufologi akan basi Dulu, saat saya membaca surat kabar Jawa Pos Minggu, 10 Desember 2017, ada sebuah berita yang berjudul “Tanpa Riset, Ilmu Basi”. Tulisan ini mengenai dosen PTS yang tak biasa meneliti. Untuk itu koordinator Perguruan Tinggi Swatsa (Kopertis) VII Wilayah Jawa Timur mendorong perguruan tinggi swasta untuk proaktif melakukan riset. Sebab, riset yang dihasilkan juga berpengaruh pada nama baik PTS itu sendiri. Membaca hal ini, saya sangat setuju. Berita ini membuat saya teringat profesi saya saat menjadi dosen di sebuah perguruan tinggi. Riset itu adalah hal yang penting. Tapi apa hubungannya dengan ufologi? Dari judul itu kalau kita pikir, tanpa riset, ilmu basi, maka tanpa kita proaktif melakukan riset di bidang ufologi, maka ilmu tentang UFO akan basi. Maka tak heran jika dalam belasan tahun atau bahkan puluhan tahun orang mempelajari tentang fenomena UFO ini, tidak banyak hal baru. Yang sering muncul hanya cerita-cerita atau dokumen yang sering diperdebatkan keakuratan kebenarannya. Berdasar hal ini, sebagai pengamat UFO, kita sebaiknya juga proaktif melakukan riset. Tren riset di kalangan pengamat UFO Indonesia masih sangat minim. Untuk itu perlu 55

ditumbuhkan. Memang, masih banyak yang mengamati fenomena ini sebagai hobby atau kegiatan sampingan saja. Hal ini menyebabkan waktu, tenaga dan pikiran untuk melakukan riset masih sangat minim. Riset berawal dari rasa ingin tahu. Riset juga harus didasari dengan sebuah pertanyan yang ingin mendapatkan jawaban yang meyakinkan. Jadi, apa yang benar-benar ingin kita ketahui? Lalu, di mana kita bisa mendapatkan informasi untuk memperoleh jawabannya. Itu sudah merupakan proses awal sebuah riset. Lalu, kita mesti selektif memilih informasi mana yang sesuai dan dapat dipercaya. Untuk itu kita mesti mengujinya. Hasil dari riset itu akan ada temuan yang bisa kita peroleh dan apa yang bisa kita pelajari darinya. Memang, mendengar istilah riset, orang sering menganggap rumit atau terkesan sok. Tapi sekali lagi, tanpa riset, keilmuan ufologi ini akan menjadi basi. Banyak sekali bidang studi di bidang fenomena UFO ini. Ada bidang alien abduction (kasus penculikan oleh alien), sebagai contoh riset yang dilakukan oleh John E. Mack M.D. Mungkin yang lain tertarik dengan ancient astronaut. Untuk itu memang perlu memperkaya diri dengan keilmuan, misalnya mempelajari bahasa prasasti, rajin juga menelusuri manuskrip-manuskrip kuno dari bahasa aslinya. Hal ini seperti yang dilakukan oleh Zecharia Sitchin yang kemudian melahirkan teori tentang Anunnaki. Bisa juga sebuah penelitian dilakukan untuk mencari hubungan antara dua hal, misalnya hubungan fenomena UFO dengan erupsi gunung berapi, atau hubungan korban penculikan alien dengan jenis golongan darah. Tentu akan banyak ide penelitian yang bisa dilakukan di bidang ufologi ini. Menurut saya, setiap pemerhati masalah UFO bisa melakukan riset dengan latar belakang keilmuan yang dimiliki. Tentu, melakukan riset berbeda dengan hanya sekedar 56

melakukan kunjungan lapangan. Sebagai contoh, kunjungan ke sebuah candi atau situs purbakala, tak akan menghasilkan sebuah riset jika datang sebagai pelancong. Apalagi kalau hanya sekedar berswafoto di sana. Kita perlu tahu apa tujuan riset dan juga apa saja yang mesti dilakukan. Kita harus tahu, di mana informasi untuk riset bisa kita temukan. Mungkin ada di lapangan, mungkin di buku-buku atau bisa juga dari internet. Ada berbagai metode ilmiah yang perlu diperhatikan supaya hasil riset bisa diakui dan menambah perbendaharaan kazanah keilmuan ufologi. Hasil riset juga tidak lepas dari publikasi. Tanpa publikasi, riset yang dilakukan juga tidak akan diketahui orang lain. Padahal berbagi ilmu dan pengetahuan adalah sangat diperlukan. Ini supaya ilmu makin berkembang. Ufologi tidak menjadi sebuah ilmu yang basi. Jika para peneliti di bidang ufologi banyak menghasilkan publikasi hasil riset, maka itu juga akan membawa reputasi yang baik.

57

Sidang publik penyampaian informasi terkait keberadaan Unidentified Flying Object (UFO) yang ditunggu-tunggu akhirnya telah diselenggarakan Kongres Amerika Serikat (AS) dan disiarkan secara langsung pada tanggal 26 Juli 2023. Pernyataan ini disampaikan oleh David Grusch, veteran Angkatan Udara (AU) AS yang juga punya pengalaman 14 tahun sebagai badan intelijen di AU dan Badan Intelijen-Geospasial Nasional (NGA). Selain Grusch, sidang tersebut dihadiri oleh dua saksi kunci lainnya yang pernah menyaksikan UAP. Mereka adalah Ryan Graves, mantan pilot Angkatan Laut (AL) yang mengatakan pernah bertemu UAP saat menjalankan misi pelatihan. Dengan tampilnya sejumlah saksi yang kredibel dan dinyatakan dalam forum resmi, apakah UFO masih dianggap pseudoscience?

58

Bab 9 Ufologi, masih sebatas kajian pseudoscience? Dalam pembahasan soal UFO ada yang disebut sebagai debunker, yang sering dikali membuat jengkel para ufolog. Tapi perlu diketahui, di kalangan ilmiah, debunker ini harus ada karena tanpa sifat koreksi dan kritis ini, ilmu tidak akan berkembang. Kalau mau, UFO bisa masuk kategori paranormal science. Apakah paranormal science itu pseudoscience? Untuk itu kita perlu menyamakan pengertian dahulu. Pseudoscience adalah sebuah klaim, keyakinan, atau praktek yang tampil sebagai saintifik, tapi tidak menganut metodologi ilmiah yang baku, kurang didukung oleh fakta-fakta/bukti atau hal yang masuk akal, tidak bisa diuji reliabilitasnya, atau bisa juga karena tidak punya status ilmiah. Ufologi saat ini sulit dikaji secara ilmiah dan masih sulit untuk menjadi salah satu disiplin ilmu. Hal ini karena UFO adalah singkatan dari Unidentified Flying Object. Secara arti kata, jelas sesuatu yang tidak teridetifikasi tidak mungkin bisa menjadi sebuah bahan kajian ilmu (science). Lalu, apakah UFO tidak bisa diselediki secara ilmiah? Kalau itu pertanyaannya, maka jawabannya bisa. Ilmu apa yang bisa 59

menyelidikinya? Tentu ini tergantung dari disiplin ilmu yang dimiliki oleh penelitinya. Bisa dari sudut pandang antropologi, psikologi, psikiatri, politik, fisika, eksobiologi, filsafat bahkan mungkin ilmu agama. Upaya membuat UFO sebagai ilmu yang berdiri sendiri yang kemudian disebut sebagai ufologi, harus dilakukan dengan baik agar tidak menjadi sebuah pseudoscience. Banyak contoh pseudoscience (ilmu semu), misalnya graphology (ilmu membaca arti tulisan tangan), astrologi (ilmu sifat dan nasib manusia yang dipengaruh oleh posisi benda langit), hongshui (ilmu keserasian tata letak ruang). Nah, meskipun hongsui dianggap sebagai pesudoscience, tapi ada juga ahli arsitektur yang mengkaji hal ini. Demikian juga graphology ada yang memanfaatkan dalam proses seleksi pegawai. Tentu adalah baik jika kita menyepakati dahulu apa yang dimaksud dengan pseudoscience. Jika ada orang yang menganggap pseudoscience itu buruk, maka mestinya dia termasuk golongan yang tidak suka dengan pseudoscience. Ketika pseudoscience dimaknai secara negatif, dalam pemikiran saya, maka orang yang memaknai negatif itu tentu tidak suka dengan pseudoscience. Soal penelitian, apapun bisa diteliti. Bahkan yang tidak terlihatpun bisa diteliti. Namun apakah itu akan termasuk dalam body of knowledge, itu akan menjadi permasalahan tersendiri. Misalnya, orang bisa saja meneliti soal hantu, jin atau bahkan mungkin soal roh. Demikian juga orang bisa meneliti soal UFO. Namun ketika dasar pemikiran yang digunakan itu tidak bersifat ilmiah, maka pertanyaannya adalah, sejauh mana kebenarannya bisa dianggap sebagai ilmiah? Sebagai contoh, membahas soal keberadaan UFO atau makhluk cerdas dari planet lain berdasarkan mitos kuno yang sudah ribuan tahun lalu yang belum tentu itu merupakan fakta kejadian yang sesungguhnya. Orang bisa mengatakan bahwa 60

kisah Barata Yudha itu adalah pertempuran antara bangsa alien, dan mungkin memberikan bukti-bukti adanya sisa-sisa radioaktif di India, tapi apakah hasil temuan itu bisa diterima di kalangan ilmuwan arus utama? Belum tentu. Salah satu ciri ilmu adalah dia dapat dan mau dikoreksi dan dikritisi. Ini berbeda dengan agama yang dianggap sudah benar sehingga tidak perlu ada koreksi lagi. Ketika fenomena UFO masuk kajian science, maka salah satu slogan yang pernah digunakan adalah: “UFO is possible exist until proven otherwise”, nantinya semua ilmu yang ada akan membuktikan bahwa itu tidak benar. Sebagai contoh, bisa saja kasus alien abduction hanya dianggap sebagai gangguan tidur atau bahkan gejala gangguan kejiwaan. Metode penyelidikan UFO menurut saya berbeda dengan metode ilmiah. Mengapa? Karena UFO masih tergolong pada fenomena paranormal atau kalau mau bisa disebut sebagai paranormal science. Menyelidiki sesuatu yang tidak bisa diidentifikasi Kita yang meminati masalah UFO, menurut saya sebaiknya memiliki semangat untuk menyelidiki, berusaha menemukan, menyingkap misteri, sebagaimana mirip seorang penyelidik (detektif) atau investigator. Jadi seorang ufolog adalah penyelidik UFO. Kalaupun kita mau membuat kajian UFO ini sebagai sesuatu yang ilmiah, maka sebaiknya langkah awal adalah membuat diri kita menjadi seorang scholar (orang yang berprofesi di bidang pendidikan dan ilmu pengetahuan, seperti dosen, profesor atau doktor). Tanpa itu, tentu apa yang kita lakukan, kajian apapun, tidak akan dianggap sebagai sebuah karya ilmiah. Saya pribadi tidak masalah dengan anggapan bahwa ufologi adalah pseudoscience, karena memang demikianlah adanya dan di situlah keasyikannya...

61

Meskipun UFO ini merupakan bidang yang menarik untuk diselidiki oleh sebagian orang, namun kesulitan menjadi sebuah ilmu tetap saja ada. Pohon besar keilmuannya barangkali adalah ilmu paranormal (paranormal science). Tapi, apakah paranormal science adalah sebuah science? Menurut saya, paranormal science adalah kombinasi dari science dan metafisika. Nah, di sini ada istilah lain lagi, yaitu metafisika, yang juga perlu jelas apa definisinya. Ada orang yang menganggap metafisika itu adalah spiritual, ada yang mengira bahwa itu adalah “di luar fisika”, atau ada yang menyamakan dengan seorang paranormal, dan ada juga yang bilang bahwa metafisika adalah salah satu cabang ilmu filsafat. Metafisika mengkaji hakikat segala yang ada. Dalam bidang ini, hakikat yang ada dan keberadaan (eksistensi) secara umum dikaji secara khusus dalam ontologi. Sebelum berkembangnya ilmu modern, orang mencari penjelasan atas pertanyaan dengan cara metafisika (sebagai filsafat alam). Psikologi sebagai ilmu juga baru diakui sejak tahun 1897 ketika Wilhelm Wundt mendirikan sebuah laboratorium pertama psikologi. Obyek yang diteliti oleh psikologi sebenarnya bukan psyche itu sendiri, karena psyche (jiwa) tidak bisa dilihat, namun hal itu bisa diteliti dalam manifestasinya sebagai perilaku. Oleh karena itu, psikologi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia. Kembali ke ufologi, jika memang suatu saat ada ilmu tentang UFO, apa yang akan dipelajari dari UFO? Kita masih menemukan UFO itu sendiri. Kita masih dalam tahap “discovery”. Lalu, jika seandainya sudah ketemu obyeknya, apakah akan tetap disebut UFO yang artinya unidentified atau tidak teridentifikasi? Jika sudah diteliti, apakah itu tidak menjadi teridentifikasi? Maka saya pikir, kalaupun mau menjadi sebuah ilmu, tentu perlu dipikirkan penamaan yang lebih tepat. Sama seperti ilmu yang mempelajari soal setan 62

dalam ilmu agama, yang disebut sebagai demonologi, saya pikir harus ada istilah yang pas jika ilmu tentang UFO ini akan menjadi sebuah ilmu. Lebih jauh lagi, jika memang ingin serius bicara soal keilmuan, terutama apakah ufologi bisa menjadi sebuah ilmu, maka harus secara terbuka kita siap untuk menyajikan apa ontologi, epistemologi dan aksiologinya. Ontologi berupaya mencari inti yang termuat dalam setiap kenyataan dan menjelaskan yang ada yang meliputi semua realitas dalam semua bentuknya. Epistemologi mengkaji tentang hakikat dan wilayah pengetahuan dan membahas berbagai hal tentang pengetahuan seperti batas, sumber, serta kebenaran suatu pengetahuan. Dengan kata lain, epistemologi adalah “the theory of knowledge”. Lalu, aksiologi berusaha menjawab untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu di pergunakan? Bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah moral? Bagaimana penentuan objek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral? Bagaimana kaitan antara teknik prosedural yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma moral? Memang, makna itu menjadi penting dalam urusan branding. Hanya saja, kalau ibarat kita ini orang aneh yang dibilang oleh orang kebanyakan bahwa kita aneh, maka kemudian kita tidak mau dibranding “aneh” (karena branding ini buruk), lalu kita mengatakan bahwa diri kita ini “sedikit normal”. Mengapa kita tidak bangga dengan keanehan yang kita miliki? Toh pada kenyataannya kita ini memang termasuk “aneh”. Pada kenyataannya, sekali lagi, ufologi itu memang pseudoscience. Hal pertama yang harus dilakukan adalah menerima kenyataan diri, bukan menyangkal dan mencari status lain agar bisa dipandang “terhormat”. Justru dengan begitu kita akan lebih dihina. Kalau kita mengakui bahwa 63

ufologi memang pseudoscience, maka science tidak bisa menyerang ufologi, sebab ranahnya beda. Begitu ufologi menyatakan diri sebagai science atau proto-science, maka bersiap-siaplah diserang habis-habisan dan pasti kalah rontok sebelum berkembang. Mengapa? Karena UFO ini tidak punya dasar pijakan ilmiah yang kuat. Misalnya, bagaimana kita mampu mempertahankan cerita Billy Meier tentang Pleiadians, atau mempertahankan teori tentang Nibiru berdasarkan tafsiran dari cuniform sumeria kuno? Apa yang dikaji oleh ufologi? Science memang punya metode. Prinsipnya sederhana, hanya satu, yaitu hasil penelitian bisa diteliti atau diuji oleh orang lain, di mana ada adequacy atau keajegan. Saya lihat arah perkembangan diskusi soal pseudoscience menunjukkan kekurangpahaman akan makna pseudoscience itu sendiri. Pseudo adalah berarti semu atau fake/palsu. Jadi pseudoscience adalah sebuah “ilmu” yang pura-pura jadi ilmu. Klenik tidak akan menjadi pseudoscience karena dia tidak pernah berusaha menjadi science. Pemburu hantu juga bukan seorang pseudoscience karena dia nggak pernah punya keinginan jadi science. Namun, yang menarik, ada orang yang berusaha mengilmiahkan konsep yang diyakininya, misalnya astrologi. Apa dasar ilmiah astrologi? Orang mencari-cari, misalnya bahwa kalau posisi Venus berada di rasi bintangnya, maka orang dalam zodiac itu penuh dengan asmara yang membara. Anda percaya, silahkan, tidak juga tidak apa. Tapi dia kemudian memakai predikat yang biasa digunakan oleh science, yaitu “LOGOS” sehingga digunakan istilah astrologi. Maka jadilah astrologi sebagai pseudoscience. Kalau cuma pakai nujum perbintangan, ya bukan pseudoscience. Namanya saja nujum. 64

Nah, UFO alih-alih menjadi pseudoscience karena juga pakai istilah ufologi. Ilmu yang mempelajari soal UFO. Apa yang dipelajari? Apa saja yang perlu diperhatikan? Sebagai sebuah ilmu, ada tiga hal yang perlu diperhatikan, yaitu ontologi, epistemologi dan aksiologi. Apa itu? Ontologi adalah hakikat yang Ada (being, sein) yang merupakan asumsi dasar bagi apa yang disebut sebagai kenyataan dan kebenaran. Epistemologi adalah sarana, sumber, tatacara untuk menggunakannya dengan langkah-langkah progresinya menuju pengetahuan (ilmiah). Aksiologi adalah nilai-nilai (value) sebagai tolok ukur kebenaran (ilmiah), etik, dan moral sebagai dasar normative dalam penelitian dan penggalian, serta penerapan ilmu. Lalu, apa ontologi dari ufologi? Yaitu adalah UFO itu sendiri, yang oleh kalangan ufolog asumsi dasarnya adalah UFO itu ada. Nah, di sini letak permasalahannya. Keberadaan UFO itu sendiri meski telah banyak bukti (evidence), tapi tidak cukup kuat untuk sebagai bukti (proof) bahwa UFO itu ada. Kalau orang masih bisa meragukan bahwa UFO itu ada, maka secara ontologi, ufologi itu lemah. Belum lagi soal epistemologinya. Bagaimana kita bisa menghadirkan obyek UFO atau aliennya untuk bisa diteliti? Apa saja teknik penelitiannya? Seringkali yang diteliti oleh ufolog bukan obyek UFOnya langsung tetapi hasil foto, video, kesaksian, literatur dan sejenisnya. Seorang peneliti UFO, walau kita tahu bahwa masih merupakan pseudoscience, dia juga sebaiknya melakukan penelitiannya dengan metodologi ilmiah. Dia harus bersikap untuk obyektif dan jujur. Namun problemnya, sains menuntut bahwa hasil penelitian itu bisa diuji oleh orang lain. Pada kenyataannya, ini sulit. Jadi, inti dari permasalahan UFO itu masih sangat mendasar, yaitu “Apakah UFO itu ada”. Para ufolog pasti 65

mempunyai keyakinan “UFO itu ada”. Nah, penelitian apa yang bisa dilakukan oleh para ufolog agar menunjukkan bahwa keyakinannya itu dapat diterima? Apakah cukup dengan menyodorkan sejumlah bukti berupa foto, video, tulisan-tulisan mitos, kitab suci atau bahkan peninggalan arkeologi? Sepertinya kalau itu saja tidaklah cukup. Tentu alangkah baiknya menyelidiki UFO secara ilmiah, dengan scientific method. Hal ini karena dengan metode ini terbuka kemungkinan untuk dikoreksi dan dikritisi. Kalau tidak mau dikoreksi atau dikritisi, jangan jadi ilmu. Salah satu ilmu yang menurut saya bisa menjadi tempat ufologi bersandar adalah antropologi. Pseudoscience menyesatkan? Secara jujur harus diakui bahwa pseudoscience adalah menyesatkan. Seakan pseudoscience berdiri di tengah antara science dan non science, dalam hal ini adalah agama. Jadi keberadaan pseudoscience di mata agama maupun science adalah menyesatkan. Istilah “menyesatkan” memang berkonotasi negatif. Hadirnya UFO sebagai fenomena dan ufologi sebagai sebuah pseudoscience jelas menyesatkan. Misalnya, UFO (ET) kemudian dianggap sebagai pendesain manusia. Secara science, belum ada fakta mengenai kehidupan cerdas di planet lain yang mengunjungi bumi. Tak heran kalau kehadiran ufologi sebagai pseudoscience dianggap menyesatkan. Menarik juga kalau membaca tulisannya Michael Schermer yang berjudul “Why People Believe Weird Things”. Dianggap “menyesatkan” karena kita berada di dalam sebuah hegemoni dan tidak mau ikut pakem tersebut. Sebagaimana dalam teori hegemoni, perlawanan, sampai batas tertentu, sejauh dalam kendali sang penguasa. Dengan kata lain, kalau 66

fenomena UFO ini sudah dianggap berbahaya dan di luar kendali penguasa (bisa pemerintah, lembaga agama, dan lainlain), maka mungkin kita akan mulai dibungkam. Atau dengan cara lain, kita disodori berbagai macam informasi yang salah (disinformation). Paling buruk dianggap “gila”, atau kalau berbahaya akan dianggap sesat dan masuk penjara. Ini banyak dialami oleh orang yang mengaku mendapat kontak dengan makhluk asing kemudian membangun komunitas New Age atau sebuah cult pemujaan yang dianggap berbahaya. Susahnya, kadang program televisi atau video yang berdalih mau bersikap netral, sering menghadirkan narasumber saat membahas UFO dari kalangan pseudoscience dan science serta membenturkan keduanya. Di manapun, pseudoscience akan “kalah” dalam membentuk opini publik. Misalnya astronom diadu sama astrolog, lalu membahas apakah munculnya komet berarti akan ada malapetaka. Walau demikian, penggemar pseudoscience akan selalu ada.

