DINAMIKA SISTEM PENGEMBANGAN PARIWISATA DI DAERAH OTONOM BARU 9786236980248, 9786236980255

Keberhasilan pengembangan pariwisata di kabupaten Pangandaran membutuhkan dukungan kelembagaan yang memadai baik berupa

125 75 7MB

Indonesian Pages xx + 190 [211] Year 2021

Report DMCA / Copyright

DOWNLOAD PDF FILE

Table of contents :
Bab 1. Pendahuluan: Pembentukan Daerah Otonom Baru Di Kawasan Pariwisata
Bab 2. Desentralisasi Dan Pariwisata: Tinjauan Teoritik
Bab 3. Destinasi Pariwisata: Keindahan Ranum Pangandaran
Bab 4. Pengembangan Pariwisata: Dari Potensi Ke Destinasi
Bab 5. Dinamika Sistem Pariwisata
Recommend Papers

DINAMIKA SISTEM PENGEMBANGAN PARIWISATA DI DAERAH OTONOM BARU
 9786236980248, 9786236980255

  • 0 0 0
  • Like this paper and download? You can publish your own PDF file online for free in a few minutes! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Dr. M.R. Khairul Muluk, S.Sos., M.Si. Rendra Eko Wismanu, S.AP., M.AP. Hanifa Maulani Rhamadhan, S.AB., M.M. Aulia Puspaning Galih, S.IIP., M.S.

DINAMIKA SISTEM PENGEMBANGAN

PARIWISATA DI DAERAH OTONOM BARU

DINAMIKA SISTEM PENGEMBANGAN PARIWISATA DI DAERAH OTONOM BARU Dr. M.R. Khairul Muluk, S.Sos., M.Si. Rendra Eko Wismanu, S.AP., M.AP. Hanifa Maulani Rhamadhan, S.AB., M.M. Aulia Puspaning Galih, S.IIP., M.S. Tata Letak Isi dan Desain Sampul Much. Imam Bisri Penerbit : SELARAS MEDIA KREASINDO Anggota IKAPI JTI No 165 Perum Pesona Griya Asri A-11 Malang 65154 e-mail: [email protected]

Cetakan 1, Juni 2021 Jumlah: xx + 190 Ukuran 15,5 x 23 cm Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT) ISBN: 978-623-6980-24-8 ISBN: 978-623-6980-25-5 (PDF)

Hak Cipta dilindungi oleh undang-undang. Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku tanpa seizin tertulis dari penerbit.

UCAPAN TERIMA KASIH

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Puji syukur kehadirat Allah SWT. Kami ucapkan atas tersusunnya buku hasil penelitian dengan judul Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru. Dan segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayat, dan pertolongan-Nya. Semoga Allah senantiasa melindungi hamba-Nya dan menunjukkan jalan yang benar dalam mengarungi bahtera kehidupan ini. Banyak pihak yang telah membantu dan berjasa selama proses penyusunan ini sehingga ucapan terimakasih saja tidak cukup untuk membalas jasa-jasa tersebut, namun hanya itu yang dapat diberikan karena berbagai keterbatasan yang ada. Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Ibu Laily Akbariah, Bapak Tommy Anggriawan, Saudara Akil Fitra Sholakuddin, Bayu Rizki Aditya, dan Saudari Durratun Nashihah, Lusi Kurnia, Shinta Nuriya Idatul Alfain, Annisa Putri. Selain itu, karena keterbatasan ruang yang ada, penulis mohon maaf karena masih banyak pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu namun tetap berharga dalam karya ini. Akhirnya penulis menyadari banyaknya keterbatasan dalam studi ini sehingga saran dan kritik bagi penyempurnaan karya ini tetap terbuka lebar bagi siapapun. Dengan segala kerendahan hati kami menerima saran tersebut. Kami berharap tulisan dalam buku ini membawa manfaat bagi masyarakat sekaligus bagi pemerintah daerah.

iii

Kata Pengantar Prof.Dr. Abdul Hakim, M.Si. Guru Besar pada Departemen Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya

S

tudi tentang kepariwisataan --- pariwisata dengan berbagai dimensinya --- telah menjadi studi yang sangat menarik perhatian akhir-akhir ini dikarenakan beberapa sebab, antara lain: pertama, pariwisata merupakan aktivitas ekonomi dominan saat ini, yang ditunjukkan oleh adanya pergerakan barang dan jasa terbesar yang pernah terjadi dalam sejarah umat manusia. Kedua, pariwisata terkait dengan berbagai masalah sosial, politik, ekonomi, keamanan, kesehatan, dan sebagainya. Ketiga, studi tentang pariwisata bersifat dinamis, sehingga membutuhkan kajian yang terus menerus dan berkesinambungan. Keempat, pariwisata tidak eksklusif, tetapi dilakukan oleh semua ras dan suku bangsa sehingga pemahaman tentang aspek sosial budaya menjadi sangat penting. Kelima, pariwisata mempertemukan dua atau lebih bangsa yang berbeda, yang memiliki nilai, norma dan kepercayaan yang berbeda, sehingga menghasilkan proses akulturasi, asimilasi, adopsi, adaptasi dan berbagai bentuk “pencampuran” lainnya. Keenam, pariwisata menyentuh hampir semua lapisan masyarakat di dunia sehingga mengakibatkan terjadinya perubahan sosial budaya. Ketujuh, melalui pariwisata berkembang berbagai macam kelembagaan di tingkat lokal, regional, nasional dan internasional sehingga berdampak pada modernisasi dan dependensi antar-negara. Buku ini telah memberikan gambaran kepada pembaca tentang ketujuh aspek penting studi pariwisata tersebut, walaupun masih terbatas untuk kasus kepariwisataan lokal (kasus destinasi wisata Pangandaran). Dimulai dengan tulisan tentang Pembentukan Daerah Otonom (DOB) di Kawasan Pariwisata, penulis mendeskripsikan bahwa DOB yang memiliki

v

potensi destinasi pariwisata memiliki peluang untuk memperoleh pendapatan asli daerah (PAD) yang lebih besar sebagai salah satu sumber penerimaan daerahnya. Melalui pengembangan dan pengelolaan potensi destinasi wisata yang ada dalam DOB, maka tidak mustahil akan menjadi sumber pendapatan penting bagi daerah otonom dan sekaligus mengurangi ketergantungan dari sumber penerimaan Pemerintah Pusat. Mengapa demikian, karena sebagaimana yang dijelaskan oleh penulis bahwa salah satu alasan moratorium pemekaran daerah masih akan dilanjutkan adalah karena sumber pendapatan sebagian besar daerah otonom baru (DOB) masih bergantung pada APBN, dan belum mampu menunjukkan APBD yang mandiri. Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang dihasilkan oleh sebagian besar DOB tersebut masih di bawah dana transfer dari pemerintah pusat. (h.5). Penulis menunjukkan (h.6-7) bahwa ada banyak argumentasi yang menunjuk betapa DOB yang ada telah menunjukkan kinerja pemerintahan daerah yang baik ketika mampu mengelola potensi daerahnya dengan baik. Kabupaten Pangandaran dapat disebut sebagai contoh sukses DOB yang perlu dijadikan lessons learned. Kabupaten Pangandaran merupakan satu satunya DOB di Pulau Jawa yang dibentuk pada periode terakhir pemekaran daerah di Indonesia. Evaluasi DOB yang dilakukan pada periode tahun 2012 menunjukkan bahwa Kabupaten Pangandaran memperoleh hasil sebagai DOB yang berkinerja terbaik. Hasil ini menarik untuk terus dikaji dengan melihat pada bagaimana Kabupaten Pangandaran mampu mengelola potensi yang dimilikinya, dan tentu saja bagaimana mengembangkan potensinya tersebut secara berkelanjutan sehingga dapat menopang kemampuan daerah dalam memberikan layanan publik dan menjalankan administrasi pembangunan. Mengapa suatu daerah otonom baru dapat berkinerja baik, dalam kasus ini Kabupaten Pangandaran, dalam konteks pengelolaan potensi wisata? Penulis memberikan deskripsi (h.12), bahwa Kabupaten Pangandaran dikenal sebagai kawasan yang memiliki potensi wisata, baik untuk wisatawan domestik maupun mancanegara. Beberapa potensi tersebut di antaranya adalah berupa wisata pantai, wisata cagar alam, dan wisata sungai. Potensi inilah yang kemudian dikembangkan oleh Pemkab

vi

Pangandaran untuk meningkatkan PADnya. Sebagaimana dijelaskan oleh penulis, bahwa dengan menjadi Daerah Otonom, masyarakat Pangandaran dan Pemerintah Daerah dapat menggunakan segala sumberdaya yang ada untuk mengoptimalkan potensi yang ada guna menghasilkan kesejahteraan masyarakat. Selain itu, dalam skala yang lebih luas, Pemerintah Daerah juga memfasilitasi pembangunan industri pariwisata. Pemerintah Kabupaten Pangandaran dapat melakukan perbaikan sistem manajemen dan promosi, pembinaan terhadap objek dan daya tarik wisata, serta melakukan pemberdayaan masyarakat. Masalah yang muncul kemudian adalah sejauhmana upaya dilakukan untuk menjaga keberlangsungan potensi tersebut sehingga tidak merusak lingkungan. Oleh karena itu, penting untuk mengembangkan suatu pariwisata berkelanjutan, yang oleh Mulyadi (2015) diartikan sebagai proses pembangunan yang berprinsip pada pemenuhan kebutuhan pariwisata saat ini tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi di masa yang akan datang. Perhatian terhadap hal ini menjadi penting karena berkaitan erat dengan bagaimana mencari jalan untuk memajukan ekonomi melalui pariwisata dalam jangka panjang, tanpa menghabiskan modal alam yang tersedia.1 Pariwisata berkelanjutan merupakan kegiatan wisata yang mempertemukan kepentingan tujuan dan penerimaan dengan menjaga kesempatan bagi generasi mendatang untuk dapat pula menikmati wisata. Sehingga untuk itu perlu dilakukan suatu pengelolaan tertentu atas pengelolaan lingkungan dan sumberdaya yang tersisa agar dapat memenuhi kepentingan ekonomis, sosial dan estetika, dengan tetap menjaga integritas budaya, proses ekologis yang penting, keanekaragaman hayati dan sistem pendukung kehidupan. Menyambung tulisan dalam Bab I, kemudian dalam Bab II buku ini, dengan judul Desentralisasi dan Pariwisata: Tinjauan Teoritik; penulis menjelaskan tentang pariwisata sebagai salah satu urusan konkuren dalam konteks desentralisasi pemerintahan. Dalam deskripsinya (h.19-dst), 1