67

Museum UFO di Roswell, New Mexico, AS.

68

Bab 10 Perjalanan Ufologi Kalaupun mau melahirkan ufologi sebagai science, adalah baik melakukan definisi terlebih dahulu tentang makna “UFO” itu sendiri. UFO perlu dimakna tidak lagi sebagai sebuah singkatan (akronim), namun menjadi sebuah term yang memiliki arti dan pemaknaan tersendiri. Bagi saya, term ufo memiliki arti sebagai pesawat alien atau kendaraan makhluk cerdas bukan manusia dari luar angkasa. Jadi, obyek penelitiannya adalah segala hal yang berhubungan atau bisa dihubungkan dengan keberadaan makhluk cerdas dari luar bumi yang mengunjungi planet bumi ini. Namun bagaimana caranya melakukan pengkajian terhadap fenomena UFO ini? Untuk menjadi sebuah science, menurut pemikiran saya sebaiknya menggunakan alur filsafat terlebih dahulu. Artinya, apakah ufologi bisa dinalar secara rasional atau tidak. “Philosophy is the mother of science.” Sebuah teori belum tentu harus ‘Pure Science’. Dalam ufologi juga ada banyak teori. Sains secara umum dibedakan dua bidang utama, yakni ilmu eksakta dan ilmu sosial. Ilmu eksakta jelas yang pasti-pasti. Sementara ilmu sosial tidak pasti. Apakah kalau tidak pasti itu lantas disebut pseudoscience? 69

Tentu saja tidak. Psikologi adalah science bukan pseudoscience. Tapi dulu, ilmu psikologi berawal dari pseudoscience seperti phrenologi (melihat sifat manusia berdasarkan tengkorak kepala manusia) dan lain-lain. Psikologi mulai diakui sebagai bagian dari ilmu pengetahuan sejak adanya laboratorium eksperimen perilaku manusia serta memastikan bahwa obyek penelitiannya jelas, yakni perilaku manusia (bukan jiwa atau rohnya). Ilmu sosial dan ilmu eksakta jelas mengikuti kaidah metodologi penelitian. Untuk pengujian, bisa digunakan statistik. Tentu saja statistik itu dipergunakan untuk sebagai peramalan atau membuat kesimpulan. Tapi, apakah dalam penelitian UFO bisa dipakai statistik untuk meramalkan atau membuat kesimpulan? Belum tentu bisa, karena kita tidak bisa membuat pola kapan saja UFO sering muncul dan di mana. Dalam membahas UFO sendiri, ada banyak bidang ilmu yang dipakai. Sebut saja salah satunya adalah arkeologi. Ada juga aplikasi psikologi, fisika, kimia, biologi, politik (exopolitics), astronomi, meteorologi, sejarah, mitologi/cerita rakyat, sastra dan masih banyak lainnya. Seorang peneliti UFO juga mesti bisa melakukan investigasi lapangan. Jadi, seorang pengamat UFO, jelas multi disipliner. Sulitnya tidak mungkin dia kuliah atau memperdalam semua ilmu itu secara formal. Jadi, memang kalau mau dibentuk tim peneliti UFO, memang sebaiknya gabungan dari berbagai bidang keahlian. Tapi kalaupun hanya dua orang, saya pikir tim yang paling bagus adalah seperti yang ada di X-Files. Satu believer dan satu lagi skeptik. Yang skeptik tentu saja berlatar belakang sains, misalnya figur Dana Scully yang ahli biologi forensik. Seperti saya sebutkan sebelumnya, berdebat dengan seorang ilmuwan (scientist) tentu saja dengan mudah pengamat UFO “dikalahkan”. Ketika mereka minta bukti, dengan mudah juga mereka menepis itu. Itu yang sering terjadi. Bahkan tidak 70

harus seorang ilmuwan yang bertanya. Semisal, Anda ditanya oleh tetangga, “Apakah UFO itu ada?” maka misalnya Anda menjawab, “Tentu saja ada”, maka dia akan mengejar dengan pertanyaan berikutnya, “Apa buktinya?” Namun demikian, apapun jawaban seseorang, pada dasarnya hal itu hanya merupakan jawaban atas apa yang dipercayainya. Jawaban itu tidak pernah menunjukkan bahwa UFO itu benar-benar ada atau sebaliknya tidak ada. Oleh karena itu, saya pesan kepada mereka-mereka yang pernah dibawa ke pesawat UFO, cobalah kalau lain kali dibawa oleh mereka lagi, ambilah beberapa barang yang bisa kita uji bersama-sama. Kalaupun misalnya mengatakan bahwa pernah dibawa ke planetnya (seperti Claude “Raelian” Vorilhon), cobalah untuk membawa at\rtefak alien, batu kerikil atau tanaman atau apa saja yang berasal dari planet ET tersebut. Tapi sayangnya, tidak ada yang memberi bukti fisik itu. Yang ada hanya sebuah film hiroglip yang dari kaki makhluk Venus bertemu dengan George Adamski, atau foto-foto alien yang diambil oleh Billy Meier. Repotnya lagi, tidak sedikit yang bilang kalau mereka-mereka ini (para contactee) melakukan hoax. Ini yang membuat banyak orang kemudian skeptis. Syarat keilmuan Karl Popper menyatakan bahwa ketidakcukupan ini yang membedakan antara science dari pseudoscience, atau dari metafisika, karena tidak mengikuti metode empiris, yang mana sangat esensial merupakan dasar proses berpikir induksi, berdasarkan observasi atau eksperimen. Popper mengusulkan falsifiability sebagai kriteria yang penting dalam membedakan science dari pseudoscience. Popper menyatakan, “Jika pengamatan menunjukkan bahwa pengaruh diperkirakan pasti tidak ada, maka teori itu dengan mudah dapat disangkal.” 71

Popper menyimpulkan kriteria untuk status ilmiah dari sebuah teori tergantung pada falsifiability (bersedia dibuktikan salah), refutability (siap menerima disangkal), dan testability (siap untuk diuji). Memang dikatakan bahwa istilah pseudoscience memiliki konotasi negatif, karena dipakai untuk menunjukkan bahwa subjek yang mendapat label semacam itu digambarkan sebagai suatu yang tidak akurat atau tidak bisa dipercaya sebagai ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, para pembela serta yang mempraktekkan pseudoscience biasanya menolak klasifikasi ini.

Sumber: https://www.intelligentspeculation.com/blog/pseudoscience

72

Upaya mencari kebenaran Tentu tidak mudah memperjuangkan ufologi menjadi sebuah science, terutama kalau karakteristik peneliti UFO masih menggunakan “metode pseudoscience” menurut kacamata science. Misalnya, ada yang mengotot menggunakan referensi kitab suci karena menurutnya itu mutlak benar. Metode pseudoscience seringkali tidak fair, sebab sering hanya mengambil/mengadopsi informasi yang mendukung pernyataannya, dan mengabaikan pandangan yang bertentangan dengan dirinya. Mengenai UFO itu sendiri bagi saya mau tidak mau adalah merupakan sebuah minat (interest) atau hobby. Bahwa ada astronom yang berminat soal UFO, ada jenderal yang suka membahas UFO, ada ahli nuklir yang suka soal UFO seperti Stanton Friedman. Tapi pertanyaannya, apakah di kalangan keilmuaannya, dia diakui sebagai peneliti UFO? UFO adalah fenomena yang menarik bagi saya. Kebenarannya tidak perlu saya sangsikan lagi. Sama seperti saya melihat kursi yang saya duduki, saya tidak perlu membuat ilmu tentang kursi (kursilogi). Memang, penambahan kata logi sering diartikan sebagai ilmu, misalnya weaponology adalah ilmu tentang senjata. Weaponology barangkali masuk di dalam science of warfare. Jembatan antara science dan pseudoscience barangkali adalah popular science. Yang pasti, buku serius tentang UFO tidak masuk golongan SF (Science Fiction) atau Fantasi, tapi NF (Non Fiction). Tapi, yang non fiction itu belum tentu science juga sebenarnya. Tidak harus fakta selalu menjadi sains. Pengetahuan untuk bisa menjadi sains harus mengikuti hukum aturan metodologi ilmiah. Misalnya, kalau saya buat buku otobiografi, apakah itu masuk science? Tentu tidak, padahal isinya bukan non fiksi. Di setiap ilmu ada pseudo73

nya, misalnya pseudoarcheology, pseudophysic, dan lain-lain.

pseudobiology,

Saya sadar bahwa banyak yang menganggap ufologi masih sebagai pseudoscience dan di sisi lain untuk kalangan penggiat perufoan, hal ini dirasakan tidak mengenakkan. Saya pribadi pernah dikritik bahkan dikeca oleh sejawat pemerhati

Artikel jurnal lengkap bisa diunduh di https://cdn.centerforinquiry.org/ wp-content/uploads/sites/29/2004/11/22164643/p40.pdf

74

UFO karena kok malah melabel ufologi sebagai pseudoscience. Saya pribadi tidak terlalu mempermasalahkannya. Namun saya berusaha melakukannya dengan kaidah yang tidak asal-asalan. Data yang saya gunakan saya usahakan ada referensinya, dan dari sana saya membuat analisis dan sintesa. Tentu hasil-hasil itu akan tetap dianggap sebagai “fantasi” oleh mereka yang skeptik. Bagi saya itu juga tidak apa, selama saya bisa mempertanggung jawabkan baik analisis maupun datanya. Ufologi memang merupakan bidang kajian bagi mereka yang suka UFO. Sebagaimana halnya, kita yang tidak secara aktif terlibat dalam penelitian kimia, juga tidak tahu tentang perkembangan ilmu kimia. Demikian juga yang tidak aktif atau berminat dalam penelitian biologi, juga tidak tahu apa yang sudah ditemukan oleh ahli biologi. Ufologi adalah konsumsi pengamat ufo, dan tidak perlu berharap harus dikenal atau didengar oleh semua pihak. Saya pribadi tidak akan mengatakan kepada masyarakat yang tidak percaya ufo dengan “time will tell”. Cuma persoalan waktu saja. Penelitian ufo ini ibarat investigasi jurnalistik atau seperti yang dilakukan oleh detektif dalam menguak kasus kejahatan yang sulit dipecahkan. Kita bisa melakukan investigasi di lapangan dari data penampakan ufo, bisa juga melakukan analisa dari temuan-temuan pengamat ufo lainnya. Pengalaman saya dalam meneliti kasus-kasus UFO, adalah penting untuk memberi informasi yang obyektif kepada masyarakat agar ada yang kemudian ingin menekuni fenomena ini lebih lanjut. Ketika minat itu muncul, ada komunitas yang bisa dibangun untuk menjadi wadah bersama. Tentu saja, semua itu tentunya harus diawali dengan minat pribadi.

75

UFO yang dipotret oleh Ir Tony Hartono di lepas pantai Cilamaya, Karawang, Jawa Barat, 22 September 1975.

76

Bab 11 Merumuskan Metode Investigasi Ufologi Bagaimana merumuskan sebuah metodologi penelitian di bidang ufologi? Hal ini sungguh penting karena tidak mudah merumuskan sebuah metodologi penelitian yang sesuai untuk ufologi. Sebagian besar dari kita tentu percaya bahwa UFO itu ada. Tapi banyak orang juga tidak percaya akan adanya UFO. Bahkan kebanyakan masih berpendapat bahwa UFO adalah masih di ranah unknown, jadi bagaimana metode penelitiannya bisa dianggap ilmiah? Fenomena UFO memang harus diakui masih belum dapat diuji dalam sebuah laboratorium ilmiah. Hal ini juga diakui oleh organisasi UFO di Amerika Serikat seperti yang didirikan oleh J. Allen Hynek, yakni CUFOS, yang mengemukakan, “Many researchers (called ‘ufologists’) have theories about what UFOs might be, but because no one can examine a UFO in a scientific laboratory, all of these ideas are really only educated guesses.” Banyak peneliti (disebut ‘ahli ufologi’) memiliki teori tentang apa itu UFO, tetapi karena tidak ada seorang pun yang dapat memeriksa UFO di laboratorium ilmiah, semua gagasan ini sebenarnya hanyalah tebakan belaka. Lalu, bagaimana cara meneliti UFO? Apa 77

metodologi penelitian yang bisa digunakan untuk meneliti fenomena UFO? Apakah penelitian itu? Penelitian bisa mempunyai dua arti. Pertama adalah riset yang dalam bahasa Inggris disebut research, artinya mencari kembali (re-search), dan yang kedua adalah investigasi yang sebenarnya bermakna penyelidikan. Dalam hubungan dengan riset, maka penelitian bisa merupakan sebuah pengujian hipotesis. Dengan kata lain, penelitian merupakan suatu upaya penyelidikan atau pengujian yang dilakukan secara teliti dan kritis dalam mencari fakta-fakta atau prinsip-prinsip serta menggunakan langkah-langkah tertentu.Berdasarkan tujuannya, sebuah penelitian merupakan sebuah usaha untuk menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran suatu pengetahuan. Agak berbeda pengertiannya dengan investigasi, yang umum digunakan dalam terminologi jurnalistik, dan dikalangan ufologi dikenal juga istilah UFO investigator, sebuah kegiatan investigasi adalah upaya penelitian, penyelidikan, pengusutan, pencarian, pemeriksaan dan pengumpulan data, informasi, serta temuan lainnya untuk mengetahui atau membuktikan kebenaran atau bahkan kesalahan sebuah fakta yang kemudian menyajikan kesimpulan atas rangkaian temuan dan susunan kejadian. Penelitian dimulai dari pertanyaan yang belum dapat dijawab oleh seorang peneliti. Untuk ini diperlukan adanya motivasi yang berupa rasa ingin tahu untuk mengembangkan dan menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Untuk melihat dengan jelas tujuan dan sasaran penelitian, perlu diadakan identifikasi masalah dan lingkungan masalah itu. Masalah penelitian selanjutnya dipilih dengan kriteria, antara 78

lain apakah penelitian itu dapat memecahkan permasalahan, apakah penelitian itu dapat diteliti dari taraf kemajuan pengetahuan, waktu, biaya maupun kemampuan peneliti sendiri. Semua ini harus dikembalikan pada obyek penelitian yaitu fenomena ufo. Penelitian ilmiah pada dasarnya untuk mencari kebenaran ilmiah. Ada tiga sifat dasar kebenaran ilmiah yaitu (1) strutur kebenaran ilmiah yang rasional-logis, yakni kebenaran ilmiah selalu dicapai berdasarkan kesimpulan yang logis dan rasional dari proposisi atau premis-premis tertentu. Proposisi-proposisi dapat berupa teori atau hukum ilmiah yang telah terbukti benar dan diterima sebagai benar atau dapat pula mengungkapkan data atau fakta baru tertentu. Proposisi yang menjadi kesimpulan yang dianggap benar dapat diperoleh melalui deduksi atau induksi. Kebenaran ilmiah bersifat rasional dan berlaku universal. (2) Sifat empiris, bahwa bagaimanapun juga kebenaran ilmiah perlu diuji dengan kebenaran yang yang ada, (3) Sifat pragmatis, artinya menggabungkan sifat kebenaran ilmiah yang rasional/logis dan sifat kebenaran empiris. Sebuah pernyataan dianggap benar secara logis dan empiris, jika pernyataan tersebut juga berguna dalam kehidupan manusia yaitu berguna membantu memecahkan berbagai persoalan dalam hidup manusia. Mencari kebenaran Ada hal yang sama antara riset dengan investigasi, keduanya berhubungan dengan “kebenaran”. Dari kecil, manusia selalu bertanya dan punya rasa ingin tahu. Manusia selalu ingin mencari kebenaran. Jika seandainya pengertian atau pengetahuan seseorang sesuai dengan apa yang diketahuinya (dengan realitas), maka dikatakan bahwa orang tersebut pengetahuannya benar. Pengetahuan yang benar 79

adalah pengetahuan yang sesuai dengan obyeknya. Lalu, apakah sesungguhnya “kebenaran” itu? Bagaimana kita bisa memperoleh “kebenaran” jika kebenaran ada di luar sana, seperti slogan film seri X-Files, “The truth is out there”? Apakah dalam ufologi kita menemukan kebenaran dengan cara riset, atau dengan investigasi? Kata-kata “The truth is out there” memang terkenal, namun kalau dipikir serius, kalimat ini sebenarnya tidak membawa optimisme pada studi ufologi. Mengapa? Karena jika kebenaran ada di luar sana, bagaimana kita bisa mengetahui kebenaran tersebut? Apakah dengan cara kita berada di luar sana? Bagaimana cari kita berada di luar sana? Apakah di luar sana adalah di luar realtitas? Sementara kebenaran adalah “yang ada” dalam realitas. Ada yang mengatakan bahwa realitas itu adalah apa yang ada dalam persepsi seseorang. Oleh karena itu kebenaran akan “sesuatu yang-ada” dalam hal ini adalah UFO, adalah juga relatif tergantung persepsi tiap orang. Namun persoalannya adalah, ketika berada dalam persepsi seseorang, apakah sesungguhnya obyek tersebut benar ada? Definisi kebenaran yang dianggap standard adalah kesesuaian antara pikiran dan kenyataan/realitas. Jika di depan saya ada sapi, maka sapi itu adalah benar sapi karena dalam pikiran saya, sapi bentuknya seperti itu dan kenyataannya juga seperti itu. Jadi keberadaan sapi itu benar. Apakah keberadaan UFO itu benar? Dalam kaitannya dengan ini, ada yang dinamakan konsep “evidensi”. Dengan adanya evidensi ini, kenyataan/ realitas memaksakan diri kepada saya dan saya harus merespon evidensi ini. Semakin jelas evidensi yang ada, semakin tidak perlu diragukan validitasnya. Namun di satu sisi, manusia memiliki kemungkinan meragukan sebuah eviden (bukti atau “yang-ada” yang menyatakan dirinya). Seperti telah dijelaskan 80

sebelumnya, ada dua sikap ekstrem manusia menanggapi kebanaran, pertama adalah pesimisme dan di sisi lain adalah optimisme. Sikap pesimisme terjadi saat orang tidak percaya akan kemampuan akal budi manusia untuk memahami kebenaran. Bentuk pesimisme yang paling umum adalah skeptisisme. Berbeda dengan optimisme, merupakan sikap yang menekankan bahwa kita mengetahui kebenaran secara tuntas, total, langsung, jelas. Optimisme yang ekstrem membuat orang kurang obyektif dan merasa yakin akan kebenaran yang dipersepsi olehnya. Dua sikap ekstrem ini menunjukkan bagaimana orang bersikap terhadap kebenaran, dari yang ekstrem menerima begitu saja hingga meragukannya. Sikap terhadap eviden berbeda dengan sikap terhadap kebenaran itu sendiri. Dua kutub ekstrem sikap terhadap evidensi ini adalah cinta dan kecongkakan. Cinta membuka dan menyediakan kehendak untuk mendengar apa yang dinyatakan oleh kenyataan sehingga bersedia menaati tuntutan dan kenyataan. Dengan sikap cinta, kita membiarkan kenyataan untuk menyatakan dirinya. Sementara sikap congkak tidak bersedia mendengar apa yang dikatakan oleh kenyataan dan memberi isi menurut keinginannya sendiri, menolak pengabdian, menolak ketaatan dan kebaktian terhadap kenyataan serta cenderung untuk menguasainya. Sikap ini membahayakan keterbukaan bagi kenyataan yang menyatakan diri. Di kalangan ufologi, sikap seperti ini biasa pada para debunker. Jadi di sini adalah kesediaan memperoleh bukti atau sebaliknya menolak bukti yang ada. Sikap yang ekstrem pada umumnya dianggap kurang baik. Meneliti fenomena ufo sebaiknya dengan sikap openminded skeptic. Kita terbuka sekaligus meragukan, yang berarti kita tidak serta merta menerima begitu saja apa yang ada, namun berusaha untuk mengkritisi sehingga terbuka 81

kemungkinan untuk dikoreksi. Hal itu juga diperlukan sikap cinta terhadap fenomena UFO, sehingga ada kesediaan untuk menerima evidensi yang dihadirkan oleh realitas. Tanpa sikapsikap ini, akan sulit untuk memulai sebuah penelitian di bidang ufologi. Jika tujuannya adalah mencari kebenaran, maka hal ini berkaitan dengan kualitas pengetahuan. Setiap pengetahuan yang dimiliki seseorang yang mengetahui suatu obyek ditinjau dari bagaimana pengetahuan itu dibangun. Pengetahuan tersebut bisa berupa: (1) pengetahuan biasa yang sifatnya subyektif, (2) pengetahuan ilmiah yang bersifat relatif, (3) pengetahuan filosofi yang sifatnya absolut-intersubyektif, dan (4) pengetahuan agama yang bersifat absolut. Pengetahuan itu sendiri juga tergantung dari sudut pandang pengamat. Ini bisa menyebabkan adanya perbedaan. Dalam rangka mencari kebenaran bisa terjadi ketidaksepakatan. Kebenaran pengetahuan yang dibangun oleh tiap-tiap orang dapat mengalami kesulitan untuk mencapai titik

Berbeda sudut pandang bisa menyebabkan perbedaan kesimpulan dan melahirkan ketidaksepakatan.

82

temunya. Manusia dalam membangun pengetahuannya bisa melalui melalui: 1. Inderawi (sense experience) 2. Akal budi, rasio atau intuitif 3. Kepercayaan atau keyakinannya. Perbedaan pengalaman hidup, keyakinan dan proses berpikir menyebabkan akan ada banyak variasi pengetahuan, yang pada akhirnya membuat kebenaran menjadi begitu beraneka di tiap-tiap individu. Seperti penjelasan sebelumnya, kebenaran yang dari bahasa Yunani “alètheia”, berarti “ketaktersembunyian adanya” atau “ketersingkapan adanya”. Kita belum berjumpa pada kebenaran jika “adanya” UFO ini masih tersembunyi. Kebenaran dapat didefinisikan sebagai “conformity of mind with reality” atau kesesuaian antara pikiran dan realitas. Oleh karena itu, kebenaran sebenarnya adalah adalah persamaan antara pikiran (thought) dan sesuatu (thing). Mengkonstruksi teori Teori adalah hubungan antara dua konsep/konstruk atau lebih. Seperti misalnya, ada teori bahwa alien adalah nenek moyang manusia. Di sini “alien” adalah “nenek moyang manusia” merupakan hubungan anara dua konsep “alien” dan “nenek moyang manusia”. Pada dasarnya kita tidak menyebut teori itu benar atau salah, melainkan ialah teori yang kuat dan lemah. Teori akan kuat jika didukung dengan bukti-bukti, sementara lemah jika kurang didukung data empiris (bukti). Teori yang sangat lemah dukungan empirisnya akan menjadi pseudoscience jika masih ada yang mengikuti teori itu. Proses analisisnya bisa melalui proses berpikir logis dengan deduksi dan induksi.

83

Teori yang tidak didukung oleh bukti empiris dan ditinggalkan akan menjadi sejarah, misalnya teori bahwa matahari yang mengitari bumi. Teori yang lemah, sebenarnya merupakan hipotesis yang masih harus didukung oleh buktibukti empiris. Tak dipungkiri bahwa banyak sekali teori di kalangan ufologi yang masih belum memiliki dukungan bukti empiris yang kuat. Sifatnya cenderung spekulatif meski beberapa analisis nampaknya masuk akal. Untuk menjadi sebuah teori yang kuat, bukti empiris harus dicari melalui kaidah ilmu pengetahuan dan metodologi riset yang baku. Sebelum masuk pada sebuah konstruksi teori, adalah perlu untuk menyamakan konsep. Dengan kata lain, persoalan definisi menjadi sangat penting. Kata definisi berasal dari bahasa Latin definitio yang artinya pembatasan. Definisi adalah suatu bagian yang menjelaskan makna sebuah istilah (kata, frase atau simbol). Setiap definisi terdiri dari dua bagian, yaitu definiendum dan definiens. Definiendum adalah kata atau kelompok kata yang didefinisikan. Definiens adalah kata atau susunan kata yang mendefinisikan. Contoh: UFO adalah pesawat makhluk asing. Term “ufo” disebut definiendum dan susunan kata-kata “pesawat makhluk asing” disebut definiens. Definisi merupakan langkah pertama untuk menghindari kekeliruan, terutama kekeliruan yang disebabkan oleh faktor bahasa. Pada hakekatnya, definisi merupakan komponen dari ilmu pengetahuan yang merumuskan dengan singkat dan tepat tentang sesuatu objek. Definisi yang disusun dan disepakati menjadi alat dan prasyarat untuk berfikir dengan logis. Dalam mengkonstruksi sebuah teori, hal itu tidak lepas dari pengetahuan yang dimiliki. Kehidupan sehari-hari telah menyimpan dan menyediakan kenyataan, sekaligus pengetahuan yang membimbing perilaku dalam kehidupan sehari-hari. Kehidupan sehari-hari menampilkan realitas 84

obyektif yang ditafsirkan oleh individu, atau memiliki maknamakna subyektif. Mengkonstruksi teori sama dengan membuat model konseptual yang bisa menjelaskan sebuah fenomena. Dengan demikian, sebuah teori tentang UFO harus bertujuan untuk menjelaskan dan memprediksi fenomena UFO itu sendiri. Pada umumnya untuk mengkonstruksi teori, jika tujuan model untuk menjelaskan keadaan/situasi, maka asumsi harus mendekati realitas. Realitas dan Kenyataan Apakah UFO merupakan sebuah realitas? Atau eksistensi UFO masih misteri? Misteri adalah sesuatu yang belum diketahui dengan pasti dan menarik keingintahuan orang-orang. Misteri biasanya dikaitkan dengan kejadiankejadian supernatural. Akan tetapi Oscar Wilde pernah berkata, “The true mystery of the world is the visible, not the invisible.” Misteri dunia yang sebenarnya adalah yang terlihat, bukan yang tidak terlihat. Jika kita mempelajari sejarah ilmu pengetahuan, maka yang di masa lalu dianggap sebagai misteri, ternyata bisa dipecahkan oleh ilmu pengetahuan. Gunung meletus bukan dikarenakan dewa sedang marah, tetapi karena gerakan magma bumi yang menghasilkan erupsi karena tekanan yang kuat dari dalam. Ini mendasari sebuah harapan, bahwa fenomena UFO suatu saat bisa dipecahkan oleh sains. Omne ens est intelligibile, yang artinya tiap kenyataan terbuka untuk dikenal. Persoalannya, sains membutuhkan bukti empiris. Carl Sagan bahkan pernah berkata, “Extraordinary claims require extraordinary evidence.” Klaim yang luar biasa membutuhkan bukti yang luar biasa. 85

Tentu saja masih banyak orang yang sulit menerima ufo sebagai sebuah realitas dan kenyataan. Kenyataan disebut benar berarti kenyataan itu bersifat intelligible, artinya terbuka bagi budi dan masuk akal. Dalam banyak hal, fenomena ufo sering dianggap tidak masuk akal. Ada sejumlah pertanyaan logis yang sulit dijawab yang membuatnya meragukan untuk dipercaya sebagai sebuah kenyataan. Dalam rangka menguak misteri dan menyatakan realitasnya, kenyataan mempunyai diri terhadap subyek yang mengenalinya. Norma kebenaran dengan demikian tidak terletak pada sains semata, melainkan juga pada kenyataan yang menyatakan diri. Aktivitas dari subyek bersifat mendengarkan, yaitu aktivitas yang reseptif. Evidensi kenyataan menjadi norma kebenaran dan kenyataanlah yang menyatakan diri pada subyek. Jadi untuk sampai pada pengetahuan yang benar, manusia sebagai subyek harus membiarkan kenyataan berbicara. Evidensi yang obyektif menjadi ukuran dan batu ujian kebenaran. Mencari jawaban lewat sudut pandang agama Manusia adalah makhluk yang bertanya. Manusia merasa heran akan sekelilingnya lalu dia bertanya. Setiap kali manusia bertanya dan memperoleh jawaban maka selalu akan muncul pertanyaan baru. Manusia bingung maka untuk itu dia memerlukan refleksi. Dalam refleksinya manusia berdiskusi baik dengan dirinya sendiri maupun juga dengan sesamanya. Dalam diskursus itu manusia bersepakat tentang jawabanjawaban. Jadi, manusia sejak awal adalah makhluk yang berdiskusi, bermusyawarah dan bersepakat. Hanya saja, sering kali ada yang berusaha memaksakan pendapatnya akan kebenaran menurut dirinya.

86

Nico Syukur Dister, seorang teolog, mengemukakan bahwa agama memiliki fungsi emotif-afektif, fungsi sosiomoral dan juga fungsi intelektual-kognitif. Fungsi yang terakhir ini membuat agama sebagai sarana untuk memuaskan intelek manusia manakala manusia diliputi pertanyaan-pertanyaan yang sifatnya fundamental. Sebagai misal, ketika manusia bertanya tentang hakikat penciptaan dan tujuan keberadaan mereka di muka bumi ini. Nico menjelaskan ada dua sumber kepuasan dapat ditemukan dalam agama oleh intelek. Pertama, agama dapat menyajikan pengetahuan yang sifatnya rahasia, dan kedua, memberikan kepuasan dalam pertanyaanpertanyaan etis. Karena UFO dianggap misteri, maka tak heran jika agama kemudian digunakan sebagai referensi dalam diskusi UFO. Pertanyaannya, apakah hal itu harus dihindari atau sesuatu yang tak perlu dicegah? Jika kita membahas dari sudut pandang agama, pada dasarnya yang dilakukan adalah melakukan tafsir atas teks agama. Tak dipungkiri bahwa tarikmenarik kepentingan tafsir agama yang dibumbui pemutlakan kebenaran atas tafsir agama masing-masing. Doktrin yang banyak tertanam dalam pikiran dan perilaku umat beragama adalah bahwa kebenaran agama bersifat tunggal, pasti, dan tuntas. Mereka menganggap, bahwa agama adalah wilayah yang harus disucikan dari kreativitas dan kritik manusia. Hal ini dikarenakan agama adalah wilayah milik Tuhan yang terjamin kebenarannya. Orang yang berani mengkritik agama justru dianggap orang yang sesat, aneh, jauh dari kebenaran. Ali Harb, pemikir Islam kontemporer asal Libanon mengemukakan bahwa kebenaran agama adalah relatif. Kebenaran sering menjadi suatu bentuk pengklaiman dari berbagai pihak secara subyektif dan menjadi konsep tunggal dan sederhana atau teologis metafisik yang sangat jauh dari wilayah penelitian dan pemikiran. 87

Keyakinan dan sikap Persoalan UFO seringkali dipertanyakan antara fakta dengan fiksi, antara nyata dengan fantasi. Ada dua hal yang harus diperhatikan saat membahas fenomena ini, yakni antara keyakinan dan sikap. Keyakinan ini berkaitan dengan fakta atau kejadian, misalnya apakah kita yakin bahwa fakta itu benar atau tidak, atau kejadian tersebut benar terjadi atau tidak. Sebagai contoh, saat ada yang bersaksi mengalami peristiwa diculik oleh alien, apakah kita yakin bahwa kejadian yang dialami oleh saksi tersebut benar atau tidak. Keyakinan kita tentu tidak serta merta menunjukkan kebenaran akan peristiwa itu, sebab keyakinan kita yang menentukan apakah itu benar atau tidak. Pada tataran keyakinan ini, tiap orang bisa berbeda-beda hasilnya. Lalu, bagaimana melakukan penelitian untuk menentukan keyakinan mana yang benar? Tentu tidak mudah untuk membuat penilaian atas sebuah pernyataan. Mengacu kepada Aristoteles, filsuf Yunani kuno, kualitas dari sebuah argumen tergantung dari tiga aspek pembuktian, yaitu logika, etika dan emosional. Ini menyangkut kredibilitas penyampai informasi, yakni kecerdasan, karakter dan niat baiknya. Di kalangan ufologi, penyampai berita yang memiliki motif finansial, kurang mendapat dukungan. Misalnya, ketika seseorang yang memiliki foto atau video UFO namun meminta sejumlah uang sebagai imbalannya. Namun, penting untuk diuji sejauh mana karakter dan kejujuran dari orang yang melaporkan pengalamannya tersebut. Mengingat bahwa kebenaran itu sangat tergantung dari pengalaman masingmasing penilai, maka orang bisa tidak sepakat dalam hal keyakinan mengenai benar tidaknya sebuah peristiwa yang dilaporkan.

88

Hal yang kedua adalah sikap. Sikap seseorang bisa berbeda dengan yang lain. Mungkin dua orang bisa sepakat dalam hal keyakinan, namun sikapnya berbeda. Seseorang memandang alien itu baik sementara yang lain sebaliknya. Sebagai contoh, sering dikatakan bahwa alien jenis reptilian mempunyai agenda yang tidak baik untuk manusia, namun tentu saja bisa terjadi ketidaksepakatan sikap di antara para pengamat UFO tentang hal ini. Mereka sama-sama yakin bahwa alien reptilian itu ada, tapi berbeda sikap tentangnya. Dikarenakan fenomena UFO ini masih tanda tanya dan pengujian kebenarannya tidak semudah membuktikan apakah benar terjadi kecelakaan mobil di jalan raya “A” tadi pagi, maka seringkali ketidaksepakatan dalam hal keyakinan dan sikap ini bisa berlarut-larut tanpa ada satupun yang bisa dengan pasti membuat pernyataan bahwa dirinya yang benar. Sebagai contoh, ada yang menyatakan bahwa apa yang disampaikan oleh Billy Meier adalah sebuah kebohongan, namun tetap saja ada yang yakin itu benar terjadi. Demikian juga mengenai apa yang dilaporkan oleh George Adamski. Banyak sekali orang yang mengaku mendapat kontak dari alien, baik langsung maupun melalui proses medium (channeling), diyakini benar terjadi oleh satu pihak, sementara ada pihak lain yang meragukannya atau bahkan menganggap orang-orang tersebut mengalami gangguan kejiwaan. Oleh karena itu, jalan keluar atas hal ini tidak pernah mudah. Penggunaan teks agama sebagai sebuah evidensi (bukti) tentang penampakan atau kejadian yang berhubungan dengan makhluk cerdas bukan manusia di masa lalu juga bisa menimbulkan ketidaksepakatan dalam hal keyakinan dan sikap. Orang bisa yakin bahwa teks tersebut benar terjadi, sementara ada yang tidak meyakininya peristiwa itu pernah terjadi. Namun demikian, dengan asumsi bahwa apa yang ada dalam teks agama itu merupakan catatan sejarah, maka hal itu 89

bisa digunakan sebagai catatan sebuah peristiwa. Hanya saja, sekali lagi, meski kebenaran agama itu absolut, tetapi hanya berlaku kepada yang mengimaninya saja. Maka sebuah penelitian di bidang ufologi sangat mudah terjadi kekeliruan dan kesalahan pada keputusan atau kesimpulan. Apa beda kekeliruan dan kesalahan? Kekeliruan terletak pada penilaian manusia, bukan pada bendanya sendiri. Manusialah yang membuat penilaian secara gegabah. Dengan keputusan, kita mengadakan afirmasi atau negasi mengenai sesuatu, dan bisa jatuh dalam kekeliruan. Sementara mengenai kesalahan adalah hasil dari tindakan tersebut. Menyadari kekeliruan belum dengan sendirinya menemukan yang benar, namun menyadari kesalahan merupakan langkah yang tepat untuk menuju kebenaran. Tak ada teori yang mutlak benar Penelitian sudah seharusnya mensyaratkan penekunan pada kenyataan dan pengetahuan. Kenyataan adalah suatu kualitas yang terdapat dalam fenomen-fenomen yang memiliki keberadaan (being) yang tidak tergantung kepada kehendak individu manusia (yang tidak dapat kita tiadakan dengan angan-angan). Di sisi lain, pengetahuan adalah kepastian bahwa fenomen-fenomen itu nyata (real) dan memiliki karakteristik-karakteristik yang spesifik. Sementara itu yang juga berperan penting adalah common sense, yaitu pengetahuan yang dimiliki individu bersama individu-individu lainnya dalam kegiatan rutin yang normal, dan sudah jelas dengan sendirinya, dalam kehidupan sehari-hari. Ketika seseorang berusaha membuat sebuah teori atau kesimpulan terhadap fenomena UFO ini, maka hal itu kembali kepada sejauh mana ufo itu merupakan realitas baginya. Bagi sains realitas adalah segala sesuatu yang bisa diobservasi, bagi 90

filsafat realitas adalah segala sesuatu yang bisa dipikirkan. Karena “realitas” adalah dunia sejauh dianggap benar, maka realitas harus dikonstitusi oleh kesadaran. Tujuan penelitian itu sendiri adalah mengkonstruksi teori yang bisa menjelaskan fenomena. Lalu, apakah dalam penelitian tentang ufo ini tidak hanya menghasilkan teori-teori yang sifatnya spekulatif saja? Karl Popper mengatakan, “Perkembangan suatu ilmu pengetahuan dimulai dengan hipotesa dari proposal imajinasi, sesuatu yang berasal dari sebuah pengertian individu dan tak dapat diprediksi…” Bagi Popper segala pengetahuan bersifat sementara, maka terbuka untuk dikatakan salah. Karena itu, menurut Popper kita harus meninggalkan usaha untuk mencari kepastian mutlak dalam pengetahuan manusia. Pengetahuan kita selamanya bersifat konjektural, tentatif, dan selalu harus diuji. Ini mempunyai implikasi metodologis, yakni bahwa suatu teori harus dirumuskan sejelas mungkin sehingga terbuka terhadap penyangkalan. Jadi, ilmu pengetahuan dalam pandangan Popper, merupakan suatu sistem yang terbuka dinamis, dan tak pernah final. Popper mengatakan bahwa ilmiah tidaknya suatu ilmu pengetahuan yang didasarkan pada kemampuannya terhadap ketahanan uji (testability), bisa disalahkan (falsibility) dan bisa disangkal (refutability). Apabila teori dapat diuji dan memenuhi kompenen untuk disangkal maka ia telah memenuhi syarat keilmuan. Prinsip falsifikasi adalah upaya untuk membantah, menyangkal dan menolak teori. Menurut Popper, hal ini adalah prinsip ilmu sejati dan seorang ilmuwan sejati tidak boleh takut untuk menghadapi penolakan, bantahan, kritik, terhadap hipotesa yang dikemukakannya. Bahkan sebaliknya, ia akan terus mengharapkan sanggahan untuk tercapai kebenaran sejati. Menurut Popper, baik memverifikasi maupun

91

mengkonfirmasi suatu teori itu mudah, tapi membuktikan bahwa teori itu salah (falsified) itu yang lebih penting. Problemnya, orang sering terjebak pada logosentrisme. Ingin kebenaran yang pasti dan mutlak. Di sisi lain, kita juga punya pola pikir skeptisisme, meragukan (skeptis), bahkan meragukan pikirannya sendiri. Meragukan segala sesuatu sebenarnya membuat kita berpikir, mempertanyakan. Ini adalah kunci menuju pencerahan adalah berani berpikir sendiri. Maka adalah penting untuk mencari kebenaran akan fenomena ufo ini berangkat dari diri sendiri. Imanuel kant, seorang filsuf pernah mengatakan “sapere aude” yang artinya “beranilah berpikir sendiri” (“Have courage to use your own understanding!”). Namun sekaligus harus siap menghadapi adanya sanggahan bahwa apa yang Anda pikir benar itu ternyata bisa saja keliru. Sikap inilah yang dibutuhkan sebagai peneliti ufo, yakni open-minded skeptic. Galileo Galilei berkata, “All truths are easy to understand once they are discovered; the point is to discover them.” Semua kebenaran mudah dipahami begitu ditemukan; intinya adalah menemukannya.