Mulyadi, Muhammad, et al., 2015. Pembangunan Berkelanjutan: Dimensi Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan. Diterbitkan oleh P3DI Setjen DPR RI dan Azza Grafika.

vii

penulis menjelaskan bahwa urusan konkuren adalah urusan pilihan yang bersifat opsional untuk diselenggarakan oleh daerah otonom sesuai dengan potensi, kebutuhan dan kondisi setempat. Urusan pilihan ini terdiri dari urusan kelautan dan perikanan; pariwisata; pertanian; kehutanan; energi dan sumber daya mineral; perdagangan; perindustrian; dan transmigrasi. Urusan pilihan ini pada dasarnya wajib diselenggarakan oleh daerah otonom apabila terdapat potensi tersebut di wilayahnya. Sebagai contoh, jika sebuah daerah otonom memiliki potensi dan destinasi pariwisata maka urusan pariwisata menjadi wajib diselenggarakan oleh daerah tersebut. Dengan demikian, dalam konteks ini ada identifikasi potensi daerah yang melahirkan kewajiban untuk mengoptimalkan potensi tersebut untuk pembangunan daerah. Dengan mengutip berbagai hasil kajian, antara lain dari Yüksel, et al. (2005), penulis menunjukkan bahwa desentralisasi urusan pariwisata telah dipraktekkan di beberapa wilayah, dengan argumentasi bahwa desentralisasi urusan pariwisata merupakan pendekatan bottom-up dalam pengembangan pariwisata. Pendekatan ini dipilih ketika pendekatan sentralis top-down seringkali gagal menggali potensi lokal dalam pengembangan pariwisata. Selain itu, desentralisasi pariwisata memungkinkan terjadinya partisipasi para pihak di tingkat bawah untuk terlibat dalam formulasi dan implementasi kebijakan pariwisata. Desentralisasi pariwisata telah membawa dampak positif bagi pengembangan pariwisata. Pemerintah dengan mudah menyelenggarakan pelayanan publik yang mendukung sektor pariwisata. Namun demikian, orientasi jangka pendek pemerintahan daerah untuk memburu pendapatan asli daerah dari sektor pariwisata haruslah diseimbangkan dengan upaya pengendalian aspek lingkungan dalam pengelolaan pariwisata oleh daerah. Karena, sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa yang harus diupayakan adalah suatu pembangunan pariwisata berkelanjutan. Pengembangan dan pengelolaan destinasi wisata sebagaimana ditulis dalam Bab III, Destinasi Pariwisata: Keindahan Ranum Pangandaran; penting untuk memperhatikan kondisi ekologis dalam jangka panjang, dan tidak semata-mata mengejar penerimaan daerah. Artinya, selain

viii

layak secara ekonomi juga didasarkan pada kriteria-kriteria dukungan ekologis dalam jangka panjang, serta adil secara etika dan sosial terhadap masyarakat. Dalam konteks ini, Hidayati, et al. (2003), menjelaskan bahwa suatu kegiatan pariwisata dianggap berkelanjutan apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: (1) secara ekologis berkelanjutan: pembangunan pariwisata tidak menimbulkan efek negatif bagi ekosistem setempat, sehingga kegiatan konservatif harus diupayakan untuk melindungi sumberdaya alam dan lingkungan dari dampak negatif yang ditimbulkan kegiatan pariwisata; (2) secara sosial dapat diterima: mengacu pada kemampuan penduduk lokal untuk menyerap usaha pariwisata (industri dan wisatawan) tanpa menimbulkan konflik sosial; (3) secara kebudayaan dapat diterima: masyarakat lokal mampu beradaptasi dengan budaya wisatawan yang berbeda dengan budaya local; dan (4) secara ekonomi menguntungkan: artinya, melalui kegiatan pariwisata dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.2 Pada intinya, ide mendasar dari pariwisata berkelanjutan adalah kelestarian sumberdaya alam dan budaya. Selain itu juga dibutuhkan konsep pariwisata berkualitas yang mengedepankan edukasi pengunjung, sehingga mereka juga dapat terlibat aktif dalam memelihara destinasi wisata. 3 Salah satu caranya adalah dengan mengharuskan kepada para pemandu wisata agar ikut mengedukasi pengunjung agar tidak melakukan kegiatan yang dapat merusak destinasi atau situs-situs yang ada di dalam destinasi wisata. Apa yang ditulis dalam Bab IV buku ini: Pengembangan Pariwisata: Dari Potensi ke Destinasi; nampaknya haruslah memperhatikan konsep pariwisata berkualitas di atas. Upaya pemerintah daerah (termasuk DOB)

2

3

Hidayati, D., et al., 2003. Ekowisata: Pembelajaran dari Kalimantan Timur. Jakarta: CV Muliasari. Kompas, 6 Juli 2022 (h.1), “Pariwisata Berkualitas Dukung Pelestarian”.

ix

untuk mengembangkan suatu Kawasan Strategis Pariwisata Daerah (KSPD) --- yaitu kawasan yang mempunyai fungsi utama pariwisata dan mempunyai potensi dalam pengembangan pariwisata --- harus mengupayakan implementasi pariwisata berkelanjutan dan konsep pariwisata berkualitas tersebut. Dalam buku ini, penulis mengidentifikasi beberapa aspek yang harus diperhatikan, yaitu: pertumbuhan sosial, budaya, ekonomi, daya dukung lingkungan hidup, pertahanan, keamanan, dan pemberdayaan sumber daya alam. Selain memperhatikan beberapa aspek yang disebutkan oleh penulis, pengembangan dan pengelolaan KSPD haruslah melibatkan partisipasi aktif masyarakat setempat. Investor destinasi pariwisata dapat mengajak pemerintah desa membentuk Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) sebagai mitra kerjasama untuk mengelola destinasi wisata. Bab terakhir buku ini, yang kemudian dijadikan judul utama adalah Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata. Penulis mendeskripsikan secara baik dan relatif lengkap terakait dua sub-sistem utama, yaitu: Subsistem Kesejahteraan Masyarakat, dan Subsistem Daya Dukung Pariwisata. Berdasarkan uraian tersebut kemudian dijelaskan tentang Sistem Pembangunan Pariwisata, Hal yang menarik dari bab ini adalah hasil riset penulis yang menggunakan analisis sistem dinamis untuk menghasilkan sistem kompleks yang memperlihatkan keterkaitan antarunsur yang saling memengaruhi dalam pengembangan pariwisata. Sebagaimana dijelaskan dalam halaman 160-161, sistem kompleks ini kemudian menjelaskan secara detail relasi dan kebertautan masing-masing unsur penyusun. Penjelasan ini biasanya terkait dengan mekanisme dan derajat relasi yang ditentukan pada saat pembuatan sistem tersebut. Untuk lebih ringkasnya, relasi yang menghubungkan setiap unsur menunjukkan kekuatan sistem itu sendiri. Hebatnya lagi, penulis, setelah pembuatan model Causal Loop Diagram (CLD) untuk kemudian melakukan simulasi dengan menggunakan Stock & Flow Diagram (SFD). Berdasarkan gambar Stock Flow Diagram (h.165), penulis berhasil mengidentifikasi empat stock pada simulasi SFD yang telah dilakukan. Empat stock tersebut adalah ketahanan pariwisata, penyelenggaraan urusan pariwisata, jumlah wisatawan dan perekonomian

x

daerah. Kemudian untuk setiap stock dijelaskan elemen-elemen yang memengaruhinya, sehingga pembaca dapat memperoleh penjelasan lengkap dan terinci. Membaca buku ini, tentu mengasyikkan, terutama bagi akademisi (dosen dan mahasiswa) yang menekuni studi tentang pariwisata dengan segala aspeknya. Selain itu, buku ini juga sangat cocok bagi aparatur sipil negara dan para praktisi pariwisata untuk menambah wawasan dalam rangka Menyusun kebijakan-kebijakan dalam bidang kepariwisataan nasional dan daerah.

Malang, 1 Juni 2021

xi

Daftar Isi

Ucapan Terima Kasih ............................................................... Kata Pengantar Prof. Abdul Hakim .......................................... Daftar Isi ................................................................................. Daftar Tabel ............................................................................ Daftar Gambar ........................................................................ 

    

Bab 1. Pendahuluan: Pembentukan Daerah Otonom Baru Di Kawasan Pariwisata ..................................................... Bab 2. Desentralisasi Dan Pariwisata: Tinjauan Teoritik .............. Bab 3. Destinasi Pariwisata: Keindahan Ranum Pangandaran ...... Bab 4. Pengembangan Pariwisata: Dari Potensi Ke Destinasi ....... Bab 5. Dinamika Sistem Pariwisata ............................................. Bab 6. Penutup ...........................................................................

Daftar Pustaka ......................................................................... Lampiran Tentang Metode Penelitian Berpikir Sistem (System Thinking) ...................................................................

xiii

iii v xiii xv xvii

1 15 47 79 129 171 175 181

Daftar Tabel

Tabel 1. Hasil Capaian Kinerja Urusan Sarana dan Prasarana di Kabupaten Pangandaran Tahun 2016-2020 .......... Tabel 2. Kelompok Masyarakat Penggerak Pariwisata (Kompepar) Kabupaten Pangandaran ....................... Tabel 3. Persebaran Bencana setiap Kecamatan di Kabupaten Pangandaran ............................................................ Tabel 4. Perbedaan HSM dan SSM pada kerangka berfikir sistem .......................................................................

xv

115 125 155 182

Daftar Gambar

Gambar 1. Gambar 2. Gambar 3. Gambar 4. Gambar 5. Gambar 6. Gambar 7. Gambar 8. Gambar 9. Gambar 10. Gambar 11. Gambar 12. Gambar 13. Gambar 14. Gambar 15. Gambar 16. Gambar 17. Gambar 18. Gambar 19. Gambar 20. Gambar 21. Gambar 22. Gambar 23. Gambar 24. Gambar 25. Gambar 26.