92

Bab 12 Mewawancarai saksi Salah satu aktivitas penting dari seorang penyelidik UFO adalah melakukan wawancara terhadap saksi. Ini mirip dengan prosedur investigasi lainnya, saksi perlu ditanyai agar bisa didapatkan informasi yang lebih lengkap. Mengenai wawancara ini sendiri tentu ada teknik secara umum. Namun tantangan yang dihadapi memang tidak mudah. Umumnya saksi UFO sering dipertanyakan kredibilitasnya. Sering juga dipertanyakan mengenai kondisi kejiwaannya. Dalam ilmu psikologi atau psikiatri memang ada penjelasan yang tentu saja berbeda dengan sudut pandang di bidang ufologi. Misalnya, saksi mata dianggap mengalami halusinasi atau bisa juga memiliki kepribadian yang mempercayai fantasi sebagai hal yang nyata. Tentu ada berbagai perangkat tes untuk mendeteksi hal itu. Akan tetapi, ini tetap menjadi sebuah tantangan tersendiri. Stigma yang dihadapi baik oleh saksi maupun investigator bisa saja dialami dan hal itu bisa sangat membuat tidak nyaman. Misalnya saja, pihak pewawancara telah memiliki profesi akademik tertentu, bisa dipertanyakan juga kredibilitasnya. Ini seperti yang dialami oleh John E. Mack, 93

seorang professor psikiatri dari Harvard Medical School, yang mendapat celaan dan cibiran dari koleganya karena dianggap telah melampau batas bahkan ada tuduhan melakukan malpraktik. Sementara itu, jika wawancara dilakukan oleh penyelidik yang tanpa memiliki latar belakang keilmuan, maka hasilnya juga akan dipertanyakan. Belum lagi jika ada yang berpendapat bahwa pihak investigator melakukan pengarahan terhadap arah kesaksian. Misalnya, ketika seseorang mengatakan telah melihat ada benda aneh di langit, maka dia mengarahkan saksi agar meyakini bahwa itu adalah UFO. Tantangan investigator tentu adalah pihak yang skeptic. Tak dipungkiri, kadang pihak yang memberikan bantahan adalah dari kalangan yang telah diakui secara otoritas. Padahal belum tentu mereka melakukan investigasi kepada saksi secara langsung. Bisa jadi, buat mereka sudah terjadi apriori sehingga merasa tidak perlu harus mengeluarkan tenaga dan biaya untuk melakukan investigasi lebih lanjut. Terlepas dari masalah itu, apa gunanya melakukan wawancara? Melakukan wawancara terhadap saksi UFO bisa memiliki beberapa tujuan yang dapat berbeda tergantung pada perspektif dan tujuan tertentu. Berikut beberapa tujuan umumnya: 1. Mengumpulkan Informasi: Wawancara dengan saksi UFO dapat membantu mengumpulkan informasi tambahan tentang pengamatan yang mereka lakukan. Ini dapat termasuk detail tentang bentuk, ukuran, gerakan, dan perilaku objek yang mereka lihat. Informasi ini dapat berguna bagi peneliti atau investigator yang mencoba memahami fenomena UFO. 2. Penelitian Ilmiah: Beberapa penelitian ilmiah tertentu mungkin tertarik untuk mewawancarai saksi UFO untuk memperoleh data yang dapat digunakan dalam penelitian 94

3.

4.

5.

6.

7.

mereka. Mereka mungkin mencoba untuk mengidentifikasi pola dalam laporan saksi-saksi UFO atau menganalisis data lain yang dapat membantu menjelaskan fenomena tersebut. Validasi Keaslian: Wawancara dapat membantu peneliti atau investigator memvalidasi keaslian laporan saksi UFO. Mereka mungkin mencoba untuk menentukan apakah laporan tersebut merupakan hasil pengamatan serius atau hanya merupakan hoaks atau kesalahan identifikasi. Pendekatan Psikologis: Beberapa penelitian psikologis mungkin tertarik untuk mewawancarai saksi UFO untuk memahami bagaimana pengalaman mereka memengaruhi kesejahteraan mental dan emosional mereka. Ini dapat membantu memahami efek psikologis dari pengalaman yang seringkali mengganggu. Edukasi Publik: Wawancara dengan saksi UFO juga dapat digunakan untuk tujuan edukasi kepada publik. Ini dapat memberikan wawasan kepada masyarakat umum tentang pengalaman yang dilaporkan oleh individu-individu ini dan mendorong diskusi tentang fenomena UFO. Meski ada kendala bahwa saksi ragu untuk diwawancarai secara terbuka karena bisa mempengaruhi reputasi maupun kredibilitasnya, namun di sisi lain diharapkan ada orang yang punya pengalaman dengan UFO mau berbicara kepada publik. Kepentingan Keamanan Nasional: Dalam beberapa kasus, pemerintah atau lembaga keamanan nasional mungkin tertarik untuk mewawancarai saksi UFO jika mereka merasa bahwa laporan tersebut dapat memiliki implikasi keamanan nasional. Mereka mungkin ingin memahami apakah ada ancaman potensial dari objek yang tidak dikenal tersebut. Rekaman Sejarah: Wawancara dengan saksi UFO juga dapat memiliki nilai sebagai rekaman sejarah. Pengamatan 95

UFO telah ada selama beberapa dekade, dan wawancara dengan saksi-saksi dapat menjadi bagian dari dokumentasi sejarah fenomena ini. 8. Analisis Statistik: Data yang diperoleh dari wawancara dengan banyak saksi UFO dapat digunakan untuk analisis statistik yang lebih besar. Ini dapat membantu mengidentifikasi tren atau pola dalam laporan-laporan UFO yang dapat memberikan wawasan lebih lanjut tentang fenomena ini. 9. Pemahaman Budaya Populer: Fenomena UFO sering kali menjadi bagian dari budaya populer, termasuk film, buku, dan media lainnya. Wawancara dengan saksi-saksi UFO dapat membantu memahami bagaimana pengalaman mereka memengaruhi narasi budaya populer tentang UFO. 10. Pengembangan Teori Ufologi: Beberapa individu atau kelompok tertentu mungkin tertarik untuk mewawancarai saksi UFO dalam upaya untuk mengembangkan atau menguji teori-teori mereka tentang asal usul atau sifat fenomena UFO. Tak dipungkiri, ada penyelidik UFO yang mementingkan diri sendiri, demi informasi yang diperolehnya, dia mengabaikan kepentingan dari saksi. Secara etika, kita mesti memperhatikan kepentingan saksi. Banyak yang menginginkan agar identitas dirinya disamarkan. Seorang saksi UFO dapat menghadapi berbagai kendala ketika mencoba melaporkan atau menjelaskan pengalaman mereka. Beberapa kendala yang umumnya dihadapi oleh saksi UFO meliputi: 1. Stigma dan Ridikulisasi: Salah satu kendala utama yang dihadapi oleh saksi UFO adalah stigma sosial dan potensi untuk diremehkan. Beberapa orang mungkin tidak ingin melaporkan pengalaman mereka karena takut menjadi bahan tertawaan atau tidak dipercaya oleh orang lain.

96

2. Ketidakpastian: Pengalaman UFO sering kali sulit untuk dijelaskan atau dimengerti secara rasional. Saksi UFO mungkin merasa tidak yakin tentang apa yang mereka lihat atau alami, yang dapat menyebabkan keraguan dan kebingungan. 3. Ketidakmampuan untuk Merekam Bukti: Seringkali, saksi UFO tidak memiliki bukti fisik yang dapat mereka tunjukkan sebagai bukti pengalaman mereka. Ini membuat laporan mereka kurang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. 4. Kekhawatiran akan Dampak Karir: Beberapa orang mungkin khawatir bahwa melaporkan pengalaman UFO mereka dapat memiliki dampak negatif pada karir mereka atau reputasi profesional. 5. Kekhawatiran akan privasi: Saksi UFO mungkin juga khawatir tentang kehilangan privasi mereka jika mereka melaporkan pengalaman mereka secara terbuka. Mereka mungkin takut menjadi pusat perhatian media atau peneliti yang ingin menginvestigasi lebih lanjut. 6. Kesulitan dalam penjelasan: Mengartikulasikan pengalaman yang sering kali luar biasa dan sulit dijelaskan secara logis dapat menjadi kendala besar. Saksi UFO mungkin merasa kesulitan menjelaskan detail seperti bentuk, ukuran, atau perilaku objek yang mereka lihat. 7. Kekhawatiran terhadap kredibilitas: Orang-orang sering kali khawatir bahwa melaporkan pengalaman UFO dapat merusak kredibilitas mereka dalam pandangan orang lain, terutama jika mereka memiliki pekerjaan atau posisi sosial yang tinggi. 8. Tidak ada dukungan ilmiah yang signifikan: Kurangnya penelitian ilmiah yang serius tentang fenomena UFO dalam beberapa tahun terakhir juga dapat menjadi kendala. Beberapa saksi UFO mungkin merasa bahwa tidak ada 97

forum yang memadai untuk melaporkan atau mendiskusikan pengalaman mereka secara ilmiah. Pada dasarnya, wawancara ini bertujuan juga untuk bisa menyodorkan bukti yang bisa dipercaya kepada masyarakat. Ini dengan tujuan agar keberadaan fenomena UFO ini bisa makin dipercaya adanya. Jadi, persoalannya masih pada ingin menyodorkan bukti yang tak terbantahkan. Tapi hal ini memang sangat tidak mudah sebab apapun hasilnya tetap bisa dianggap bukan merupakan bukti ilmiah (scientific evidence). Kita sering terbentur pada masalah ini dan tak heran bisa membuat frustrasi. Di masa kini, ketika media sosial sudah semakin marak dan perbincangan di dunia maya bisa menjadi sangat brutal, maka kesiapan untuk dikomentari oleh para netizen tentu juga harus diperhatikan. Cibiran, penghakiman hingga tuntutan dari netizen bisa sangat banyak. Misalnya, ketika saksi hanya menceritakan saja, maka menuntut harus ada foto. Ketika ada foto, maka dipertanyakan mengapa tidak ada rekaman video. Kalaupun semua itu ada, maka kemudian dituduh bahwa itu adalah editan. Hal-hal seperti ini memang di luar kendali pihak investigator. Kalau kita terlalu terbawa perasaan, maka bisa mempengaruhi semangat untuk terus melakukan investigasi fenomena UFO ini. Jika kita tetap yakin dengan apa yang dilakukan, maka hal yang bisa kita kendalikan adalah bagaimana sikap kita sebagai pewawancara, dan ini sangat penting agar bisa didapat kesaksian yang baik. Sebagai seorang pewawancara yang berbicara dengan saksi UFO, penting untuk menjalankan wawancara dengan sikap yang baik, etis, dan objektif. Berikut beberapa prinsip sikap yang baik yang perlu diikuti: 1. Terbuka dan Empati: Cobalah untuk mendengarkan dengan terbuka dan empati terhadap pengalaman saksi UFO tanpa 98

2.

3.

4.

5.

6.

7.

prasangka atau skeptisisme yang berlebihan. Ingatlah bahwa pengalaman mereka mungkin sangat pribadi dan bermakna bagi mereka. Hormati Privasi dan Keinginan Saksi: Hormati privasi saksi dan keinginan mereka. Beberapa saksi mungkin ingin menjaga anonimitas mereka atau merasa tidak nyaman dengan perhatian media yang berlebihan. Pastikan untuk meminta izin mereka sebelum membagikan informasi pribadi mereka. Pertanyaan Terbuka dan Tidak Mempengaruhi: Gunakan pertanyaan terbuka dan tidak mempengaruhi untuk memungkinkan saksi menceritakan pengalaman mereka dengan bebas. Hindari memberikan saran atau hipotesis selama wawancara yang dapat memengaruhi narasi mereka. Jaga Etika Jurnalisme: Jika Anda seorang wartawan atau peneliti, ikuti etika jurnalisme yang ketat. Verifikasi fakta dengan hati-hati, berikan konteks yang tepat, dan hindari sensasionalisme. Pertimbangkan Penjelasan Lain: Selalu tanyakan kepada saksi apakah mereka telah mempertimbangkan atau mencari penjelasan lain untuk pengalaman mereka. Hal ini dapat membantu mengidentifikasi kemungkinan penjelasan yang lebih masuk akal. Kesabaran dan Pengertian: Pengalaman saksi UFO sering kali membingungkan atau mengejutkan, sehingga mereka mungkin memerlukan waktu untuk merinci atau menjelaskan dengan baik. Bersabarlah dan tanyakan pertanyaan tambahan jika diperlukan untuk mengklarifikasi pengalaman mereka. Hindari Prasangka dan Kepentingan Pribadi: Hindari memiliki prasangka atau kepentingan pribadi yang dapat memengaruhi wawancara Anda. Jangan mencoba

99

mengonfirmasi atau membantah pengalaman saksi berdasarkan keyakinan atau pandangan Anda sendiri. 8. Objektivitas: Pertimbangkan bahwa pengalaman UFO sering kali tidak dapat dijelaskan dengan mudah. Cobalah untuk menjaga sikap objektif dan berfokus pada fakta yang tersedia. 9. Terbuka terhadap Kemungkinan Kebohongan atau Kesalahan Identifikasi: Selalu ada kemungkinan bahwa saksi UFO mungkin salah mengidentifikasi objek yang mereka lihat atau bahkan berbohong. Oleh karena itu, selalu pertimbangkan bahwa ada kemungkinan kesalahan dalam laporan mereka. 10. Bantu Mereka Menemukan Dukungan: Jika saksi UFO mengalami kesulitan psikologis akibat pengalaman mereka, tawarkan dukungan dan bantuan untuk menghubungkan mereka dengan sumber daya atau spesialis yang dapat membantu. Sikap yang baik dan etis dalam wawancara dengan saksi UFO penting untuk memahami dan mendokumentasikan pengalaman mereka secara obyektif, terlepas dari apa yang Anda pribadi percayai tentang keterangan saksi. Perlu diingat pula, saksi UFO belum tentu memiliki pengetahuan atau minat terhadap fenomena UFO. Mengapa UFO yang dilihat tidak dipotret? Banyak orang kecewa ketika ada laporan UFO tidak disertai dengan bukti foto atau video. Padahal, banyak orang yang sudah membawa kamera, setidaknya kamera ponsel yang dimilikinya. Mengapa ketika melihat obyek di langit yang aneh, orang kemudian tidak memotretnya? Hal ini sering dipertanyakan di milis, bahkan di forum-forum diskusi, saat ada yang menyampaikan pengalamannya melihat benda 100

terbang yang dianggapnya aneh, maka dia akan diminta menyodorkan buktinya. Repotnya, di masa kini, ketika ada yang menunjukkan foto atau video, maka sering dianggap hal itu hasil karya edit dengan software sejenis photoshop. Memang orang menuntut adanya bukti pendukung sebuah kesaksian. Orang tidak lagi mempercayai langsung cerita yang disampaikan. Entah apakah orang makin tidak mudah percaya pada orang lain, atau di jaman digital ini, orang menuntut sesuatu yang tidak sekedar cerita, tapi didukung audio visual juga. Semakin bukti itu bersifat multimedia, maka bukti itu akan disukai dan diharapkan. Meski di sisi lain, dengan hadirnya berbagai software editing foto atau video yang mudah dioperasikan, orang menjadi ragu, atau dengan mudah menganggap hal itu sebagai hoax. Orang menjadi takut dia tertipu sehingga sikap awalnya adalah meragukannya. Kembali ke masalah, mengapa orang yang melihat UFO tidak memotretnya? Apakah Anda pernah melihat UFO atau sesuatu yang Anda anggap aneh di langit? Jika ya, apakah Anda memotretnya? Jika tidak, Anda mungkin bisa menjawab pertanyaan, mengapa Anda tidak mengabadikannya. Tentunya dengan asumsi, Anda membawa kamera. Kalau memang tidak ada kamera, ya lain persoalan. Anda akan punya beberapa alasan mengapa Anda tidak memfotonya. Seringkali, justru orang-orang yang tidak pernah melihat langsung UFO, hanya bisa mempertanyakan dengan nada menuntut dan kecewa seakan menyalahkan pelapor, mengapa tidak difoto? Tentu ini menjadi serba salah. Baik didukung bukti atau tidak ada bukti punya peluang untuk sama-sama diragukan. Namun, saya ingin menyampaikan setidaknya ada 10 alasan mengapa orang tidak memotret atau menggunakan kameranya saat melihat benda terbang yang menurutnya aneh. Berikut adalah kemungkinan yang terjadi:

101

1. Mereka tidak tertarik soal UFO. Anda mungkin tertarik dengan UFO, atau bahkan mungkin sangat terobsesi dengan fenomena yang satu ini. Tapi belum tentu orang lain yang mendapat kesempatan melihat UFO, tertarik pada hal ini. Alasan orang memotret biasanya adalah tertarik dengan obyek yang dilihatnya. Misalnya, saat Anda di jalan raya dan melihat ada kecelakaan lalu lintas, apakah Anda merasa perlu untuk memotretnya? Bisa ya, bisa juga tidak. Atau, tiba-tiba Anda melihat ada mobil yang aneh, apakah Anda akan memotretnya? Jika Anda seorang penggemar mobil, boleh jadi Anda akan memotretnya, tapi jika tidak tentu belum tentu Anda akan buru-buru mengambil kamera dan mengabadikannya. 2. Terpana. Jika Anda melihat sesuatu yang aneh, sangat mungkin Anda akan terpana dan terkesima. Terpana jelas membuat orang menjadi tidak bergerak dan lupa. Bahkan mungkin bisa dikatakan yang terjadi adalah melongo. Kejadian yang berlangsung dalam beberapa detik atau bahkan menit, jika itu membuat Anda terpana, Anda tidak akan ingat dan sadar untuk memotretnya. Sesuatu yang membuat terpukau bisa sekaligus membuat Anda terpaku mengamatinya. Belum lagi kalau itu disertai dengan kaget. Bila Anda penggemar UFO, boleh jadi rasa kaget ini membuat Anda seakan tak percaya yang kemudian menjadikan diri Anda tercengang. Anda akan melewatkan kejadian itu tanpa memotretnya. Agenda utama Anda waktu itu mungkin ingin mengamati lebih jelas, dan terlupakan untuk mengabadikannya. 3. Waktu yang singkat. Mengambil kamera, melakukan penyetelan, dan menunggu reaksi kamera untuk siap dijepret, jelas membutuhkan waktu beberapa detik. Kejadian penampakan UFO seringkali berlangsung hanya singkat. Anggap saja Anda siap dan sadar untuk segera 102

memotretnya, barangkali tidak cukup waktu untuk melakukannya dan benda itu sudah menghilang. Beberapa kejadian, saksi sempat siap untuk memotret namun obyek sudah hilang. 4. Tidak berpikir perlu untuk difoto. Seseorang mungkin tidak tertarik soal UFO, tapi mengapa melewatkan obyek yang fenomenal ini? Rasanya tidak masuk akal kan? Ada banyak orang yang berpikir, apakah memang perlu untuk difoto? Tidak semua orang punya kebiasaan memotret. Atau ada orang yang sering sebelum memotret masih pikir-pikir dulu untuk memfoto atau tidak. Hampir mirip memang dengan orang yang tidak tertarik dengan UFO, namun ada orangorang yang memang tidak suka memotret walau punya kamera. Apalagi kamera itu hanya asesoris di ponselnya yang tidak begitu suka dipakai olehnya. 5. Lupa jika ada kamera. Ketika melihat sesuatu, mungkin Anda kaget dan terpana atau mungkin juga tidak karena Anda orang yang sangat rileks menghadapi situasi yang tidak biasa. Tapi bisa jadi Anda lupa bahwa Anda membawa kamera saat itu. Banyak kejadian dalam kehidupan seharihari yang menarik terlewatkan untuk difoto karena kita lupa sedang membawa kamera. 6. Tidak yakin itu UFO. Melihat UFO tentu sering menjadi pertanyaan, “Benarkah itu memang UFO?” Kita sering berpikir, jangan-jangan itu pesawat terbang biasa, atau layang-layang. Jadi, untuk apa difoto? Anda yang tertarik pada UFO mungkin akan berkata, “kenapa tidak difoto saja? Toh bisa dianalisa nanti.” Ya, proses pengambilkan keputusan yang terjadi pada saksi mata tidak sesederhana itu. Banyak kejadian penampakan UFO yang dilihat oleh beberapa orang, seringkali hanya satu atau dua orang saja yang kemudian mengambil keputusan untuk memotret.

103

7. Panik. Berbeda dengan terpana, orang melihat UFO bisa gugup dan panik. Apalagi kalau dalam jarak yang cukup dekat. Jarang sekali ada UFO yang difoto dalam jarak yang sangat dekat, apalagi makhluknya jika terlihat keluar. Boleh jadi orang yang melihat sudah panik duluan, lupa memotret atau bahkan kalau perlu lari menjauh. Kepanikan juga bisa menyebabkan Anda lupa cara mengoperasikan kamera dan melakukan kesalahan-kesalahan pencet sehingga gagal memotret. 8. Kamera tidak berfungsi. Saya pernah membaca laporan, saat saksi mata melihat UFO, dia sempat mengambil kameranya namun anehnya kameranya tidak berfungsi. Kasus seperti ini bukan satu dua kali saja tetapi cukup sering terjadi. Entah apa karena gugup sehingga kamera salah pencet sehingga tidak berfungsi baik, atau memang ada pengaruh yang tidak dapat dijelaskan yang menyebabkan kamera tidak berfungsi. 9. Tidak terlihat apa-apa. Sangat mungkin seseorang saat melihat UFO dan dia berhasil mengarahkan kameranya ke obyek tersebut. Tapi entah karena sangat jauh, atau kamera yang dimilikinya berkualitas rendah, obyek tersebut tidak nampak. Ini sering terjadi pada malam hari. Tentu jika ini yang terjadi, tidak ada bukti foto yang bisa disampaikan. 10. Tidak percaya UFO itu ada. Anda seorang yang sangat yakin UFO itu tidak ada. Anda disodorkan banyak bukti foto UFO, tapi tetap saja Anda tidak percaya itu adalah UFO. Menurut Anda, pasti ada penjelasan yang masuk akal mengenai obyek itu. Suatu saat, Anda melihat obyek aneh di langit. Tentu Anda tidak yakin bahwa itu UFO yang merupakan pesawat asing dari luar angkasa. Apakah Anda akan memotretnya? Tentu Anda tidak memerlukan bukti untuk membantah keyakinan Anda sendiri. Anda mungkin menceritakan kejadian itu, tapi tidak untuk keyakinan Anda, 104

hanya sekedar sharing. Saya sering mendapat laporan penampakan UFO, beberapa justru dari orang yang tidak percaya adanya UFO. Demikian menurut saya 10 alasan mengapa orang yang melihat UFO tidak bisa menyajikan bukti foto. Mungkin baginya, seeing is believing… meski bagi orang lain, mereka baru bisa percaya kalau ada bukti, setidaknya sebuah foto untuk bisa dilihat, diamati, dianalisa. Mungkin mereka menganut pepatah, sebuah foto dapat bercerita seribu kata. Melindungi privasi saksi Melindungi privasi saksi UFO adalah suatu keharusan dalam wawancara atau investigasi apa pun yang melibatkan pengalaman pribadi mereka. Ini penting untuk menghormati hak individu atas privasi dan membuat mereka merasa aman ketika membagikan pengalaman mereka. Berikut adalah beberapa langkah yang dapat diambil untuk melindungi privasi saksi: 1. Anonimitas opsional: Tawarkan pilihan kepada saksi untuk tetap anonim dalam laporan mereka. Ini berarti mereka tidak akan diidentifikasi oleh nama atau foto diri mereka dalam publikasi atau laporan yang Anda buat. 2. Gunakan nama samaran: Jika saksi setuju untuk memberikan nama mereka, pertimbangkan untuk menggunakan nama samaran atau inisial mereka dalam laporan Anda. Ini membantu menjaga privasi mereka. 3. Hindari menyebutkan lokasi secara detil: Jika saksi memberikan informasi tentang lokasi pengalaman UFO mereka, hindari menyebutkan lokasi yang sangat spesifik atau alamat yang dapat mengidentifikasi mereka dengan mudah. 4. Tutup Identitas Pribadi: Jika Anda membuat catatan atau wawancara tertulis, pastikan untuk menyunting atau 105

menghapus informasi pribadi yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi saksi, seperti nomor telepon, alamat email, atau alamat rumah. Hal ini harus dilakukan kecuali sudah ada persetujuan dari saksi. 5. Hapus Data Identifikasi dari Rekaman Audio atau Video: Jika Anda merekam wawancara dengan saksi UFO, pastikan untuk menghapus atau mengaburkan elemenelemen yang dapat mengidentifikasi mereka, seperti wajah atau suara yang dapat dikenali. Tentu hal ini tidak perlu dilakukan jika saksi memberikan ijin dan tidak masalah jika wajah atau suara mereka dipublikasikan. 6. Lindungi Data Digital: Jika Anda menyimpan informasi saksi dalam format digital, pastikan bahwa data tersebut dienkripsi dan dilindungi dengan kata sandi untuk mencegah akses yang tidak sah. 7. Gunakan Metode Komunikasi Aman: Ketika berkomunikasi dengan saksi, gunakan metode komunikasi yang aman dan enkripsi jika mungkin. Ini dapat melindungi informasi pribadi mereka dari penyusup. 8. Hentikan Publikasi jika Diminta: Jika saksi setuju untuk berbicara dengan Anda, tetapi kemudian berubah pikiran dan ingin menarik laporan atau menahan diri dari publikasi, hormati keinginan mereka dan hentikan publikasi atau penelitian terkait. 9. Pertimbangkan risiko dampak negatif: Selalu pertimbangkan apakah publikasi atau pengungkapan informasi tentang saksi UFO dapat berisiko membahayakan privasi atau keamanan mereka. Keamanan dan kesejahteraan saksi harus menjadi prioritas utama. Dalam beberapa kasus, kesaksian yang dipublikasikan bisa merugikan karier saksi. 10. Konsultasikan dengan Saksi: Sebelum mempublikasikan informasi atau hasil wawancara, konsultasikan dengan saksi untuk memastikan mereka merasa nyaman dengan cara 106

informasi mereka disampaikan dan tingkat privasi yang dipertahankan. Melindungi privasi saksi UFO adalah langkah penting dalam menjalankan wawancara atau investigasi yang etis. Ini membantu menciptakan lingkungan di mana individu merasa aman untuk berbagi pengalaman mereka tanpa takut konsekuensi negatif atau pelanggaran privasi. Insentif untuk saksi `Dalam investigasi UFO, biasanya meminta insentif atau imbalan merupakan hal yang bisa dianggap tabu dan bisa menurunkan kredibilitas saksi karena dianggap memiliki motif komersial. Tapi tidak menutup kemungkinan bahwa ada saksi mata yang mengharapkan adanya imbalan, misalnya yang bersangkutan memiliki bukti foto dan video yang dianggapnya bernilai. Dulu, pernah ada yang menawarkan kepada saya, sebuah artefak berupa batu yang diakuinya berhubungan dengan alien, lalu yang bersangkutan menawarkan menjual batu tersebut. Hal yang sama pernah juga dialami oleh peneliti UFO senior, Marsekal Muda TNI (Purn.) J. Salatun, yang pernah mengemukakan bahwa Ir. Tony Hartono yang memotret UFO di lepas pantai Cilamaya pernah menawarkan menjual film negatifnya. Selain itu, mungkin sekali saksi mata kemudian membutuhkan biaya untuk perjalanan atau bisa juga dalam bentuk pulsa data untuk melakukan komunikasi sehubungan dengan proses wawancara. Kalau ini terjadi, bagaimana sebaiknya sikap kita? Jika seorang saksi mata UFO meminta insentif atau kompensasi finansial atas partisipasinya dalam wawancara atau penelitian, Anda harus mempertimbangkan hal ini dengan hatihati dan berikut beberapa langkah yang dapat Anda ambil: 107

1. Pertimbangkan Etika: Pertimbangkan apakah memberikan insentif atau kompensasi kepada saksi mata adalah tindakan yang etis dalam konteks penelitian atau wawancara yang Anda lakukan. Beberapa penelitian ilmiah memiliki anggaran untuk memberikan kompensasi kepada partisipan, tetapi dalam kasus fenomena UFO, ada beberapa pertimbangan etis yang berbeda yang harus dipertimbangkan. 2. Transparansi: Jika Anda memutuskan untuk memberikan insentif, pastikan Anda transparan dan jujur dengan saksi tentang jumlah insentif yang akan mereka terima dan alasan di baliknya. 3. Jangan Memengaruhi Kesaksian: Pastikan bahwa insentif yang Anda tawarkan atau diminta tidak memengaruhi atau memengaruhi kesaksian saksi. Maksudnya, saksi tidak harus merasa bahwa mereka harus memberikan informasi atau membuat cerita yang lebih dramatis hanya untuk mendapatkan kompensasi yang lebih besar. 4. Tetapkan Batasan: Tentukan batasan atau kebijakan tentang apa yang dapat dan tidak dapat dicover oleh insentif. Jangan biarkan insentif menjadi alat untuk mempengaruhi kesaksian atau perilaku saksi. 5. Pertimbangkan Anggaran: Pertimbangkan anggaran Anda dan apakah Anda memiliki sumber daya yang cukup untuk memberikan insentif kepada semua saksi mata yang mungkin meminta kompensasi. Ini dapat menjadi faktor yang penting terutama jika Anda memiliki banyak saksi. 6. Diskusikan dengan penasihat hukum: Jika Anda terlibat dalam penelitian ilmiah atau investigasi formal dengan dana hibah dari institusi tertentu yang melibatkan insentif kepada saksi, pertimbangkan untuk berkonsultasi dengan penasihat hukum atau etika untuk memastikan bahwa Anda mematuhi aturan dan regulasi yang berlaku. 108

7. Pertimbangkan Alternatif: Selain memberikan insentif finansial, pertimbangkan apakah ada alternatif lain yang dapat Anda tawarkan kepada saksi, seperti memberikan mereka salinan laporan penelitian atau hasil investigasi yang dapat menjadi kontribusi positif bagi mereka. 8. Pilih Metode Pembayaran yang Aman: Jika Anda memutuskan untuk memberikan insentif finansial, pastikan metode pembayaran yang Anda gunakan aman dan dapat dipertanggungjawabkan. Perlu dipertimbangkan bahwa pemberian insentif kepada saksi mata UFO adalah hal yang sensitif dan harus diperlakukan dengan hati-hati. Pastikan bahwa tindakan Anda tetap konsisten dengan prinsip-prinsip etika penelitian dan investigasi, dan hindari membuat kesaksian menjadi tidak objektif atau terpengaruh oleh insentif yang diberikan. Sketsa Jika tidak ada foto atau video, saksi bisa diminta membuat sketsa apa adanya. Sedapat mungkin sketsa ini dibuat oleh saksi. Tentu ada keterbatasan jika saksi mengatakan tidak bisa menggambar. Namun sketsa yang original dibuat oleh saksi memiliki nilai yang baik. Tujuannya adalah untuk memberikan visualisasi dari apa yang disaksikan oleh saksi. Sketsa yang dibuat oleh seorang saksi mata dapat memiliki nilai penting dalam investigasi fenomena UFO atau pengamatan lainnya. Ini juga bisa untuk meningkatkan Klarifikasi. Sketsa dapat membantu saksi untuk lebih detil dalam menjelaskan bentuk, ukuran, dan detail objek yang mereka lihat. Ini bisa menghasilkan deskripsi yang lebih rinci dan membantu investigator atau peneliti memahami pengalaman saksi dengan lebih baik. 109

Selain itu dengan sketsa bisa membantu Identifikasi. Jika objek yang dilihat saksi adalah benda yang tidak biasa atau tidak dikenal, sketsa dapat membantu dalam upaya identifikasi. Sketsa ini dapat digunakan sebagai dasar untuk membandingkan dengan objek-objek yang mungkin ada dalam database atau literatur tentang objek yang serupa. Ini sekaligus juga bisa membantu rekonsiliasi dengan data lain. Sketsa dapat digunakan untuk membantu saksi menggabungkan pengalaman visual mereka dengan data lain, seperti data radar atau data pengamatan lain yang dapat tersedia. Ini dapat membantu menyusun gambaran lengkap tentang apa yang terjadi. Dengan sketsa juga bisa menciptakan bukti visual. Sketsa dapat menjadi bentuk bukti visual bahkan dokumenter yang dapat digunakan untuk melengkapi laporan investigasi atau penelitian. Ini dapat membantu membagikan pengalaman saksi kepada orang lain dan memperkuat laporan mereka. Sketsa juga dapat digunakan sebagai dokumen yang berguna untuk mendokumentasikan pengalaman saksi. Ini sekali lagi akan dapat membantu dalam mempertahankan catatan yang akurat dan terperinci tentang pengamatan UFO. Perlu diingat bahwa sketsa yang dibuat oleh saksi tidak selalu akan menjadi representasi sempurna dari apa yang mereka lihat, karena pengalaman visual tidak mudah untuk ditransfer dengan tepat ke kertas. Namun, sketsa dapat menjadi alat yang bermanfaat dalam upaya untuk memahami dan menggambarkan pengalaman saksi mata dengan lebih baik.

110

Bab 13 Open-minded, namun tetap harus skeptis Saya pernah mengikuti acara lokakarya metodologi penelitian yang diselenggarakan oleh Unika Widya Mandala, Surabaya. Ini tentu saja bukan lokakarya UFO, namun berhubung ada yang pernah bertanya soal bagaimana metode meneliti fenomena UFO, saya coba pelajari materi yang ada. Materi disampaikan oleh B.M. Purwanto, Ph.D., dosen dari Universitas Gadjah Mada. Materinya bagi saya sangat menarik dan memberi gambaran tentang apa itu pengetahuan, apa itu science dan juga paradigma-paradigma yang ada. Tentu saja, lokakarya metodologi penelitian untuk bidang manajemen, namun saya ingin berbagi apa yang saya dapatkan, barangkali dapat diaplikasikan ke dalam ufologi. Saya teringat pada Dr. Thomas Jamaluddin, seorang Peneliti Utama Astronomi-Astrofisika LAPAN (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional), sekarang BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional), pernah mengatakan bahwa secara ilmiah keberadaan UFO sulit dibuktikan. Dalam nomenklatur kajian antariksa, UFO tidak pernah masuk sebagai kajian ilmiah. Saya sangat setuju akan hal itu dan harus diakui, 111

pengetahuan tentang UFO masih dalam ranah pseudoscience. Tapi, apakah benar kita tidak bisa meneliti soal UFO? Bagaimana pengetahuan tentang UFO dibangun? B.M. Purwanto mengemukakan bahwa manusia sebagai makhluk yang sadar diri, sadar lingkungan, memiliki sejumlah pengetahuan. Apa yang diketahui manusia mempengaruhi keputusan-keputusan yang akan dibuatnya. Di Dijelaskan juga tentang Style of Thinking, dalam hal bagaimana manusia memperoleh pengetahuan (knowledge). Ada 8 cara manusia memperoleh pengetahuan, yaitu: (1) Authority and tradition, (2) Postulate, (3) Self-Evident Truth, (4) Personal Experience, (5) Common Sense, (6) Case Studies, (7) Myth and superstition, dan (8) Science. Pengetahuan otoritas dipercaya karena orang yang menyampaikan misalnya dianggap benar, baik, jujur dan powerful. Sebagai contoh, percaya pada pengetahuan yang diberikan oleh guru kita, atau pemimpin agama. Sementara pengetahuan berdasarkan common sense, biasanya tergantung dari pengalaman dan logika seseorang. Sifatnya memang subyektif. Yang menarik tentunya adalah pengetahuan berdasarkan mitos (myth) dan tahayul (superstition). Misalnya, kursi pesawat tidak ada yang nomor 13, lantai apartemen atau hotel tidak ada yang diberi nomor 13. Science sendiri merupakan sebuah cara berpikir untuk memperoleh pengetahuan. Sebagai sebuah cara berpikir, metode ilmiah berada dalam ranah rasionalisme dan empirisme. Empirisme adalah observasi dan proposisi berdasarkan pada pengalaman dengan menggunakan metode induktif logic, termasuk matematik dan statistik. Sementara rasionalisme, sumber utama pengetrahuan adalah penalaran (reasoning dan judgment). Pengetahuan dideduksi dari kebenaran dan hukum alam. Seorang yang berpikir secara ilmiah, harus memiliki sikap skeptis. 112