Peta 34 Provinsi di Indonesia .............................. Perbandingan Jumlah daerah Otonom di Indonesia Trend Penurunan Jumlah DOB Era Reformasi .... Peta Sebagian Usulan Provinsi Baru di Indonesia . Lokasi Kabupaten Pangandaran di Provinsi Jawa Barat .......................................................... Kawasan Strategis Pariwisata Nasional Pangandaran ....................................................... Kawasan Wisata Unggulan Provinsi Jawa Barat ... Decentralization Continuum............................... Local Government Boundary Reform ................. Jenis Urusan Pemerintahan: Indonesia ................ Tourism Development ........................................ Tourism System .................................................. Transport Linking to, from and within Destinations Components of Tourism Destination .................. 5A’s Attributes to Holiday Destination ................ Komponen Pengembangan Objek Wisata ............ Seven Principles for Building Social-Ecological Resilience ............................................................ SCR Model......................................................... Economic Impact of Tourism .............................. Tourism Policy Issues: Local Economic Development ...................................................... Batas wilayah Kabupaten Pangandaran berikut Kecamatan .......................................................... Alun Alun Kabupaten Pangandaran .................... Pantai Barat Pangandaran ................................... Pantai Timur Pangandaran .................................. Pantai Pangandaran ............................................ Mandi di Pantai Batu Karas ................................

xvii

3 3 4 6 8 9 12 16 19 24 26 29 30 32 33 34 38 40 41 42 48 49 54 55 57 59

Gambar 27. Gambar 28. Gambar 29. Gambar 30. Gambar 31. Gambar 32. Gambar 33. Gambar 34. Gambar 35. Gambar 36. Gambar 37. Gambar 38. Gambar 39. Gambar 40. Gambar 41. Gambar 42. Gambar 43. Gambar 44. Gambar 45. Gambar 46. Gambar 47. Gambar 48.

Gambar 49. Gambar 50. Gambar 51. Gambar 52.

Gambar 53.

Pantai Batu Karas................................................ Fasilitas Penunjang Pantai Batu Karas.................. Sungai Menuju Green Canyon ............................ The Gate to Green Canyon ................................. Pemandangan Tebing Pantai Batu Hiu................. Keindahan Pantai Batu Hiu................................. Keindahan minus Perawatan ............................... Pantai Karapyak.................................................. Pantai Karapyak: Tempat Menenangkan Diri ...... Hidden Beach at Karapyak: View from Hill ......... Peta Lokasi 88 Kawasan Strategis Pariwisata Nasional ............................................................. Daya Tarik Wisata di Kecamatan Cigugur ........... Daya Tarik Wisata di Kecamatan Cijulang........... Daya Tarik Wisata di Kecamatan Cimerak .......... Daya Tarik Wisata di Kecamatan Kalipucang ...... Daya Tarik Wisata di Kecamatan Langkaplancar . Daya Tarik Wisata di Kecamatan Mangunjaya..... Daya Tarik Wisata di Kecamatan Padaherang ...... Daya Tarik Wisata di Kecamatan Pangandaran .... Daya Tarik Wisata di Kecamatan Parigi ............... Daya Tarik Wisata di Kecamatan Sidamulih ........ Jumlah Kunjungan Wisatawan ke Objek Wisata yang Dikelola Pemerintah Daerah Kabupaten Pangandaran tahun 2019 - 2020 ........................ Target dan Realisasi Retribusi Pariwisata Kabupaten Pangandaran Tahun 2019-2020 ........ PAD Terhadap Jumlah Penerimaan Sektor Pariwisata di Kabupaten Pangandaran ................. Kontribusi Sektor Pariwisata terhadap PDRB ...... Kondisi Jalan Nasional, Provinsi dan Jalan Kabupaten di Kabupaten Pangandaran Tahun 2019-2020 ......................................................... Jumlah dan Jenis Akomodasi di Kabupaten Pangandaran .......................................................

xviii

60 61 64 65 68 69 70 73 74 75 80 86 88 92 95 96 98 100 102 104 106

109 110 111 112

114 118

Gambar 54. Jenis dan Jumlah Restoran di Kabupaten Pangandaran ....................................................... Gambar 55. Peran Stakeholders dalam Pengembangan Pariwisata di Kabupaten Pangandaran ................. Gambar 56. Subsistem Kesejahteraan Masyarakat .................. Gambar 57. Indeks Pendidikan .............................................. Gambar 58. Angka Harapan Lama Sekolah ............................ Gambar 59. Rata-Rata Lama Sekolah ..................................... Gambar 60. Indeks Kesehatan ................................................ Gambar 61. Umur Harapan Hidup ........................................ Gambar 62. Angkatan Kerja Kabupaten Pangandaran Tahun 2013-2020 ............................................... Gambar 63. Ketenagakerjaan Kabupaten Pangandaran Tahun 2013-2020 ............................................... Gambar 64. Subsistem Daya Dukung Pariwisata..................... Gambar 65. Kepadatan Penduduk Kabupaten Pangandaran.... Gambar 66. Kepadatan Penduduk Kabupaten Pangandaran.... Gambar 67. Laju Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Pangandaran ....................................................... Gambar 68. Inflasi Kabupaten Pangandaran Tahun 2013-2020 Gambar 69. Kunjungan Wisatawan ke Kabupaten Pangandaran Gambar 70. PDRB Kabupaten Pangandaran ........................... Gambar 71. Kontribusi Sektor Pariwisata terhadap PAD Kabupaten Pangandaran Tahun 2016-2020 ........ Gambar 72. Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Pangandaran Gambar 73. IPM Pengeluaran Kabupaten Pangandaran Tahun 2013-2020 ............................................... Gambar 74. IPM Pengeluaran Perkapita Kabupaten Pangandaran ....................................................... Gambar 75. IPM Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Pangandaran Tahun 2013-2020 .......................... Gambar 76. Nilai SAKIP Kabupaten Pangandaran Tahun 2017-2020 ......................................................... Gambar 77. Proyeksi Nilai SAKIP Kabupaten Pangandaran.... Gambar 78. Gambar Kasus Covid-19 Kab. Pangandaran 2021

xix

120 123 130 130 131 132 133 133 134 135 136 139 140 141 142 143 144 145 146 147 148 149 150 150 152

Gambar 79. Gambar 80. Gambar 81. Gambar 82. Gambar 83. Gambar 84. Gambar 85. Gambar 86. Gambar 87. Gambar 88. Gambar 89.

Bencana Kab. Pangandaran ................................. Diklat Kebencanaan yang dilakukan BPBD ......... Peta Wisata Pangandaran .................................... Update Cuaca yang dilakukan oleh BPBD dan Disparbud .................................................... CLD Sistem Pengembangan Pariwisata Daerah ... Stock Flow Diagram ........................................... Interpretasi Behaviour Over Time (BOT)............ Leverage Sistem Pengembangan Pariwisata .......... Leverage Kunjungan Wisatawan .......................... Stages of System Dynamic Approach ................... Influence Diagram Pembangunan Pariwisata Pangandaran .......................................................

xx

153 155 157 158 161 165 167 168 169 186 187

1 PENDAHULUAN: PEMBENTUKAN DAERAH OTONOM BARU DI KAWASAN PARIWISATA

D

esentralisasi memberi peluang bagi daerah untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan potensi, kebutuhan, kemampuan dan pilihannya sendiri. Desentralisasi juga mendekatkan proses pemerintahan kepada masyarakat yang paling dekat dengan urusan atau persoalan yang didesentralisasikan. Desentralisasi pada dasarnya adalah otonomisasi masyarakat sehingga masyarakat memperoleh kesempatan untuk menyelenggarakan sendiri urusan-urusannya. Dengan adanya otonomi daerah maka masyarakat memiliki kewenangan sendiri untuk mengatur dan mengurus urusan yang sesuai dengan potensi dan pilihan yang sesuai dengan batas yurisdiksinya. Pengertian umum tentang desentralisasi pada dasarnya mengandung dua pengertian yakni pembentukan daerah otonom dan penyerahan kewenangan dan urusan kepada daerah otonom

1

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

(Smith, 1985). Secara umum, peraturan tentang pemerintahan daerah di Indonesia selalu membatasi pengertian desentralisasi hanya sebagai penyerahan kewenangan dan urusan saja, dan kurang tegas memasukkan pembentukan daerah otonom dalam batasan tersebut. Hal ini tampaknya dimaksudkan untuk menghindari terjadinya tuntutan pemekaran daerah yang berlebihan. Persoalan pembentukan daerah otonom baru pada dasarnya menjadi persoalan yang dihadapi oleh banyak negara di dunia, tentu saja termasuk Indonesia. Kebijakan moratorium pemekaran daerah diambil oleh pemerintah guna membatasi tuntutan pembentukan daerah otonom baru yang begitu masif di era reformasi ini. Dibutuhkan evaluasi daerah otonom baru dan bukti yang kuat akan keberhasilan pemekaran daerah untuk mencapai tujuan pemerintahan. Dalam hal ini, Arthur Maas (1959), sudah menyampaikan dengan tegas bahwa desentralisasi dan otonomi daerah pada dasarnya adalah instrumen (means) untuk mencapai tujuan berbangsa dan bernegara (ends). Desentralisasi (termasuk di dalamnya adalah penataan daerah) jelas bukan tujuan itu sendiri, sehingga wajar jika pemerintah nasional mengambil kebijakan tegas untuk menghentikan pemekaran daerah sampai batas waktu yang belum dapat ditentukan. Di era reformasi ini, sejak pemberlakuan UU no 22 tahun 1999, telah banyak daerah otonom baru yang dipisah dari daerah induknya. Data dari Kementerian Dalam Negeri (2019), menunjukkan bahwa ada 8 provinsi baru dari semula 26 provinsi sehingga sekarang ada 34 provinsi di Indonesia. Ada kenaikan jumlah provinsi sebesar 30,7%. Kenaikan yang lebih besar terjadi pada daerah otonom yang berbentuk Kota, yakni sebesar 57,6%. Ada pertambahan 34 Kota dari semula 59 Kota sehingga saat ini jumlah keseluruhan adalah 93 Kota. Jumlah ini belum termasuk 5 Kota Administratif yang berada dalam wilayah DKI Jakarta. Sehingga apabila dijumlah maka ada 98 Kota di seluruh Indonesia saat ini. Kenaikan yang paling signifikan dalam jumlah daerah otonom baru ada pada jenis daerah kabupaten. Ada 181 kabupaten baru dari semula 234 kabupaten di seluruh Indonesia sehingga saat ini ada 415 kabupaten, belum termasuk 1 kabupaten administratif yang berada di DKI Jakarta. Dengan demikian, peningkatan daerah otonom baru untuk jenis kabupaten sebesar 77,3%. 2

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

Gambar 1. Peta 34 Provinsi di Indonesia Sumber:https://perpustakaan.id/wp-content/uploads/2020/02/Provinsi-di-Indonesia.jpg

Pertambahan jumlah daerah otonom ini sangatlah spektakuler bahwa terjadi peningkatan drastis jumlah daerah otonom hanya dalam tempo sekitar 13 tahun saja. Secara keseluruhan ada peningkatan 223 daerah otonom baru dari semula 319 daerah otonom induk di era reformasi birokrasi ini sehingga kini jumlah daerah otonom di Indonesia adalah sebanyak 542. Jika dijumlah maka peningkatan daerah otonom di Indonesia selama era reformasi ini dan sebelum diberlakukannya moratorium adalah sebesar 70%.