Sebagai orang yang ingin berpikir secara ilmiah, kita tidak bisa menjadi orang yang naif 100%. Artinya, terbuka dan menerima segala hal. Namun, B.M. Purwanto juga menegaskan bahwa kebenaran ilmiah tidak pernah mutlak, dan ini ditandai dengan selalu ada error atau deviasi. Oleh karena itu, cara berpikir science juga menuntut keterbukaan terhadap hal baru (open minded), namun tetap dilandasi dengan sikap skeptis. Kalau tidak terbuka dan skeptis, maka pengetahuan yang kita miliki menjadi ideologi. Memang dikemukakan juga oleh B.M. Purwanto bahwa tidak menarik jika sumber pengetahuan hanya bersumber pada science saja. Namun aneh juga kalau hanya didominasi oleh mitos dan otoritas saja. Pengetahuan ilmiah menuntut harus bisa dilakukan verifikasi, sementara itu, sebuah case study sulit untuk direplikasi dan lemah dalam generalisasi. Ini menjadi menarik karena saya teringat pada studi kasus orang-orang yang mengaku mengalami perjumpaan (alien encounter) atau penculikan oleh alien (alien abduction). Saya tahu betul, bahwa studi seperti ini jelas sulit untuk diverifikasi bahkan sangat subyektif. Dalam hal ini B.M. Purwanto mengemukakan dengan tepat memang bahwa tanpa bisa diverifikasi, akhirnya akan hanya menjadi belief (kepercayaan) saja. Jadi, itu tergantung saya percaya dengan kasus yang diceritakan itu atau tidak. Setelah itu, ketika saya menyampaikan laporan studi kasus, maka pembaca atau pemirsa juga tinggal percaya atau tidak. Tentu saja, dengan demikian tidak bisa disebut sebagai sebuah studi ilmiah. Contoh lain yang sempat dibicarakan oleh salah seorang peserta lokakarya, ketika gunung Merapi meningkat status bahayanya, ahli vulkanologi memperkirakan akan meletus, namun Mbah Marijan mengatakan bahwa Merapi tidak akan meletus. Terbukti waktu itu tidak jadi meletus. Mbah Marijan yang benar, akan tetapi, pengetahuan Mbah Marijan 113

ini tidak bisa dianggap sebagai ilmiah karena tidak dapat direplikasi oleh orang lain. Science bagaimanapun juga menuntut verifikasi. Sempat disinggung juga soal pseudoscience. Ada “tabu besar” yang dilakukan oleh pseudoscience, misalnya, seringkali hanya memilih data yang mendukung saja. Dengan demikian ada norma komunitas ilmiah yang dilanggar, yaitu kejujuran (honesty). Saat menjelaskan soal norma komunitas ilmiah, selain kejujuran, ada 4 norma lagi, yaitu (1) universalism, (2) organized skepticism, ilmuwan harus selalu bersikap kritis dan berhati-hati dalam menerima ide baru, (3) Disinterestedness, di mana ilmuwan harus netral dan terbuka terhadap hal-hal baru, (4) Communnalism, pengetahuan ilmiah hatrus disebarluaskan dan dimiliki bersama dan proses riset harus dipaparkan secara rinci. Kembali ke fenomena UFO, yang secara empiris sulit untuk dibuktikan dan tidak bisa diverifikasi validitasnya, maka memang studi-studi mengenai UFO atau alien tidak bisa melakukan pendekatan positivisme. Namun benar itu sendiri ada dua, yaitu apakah yang dirasakan atau apa yang dilihat. Menurut saya, sebagai sebuah studi kasus, tentu hal ini bisa dilakukan, namun sekali lagi karena fenomena UFO ini tidak bisa dikaji secara ilmiah, maka sejauh ini akhirnya tetap kembali kepada diri masing-masing, percaya atau tidak. Namun demikian, sebagaimana tadi disebutkan oleh Purwanto, saya menganjurkan sebuah sikap ilmiah meski kita mengamati fenomena yang masih dianggap tidak ilmiah sampai saat ini, yaitu dengan bersikap open minded skeptic.

114

Bab 14 Masyarakat semakin skeptik Banyak orang kemudian goyah, menjadi ragu. Apakah benar UFO itu dari luar angkasa? Barangkali sia-sialah usaha untuk mencari kebenaran tentang piring terbang? Sementara itu, pemunculan-pemunculan UFO berlangsung terus. Para pemuka agama banyak yang mengkaitkan hal ini dengan sudah dekatnya akhir jaman. Apalagi mulai banyak muncul sektesekte berdasarkan UFO. Nabi-nabi baru bermunculan, yang dengan segera diberi label sebagai nabi palsu. Tak heran jika kemudian, peneliti terkenal dari Perancis, Jacques Vallee menulis sebuah buku yang berjudul “Messenger of Deception: UFO Contacts and Cults” (1979). Dalam buku itu Vallee ingin menjawab pertanyaan, apakah masyarakat di bumi ini sedang dikendalikan oleh pemanipulasi pikiran? Vallee sendiri sampai pada sebuah pemikiran bahwa sebagai alternatif dari hipotesa kunjungan makhluk luar angkasa, dia juga mengajukan hipotesa kunjungan makhluk dari dimensi lain. Makhluk ini bisa jadi berada dalam multidimensi di luar ruang dan waktu, dan dapat ada bersama manusia, meski tetap tidak terdeteksi. Sebenarnya sangat tidak sulit mendapat kesimpulan seperti itu, bahwa UFO atau aliens adalah agen-agen iblis yang mau menyesatkan manusia. Terlebih dengan kehadiran sebuah gerakan kultus UFO yang bernama Raelian pada tahun 1974. 115

Pada tanggal 19 September 1974, Claude Vorilhon mengadakan konferensi publik pertamanya di Paris, yang langsung menarik perhatian lebih daro 2000 orang. Vorilhon menceritakan pertemuannya dengan sosok eloha (jamak adalah elohim) pada tanggal 13 Desember 1973, di mana ada UFO mendarat di gunung yang sudah tidak aktif bernama Puy de Lassolas dekat kota Auvergne, Perancis. Kemunculan dan perkembangan Raelian memang fenomenal. Jauh melebihi popularitasnya Billy Meier yang bertemu makhluk ET dari Plejaran. Klaim Vorhilon yang bertemu dengan makhluk-makhluk supranatural yang sering disebutsebut dalam Alkitab, tentu saja menarik perhatian bagi orang yang skeptis terhadap kitab suci itu sendiri. Manusia adalah hasil rekayasa genetik elohim dan elohim adalah makhluk dari luar angkasa. Lengkap sudah dan ini sangat bikin pusing para pemuka agama. Pemunculan artikel di Flying Saucer Review pada bulan September 1988 yang berjudul “The True Nature of the UFO Entities” karya Gordon Creighton, ditambah dengan hipotesa yang diajukan oleh Jacques Vallee yaitu hipotesa interdimensional, jelas tidak bisa diabaikan begitu saja. Apalagi banyaknya kasus penculikan yang dilakukan oleh alien (alien abduction) yang dilaporkan. Kasus ini menjadi rumit ketika diketahui bahwa alien bisa muncul dan hilang begitu saja (materialisasi dan dematerialisasi), bisa menembus tembok bahkan bisa mempengaruhi pikiran korban yang diculiknya. Lebih jauh lagi, kasus penculikan oleh alien memiliki kemiripan dengan kasus-kasus incubus dan succubus. Succubus adalah suatu kejadian di mana setan perempuan mengajak tidur dengan seorang laki-laki dan mengumpulkan spermanya. Sementara Incubus adalah kebalikannya, yakni setan atau demon laki-laki.

116

Kasus incubus dan succubus ini memang lebih banyak dibicarakan di kalangan teolog dan ahli demonologi, termasuk di antaranya adalah teolog terkenal santo Thomas Aquinas (1225-74). Dia menulis dalam bukunya Summa Theologica, “Nevertheless, if sometimes children are born from intercourse with demons, this is not because of the semen emitted by them, or from the bodies they have assumed, but through the semen taken from some man for this purpose, seeing that the same demon who acts as a succubus for a man becomes an incubus for a woman.” Namun, jika adakalanya anak-anak dilahirkan dari persetubuhan dengan setan-setan, maka hal itu bukan disebabkan oleh air mani yang mereka keluarkan, atau dari tubuh yang mereka kenakan, melainkan melalui air mani yang diambil dari seorang laki-laki untuk tujuan itu, mengingat setan yang sama yang melakukan hal tersebut. sebagai succubus bagi laki-laki menjadi inkubus bagi perempuan. Begitu juga santo Augustinus dari Hippo dalam bukunya “On The Trinity” mengemukakan, “Devils do indeed collect human semen, by means of which they are able to produce bodily effects; but this cannot be done without some local movement, therefore devils can transfer the semen which they have collected and inject it into the bodies of others” yang artinya, setan memang mengumpulkan air mani manusia, yang melaluinya mereka dapat menghasilkan efek-efek pada tubuh; tetapi hal ini tidak dapat dilakukan tanpa adanya gerakan lokal, oleh karena itu setan dapat memindahkan air mani yang telah mereka kumpulkan dan menyuntikkannya ke tubuh orang lain. Astaga! Bukankah hal ini mirip dengan berbagai kasus penculikan oleh alien yang terjadi di masa kini? Sebut saja misalnya kasus Antonio Villas Boas, seorang petani asal Brasil. Ia diculik dan diajak bercinta oleh alien perempuan yang cantik dalam piring terbang. Majalah Psychology Today pernah juga 117

mengangkat tema ini secara serius dengan tulisannya yang berjudul “Alien Abductions: The Real Deal?” oleh Kaja Perina. Dalam artikel itu diulas tentang penelitian Dr. John E. Mack, seorang psikiater Harvard, bahwa kasus penculikan oleh alien mirip dengan gejala sleep paralysis (tindihen) dengan halusinasi hypnopompic. Mack menggunakan regresi hipnosis untuk menggali secara detail ingatan mengenai 13 pertemuan dengan alien, semua berhubungan dengan penculikan. Mack juga sepakat bahwa penculikan oleh aliens ini bisa berkaitan dengan makhluk-makhluk interdimensi atau dari dimensi lain. Nama John E. Mack menjadi terkenal di kalangan peneliti UFO. Apalagi John Mack adalah psikiater dari Harvard Medical School, jelas menunjukkan kredibilitas tersendiri. UFO mulai dilirik oleh para akademisi secara serius. Ini kabar gembira, tapi juga di sisi lain, para penganut hipotesa extraterrestrial menjadi ragu dan bingung. Benarkah makhlukmakhluk pembawa UFO itu adalah makhluk dari dimensi lain? Secara teori memang memungkinkan adalah alam semesta paralel (parallel universe). Lalu, apakah jika menganggap para aliens itu datang dari dimensi yang berbeda, maka hal itu sama dengan makhluk-makhluk yang tidak kasat mata, termasuk di antaranya yang sering disebut dengan istilah “jin”? Saya ingin membahas hal ini dalam kesempatan lain, khususnya mengenai dimensi metafisika dalam ufologi.

118

Bab 15 Menganalisis sebuah informasi: Hoax or True? Waktu saya masih aktif sebagai ketua di BETA-UFO, berbagai kasus penampakan UFO sering dimintakan agar dianalisis apakah itu memang UFO atau bukan. Hal ini tidak lepas dari banyaknya kemungkinan dan mudahnya orang membuat rekayasa foto atau video. Atau bisa saja tidak dengan unsur kesengajaan, namun obyek yang dianggap mirip UFO, namun setelah dianalisis ternyata bukan UFO. Berangkat dari masalah ini, ada usulan di milis BETA-UFO agar dibuat semacam protokol HOT (Hoax OR True). Saya pikir tidak sesederhana itu untuk membuat sebuah protokol untuk menentukan hoax or true. Persoalannya adalah tidak semua orang bisa diajak untuk berpikir secara obyektif yang sama karena pemahaman seseorang akan sesuatu akan melibatkan persepsi yang bersangkutan dan itu biasanya bisa sangat subyektif. Kita tidak bisa berdasarkan berita dari sebuah situs yang menyatakan bahwa hal itu hoax, lantas dapat disimpulkan hoax. Sebagai contoh, apakah penerbangan astronaut apollo ke bulan itu hoax atau benar? Ini masih menjadi perdebatan yang tak pernah selesai. 119

Saya pernah berdiskusi dengan teman-teman saya yang ada di LSM, bahwa ketika misalnya saya mengatakan sebuah foto atau video yang semula dikira UFO namun saya kemudian mengatakan bahwa itu bukan UFO, maka saya bisa saja dianggap sebagai “pengkhianat”. Orang mungkin akan jengkel dengan saya ketika misalnya ada yang menyampaikan pengalamannya melihat UFO, namun saya mentahkan begitu saja bahwa itu, menurut saya, bukan UFO. Saya bisa mengerti perasaan itu, sebab saya sendiri pernah mengalami ketika bertanya kepada Bapak J. Salatun, peneliti senior UFO Indonesia, ketika menyampaikan ada berita di harian Pikiran Rakyat, 30 April 1998, tentang benda aneh hijau yang terjun masuk ke laut, apakah yang dilihat oleh dua nelayan itu adalah UFO? Jawaban beliau adalah: “Tidak ada UFO yang berwarna hijau.” Itu saja, singkat, jelas dan secara tak langung mengatakan bahwa itu bukan UFO, namun tidak ada penjelasan lain. Saya sempat kecewa dengan jawaban tersebut. Bagi saya, obyek hijau aneh yang masuk ke dalam laut ittu bisa dikategorikan sebagai UFO. Lalu, mana yang benar? Ketika saya menanggapi berbagai kasus penampakan UFO, seringkali memang kemudian membuat kecewa juga. Misalnya dulu ada yang pernah menceritakan pernah melihat sinar aneh yang kemudian saya coba analisis sebagai sebuah “roket suar”. Atau misalnya, baru-baru ini ada video mirip UFO di Kendari, yang menurut analisis saya hal itu adalah black sun effect kamera digital. Namun respon yang ada, seringkali justru beranggapan bahwa saya telah secara gegabah membuat sebuah kesimpulan karena banyak yang meyakini hal itu adalah benar-benar UFO, atau bahkan obyek planet besar di depan matahari yang kemudian dikaitkan dengan Nibiru atau lainnya. Bagi saya pribadi, kasus penampakan UFO tidak lagi hal yang penting atau menarik. Sightings are not important 120

anymore. Saya meyakini fenomena UFO ini ada. Tapi mengabaikan begitu saja kasus penampakan UFO juga tidak bijaksana. Banyak foto atau laporan UFO masuk ke komunitas UFO dan meminta untuk dianalisis. Mereka berkeyakinan itu UFO, tapi apakah bisa kemudian foto yang disampaikan kemudian dianalisis apakah itu UFO atau tidak. Kalaupun sampai pada sebuah kesimpulan, dapatkah kesimpulan yang saya buat itu mewakili kesimpulan organisasi? Saya meragukan hal itu. Misalnya, kalau kita bicara kasus perjumpaan dengan makhluk UFO yang dialami oleh George Adamski, atau misalnya yang lain, Billy Meier, banyak yang bilang itu hoax, tapi ada juga yang percaya itu benar. Jika saya mengatakan dan meyakini itu benar sementara mayoritas yang lain menyatakan itu adalah hoax, apakah saya harus mengubah pendangan saya? Tidak harus bukan? Jadi, memang tidak mudah memutuskan apakah itu hoax atau tidak. Bagi orang yang menyampaikan informasi pengalamannya melihat UFO atau bahwa merasa dirinya diculik oleh alien, tentu tidak sesederhana itu mencap bahwa apa yang mereka ceritakan sebagai sebuah hoax. They know what they saw. Mereka tahu apa yang mereka lihat. Kita tidak melihatnya langsung namun kita kemudian menghakiminya bahwa itu tidak benar. Apakah itu fair? Era setelah Y2K ini adalah era di mana orang sangat skeptik. Berbeda dengan di tahun 60an atau hingga 80an, orang dengan mudah percaya begitu saja terhadap laporan, informasi bukti atau bahkan tulisan di buku-buku. Coba kalau misalnya ada tim yang menyelidiki foto-foto UFO di tahun-tahun itu yang banyak dipasang di buku-buku klasik UFO, maka mungkin dengan kondisi saat ini, orang dengan mudah mengatakan bahwa foto yang ini dan itu bukan UFO. Memang, dengan kecanggihan komputer saat ini, dan kebiasaan orang melakukan rekayasa atau manipulasi foto, maka orang juga 121

menduga bahwa foto yang ada bisa saja hasil sebuah rekayasa. Kalau di jaman dulu, bisa saja orang menggantungkan sebuah obyek kemudian difoto atau melemparkan topi ke udara dan menjepretnya dan jadilah seperti piring terbang melintas di langit. Akan tetapi, justru karena bukti-bukti foto dan cerita yang dipertahankan oleh para ufolog di masa lalu sebagai sebuah bukti UFO, maka fenomena UFO ini menarik perhatian orang hingga saat ini. Kalau semua bukti atau laporan UFO di masa lalu sudah dianalisis bahwa itu bukan UFO, maka saya yakin hanya di bawah 10% kasus saja yang akan tersisa. Kita tahu bahwa Blue Book Project di Amerika Serikat di tahun 1952 hingga 1970 menerima ribuan kasus penampakan dan hampir semua kasus kemudian dimentahkan dan disimpulkan hanya merupakan fenomena alam atau benda buatan manusia. Sangat sedikit sekali kasus yang dianggap “tidak dapat dijelaskan atau dikenali” melalui penyelidikan yang sangat serius. Ya, pengertian “tidak dapat dijelaskan atau dikenali” ini artinya adalah unidentified, namun penyebutan unidentified tidak serta merta mengartikan bahwa itu dikemudikan oleh makhluk cerdas dari luar angkasa. Akibatnya, Blue Book Project yang memang dibentuk untuk menyelidiki fenomena UFO, justru dianggap sebagai sebuah upaya cover-up atau tugasnya mementahkan setiap kasus UFO. Melihat keadaan ini, organisasi-organisasi yang mengkhususkan diri menyelidiki fenomena UFO juga akan dihadapkan pada hal yang sama. Apakah ingin mencari kebenaran? Sementara kebenaran bisa sangat relatif. Saya membaca buku “Membongkar Misteri Tanda: Suatu Gugatan Terhadap Kebenaran Tunggal” yang ditulis oleh Heru Susanto. Di dalam buku itu dijelaskan bahwa tafsir kebenaran sepertinya memang bukanlah tafsir yang selesai, tetapi tafsir yang terus menerus dipertanyakan. Dengan kata lain, kebenaran yang kita 122

miliki bukanlah kebenaran yang mutlak sebab itu cuma sebagian kecil dari kebenaran-kebenaran yang dimiliki orang lain. Jadi siapkah kita untuk sedikit membuka diri? Inilah yang menurut saya tidak mudah menyusun sebuah protokol hoax or true. Biarlah kebenaran itu muncul dengan sendirinya melalui sebuah pemahanan pribadi dan diskusi jika perlu. Seperti pernah ada yang bertanya di sebuah stasiun televisi ketika beberapa orang dari BETA-UFO diwawancara soal foto UFO di atas sebuah apartemen di Jakarta, “Apa kewenangan sebuah institusi untuk menyatakan itu UFO atau bukan?” Ya, apa yang mendasari memiliki kewenangan untuk itu? Apa otoritas yang dimiliki? Legitimasi dari pemerintah? Saya pikir memang tidak, sebab apapun pernyataan yang dibuat oleh sebuah organisasi UFO hanya berlaku untuk kalangan internalnya saja, itupun belum tentu setiap orang yang ada dalam komunitas ini setuju. Toh, jika dipertanyakan, siapa yang berwenang? Apakah negara yang berwenang untuk membuat pernyataan? Bisa saja, tapi di kalangan pengamat UFO juga meyakini kalau banyak pemerintah yang merahasiakan fakta sesungguhnya dari kasuskasus UFO. Apakah kita bisa mempercayai pernyataan resmi dari NASA, misalnya? Sebagian orang memang bisa, tapi sebagian yang lain meragukannya. Berdasarkan pemikiran ini, saya kemudian mempertanyakan, betulkah kita memerlukan sebuah prosedur operasional baku atau semacam protokol untuk menentukan sebuah berita atau foto/video mengenai UFO itu hoax atau benar? Bagi saya tidak akan sesederhana itu penyelesaiannya. Bahkan yang bisa saja kemudian dengan mencoba menyampakan analisis yang obyektif, BETA-UFO dianggap sebagai organisasi yang melemahkan semangat ingin tahu orang tentang UFO. Memang, lebih mudah menyatakan bahwa itu “bukan UFO” dari pada “itu UFO”. Maka kebenaran akan 123

menjadi milik masing-masing individu, dan ini bukan soal open minded atau tidak. Ini soal apa yang dipercayai dan dipersepsi sebagai benar atau tidak. Ini seperti yang dikatakan oleh Robert Ripley, Believe It or Not! Yang penting bagi saya adalah alangkah baiknya kalau kita selalu melakukan cek & ricek atas sebuah berita atau informasi yang kita terima. UFO atau IFO? Kasus munculnya UFO yang disaksikan oleh banyak warga kota Stephensville, Texas, Amerika Serikat (AS) menarik untuk dicermati. Sejumlah saksi mata mengatakan bahwa mereka melihat sebuah pesawat misterius berbadan lebar yang besarnya lebih dari 1 mil persegi dan memiliki sejumlah lampu. Kesaksian warga ini ditampik oleh pemerintah AS yang segera membuat pernyataan bahwa apa yang dilihat oleh para warga itu adalah sejumlah pesawat tempur F-16 yang sedang mengadakan latihan di malam hari. Warga AS tidak sungguhsungguh percaya dengan pernyataan pemerintahnya. Lagipula, menurut sebagian saksi mata, pesawat aneh itu tidak mengeluarkan suara keras seperti pesawat tempur pada umumnya. Sementara itu, terbetik kabar bahwa ada seorang warga yang merekam peristiwa tersebut, namun sampai kini tidak terdengar kabar lanjutannya. Tahun 2007 lalu, sebuah UFO berwarna oranye terlihat di Inggris. Beberapa waktu setelah pemunculan UFO tersebut diberitakan, seseorang yang tidak diketahui identitasnya mengirimkan sebuah paket kepada harian lokal di Inggris yang isinya sebuah balon besar berwarna oranye yang ia terbangkan di hari dan waktu yang sama ketika ada seorang saksi mata yang melaporkan bahwa pemunculan UFO berwarna oranye. Balon kiriman itu lalu diuji. Saksi mata yang melaporkan peristiwa itu pun dimintai pendapatnya. Ia mengatakan bahwa 124

warna oranye balon itu berbeda dengan apa yang sebelumnya ia lihat. Beberapa hal lainnya juga nampak berbeda. Kasus ini sampai kini belum juga menemukan jawaban yang akurat. Nah, berkaca dari dua kasus di atas, dan tentunya masih banyak lagi laporan dari banyak saksi mata yang “dimentahkan”, ketika seorang UFO hunter atau pemburu UFO mencari penampakan UFO, maka ia perlu membekali diri dengan pengetahuan yang memadai agar dapat menilai bahwa UFO yang ia lihat memang benar kendaraan alien atau bukan. Jika benda terbang aneh itu dapat dijelaskan, maka ia disebut IFO atau Identified Flying Objects. Lalu bagaimana menilai sebuah benda terbang aneh yang terlihat di langit disimpulkan sebagai UFO (baca: kendaraan alien) atau IFO? Di bawah ini ada beberapa catatan tentang benda-benda terbang yang sering dianggap UFO, padahal bukan. Selain itu bisa juga ada kasus pelapor fiktif atau pemalsuan foto. - Meteor, umumnya terlihat malam hari, lintasan gerak cepat dan lurus, tiba-tiba ada dan tiba-tiba menghilang. Warna umumnya kuning ke merah-merahan. Tidak bersuara, kecil sekali. Sebutan lain dari meteor adalah bintang jatuh. - Pesawat terbang, ciri-cirinya untuk pesawat terbang komersial, umumnya terbang tinggi dan berjalan lebih lambat daripada pesawat terbang jet tempur. Bila diperhatikan, akan terlihat sayap dan ekornya. Bila malam, lampu berkerlap-kerlip, umumnya paling sedikit ada dua/ tiga lampu. Suara gemuruh pesawat akan terdengar, umumnya tidak langsung, karena gelombang suara merambat untuk sampai di pendengaran. - Komet atau bintang berekor, cirinya tidak bergerak, umumnya ada di dekat cakrawala. Umumnya akan terlihat dalam beberapa hari. - Awan, umumnya berwarna putih dan bisa saja berbentuk seperti piring terbang. Bergerak diterpa angin. Bisa tibatiba berubah bentuk atau hilang apabila cuacanya 125

-

-

-

-

-

memungkinkan. Fenomena awan berbentuk UFO ini bisa terjadi bahkan pernah dilaporkan ada tiga kelompok awan UFO yang dikira UFO padahal cuma awan. Bayangan sinar di awan, bisa berbentuk bulatan bergerakgerak di langit. Umumnya keadaan cuaca berawan rendah, malam hari dan di daerah perbukitan. Lampu kendaran yang sedang menanjak terkena awan atau kabut dan kemudian terlihat oleh orang di balik perbukitan sebagai lingkaran cahaya yang bergerak-gerak dan kadang hilang, kadang muncul. Bisa juga lampu sorot yang kuat dalam suatu atraksi pertunjukan menyebabkan hal ini. Mata berkunang-kunang. Mungkin karena jatuh atau mata habis terpejam atau sebab lain, Anda melihat lingkaranlingkaran dan mungkin juga semacam kunang-kunang. Oleh orang yang tidak menyadari hal ini, bisa terkejut karena ia mengira telah melihat UFO. Petir, kadangkala ada yang berbentuk bola petir dan seakanakan seperti sebuah UFO yang terbang. Balon udara, cirinya gerak agak lambat mengikuti angin, bentuknya umumnya bulat. Kadang balon cuaca menggunakan bahan yang seperti warna metalik sehingga bila terkena sinar matahari akan berkilau-kilauan. Bayangan lampu di mobil/kereta api. kadang kalau kita melihat keluar lewat jendela mobil atau kereta yang ada kaca jendelanya, kita bisa melihat gerakan-gerakan lampu. Padahal itu cuma pantulan lampu saja yang membuat gambaran sebuah benda yang terbang di angkasa. Bintang/planet yang terang. Bintang berbeda dengan planet, bintang berkedip sementara planet tidak. Pada saat-saat tertentu, saat mengalami konjungsi (pertemuan dua planet atau lebih dalam satu titik pandang dari bumi), maka sinar bintang atau planet itu tampak terang sekali (tidak seperti biasanya).

126

- Burung. Pada malam hari, burung-burung yang terbang mungkin saja kena lampu kota sehingga sinarnya memantul dari badannya. Ini bisa dilihat sebagai sekumpulan UFO yang terbang membentuk formasi. - Cacat film. Kalau kebetulan Anda memotret dan kebetulan kemudian terlihat ada bintik hitam di hasil foto Anda. Bisa jadi itu hanyalah karena cacat film. Untuk mengetahui apakah itu cacat film atau bukan, harus diperiksa di laboratorium. - Halo Bulan. Lingkaran di sekitar bulan, terlihat terutama bila purnama. Umumnya cuaca disertai dengan berawan tipis. Sinar bulan yang kena awan bisa membentuk lingkaran di sekitar bulan yang disebut dengan Halo. Halo ini bukan UFO dan merupakan gejala alam biasa. - Mercon roket/kembang api. Umumnya bergerak naik ke atas dan ketika di atas meledak dan mengeluarkan berbagai cahaya. Bila jarak cukup dekat, umumnya suara ledakannya bisa terdengar.

127

- Satelit. Obyek satelit buatan seperti misalnya International Space Station atau yang lainnya, terkadang saat melintas di orbit dan memantulkan sinar matahari, dapat dilihat sebagai sebuah titik putih di langit yang bergerak. Umumnya terlihat sekitar jam 8 malam atau 4 pagi karena posisi mereka di antariksa sudah diterpa sinar matahari namun di permukaan bumi masih atau sudah gelap. Saat ini untuk menguji apakah itu satelit atau bukan bisa dengan aplikasi pelacak satelit di smartphone. Jenny Randles, salah satu ufolog terkenal dari Inggris, menggambarkan skema untuk membantu menyimpulkan munculnya benda terbang aneh di langit. Selanjutnya setelah dapat dijelaskan, maka UFO menjadi IFO, artinya UFO dapat dijelaskan sebagai pesawat terbang biasa, bintang, meteor, awan, dan lain-lain. Memang tidak semua benda terbang aneh di langit adalah pesawat atau probing instrument milik alien. Mungkin saja itu pesawat tempur, atau balon udara seperti kasus di atas. Sebagai UFO hunter, ada baiknya panduan berikut dipelajari agar dapat menyimpulkan apakah sebuah UFO itu memang pesawat milik alien atau fenomena alam biasa, atau malah pesawat buatan manusia ? Tapi jika benda asing di langit itu berada di luar skema, maka bisa jadi itu adalah kendaraan alien yang sedang mengunjungi Bumi.

128

Bab 16 Ufologi, bagaimana melakukan risetnya? Beta-UFO Indonesia pernah mengadakan acara seminar “They Are Here!” di Yogyakarta tanggal 1 September 2018. Waktu itu kita membahas tentang “UFO’s - Unsolved Mysteries of The World”. Jadi misteri dunia yang sampai saat ini belum terpecahkan. Di Indonesia pernah ada peristiwa di mana UFO ini ditembaki, dan ini dikonfirmasi oleh Marsekal Udara Roesmin Nurjadin pada tahun 1967 melalui suratnya kepada Yusuke J. Matsumura bahwa, “UFO ini sama yang tampak di Indonesia ini sama dengan yang terjadi di luar negeri, bahkan mereka bisa menjadi problem bagi Pertahanan Udara dan pernah juga kami menembaki mereka.” Gambar berikut ini adalah contoh peta di mana penampakan UFO pernah terjadi di Indonesia. Jadi misalnya kalau ada pembaca yang mungkin merasa bahwa, “UFO ini kenapa tidak pernah lewat di Indonesia? Kenapa cuma ada di Amerika.” Sebenarnya di Indonesia ini juga sangat sering

129

dilaporkan penampakan UFO, hanya saja barangkali mungkin pendataannya yang kurang terpublikasi. Memang bicara soal apakah UFO itu ada atau tidak, apakah itu benar ada atau tidak, tentu tidak mudah. Hal ini sudah kita bahas di bab tentang kebenaran dan kenyataan. Contoh yang sering saya pakai adalah percakapan yang menarik antara Dana Scully dan Fox Mulder di film “X-Files” di mana Scully berkata, “Mulder, saya telah mendengar cerita yang sama itu sejak kecil, itu adalah cerita rakyat, itu mitos.” Tapi Mulder menjawab, “Saya juga mendengar cerita yang sama ketika saya kecil juga. Lucunya, saya selalu percaya.” Jadi ada 2 kubu dimana ada orang yang mudah sekali percaya dan ada orang yang skeptik, selalu meragukan dan tidak percaya. Sudah lebih dari 100 tahun fenomena UFO ini ada di Bumi ini. Kalau kita lihat sejarahnya, penampakanpenampakan di masa lalu saat Perang Dunia I, saat Perang Dunia II juga pernah dilaporkan, tetapi misterinya masih belum 130

terpecahkan hingga saat ini. Lalu yang menjadi pertanyaan juga, apakah kita ini tersesat? Apakah kita ini salah dalam melakukan riset-riset tentang UFO? Apa yang sebenarnya harus ditanyakan atau diteliti? Seorang astronot Apollo 14 Capt. Edgar Mitchell mengatakan bahwa, “Kita semua tahu bahwa UFO itu nyata. Yang kita butuhkan saat ini adalah bertanya dari mana mereka dan juga apa mau mereka.” Jadi ini lebih pada agenda UFO ini, atau agenda alien. Selain itu, kembali lagi pada pertanyaan, apakah ini hanya sekedar mitos atau fakta? Carl Jung, seorang psikolog juga mengatakan bahwa piring terbang atau Flying Saucers adalah mitos modern yang terlihat di angkasa dan memang ada yang menyambut baik, ada juga yang panik, ada juga yang bertanya-tanya apa tujuan mereka di Bumi ini. Lalu di mana letak kebenarannya? Bagaimana mencari kebenaran? Bukti apa yang kita butuhkan? Apa yang bisa meyakinkan orang lain bahwa UFO itu benar-benar nyata? Dan apakah ini harus?

131

Stuart Chase pernah berkata bahwa bagi orang yang percaya tidak perlu ada bukti, mereka sudah percaya. Tapi bagi orang yang tidak percaya, tidak ada bukti yang mungkin. Jadi artinya kalau Anda sudah memang tidak percaya, diberi bukti apapun aja pasti ditolak. Tapi bagi orang yang percaya, mereka tidak butuh bukti karena memang sudah yakin. Memang, bagi orang yang percaya itu biasanya tidak berdasarkan Evidence atau bukti. Ini lebih pada posisi dia yang mau percaya. Kita tahu dalam suatu posternya film “X-Files”, “I want to believe”, Aku ingin percaya. Tetapi William Wordsworth itu mengatakan bahwa yang kita butuhkan ini bukan ingin percaya, tetapi kita itu berharap ingin tahu, kita berharap menemukan, kita berharap mendapatkan bukti-bukti yang nyata. Bahkan Carl Sagan juga mengatakan bahwa, “I don’t want to believe. I want to know”. Saya tidak ingin percaya, saya ingin tahu. Lalu bagaimana cara kita bisa untuk tahu? Dalam tabel ini ada cara berpikir di mana ada cara berpikir Science, Pseudoscience dan Religion. Ini ada beberapa kriterianya

132

misalnya dalam bidang Science adalah keinginan yang untuk berubah dengan adanya bukti-bukti baru. Sementara di komunitas pseudoscience cenderung “Fixed Ideas”, idenya tidak pernah berubah. Dalam Religion atau dalam agama, “Fixed Incongruous & Antiquated Ideas”, artinya ini sudah Fix, sudah tidak bisa diubah, dan ide-idenya ini memang berdasarkan dari kitab-kitab yang sudah lama. Memang dalam Science itu ada “Ruthless Peer View”, jadi apabila Anda punya klaim Scientific, itu pasti akan diserang, bahkan dikritisi dengan kejam. Nah dalam pseudoscience ini tidak terjadi, umumnya bagi yang percaya ya mereka malah mendukung. Sementara dalam agama itu tidak bisa disalahkan, semuanya adalah benar. Kemudian dalam Science juga, “Takes Account of All New Discoveries”. Jadi temuan apapun yang baru, itu akan diterima sejauh memang mempunyai bukti-bukti yang bisa dipertanggungjawabkan. Berbeda dalam pseudoscience cenderung memilih, memilih bukti yang cocok bagi dirinya. Tidak semua bukti diterima. Di sini ada subyektivitas, hanya memilih pendapat atau teori yang baginya mendukung, jadi sifatnya Favourable Discoveries. Agama juga hampir mirip, memilih Favourable Discoveries dan sisanya itu kemudian disalahkan pada pihak demon atau yang bisa dianggap sebagai setan atau jin, dan lain sebagainya. Di bidang science secara jujur, secara berani mengundang kritik. Sementara di bidang pseudoscience ketika ada kritik dianggap sebagai sebagai konspirasi. Nah di bidang agama ketika orang mengkritik dianggap menista agama. Science punya “Verifiable Results”, sementara pseudoscience itu “Non-Repeatable Results”. Jadi kalau science bisa diverifikasi ulang, pseudoscience ini susah untuk 133

diverifikasi ulang, tidak bisa diulang penelitiannya. Sementara di bidang agama, results itu sama dengan random change. Jadi setiap ada perubahan apapun itu, hasilnya tetap dianggap sama. Science juga punya keterbatasan klaim, sementara pseudoscience itu menganggap semuanya itu bisa berlaku semua. Kalau Anda misalnya pernah melihat bahwa ada obat yang bisa menyembuhkan segala macam penyakit, ada teori yang bisa untuk menjelaskan semua hal, itu tidak terjadi dalam science, lebih pada pseudoscience. Kemudian dalam agama itu menganggap bahwa klaimnya sudah komplit, semuanya sudah bisa dijelaskan, termasuk yang eksklusif itu bisa dijelaskan oleh agama. Nah, science kelebihannya juga adalah ada alat-alat ukur yang akurat, yang terstandarisasi. Sementara di pseudoscience tidak, kadang-kadang menggunakan alat-alat ukur yang tidak begitu jelas keakurasiannya. Sementara di bidang agama, Anda harus percaya buta, mengimaninya. Anda tidak boleh tidak percaya. Kalau tidak percaya, Anda akan dianggap melawan agama. Lalu apa bentuk riset yang bisa dilakukan dalam ufologi? Memang ufologi ini masih dianggap dalam ranah pseudoscience, salah satu cara untuk risetnya yang menurut saya bisa dilakukan adalah studi komparasi. “Comparative Research” ini adalah sebuah metodologi riset yang sering digunakan dalam ilmu-ilmu sosial, di mana membandingkan antara satu fenomena dengan fenomena yang lain. Misalnya, jika A = B, A = C, maka B = C. Demikian juga A = B, C = D, jika A = C, maka B = D. Namun ini ada kritik, di mana “Sama” itu belum tentu sama. Misalnya antara jeruk dengan apel ditimbang sama beratnya, kita tidak bisa mengatakan bahwa jeruk dengan apel itu sama. Nah, komparasi di luar negeri dengan di Indonesia ini sebaiknya kita juga melihat pada aspek budaya masing-masing daerah. 134