Gambar 2. Perbandingan Jumlah daerah Otonom di Indonesia Sumber: Kementerian Dalam Negeri, 2019

3

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

Perkembangan pemekaran daerah ini sebenarnya memang menunjukkan kecenderungan menurun. Ada tiga periode pemekaran daerah. Pertama, periode masa berlakunya UU No. 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah. Dalam periode ini, ada 7 provinsi baru, 115 kabupaten baru, dan 26 kota baru. Total DOB yang pisah dari daerah induknya adalah sebanyak 148 daerah. Kedua, adalah periode awal berlakunya UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Periode ini berlangsung sejak 2005 hingga akhirnya muncul moratorium pertama pada tahun 2008. Pada periode ini tak ada satupun provinsi baru. Ada 50 kabupaten baru yang muncul disertai dengan adanya 7 kota baru. Secara keseluruhan ada 57 DOB yang dipisahkan dari daerah induknya pada periode kedua ini. Selanjutnya periode ketiga terjadi saat moratorium dicabut pada tahun 2012 sehingga muncul DOB yang terdiri dari satu provinsi dan 17 kabupaten baru. Tak ada satupun kota baru dalam periode ini. Secara keseluruhan periode ini menghasilkan 18 DOB. Hingga moratorium kedua diberlakukan, ada trend DOB yang menurun dalam tiga periode tersebut, mulai dari 148 pada periode pertama, kemudian 57 pada periode kedua, dan pada periode yang terakhir 17.

Gambar 3. Trend Penurunan Jumlah DOB Era Reformasi Sumber: Kementerian Dalam Negeri, 2019

4

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

Pada tahun 2014, Pemerintah Pusat mengambil keputusan untuk menjalankan moratorium kedua yang menunda pembahasan pemekaran daerah. Usulan pemekaran daerah tidak ditindaklanjuti, dan sejak itu tidak ada lagi pemekaran daerah di Indonesia. Banyak pihak mengusulkan untuk mencabut moratorium tersebut dan sekaligus mengusulkan pemekaran daerah. Namun demikian, berdasarkan hasil evaluasi yang disampaikan oleh wakil presiden (setkab, 3 desember 2020), bahwa moratorium pemekaran daerah masih akan dilanjutkan mengingat sumber pendapatan sebagian besar daerah otonom baru (DOB) masih bergantung pada APBN, dan belum mampu menunjukkan APBD yang mandiri. Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang dihasilkan oleh sebagian besar DOB tersebut masih di bawah dana transfer dari pemerintah pusat. Selain itu, pandemi covid 19 juga membuat kemampuan pemerintah pusat semakin terbatas untuk menopang seluruh dana operasional DOB. Kemampuan pemerintah pusat juga masih dialokasikan untuk mendanai program prioritas nasional (https://setkab.go.id/wapres-pemerintahmasih-lakukan-moratorium-pemekaran-daerah/). Hingga tahun 2021, sudah ada usulan pembentukan DOB ke Kementerian Dalam Negeri. Jumlah usulan tersebut bahkan sudah melampaui jumlah DOB di era reformasi. Ada 325 usulan pemekaran daerah yang sudah diserahkan ke Kementerian Dalam Negeri, dengan rincian usulan 55 provinsi baru, 233 kabupaten baru, dan 37 usulan kota baru. Jelas jumlah usulan ini melampaui 233 DOB yang ada. Untuk mempercepat pemekaran daerah, sudah ada Gerakan politisi untuk mendesak pemerintah mencabut moratorium. Gerakan tersebut diwadahi dalam bentuk Forum Koordinasi Nasional Percepatan Pembentukan Daerah Otonom Baru atau yang disingkat dengan Forkonas PP DOB (https://www.jawapos.com/nasional/09/04/2021/terdapat-325-usulandob-moratorium-pemekaran-daerah-bisa-dibuka-lagi/). Gerakan tersebut bahkan dipimpin oleh Prof. Dr. Fadel Muhammad, Wakil Ketua MPR, mantan Gubernur Gorontalo, dan Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan. Tentu hal ini menunjukkan besarnya pertimbangan politik untuk

5

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

mendesak pemekaran daerah. Berikut adalah gambar yang menunjukkan ancang-ancang pemekaran provinsi di Indonesia.

Gambar 4. Peta Sebagian Usulan Provinsi Baru di Indonesia Sumber: https://www.gurupendidikan.co.id/pemekaran-daerah-di-indonesia/

Hal yang menarik untuk dicermati adalah membandingkan fenomena menurunnya kecenderungan pemekaran daerah (bahkan sampai diambil kebijakan moratorium untuk menghentikan pembentukan DOB) dengan semakin meningkatnya aspirasi untuk mengusulkan pembentukan DOB. Ada banyak kelompok masyarakat yang hendak memisahkan diri dari daerah induknya, baik dalam level provinsi maupun kabupaten atau kota. Argumentasi pemerintah pusat bahwa Sebagian besar DOB belum mampu menunjukkan kinerja otonominya menunjukkan adanya pertimbangan administrasi publik yang rasional Ketika dikaitkan dengan kemandirian fiskal daerah dan beban fiskal nasional tetap tidak mempengaruhi tuntutan politik pemekaran daerah. Usulan pembentukan DOB menunjukkan aspirasi masyarakat untuk menjadi lebih baik daripada kondisi saat ini. Ada banyak argumentasi yang menunjuk betapa DOB yang ada telah menunjukkan kinerja pemerintahan daerah yang baik ketika mampu mengelola potensi daerahnya dengan baik. Kabupaten Pangandaran dapat disebut sebagai contoh sukses DOB yang perlu dijadikan lessons learned. Kabupaten Pangandaran merupakan satu satunya DOB di Pulau Jawa yang dibentuk pada periode terakhir pemekaran daerah di Indonesia. Evaluasi

6

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

DOB yang dibentuk pada periode tahun 2012 menunjukkan bahwa Kabupaten Pangandaran memperoleh hasil sebagai DOB yang berkinerja terbaik (Kementerian Dalam Negeri, 2019). Hasil ini menarik untuk terus dikaji dengan melihat pada bagaimana Kabupaten Pangandaran mampu mengelola potensi yang dimilikinya, dan tentu saja bagaimana mengembangkan potensinya tersebut secara berkelanjutan sehingga dapat menopang kemampuan daerah dalam memberikan layanan publik dan menjalankan administrasi pembangunan. Secara formal, Kabupaten Pangandaran merupakan DOB yang dibentuk berdasarkan UU No. 21 tahun 2012 tentang Pembentukan Kabupaten Pangandaran di Provinsi Jawa Barat. Kabupaten Pangandaran awalnya merupakan bagian dari wilayah Kabupaten Ciamis. Pembentukan DOB di Pangandaran dimulai dari keinginan 10 kecamatan di bagian selatan Ciamis untuk memisahkan diri. Pada saat itu, Kabupaten Ciamis memiliki 36 kecamatan dengan pembangunan yang masih belum merata. Kondisi tersebut disebabkan oleh terbatasnya anggaran jika dibandingkan dengan total cakupan keseluruhan wilayah. Kondisi tersebut menggambarkan adanya discatchment area di Kabupaten Ciamis. Sementara itu, masih banyak potensi di Kawasan Selatan Kabupaten Ciamis (yang episentrumnya berada di sekitar Kecamatan Pangandaran) yang belum dikembangkan. Oleh karena itu, warga di kawasan selatan Kabupaten Ciamis yang diwakili oleh forum Paguyuban Masyarakat Pakidulan (PMP) ingin memisahkan diri dengan tujuan agar mendapatkan pelayanan publik yang lebih baik dan merata, serta mampu memaksimalkan potensi daerah. Dengan pemekaran tersebut, Kabupaten Ciamis merupakan Daerah Induk, sementara Kabupaten Pangandaran berstatus Daerah Otonom Baru atau yang seringkali pula disebut sebagai Kabupaten Pemekaran.

7

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

Gambar 5. Lokasi Kabupaten Pangandaran di Provinsi Jawa Barat

Sumber:https://jabar.antaranews.com/berita/87189/gempa-magnitudo-46-guncangpangandaran

Posisi Kabupaten Pangandaran di ujung tenggara Provinsi Jawa Barat berbatasan dengan Kabupaten Cilacap di Provinsi Jawa Tengah. Kabupaten Pangandaran juga merupakan wilayah pesisir yang berbatasan di sebelah selatan dengan Samudera Indonesia. Kabupaten Pangandaran juga dikenal sebagai kawasan yang memiliki potensi wisata, baik untuk wisatawan domestik maupun mancanegara. Beberapa potensi tersebut di antaranya adalah berupa wisata pantai, wisata cagar alam, dan wisata sungai. Fokus pemerintah kabupaten Pangandaran di sektor pariwisata juga berimplikasi pada pengembangan sektor lainnya. Konsep pembangunan pariwisata daerah berkelanjutan harus dilaksanakan dengan memenuhi keterpaduan antara lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi. Pemanfaatan sumber daya di sektor pariwisata harus dilakukan secara lestari dan bertanggung jawab tanpa merusak atau mengurangi nilai sumber daya yang dimiliki, sehingga upaya komersialisasi (ekonomi) selaras dengan upaya konservasi sumber daya agar tetap dapat dimanfaatkan oleh generasi mendatang. 8

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

Kawasan Wisata Pangandaran bahkan dimasukkan sebagai satu diantara 88 Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN). Penetapan tersebut diatur oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dan didasarkan pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2011 Tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional Tahun 2010–2025. Masuknya Kawasan Pariwisata Kabupaten Pangandaran dalam Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional (Ripparnas) ini menunjukkan potensi besar yang dikandung oleh kepariwisataan Kabupaten Pangandaran.