Ini adalah sebuah contoh saja, ada gambar karya Pande Juliadi tentang “Leak” dan ada gambar dari film “Predator”. Secara fisik hampir mirip, kemudian ada buku yang judulnya “The Balinese People” dalam suatu halamannya mengatakan bahwa ada fenomena Leak di Bali dan ketika ini diamati oleh orang-orang dari luar negeri, misalnya dari Amerika. Maka itu akan mirip sekali dengan fenomena UFO yang ada di sana. Jadi “Sinar Aneh di Angkasa Bali, Leak atau UFO?”. Di sini

kembali peran persepsi sangat mempengaruhi kesimpulan seseorang. Lalu seperti bentuk alien hybrid greys ini yang berkepala besar, hampir dikatakan telanjang, tidak memakai baju, kecil. Apakah ini bisa dianggap sama dengan fenomena Tuyul yang ada di Indonesia? Tentu akan ada banyak pro dan kontra mengenai hal ini. Jadi apakah Tuyul ini mirip Alien ? Lalu tentang Alien Abduction sendiri, demon or sleep paralysis. Kita tahu bahwa ada fenomena “Tindihan” 135

di mana ada makhluk yang menindih dada kita kemudian kita seakan tidak mampu bergerak, kaku. Apakah ini sebetulnya adalah fenomena Alien Abduction? Atau sebenarnya merupakan Sleep Paralysis with Hallucinations? Mengapa kita butuh Science? Science ini adalah metode yang paling baik untuk menjelaskan fenomena yang terjadi di tengah-tengah kita. Kalau jaman dulu orang melubangi tengkorak manusia supaya dengan harapan roh-roh jahatnya itu bisa keluar, padahal kita tahu bahwa apa yang dipercaya waktu itu ternyata salah, bahwa mereka ya mungkin mengalami gangguan kejiwaan, itu bisa diatasi dengan obat-obatan tertentu. Dan kita tahu metode science itu, itu ada beberapa yaitu langkah-langkahnya, pertama adalah observasi, membuat hipotesis, eksperimen, lalu melakukan analisis dan membuat kesimpulan. Observasi itu dilakukan dengan menggunakan indra kita, dengan mata, dengan telinga, dengan pengecapan, dengan sentuhan atau dengan bau. Dalam ufologi juga sama, ketika kita melakukan observasi, siapa Anda, apa yang Anda lihat, kapan hal itu Anda lihat, kemudian juga bukti-bukti apa yang bisa dihadirkan, di mana Anda melihat hal itu. Itu menjadi suatu informasi yang penting untuk dicatat. Di Indonesia kita hanya mengenal satu kata yaitu bukti. Tapi di luar negeri, tentu saja dalam bahasa Inggris ada dua kata yang mirip artinya tapi beda, yaitu evidence dan proof. Evidence (eviden) itu adalah bukti untuk memperkuat klaim, sementara proof itu adalah argumen untuk menetapkan sebuah fakta atau kebenaran suatu pernyataan. Ada 4 jenis bukti atau evidence yang umum, ini biasanya digunakan dalam pengadilan: 136

1. Bukti nyata (hal-hal nyata, bukti fisik). Misalnya kalau pada fenomena Crop Circle ada bukti nyata yaitu berupa tanaman yang rebah, atau tanaman yang tidak rebah. Dan itu bisa diselidiki. 2. Kemudian ada bukti demonstratif, yaitu model dari apa yang mungkin terjadi pada waktu dan tempat tertentu. 3. Kemudian berikutnya adalah bukti atau evidence dalam bentuk dokumenter, seperti surat penting, juga posting Blog, atau dokumen-dokumen lain. 4. Dan yang terakhir adalah bukti berupa testimonial (keterangan saksi). Di sini akan diamati juga misalnya tentang kredibilitas saksi, rekam jejaknya, dan sebagainya. Jadi akurasi dari sebuah bukti ini juga harus diukur. Nah untuk mengubah pendapat seseorang, Peter Boghossian ini mengatakan bahwa, “Evidence apa yang bisa membuat pikiranmu berubah?” Seperti tadi misalnya, apakah ada bukti nyata atau fisik, seperti ada tanah sampel bekas pendaratan, adakah Implant yang ditemukan melalui operasi pada orang yang terindikasi diculik oleh alien, tanaman yang rebah pada kasus Crop Circle atau benda yang diperoleh dari makhluk asing. Contohnya, ada cerita dari Joe Simonton, dia mendapatkan semacam kue dari makhluk alien ini. Kemudian demonstrative evidence itu misalnya bisa dalam bentuk hasil statistik penampakan UFO, atau lokasilokasi di mana UFO muncul, atau misalnya, atau tipe-tipe UFO itu seperti apa saja, dan berapa banyak munculnya di bulan tertentu, tahun tertentu. Ini adalah bukti-bukti demonstratif. Sementara dokumenter bisa berupa dokumen-dokumen yang dikelola oleh pemerintah. Dokumen-dokumen berupa kliping, koran, screenshot dari sebuah berita atau dari hal-hal yang lain. Untuk bukti testimonial, misalnya keterangan saksi, atau juga whistleblower. Biasanya direkam video dan di bawah 137

sumpah, tapi sekali lagi bahwa ini juga akan menyangkut pada kredibilitas saksi mata. Lalu perlukah Lie Detector? Perlukah Hipnosis? Kalau lie detector atau pendeteksi kebohongan ini fungsinya lebih pada untuk mengetahui apakah saksi mata itu berkata jujur atau bohong. Sementara hipnosis diakui bisa untuk menggali ingatan-ingatan yang terlupakan. Jadi banyak kasus Alien Abduction ini diketahui setelah seseorang dilakukan proses hipnosis padanya. Apa yang kita bisa riset? Kalau kita ingin mencari evidence, artinya mencari dan mengumpulkan bukti untuk memperkuat klaim. Misalnya Teori Ancient Aliens, itu harus obyektif dalam penelitian. Jangan sampai menjadi sebuah Bad Science (ilmu yang buruk). Artinya menghasilkan kesimpulan yang salah, padahal hal itu sudah diketahui oleh ilmuwan yang khusus meneliti di bidang itu. Jadi hindari cocoklogi. Otak-atik mathuk kalau dalam bahasa Jawa, yang berarti proses mencocok-cocokkan sesuatu dan menarik kesimpulan dari kecocokan yang ada ini jangan dilakukan dengan gegabah. Misalnya ada relief di candi Borobudur, lalu dianggap sebagai UFO. Kita harus lihat konteksnya. Kita harus tanya pada ahli arkeologi, apa makna dari gambar atau relief tersebut. Hindari juga kesesatan berpikir (fallacies), Misalnya: - Kesesatan “Non causa pro causa”, yaitu kesesatan di mana menyatakan sesuatu yang menjadi sebab pada sebab yang lain, padahal bukan penyebabnya. - “Argumentum ad verecundiam” atau “argumentum auctoritatis”, yaitu kesesatan berpikir karena mengikuti pendapat orang yang berwibawa atau orang yang memiliki otoritas. Ini banyak terjadi ketika orang bertanya pada ahli agama atau orang bertanya pada profesor, kemudian 138

profesornya mengatakan “A”, lalu menganggap bahwa kemudian “A” itu yang benar, padahal belum tentu. Kemudian dapatkah kitab suci menjadi evidence? Misalnya dalam kitab Ezekiel dari Alkitab ada kisah pertemuan nabi Ezekiel dengan makhluk adikodrati yang membawanya terbang ke angkasa dan kemudian mendarat di sebuah tempat. Apakah itu bisa menjadi bukti? Mungkin lebih baik jika menelusuri sumber naskah aslinya dan juga mempertimbangkan latar belakang budaya saat itu. Lalu yang penting juga adalah, dapatkah testimoni hasil Remote Viewing atau Astral Projection (raga sukma) menjadi bukti? Seperti kita ketahui, ada orang-orang yang mengaku memiliki kemampuan paranormal, bisa melakukan perjalanan astral, bahkan ada yang astral ke planet-planet lain. Nah apakah testimoni hasil Remote Viewing dan Astral Projection ini bisa menjadi sebuah bukti yang layak dipercaya? Tentu akan ada pro kontra terhadap hal ini, termasuk bagaimana menguji kemampuan itu benar-benar valid atau sahih. Namun terkadang cara ini juga dilakukan dalam sebuah investigasi kasus-kasus kriminalitas, atau dalam rangka mencari orang yang hilang. Ini juga merupakan tantangan, dapatkah penjelasan dari seorang paranormal menjadi eviden? Misalnya meramalkan bahwa pada tahun sekian akan ada UFO yang datang atau meramalkan bahwa alien itu datang dari planet B. Atau dia melakukan penerawangan bahwa makhluk UFO berasal dari bintang A. Apakah itu bisa menjadi bukti? Bapak J. Salatun juga pernah bertanya kepada seorang paranormal yang bernama Agusnain di mana menyatakan bahwa UFO itu berasal dari gugusan bintang tertentu. Sebenarnya apa gunanya meriset UFO? Departemen Pertahanan Amerika Serikat mengaku mendanai program rahasia bernilai 22 juta dolar untuk menyelidiki UFO. Apa artinya ini? Apakah mereka hanya membuang-buang uang 139

saja? Atau memang fenomena UFO ini ada dan harus dipelajari secara serius? Misteri ini memang menarik. Memang tidak semua orang sangat ingin tahu tentang apakah ada kehidupan di luar sana. Apa tujuan UFO itu datang kemari? Dan Carl Sagan juga mengatakan bahwa, “Somewhere, something incredible is waiting to be known.” Di suatu tempat, sesuatu yang luar biasa sedang menunggu untuk diketahui. Tugas Investigator UFO Kata "U" dari UFO adalah Unidentified. Maka tugas seorang UFO investigator pada dasarnya adalah mencari bukti dan mencoba mengidentifikasi, obyek apa yang dilaporkan tersebut. Jika tidak berhasil diindetifikasi, memang belum tentu juga itu adalah wahana makhluk alien. Namun berdasarkan gerakan dan manuver yang dibuat, terlihat sangat luar biasa, serta diduga kuat dikendalikan oleh makhluk cerdas, maka obyek itu dianggap benda artifisial dan bukan milik atau buatan manusia (Non Human Intelligence). Tantangannya adalah, merupakan hal yang sulit untuk memastikan bahwa benda terbang aneh tak teridentifikasi itu adalah wahana makhluk asing. Ini butuh bukti-bukti lebih lanjut. Seringkali hasil kesimpulan investigasi tidak sesuai harapan umum. Misalnya baik pelapor atau orang banyak ingin mengaggap bahwa apa yang dilaporkan adalah UFO dalam artian sebagai wahana makhluk asing. Namun ketika hasil investigasi menunjukkan yang lain, seringkali sang investigator dianggap mau menutupi dan dianggap sebagai debunker. Kita perlu memahami apa arti dari investigasi. Investigasi berarti penyelidikan dengan mencatat atau merekam fakta melakukan peninjauan, percobaan, dan sebagainya, dengan tujuan memperoleh jawaban atas 140

pertanyaan. Nah mengenai fakta, ini juga harus dipahami bahwa fakta (bahasa Latin: factus) adalah segala hal yang bisa ditangkap oleh indra manusia berupa data dari keadaan nyata yang telah terbukti kebenarannya. Fakta adalah premis atau kronologi peristiwa yang tidak terbantahkan atau bisa diterima oleh semua orang. Sementara gejala atau fenomena adalah kejadian atau peristiwa yang diamati dan dijadikan dasar untuk mempertanyakan peristiwa atau kejadian itu. Penting untuk dicatat adalah tentang data, adalah hasil verifikasi atas asumsi mengenai fakta dan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan mengenai gejala. Bagaimana prosedur melakukan sebuah investigasi? Berikut adalah langkah umum dalam melakukan investigasi: 1. Buat Keputusan. 2. Ambil Tindakan Cepat. 3. Pilih Investigator. 4. Rencanakan Investigasi. 5. Wawancara. 6. Kumpulkan Bukti. 7. Evaluasi Bukti. 8. Ambil Tindakan Koreksi. 9. Buat laporan Investigasi di lokasi: 1. Melihat dan mengamankan lokasi. 2. Memisahkan saksi. 3. Memindai lokasi. 4. Membuat sketsa lokasi. 5. Mencari Bukti. 6. Mengamankan dan mengumpulkan bukti. Para ilmuwan umumnya menggunakan tiga jenis investigasi untuk meneliti dan mengembangkan penjelasan 141

untuk peristiwa di alam, yaitu investigasi deskriptif, investigasi komparatif dan investigasi eksperimental. Agar investigator bisa melakukan analisis yang baik, dibutuhkan beberapa pengetahuan umum dan ketrampilan yang nantinya akan dapat membantunya dalam melakukan investigasi, seperti ketrampilan melakukan wawancara, pengetahuan di bidang meteorologi dan geofisika, misal mengetahui jenis-jenis awan, meteor dan warna-warnanya, penerbangan dan antariksa, seperti mengetahui jenis pesawat maupun roket dan satelit. Penting juga memahami dasar-dasar ilmu alam, seperti fisika, kimia, biologi termasuk juga astronomi untuk mengetahui posisi bintang, planet, fenomena langit yang ada. Ilmu psikologi juga penting dipelajari agar bisa lebih memahami perilaku manuisa. Selain itu, ilmu di bidang fotografi dan videografi, terutama untuk menganalisis keaslian dari sebuah foto atau video. Jika investigator ingin melakukan penelitian dengan situs-situs purbakala, maka perlu juga mempelajari ilmu sejarah dan arkeologi. Kita ingin menghantar ufologi menjadi sebuah kajian ilmiah. Namun perjalanan itu tidak mudah. Untuk bisa sampai ke sana, sebagai seorang investigator UFO, kita perlu memegang pola pikir ilmiah. Ada 5 ciri pengetahuan ilmiah yang harus dimiliki sebagai cara berpikir yang obyektif. 1. Empiris: adalah data yang didapatkan dari hasil pengamatan (observasi) atau eksperimen. 2. Sistematis: disusun secara rapi , teratur , dan sesuai dengan kaidah keilmuan. 3. Obyektif: adalah mengenai keadaan yang sebenarnya tanpa dipengaruhi pendapat atau pandangan pribadi. 4. Analitis: Penyelidikan terhadap suatu peristiwa untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya (sebab-musabab, duduk perkaranya, dan sebagainya).

142

5. Verifikatif: proses pembuktian, yakni mengumpulkan faktafakta untuk melakukan pembuktian apakah hipotesa didukung oleh fakta. Sebagai penutup, saya ingin menyampaikan juga bahwa selalulah bersikap obyektif dan berhati-hati dengan klaim sepihak. Kesaksian satu orang tanpa bukti memang tidak mudah dipercaya begitu saja. Namun bisa saja apa yang disampaikan begitu menarik sehingga kita kemudian menjadi bias. Dalam sains, sesuatu dianggap tidak ada, selama tidak ada bukti yang mendukung. Bukti yang diberikan harus memiliki 5 ciri di atas. Semoga kita semua selalu diberi kesehatan dan semangat yang luar biasa untuk terus tekun untuk melakukan pencarian dan investigasi UFO. Sampai berjumpa di buku saya selanjutnya.

143

Lampiran-lampiran

144

1. Peralatan/perlengkapan untuk investigasi UFO. Beberapa instrumen ada yang sudah terintegrasi dalam satu gadget smartphone. Beberapa alat dibutuhkan dalam kondisi tertentu, misalnya jika melakukan investigasi di tempat hutan atau dalam kondisi tertentu. 1. Peta 2. Kamera 3. Binocular 4. Teleskop 5. Kompas 6. Mikroskop 7. Alat ukur radiasi 8. Magnetometer 9. Metal detector 10. Alat GPS 11. Perekam suara 12. Laptop atau tablet 13. Alat komunikasi smartphone, radio 14. Pencatat meteorologi, suhu, kelembaban, arah dan kecepatan angin. 15. Lampu senter 16. Pendeteksi kebohongan 17. Alat ukur meteran 18. Tenda, perlengkapan kemah dan survival kit. 19. Topi, rompi, sepatu yang sesuai 20. Alat untuk mencetak jejak di tanah seperti gips. 21. Buku catatan 22. Alat transportasi 23. Drone 24. Night vision 25. Senter laser 145

2. Cara pembuktikan dalam investigasi kasus UFO

CE = Close Encounters, klasifikasi penampakan UFO yang dibuat oleh J. Allen Hynek.

146

3. Klasifikasi Close Encounters Nocturnal lights (NN): Nampak seperti titik sinar di langit, umumnya berwarna merah, biru, oranye atau putih, dengan pola gerak dan kecepatan yang sulit dijelaskan sebagai obyek sinar lain pada umumnya. Daylight discs (DD): Nampak di siang hari, umumnya berbentuk oval (bulat telur), piring, atau obyek berbahan metalik. Bisa nampak jauh di angkasa maupun berada dekat di tanah dan seringkali nampak mengambang. Kadang bisa mendadak meng- hilang dengan kecepatan yang luar biasa. Radar-Visual cases (RV): Kasus yang jarang dilaporkan, yakni nampak di layar radar berupa titik berkedip yang tidak dapat diterangkan sebagai obyek pesawat atau benda lain yang dikenal. Biasanya harus disertai dengan konformasi penampakan melalui saksi mata. CE-1: Perjumpaan dekat tingkat pertama. Melihat UFO sedang terbang dalam jarak yang relatif cukup dekat sehingga cukup jelas untuk melihat bentuknya.

CE-2 Perjumpaan dekat tingkat kedua. Melihat UFO sedang dalam posisi mendarat di permukaan tanah, umumnya ditunjang dengan bekas-bekas pendaratannya.

CE-3: Perjumpaan dekat tingkat ketiga. Melihat UFO mendarat serta terlihat pula ufonaut (alien) yang sedang turun atau berada di luar pesawat mereka.

CE-4: Perjumpaan dekat tingkat keempat. Mengalami perjumpaan dengan alien, namun sebagai korban penculikan (alien abduction). Korban penculikan oleh alien sering tidak sadar dengan apa yang menimpa dirinya dan sering mengalami gangguan psikologik atau fisiologik. CE-5: Perjumpaan dekat tingkat kelima. Melakukan komunikasi dengan alien dan ikut bersama alien tersebut dengan pesawat mereka secara sukarela. Beberapa kasus kontak atau komunikasi dengan alien ini hanya berupa kontak telepati atau melakukan perjalanan astral bersama makhluk UFO.

147

4. Apa yang harus dilakukan kalau melihat UFO?

Sumber: BETA-UFO Indonesia

148

5. Contoh laporan pendataan Project Blue Book

149

150

151

152

6. Jenis-jenis bentuk UFO yang umum

Berbagai Bentuk Dan Ukuran UFO. 90 Kapal Berbeda merupakan gambar karya Sofia Goldberg yang diunggah pada 6 November 2015

153

7. Jenis-jenis alien menurut saksi mata

Alien Timeline oleh Joe Nickell Sumber: https://cryptozoologycryptids.fandom.com/wiki/Alien

154

8. Contoh sketsa menurut saksi mata

Tiga personil militer AS di hutan Rendlesham, Suffolk, Inggris, melihat pendaratan pesawat berbentuk segitiga.

Sketsa UFO yang muncul di Danau Falcon, Kanada,. dibuat oleh saksi mata, Stefan Michalak ,

155

9. Flowchart UAP (UFO)

Sumber: Smithsonian Institution https://airandspace.si.edu/multimedia-gallery/flowchart-1jpg

156

Tentang Penulis Nur Agustinus adalah seorang sarjana dan magister ilmu psikologi kelahiran tahun 1966, yang aktif dalam penelitian fenomena UFO di Indonesia. Di tahun 1979, saat masih SMP, mulai aktif menulis tentang UFO di majalah Liberty dan kemudian mendirikan Organisasi Masyarakat Eksplorasi Gejala Antariksa (OMEGA). Minat terhadap UFO terus berlanjut hingga saat ini. Di tahun 1997, bersama beberapa rekan yang dikenalnya di forum internet, aktif berdiskusi bersama di komunitas BETA-UFO Indonesia. Tahun 2001 menerbitkan majalah INFO-UFO. Pada saat pandemi, melalui komunitas BETA-UFO Indonesia, beberapa kali menjadi narasumber di Beta Talks yang diselenggarakan melalui Zoom. Ia juga sering membuat karya lukisan dengan tema UFO dan alien. Channel youtube dan media sosialnya menggunakan nama akun Nur Agustinus. Aktivitas sehariharinya adalah sebagai direktur di Bina Grahita Mandiri. Setelah jabatannya sebagai ketua BETA-UFO Indonesia periode 2016-2021 berakhir, Nur Agustinus tetap melanjutkan pencarian dan investigasi UFO di INFO-UFO dan Studi UFO Nusantara yang juga menjalin jejaring kerja sama dengan berbagai komunitas lain dalam Indonesia UFO Network.

157

Monumen UFO / Crop Circle pertama di Indonesia, bahkan di Asia. Lokasi: Krasaan, RT.07/RW.20, Jogotirto, Berbah, Sleman, Yogyakarta. [Kedai Suru Pitoe]

158