Gambar 6. Kawasan Strategis Pariwisata Nasional Pangandaran

Sumber:https://www.kemenparekraf.go.id/asset_admin/assets/uploads/media/old_file/ lampiran3.pdf

9

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

Pantai Pangandaran merupakan salah satu kawasan destinasi wisata dengan fasilitas yang sangat memadai. Pantai Pangandaran tidak hanya menyediakan panorama laut yang indah, tetapi juga berbagai macam sarana-prasarana. Mulai dari akomodasi, hiburan, cafe, dan rumah makan. Melalui berbagai dukungan fasilitas tersebut, Pantai Pangandaran kini tidak hanya diorientasikan untuk wisata bahari saja. Sebab tidak sedikit wisatawan datang untuk berwisata kuliner di tepi pantai. Selain itu destinasi wisata dengan suguhan warisan budaya di kabupaten Pangandaran cukup berperan untuk mendukung wisata alam sekitar dengan melibatkan tradisi-tradisi tertentu yang dilakukan oleh para nelayan. Sehingga membuat para wisatawan semakin betah dan tidak jenuh, apalagi ada destinasi wisata lain dengan nilai sejarah seperti Gua Jepang dan Benteng Belanda yang semakin menarik perhatian pengunjung (Muhammad, 2018). Objek wisata lain yang tidak kalah menarik adalah wisata minat khusus atau pariwisata yang dibuat secara khusus untuk mendalami minat atau keterampilan tertentu, seperti wisata Sungai Citumang, Green Canyon, Curug Alam, dan Cagar Alam Penanjung. Apabila meninjau sebaran titik-titik tempat wisata di daerah kabupaten Pangandaran, ada banyak jenis wisata yang tersebar di seluruh kecamatan di kabupaten Pangandaran. Berdasarkan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) tahun 2020 kabupaten Pangandaran, ada tiga jenis daya tarik wisata yang dimiliki oleh kabupaten Pangandaran, yaitu objek dan daya tarik wisata budaya, wisata alam, dan wisata minat khusus. Daya tarik wisata alam ini telah terbukti memberikan lapangan pekerjaan baru dan meningkatkan pendapatan rumah tangga warga lokal (Dhalyana & Adiwibowo, 2015). Objek wisata alam yang diteliti Dhalyanan dan Adiwibowo adalah Karang Nini, Lembah Putri, Karapyak, Palatar Agung, Pangandaran, Karang Tirta, Batu Hiu, Batu Karas, Madasari, Keusik Luhur. Potensi Pariwisata di kabupaten Pangandaran juga telah menjadi salah satu pariwisata andalan di Provinsi Jawa Barat. Hal tersebut dapat dilihat pada Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Provinsi Jawa

10

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

Barat yang tertuang dalam Peraturan Daerah No. 15 Tahun 2015 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Jawa Barat tahun 2016-2025. Dalam rencana tersebut, Provinsi Jawa Barat membagi 5 (lima) destinasi wisata provinsi (DPP) yaitu: Destinasi Pariwisata Karawang – Bekasi dan sekitarnya dengan pusat DPP adalah Kabupaten Bekasi; Destinasi Pariwisata Cirebon Raya dan sekitarnya dengan pusat DPP adalah Kota Cirebon; Destinasi Pariwisata Cekungan Bandung dan sekitarnya dengan pusat DPP adalah Kota Bandung; Destinasi Pariwisata Bogor-Cianjur-Sukabumi dan sekitarnya dengan pusat DPP adalah Kota Bogor; Destinasi Pariwisata Jawa Barat Selatan dan sekitarnya dengan pusat DPP adalah Kabupaten Pangandaran. Pembangunan kepariwisataan memerlukan landasan yang kokoh berupa kebijakan strategis untuk menciptakan partisipasi aktif seluruh lapisan masyarakat. Dibutuhkan partisipasi aktif untuk memanfaatkan aktivitas pembangunan kepariwisataan yang menyejahterakan masyarakat. Pada tahun 2018 pemerintah kabupaten Pangandaran telah selesai menyusun Peraturan Daerah (Perda) Nomor 7 Tahun 2018 tentang Rencana Induk Pembangunan Pariwisata Daerah (RIPPARDA) Tahun 2018-2025. RIPPARDA itu sebagai payung hukum dalam pelaksanaan pembangunan pariwisata di Kabupaten Pangandaran. Dalam RIPPARDA itu wilayah kabupaten Pangandaran dibagi ke dalam 4 (empat) wilayah, 1) Kawasan Strategis Pariwisata Daerah (KSPD) Pangandaran dan sekitarnya; 2) KSPD Cimerak dan Sekitarnya: 3) Kawasan Pengembangan Pariwisata Daerah (KPPD) Langkaplancar Cigugur; dan 4) Kawasan Pengembangan Pariwisata Daerah (KPPD) Padaherang Mangunjaya. Sedangkan dalam pelaksanaan pembangunan kepariwisataan daerah ada 4 (empat) tujuan pokok yaitu, 1) penataan destinasi pariwisata; 2) pembangunan industri pariwisata; 3) pembangunan pasar dan pemasaran pariwisata; dan 4) pembangunan kelembagaan pariwisata.

11

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

Gambar 7. Kawasan Wisata Unggulan Provinsi Jawa Barat Sumber:http://bappeda.jabarprov.go.id/wp-content/uploads/2017/03/DestinasiWisata-Kelas-Dunia-Provinsi-Jawa-Barat.pdf

Keberhasilan pengembangan pariwisata di kabupaten Pangandaran membutuhkan dukungan kelembagaan yang memadai baik berupa pengaturan beragam kebijakan daerah maupun pengurusan yang dipimpin oleh Pemerintah Daerah. Dengan menjadi Daerah Otonom, masyarakat Pangandaran dapat membangun berbasis pilihan dan kepentingan masyarakat sendiri untuk membangun dirinya sendiri. Pemerintah daerah dapat menggunakan segala sumberdaya yang ada untuk mengoptimalkan potensi yang ada guna menghasilkan kesejahteraan masyarakat. Selain itu, dalam skala yang lebih luas, Pemerintah Daerah juga memfasilitasi pembangunan industri pariwisata. Pemerintah Kabupaten Pangandaran dapat melakukan perbaikan sistem manajemen dan promosi, pembinaan terhadap objek dan daya tarik wisata, serta melakukan pemberdayaan masyarakat. Untuk melihat kemajuan pembangunan sektor pariwisata di kabupaten Pangandaran, Fauzi et al (2019) telah melakukan analisis

12

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

hierarki proses yang menunjukkan bahwa sarana dan prasarana adalah fokus utama dalam proses pembangunan pariwisata di kabupaten Pangandaran. Kemudian diikuti oleh fokus lainnya seperti kelembagaan, manajemen wisata, industri pariwisata, dan pemasaran. Masih ada faktor lain yang perlu untuk diperhatikan guna mendukung pembangunan kepariwisataan seperti kualitas jalan, pengelolaan daerah tujuan wisata (DTW), serta koordinasi dengan masyarakat. Pembangunan kepariwisataan seyogyanya diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, melestarikan lingkungan, meningkatkan pendapatan daerah, dan mempertahankan nilai budaya yang perlu melibatkan seluruh stakeholders. Permasalahan yang sering muncul dalam pengembangan kepariwisataan adalah sinergi antar-stakeholders pariwisata dalam merumuskan arah pembangunan dan pengembangan kepariwisataan. Kondisi ketika antar-stakeholders kurang koordinasi dalam penetapan rencana pengembangan pariwisata sudah jamak ditemui. Apabila kondisi demikian terjadi, artinya pengembangan dan perencanaan pariwisata kurang optimal, mengingat kegiatan pariwisata adalah kegiatan multi-disiplin dan multi-sektoral. Pemerintah kabupaten Pangandaran memfokuskan pembangunan di sektor pariwisata dengan tujuan untuk meningkatkan kunjungan wisatawan. Hal ini dapat berimplikasi terhadap pengembangan sektor lainnya. Konsep pembangunan pariwisata daerah yang berkelanjutan harus dilaksanakan dengan memenuhi keterpaduan antara lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi. Pemanfaatan sumber daya di sektor pariwisata harus dilakukan secara lestari dan bertanggung jawab tanpa merusak atau mengurangi nilai sumber daya yang dimiliki, sehingga upaya komersialisasi (ekonomi) selaras dengan upaya konservasi sumber daya agar tetap bisa dimanfaatkan oleh generasi mendatang. Perkembangan terakhir tentang kunjungan wisatawan pada tahun 2019 menunjukkan kunjungan wisata mencapai 2.842.022 wisatawan domestik dan 88.848 wisatawan mancanegara. Namun pada tahun 2020 data kunjungan wisatawan menunjukkan penurunan. Hal ini disebabkan oleh Pandemi Covid-19 dan kebijakan pembatasan sosial yang berdampak

13

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

pada penurunan jumlah wisatawan ke kabupaten Pangandaran. Selain jumlah kunjungan yang menurun, kontribusi sektor pariwisata terhadap pendapatan asli daerah (PAD) juga mengalami penurunan. Pada tahun 2019, kontribusi sektor pariwisata terhadap PAD mencapai Rp. 18.472.858.000 dan mengalami penurunan menjadi Rp. 13.786.568.250 pada tahun 2020 (Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Pangandaran, 2021). Penurunan kontribusi terhadap PAD ini merupakan dampak dari penurunan jumlah kunjungan wisatawan. Tentu hal ini perlu dicermati lebih lanjut agar ketahanan sektor pariwisata terhadap beragam perubahan dan kontribusinya bagi pembangunan daerah tetap bertahan dan meningkat dari waktu ke waktu. Kajian ini bermaksud untuk melihat apakah pemekaran daerah membawa manfaat bagi perkembangan daerah tersebut. Hal ini penting dilakukan mengingat banyaknya keraguan bahwa pembentukan DOB tidak memberi manfaat signifikan bagi masyarakat setempat. Kajian ini juga bermaksud bahwa dengan strategi terfokus pada potensi andalan yang dimiliki daerah dapat membawa kemajuan bagi daerah tersebut. Penyelenggaraan pemerintahan daerah yang baik dengan menunjukkan perhatian dan dukungan yang memadai bagi potensi andalannya akan membawa hasil yang baik tidak hanya bagi pemerintah daerah tapi juga masyarakat setempat. Kabupaten Pangandaran dipilih dengan mempertimbangkan pembentukannya sebagai DOB yang termasuk paling akhir sehingga relevan untuk melihat kecepatan perkembangannya sebagai daerah otonom. Selain itu, kinerja DOB Kabupaten Pangandaran yang termasuk paling baik dalam Evaluasi DOB yang dilakukan Kementerian Dalam Negeri juga menjadi contoh yang baik untuk dipelajari. Belajar dari kisah sukses akan memicu motivasi untuk sukses bagi daerah lainnya. Selain itu, mengingat kompleksnya pemerintahan daerah dan semakin besarnya tantangan di masa depan seperti yang terlihat dari rentannya sektor pariwisata dalam perkembangan dunia yang berubah dengan cepat (termasuk pandemi Covid-19) menuntun kita untuk segera menyusun model pengembangan pariwisata yang dapat digunakan sebagai dasar dalam mengembangkan dan memajukan sektor andalan penting bagi keberlanjutan dan keberhasilan sebuah daerah. 14

2 DESENTRALISASI DAN PARIWISATA: TINJAUAN TEORITIK

D

esentralisasi pada dasarnya adalah sebuah instrumen untuk mencapai tujuan bernegara. Instrumen ini merupakan sesuatu hal yang dinamis sesuai dengan sejarah, kebutuhan, dan perkembangan yang berkembang di sebuah negara. Dinamika ini seringkali ditunjukkan dengan perubahan kebijakan desentralisasi dalam suatu kurun waktu tertentu. Dinamika ini juga ditunjukkan bahwa arah desentralisasi yang bergerak ibarat pendulum antara arah sentralisasi dan desentralisasi. Memang ada perdebatan antara para ahli yang berpendapat bahwa adanya dikotomi antara desentralisasi dan sentralisasi serta para ahli yang berpendapat tentang eksistensi desentralisasi dan sentralisasi dalam satu garis kontinum (Muluk, 2009). Rhodes pada tahun 1992 sudah pula memberikan gambaran tentang keberadaan desentralisasi dan sentralisasi sebagai sebuah kontinum yang menunjukkan bahwa keduanya bukanlah hal yang secara diametral berbeda. Sebagian besar negara di dunia ini

15

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

menjalankan desentralisasi dalam arti luas, termasuk di dalamnya adalah dekonsentrasi sebagai penghalusan daripada sentralisasi. Namun demikian, tetaplah dekonsentrasi masuk sebagai bagian dari desentralisasi dalam arti luas yang mencakup derajat makna yang berbeda yang dikandung oleh beragam jenis desentralisasi. Jenis desentralisasi yang paling mendekati axis sentralisasi (centripetal) adalah dekonsentrasi (yang seringkali dimaknai sebagai desentralisasi administrasi), kemudian bergeser ke arah centrifugal adalah delegasi yang berarti adanya desentralisasi fungsional. Jenis pembagian kekuasaan berikutnya yang dianggap berada pada level yang lebih equilibrium antara gaya centripetal dan centrifugal adalah desentralisasi atau political decentralization (seringkali pula disebut dengan konsep devolusi). Jenis berikutnya yang dianggap berada pada centrifugal axis adalah federalisme. Lebih dari federalisme adalah independence (kemerdekaan) yang berarti sebuah wilayah yang lepas dari suatu negara dengan membentuk negara sendiri. Tentu jenis yang terakhir ini dianggap melampaui batas pembagian kekuasaan.

Gambar 8. Decentralization Continuum Sumber: Rhodes, 1992

Desentralisasi sebagai sebuah cara sebenarnya mengandung dua kebutuhan, yakni administrative needs dan political demands (Smith, 16

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

B., 1985). Administrative needs menunjukkan perhatian besar pada kebutuhan administrasi publik yang harus dijalankan dengan melaksanakan desentralisasi. Kebutuhan administrasi tersebut mencakup beberapa hal. Pertama adalah kebutuhan untuk mendekatkan jarak antara masyarakat yang dilayani dengan petugas yang melayaninya. Kebutuhan tersebut membutuhkan pemencaran penyelenggaraan urusan pemerintahan ke seluruh jaringan kantor pemerintah di berbagai wilayah dan daerah. Kebutuhan tersebut pada akhirnya menuntut dibentuknya struktur birokrasi yang berdasar pada hierarki geografi, seperti misalnya wilayah nasional dibagi dalam wilayah provinsi dan selanjutnya wilayah provinsi dibagi dalam wilayah kabupaten atau kota, dan begitu seterusnya. Tentu saja hal ini mirip dengan penyusunan struktur organisasi berbasis teritorial. Karakteristik dan kebutuhan geografi yang berbeda pada akhirnya membutuhkan struktur yang terdesentralisasi. Keragaman sosial budaya, dan kepentingan masyarakat juga pada akhirnya menuntut struktur yang terdesentralisasi. Kebutuhan administrasi juga dicerminkan dari pelayanan publik dan pembangunan yang sesuai dengan kebutuhan, aspirasi, dan kepentingan masyarakat setempat yang tersebar di berbagai wilayah (local choice and voice). Desentralisasi juga digunakan untuk memenuhi tuntutan politik sebagai bentuk respon untuk meningkatkan integrasi nasional dan sekaligus mengurangi berkembangnya aspirasi separatisme. Desentralisasi dalam hal ini dapat meningkatkan komunikasi antara warga masyarakat dengan pejabat sehingga persoalan dapat segera diatasi oleh pejabat dan institusi pemerintahan yang terdekat. Desentralisasi merupakan respon kelembagaan yang membawa konsekuensi adanya desentralisasi pengambilan keputusan politik ke tingkat yang lebih rendah atau yang lebih dekat jaraknya secara geografis dengan masalah yang harus diselesaikan. Sebagai akibatnya juga dibutuhkan adanya kontrol negara atau pengawasan oleh struktur di atasnya untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan masyarakat dan terjaminnya integrasi nasional. Selanjutnya, Smith (1985) menyampaikan bahwa desentralisasi mengandung tiga unsur, yakni delimitation of area, delegation of authority,

17

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

dan establishment of institution. Unsur yang ketiga pada dasarnya dapat diselenggarakan setelah terpenuhi unsur pertama dan kedua. Unsur terakhir tersebut merupakan pembentukan organ penyelenggara pemerintahan daerah, baik yang berupa pemerintah daerah maupun perangkat daerah. Seringkali pemerintah daerah di banyak negara berbentuk dewan atau kepala daerah atau kombinasi dari keduanya. Perangkat daerah merupakan terjemahan dari local bureaucracy yang memiliki tugas utama membantu pemerintah daerah (local government atau local authority). Unsur pertama adalah delimitation of area, yang berarti adanya pembentukan daerah otonom dengan batas wilayah yang jelas baik secara horizontal maupun vertikal. Secara horizontal maksudnya adalah bahwa jelas batas wilayah antara daerah yang satu dengan yang lain. Sementara jelas secara vertikal adalah jelas batas wilayah antara daerah dengan struktur pemerintahan di atasnya (baik provinsi di negara kesatuan, atau negara bagian di negara federal) atau, apabila ada, dengan struktur pemerintahan di bawahnya. Pembatasan wilayah ini jelas merupakan upaya untuk memberikan garis demarkasi bagi masyarakat sebagai satu kesatuan yang membentuk daerah otonom. Batas demarkasi ini memungkinkan untuk mengetahui karakteristik masyarakat yang tinggal di dalamnya, kondisi geografis, dan segala macam sumber daya, potensi dan kesulitan yang dimilikinya. Desentralisasi pada dasarnya memberikan otonomi kepada kesatuan masyarakat dalam batas wilayah tersebut dan tentu bukan kepada wilayah itu sendiri, karena wilayah pada dasarnya adalah benda mati yang tidak dapat menjalankan otonomi. Persoalan menata daerah ini sebenarnya merupakan persoalan yang dihadapi oleh semua negara di dunia. Ada banyak kebutuhan dan tuntutan untuk membagi wilayah dan membentuk daerah yang sesuai agar dapat menjalankan administrasi publik dengan baik sehingga tujuan bernegara dan bermasyarakat dapat dicapai. Persoalannya adalah bagaimana melakukan penataan daerah dan menentukan batas wilayah bagi sebuah daerah kini menjadi semakin kompleks. Ada banyak variabel yang harus diperhatikan. Dalam hal ini, kajian yang menyangkut catchment area amatlah penting untuk diperhatikan karena kajian ini berusaha untuk

18

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

menyeimbangkan antara kapasitas pemerintahan daerah dengan batas wilayah yang harus dilayaninya (Muluk, 2020). Ketidakmampuan melayani seluruh masyarakat yang berada dalam batas wilayah sebuah daerah otonom merupakan sebuah kondisi yang disebut dengan discatchment area. Sebuah kondisi yang ditandai dengan buruknya layanan publik, serta kurangnya masyarakat menikmati pembangunan. Potensi daerah juga tidak dapat dioptimalkan bagi kemajuan masyarakat sehingga pada akhirnya kesejahteraan masyarakat sulit dicapai. Keseimbangan antara kapasitas pemerintahan daerah dengan banyaknya jumlah penduduk dan luas wilayah yang dicakupnya akan menentukan efektivitas dan efisiensi pemerintahan. Jika jumlah penduduk terlalu kecil dengan luas wilayah yang terlalu sempit maka akan menghasilkan inefisiensi, sementara jika terlalu banyak akan menghambat efektivitas pemerintahan.

Gambar 9. Local Government Boundary Reform Sumber: Meligrana, 2004

Senada dengan kajian catchment area (ide awalnya berasal dari Arne F. Leemans pada tahun 1970), John Meligrana (2004), juga menyampaikan bahwa pentingnya menentukan batas daerah. Konsep Meligrana yang berupa kajian redrawing local government boundaries pada dasarnya adalah territorial reform atau yang dalam khazanah pemerintahan daerah di Indonesia biasa dikenal dengan istilah penataan

19

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

daerah (Ning Retnaningsih., I Made Samiana., Halomoan Pulungan., 2008). Meligrana menyampaikan bahwa kini dengan telah terbentuknya banyak daerah otonom di sebuah negara, maka penataan daerah dapat dilakukan dengan tiga metode, yakni annexation, amalgamation, dan separation. Annexation adalah perluasan sebuah daerah otonom dengan cara memasukkan sebagian wilayah yang awalnya merupakan bagian dari daerah lainnya. Amalgamation merupakan penggabungan dua atau lebih daerah otonom menjadi satu daerah otonom. Ini bisa berbentuk adanya daerah otonom yang dihapus dan digabung ke daerah otonom lainnya yang sudah ada, atau beberapa daerah otonom dihapus secara bersamasama kemudian membentuk daerah otonom baru. Separation berarti memisahkan penduduk juga wilayahnya yang semula berada dalam suatu daerah otonom menjadi sebuah daerah otonom baru, sementara penduduk dan wilayah sisanya tetap berada dalam daerah otonom yang lama atau biasa disebut dengan daerah induk. Tentu dalam khazanah pemerintahan daerah di Indonesia, separation ini biasa disebut dengan pemekaran daerah atau pembentukan daerah otonom baru. Tentang pemekaran daerah, Makagansa (2008) memiliki pandangan yang menarik khususnya tentang makna sosio-historis Indonesia. Separation sebenarnya dari segi bahasa berarti pemisahan atau pemecahan, namun dalam cita rasa bahasa, pengertian tersebut bermakna negatif bahwa ada konflik dalam proses separation. Untuk memberikan cita rasa positif, digunakanlah istilah pemekaran (Makagansa, 2008). Istilah tersebut dianggap memiliki makna yang lebih positif, yakni berorientasi pada pertumbuhan sebuah daerah sehingga suatu saat menjadi mekar seperti sekuntum bunga yang sedang mekar dari sudut pandang biologis. Harapannya sebuah daerah baru akan tumbuh menjadi kuat dan besar serta mampu menghidupi dirinya sendiri dan memberikan kemanfaatan yang besar bagi stakeholder-nya. Makagansa (2008), berpendapat bahwa pemekaran dan pembentukan daerah adalah hal yang berbeda. Pembentukan daerah di Indonesia merujuk pada tiga hal. Pertama adalah penetapan daerah yang berasal dari satuan administrasi pemerintahan daerah masa kolonial Hindia

20

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

Belanda menjadi daerah otonom di Republik Indonesia. Kejadian ini tentu merentang pada masa awal kemerdekaan Republik Indonesia ketika negara baru ini sedang membentuk s atuan administrasi pemerintahan lokalnya. Kedua adalah penggabungan atau masuknya kembali daerah yang semula berada dalam negara federal Republik Indonesia Serikat (RIS) ketika terjadi mosi integral dengan bubarnya RIS dan kembali bergabung dengan Negara Republik Indonesia (negara kesatuan) pada tahun 1950. Ketiga adalah penggabungan daerah baru dari wilayah yang kemudian masuk menjadi bagian dari Republik Indonesia, yakni Papua dan Timor Timur. Dengan memaknai pembentukan daerah dalam tiga pengertian tersebut maka konsep separation oleh Makagansa lebih diartikan sebagai pemekaran daerah. Namun demikian, oleh beberapa penulis Indonesia pemekaran diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris menjadi “enlargement” yang tentu saja memiliki arti kurang tepat, karena pada dasarnya separation akan menghasilkan luas wilayah yang berkurang baik bagi daerah otonom baru maupun daerah induknya. Sementara, bertambahnya luas wilayah (enlargement) hanya akan diperoleh melalui annexation (yang berarti bertambah luasnya suatu daerah otonom diikuti berkurang luasnya daerah otonom yang lain) atau amalgamation (yang berarti bertambah luasnya suatu daerah otonom dengan hilang atau hapusnya daerah otonom yang lain). Ketika kita melihat hasil Prosiding Seminar Internasional ke Delapan tahun 2007 di Salatiga tentang territorial reform, maka konsep tersebut sebenarnya padanan kata dari penataan daerah, yang kemudian khusus untuk separation digunakan dua istilah yang berbeda yang digunakan oleh para panelis, yakni pemekaran daerah dan pembentukan daerah (Meligrana, 2004). Paper dan paparan tentang pemekaran daerah cenderung memandang separation dari sudut pandang politik (yang mengartikulasikan adanya political demands), sementara penggunaan konsep pembentukan daerah cenderung digunakan perspektif administrasi publik (yang mencerminkan adanya administrative needs). Pada dasarnya baik pemekaran dan pembentukan daerah berkonotasi penambahan

21

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

daerah baru baik dalam bentuk provinsi maupun kabupaten atau kota. Jadi sebenarnya konsep separation tetaplah menjadi subyek perdebatan apakah lebih tepat menggunakan istilah pemekaran dan pembentukan daerah. Oleh karenanya, dua konsep tersebut dapat digunakan silih berganti dalam tulisan ini untuk menerjemahkan penataan daerah dalam bentuk separation. Setelah terbentuk daerah otonom baru, selanjutnya diikuti adanya unsur kedua dalam desentralisasi, yakni delegation of authority yang pada dasarnya mencakup penyerahan power dan responsibility dari pemerintah pusat kepada daerah otonom. Power pada dasarnya terdiri dari dua hal yakni kewenangan mengatur (yakni membuat kebijakan) dan kewenangan mengurus (untuk melaksanakan kebijakan yang dibuat sendiri tadi). Kewenangan dalam dua hal tersebut yang kemudian dikenal dengan istilah otonomi. Kekuasaan tersebut tentu mencakup ruang lingkup responsibility yang didelegasikan oleh susunan pemerintahan di atasnya. Responsibility ini memiliki makna yang sama dalam term yang berbeda, seperti services, functions atau affairs dalam khazanah studi pemerintahan daerah yang apabila diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia berarti urusan. Menarik sekali untuk melihat implementasi penyerahan urusan dalam praktik desentralisasi di Indonesia. Pada awal era reformasi, substansi kewenangan dan urusan dibedakan namun dengan menggunakan term yang sama yakni kewenangan. Akibatnya hingga kini masih banyak tulisan yang masih menggunakan term kewenangan untuk menjelaskan urusan. Konsep kewenangan dan urusan baru kemudian dipisahkan secara tegas dalam kebijakan yang tertuang dalam UU No 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah. Ada dua urusan utama yang dibedakan, yakni urusan absolut (merupakan urusan yang hanya dijalankan oleh pemerintah pusat dan tidak dibagi dengan daerah otonom, yang terdiri dari urusan politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, serta agama.), dan urusan konkuren (yakni urusan yang dibagi antar susunan pemerintahan mulai dari pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota).

22

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

Kebijakan terbaru yang dipraktikkan di Indonesia kini sudah berkembang dengan tidak lagi ada dua jenis urusan tersebut namun ditambahkan lagi dengan adanya urusan baru, yakni urusan pemerintahan umum, yakni sebuah urusan yang tetap menjadi tanggung jawab pemerintah pusat namun dalam pelaksanaannya melibatkan susunan pemerintahan di bawahnya. Tidak ada peralihan tanggung jawab dan kewenangan dalam hal penyelenggaraan urusan pemerintahan umum ini. Tentu ini berbeda dari urusan konkuren yang tanggung jawabnya sudah beralih kepada daerah otonom. Urusan konkuren dibagi menjadi dua hal. Pertama adalah urusan wajib yang bersifat compulsory untuk dilaksanakan oleh semua daerah otonom di Indonesia). Urusan ini dibagi lagi dalam dua kategori yakni urusan yang berkaitan dengan pelayanan dasar (terdiri dari urusan pendidikan; kesehatan; pekerjaan umum dan penataan ruang; perumahan rakyat dan kawasan permukiman; ketenteraman, ketertiban umum, dan pelindungan masyarakat; dan sosial) dan urusan yang tidak terkait dengan pelayanan dasar (yang terdiri dari urusan tenaga kerja; pemberdayaan perempuan dan pelindungan anak; pangan; pertanahan; lingkungan hidup; administrasi kependudukan dan pencatatan sipil; pemberdayaan masyarakat dan desa; pengendalian penduduk dan keluarga berencana; perhubungan; komunikasi dan informatika; koperasi, usaha kecil, dan menengah; penanaman modal; kepemudaan dan olah raga; statistik; persandian; kebudayaan; perpustakaan; dan kearsipan). Urusan konkuren kedua adalah urusan pilihan yang bersifat opsional untuk diselenggarakan daerah otonom sesuai dengan potensi, kebutuhan dan kondisi setempat. Urusan pilihan ini terdiri dari urusan kelautan dan perikanan; pariwisata; pertanian; kehutanan; energi dan sumber daya mineral; perdagangan; perindustrian; dan transmigrasi. Urusan pilihan ini pada dasarnya wajib diselenggarakan oleh daerah otonom apabila terdapat potensi tersebut di wilayahnya. Sebagai contoh, jika sebuah daerah otonom memiliki potensi dan destinasi pariwisata maka urusan pariwisata menjadi wajib diselenggarakan oleh daerah tersebut. Demikianlah maksud daripada konsep urusan pilihan tersebut. Bagaimana keterkaitan sebuah potensi daerah diselenggarakan secara

23

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

otonom sebagai konsekuensi daripada kebijakan desentralisasi dapat dijelaskan dalam alinea berikut, khususnya yang berkaitan dengan urusan pariwisata sebagai salah satu contoh penting dalam urusan pemerintahan pilihan ini.

Gambar 10. Jenis Urusan Pemerintahan: Indonesia Sumber: UU No 23 Tahun 2014

Kajian yang dilakukan Yüksel et al (2005), menunjukkan bahwa desentralisasi urusan pariwisata telah dipraktekkan di wilayah pesisir Belek, Turki. Sebelumnya, Yüksel & Yüksel (2000), telah berargumen bahwa desentralisasi urusan pariwisata merupakan pendekatan bottomup dalam pengembangan pariwisata. Pendekatan ini dipilih ketika pendekatan sentralis top-down seringkali gagal menggali potensi lokal dalam pengembangan pariwisata (Yüksel & Yüksel, 2000). Pendapat tersebut senada dengan kajian Kimbu & Ngoasong (2013), di Cameroon, Afrika bahwa desentralisasi pariwisata memungkinkan terjadinya partisipasi para pihak di tingkat bawah untuk terlibat dalam formulasi dan implementasi kebijakan pariwisata. Hal ini ternyata meningkatkan efektivitas pembangunan sektor pariwisata (Kimbu & Ngoasong, 2013). Kajian Shantiuli & Sugiyanto (2008), menunjukkan bahwa desentralisasi pariwisata juga membuat pemerintah daerah dapat memainkan peran penting dalam keberhasilan usaha pariwisata di Lombok, Indonesia.

24

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

Desentralisasi pariwisata telah membawa dampak positif bagi pengembangan pariwisata. Pemerintah dengan mudah menyelenggarakan pelayanan publik yang mendukung sektor pariwisata. Namun demikian, orientasi jangka pendek pemerintahan daerah untuk memburu pendapatan asli daerah dari sektor pariwisata justru membahayakan pertumbuhan sektor pariwisata (Shantiuli & Sugiyanto, 2008). Kajian Yakymchuk et al., (2021) menunjukkan manfaat dari desentralisasi pariwisata yang berorientasi pada green tourism. Desentralisasi pariwisata juga memungkinkan kolaborasi pemerintah pusat dengan daerah. Pemerintah pusat mengendalikan strategi besar pariwisata sementara operasionalisasinya dilaksanakan oleh daerah. Hal ini memungkinkan terjadinya efektivitas implementasi pengembangan pariwisata yang lebih baik sekaligus mengendalikan kemungkinan pengabaian aspek lingkungan dalam pengelolaan pariwisata oleh daerah (Yakymchuk et al., 2021). Kemunculan kajian pariwisata belumlah terlalu lama dibandingkan dengan disiplin ilmu lainnya. Perkembangan kajian ilmiah tentang pariwisata hingga pertengahan tahun 1980an masih terbatas. Perkembangan di abad 21 menyajikan tantangan dan harapan bagi dunia pariwisata. Bencana alam dan terorisme menjadi faktor penghambat pariwisata, sementara globalisasi dan kemajuan transportasi dan teknologi informasi membawa harapan besar bagi kemajuan industri pariwisata. Kemajuan ini tentu juga akan membawa perkembangan dalam kajian pariwisata. Ada beberapa isu yang disampaikan oleh Sutheeshna Babu, et al (2008), tentang perkembangan disiplin kajian pariwisata. Isu pertama tentang apakah pariwisata merupakan sebuah subjek kajian ataukah sekedar sebuah industri. Isu kedua tentang kajian multidisiplin yang memperkaya kajian pariwisata ataukah pariwisata dapat berkembang sebagai sebuah kajian yang mandiri. Isu ketiga berkaitan dengan kondisi pariwisata yang belum menjadi industri maju, namun jelas pariwisata adalah industri yang terus berkembang. Isu yang keempat berkenaan dengan kontribusi pariwisata bagi sebuah negara dan kontribusi bagi perekonomian global.

25

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

Gambar 11. Tourism Development Sumber: Olahan penulis, 2021

Pembangunan pariwisata pada dasarnya merupakan sebuah proses untuk mengubah potensi wisata menjadi destinasi wisata. Potensi wisata pada dasarnya adalah kemampuan suatu wilayah untuk menarik wisatawan datang berkunjung. Kemampuan ini tentu berkaitan dengan beragam hal seperti keindahan alam, daya tarik sejarah, lingkungan sosial dan budaya, atau bahkan perdagangan dan lain sebagainya. Pada intinya adalah adanya daya tarik yang menarik orang untuk datang. Ketika banyak orang telah berkunjung secara berkelanjutan dan menikmati daya tarik wisata tersebut sehingga kemudian pariwisata memiliki nilai ekonomi yang memadai maka terbentuklah destinasi wisata. Destinasi wisata adalah sebuah kawasan yang telah sering didatangi oleh wisatawan. Tentu destinasi wisata memiliki daya tarik yang menyebabkan wisatawan berkunjung baik karena nilai keindahan alamnya, nilai kesejarahannya, nilai ekonominya atau nilai apapun yang menyebabkan wisatawan menikmati kesenangan tertentu di dalamnya, baik kesenangan pada saat ada di kawasan tersebut ataupun setelahnya. Destinasi wisata adalah tempat wisatawan berkunjung atau tinggal sementara keluar dari rutinitasnya guna menikmati produk, layanan, aktivitas, atau bahkan sekedar suasana pariwisata. Dalam bahasa yang sederhana, destinasi wisata adalah tempat yang sering dikunjungi oleh wisatawan. Dalam tahapan yang lebih maju, pembangunan pariwisata berarti pula upaya untuk menjadikan destinasi wisata tidak lagi sekadar 26

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

sebagai tujuan wisata namun semakin berkembang menjadi sebuah industri pariwisata. Industri dalam hal ini telah mengacu pada keterkaitan beragam bidang usaha yang terlibat dalam menunjang kepariwisataan. Ada usaha perhotelan, perjalanan, food & beverage, dan lain sebagainya termasuk destinasi wisata di dalamnya yang saling berkelindan membentuk satu kesatuan dalam menunjang pariwisata. Kajian Fayos-Sola & Cooper (2019), menunjukkan bahwa pariwisata kini telah menjadi bagian dari peradaban, dan perannya akan semakin menguat di masa mendatang. Pariwisata tetap berkaitan dengan banyak sektor lain yang mempengaruhinya, dan ada banyak disiplin studi yang mendukungnya. Di masa mendatang, pariwisata menghadapi kompleksitas yang semakin kuat karena melibatkan banyak pihak dalam mendukung eksistensinya. Perkembangan zaman yang menunjukkan adanya perubahan yang cepat menuntut pariwisata untuk juga menyesuaikan diri dengan hal tersebut. Inovasi merupakan sebuah keharusan bagi industri pariwisata agar terus bertahan dan bahkan agar terus mampu berkembang dalam berkontribusi bagi peradaban. Ada tiga jenis inovasi dalam bidang pariwisata yang dibutuhkan di masa depan. Pertama adalah scientific and technological innovation. Inovasi dalam aspek ini mencakup penguatan eco-efficiency tourism, inovasi dalam penggunaan teknologi informasi dalam manajemen pariwisata, inovasi dalam penggunaan teknologi dalam layanan pariwisata termasuk transportasi, dan inovasi dalam interaksi kemitraan dalam manajemen pariwisata. Kedua adalah socio cultural and economic innovation. Inovasi dalam jenis ini mencakup inovasi kajian dan etika pariwisata yang terus berkembang. Inovasi lainnya menyangkut heritage tourism, city tourism dan place governance. Ketiga adalah tourism governance innovation. Inovasi dalam jenis yang ketiga mencakup inovasi dalam metodologi riset pariwisata, inovasi positioning dan segmentasi pariwisata, inovasi dalam governance arrangements dan terakhir adalah trust building dalam mengelola pariwisata (Fayos & Cooper, 2019). Pariwisata telah menjadi fenomena yang sangat signifikan dalam perkembangan ekonomi. Sejak tahun 1950an hingga 2020an, pariwisata mendongkrak pertumbuhan ekonomi secara signifikan tanpa putus, 27

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

kecuali sejak tahun 2020 yang menunjukkan penurunan drastis akibat pembatasan perjalanan karena adanya pandemi covid-19. Pariwisata telah menunjang pertumbuhan ekonomi, pendapatan negara, dan bahkan pertumbuhan angkatan kerja yang signifikan. Meletusnya pandemi covid-19 merupakan tantangan serius bagi industri pariwisata dan pada akhirnya juga bagi perekonomian tidak hanya sebuah negara namun juga global. Ada hubungan erat antara pariwisata dan perjalanan. Ketika terjadi pandemi covid-19 yang diikuti dengan pembatasan perjalanan, maka pariwisata juga mengalami persoalan serius. Sebenarnya Sharpley (2021), telah mengungkapkan hal tersebut dengan menyatakan bahwa keinginan untuk melakukan perjalanan pada dasarnya bukanlah hal baru. Masyarakat telah mengadakan pariwisata dalam kaitannya bepergian ke tempat yang berbeda dari tempat tinggalnya untuk memperoleh kesenangan, pendidikan, pemenuhan spiritual dan bahkan menyalurkan minat tertentu. Perjalanan ini tentu termasuk dalam rangka berdagang maupun berperang. Pada dasarnya pariwisata selalu menyangkut manusia dan selamanya juga akan tetap demikian. Mengapa seseorang melakukan perjalanan wisata dan bagaimana ia berwisata sehingga ia memperoleh kesenangan akan selalu terkait dengan pengaruh sosial dan budayanya. Pengalaman sebagai wisatawan jelaslah merupakan hal penting dalam mengkaji pariwisata. Pengalaman tersebutlah yang kemudian dapat diekspresikan apakah dia senang atau tidak ketika melakukan perjalanan wisata. Ada dua pendekatan yang umumnya digunakan untuk mengkaji tourist experience, yakni pertama adalah pendekatan sosial dan yang kedua adalah pendekatan manajemen atau marketing. Pendekatan pertama berkaitan dengan bagaimana memahami actual tourist experience, sementara pendekatan kedua cenderung memandang wisatawan sebagai konsumen sehingga fokus pada pengkajian terhadap kualitas layanan dan kepuasan konsumen. Banyak hal yang menyangkut pengalaman wisatawan ini, baik yang berkaitan dengan hubungan sesama wisatawan, hubungan wisatawan dengan destinasi wisata, hubungan wisatawan dengan penyedia jasa layanan wisata, atau hubungan wisatawan dengan layanan dan produk pendukung wisata lainnya. 28

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

Ini merupakan hal yang kompleks untuk dipelajari dan senantiasa berkembang terus. Kini ada dua pendekatan dalam mengkaji pengalaman wisatawan ini. Pertama berkaitan dengan pengalaman nyata yang dialami saat sedang menikmati wisata, dan yang kedua adalah bersifat ex-post facto yakni, kenangan yang diperoleh saat berwisata. Kenangan ini tentu yang dimaksud adalah kenangan yang tetap tersimpan setelah wisata selesai dinikmati. Kenangan yang tetap melekat dalam ingatan wisatawan tentang aktivitas wisata yang telah dijalaninya (R. Sharpley, 2021).

Gambar 12. Tourism System Sumber: Leiper, 1980

Dengan mengutip teori Leiper, Cooper (2016) menjelaskan sistem pariwisata dengan mengacu pada adanya pembagian tiga wilayah: wilayah asal wisatawan, wilayah transit, dan wilayah tujuan wisata. Selain itu ada dua perjalanan utama yang menunjukkan pergerakan wisatawan dalam sistem pariwisata. Perjalanan tersebut adalah perjalanan berangkat dari wilayah asal menuju wilayah tujuan wisata, dan yang kedua adalah perjalanan balik dari wilayah tujuan menuju wilayah asal wisatawan. Konsekuensi dari sistem tersebut adalah adanya alat bantu analisis kepariwisataan dengan fokus pada dua hal yakni demand-side definitions of tourism dan supply-side definitions of tourism. Berdasarkan jenis definisi yang pertama, pariwisata dapat dimaknai sebagai aktivitas yang menyangkut mobilitas orang dari tempat asalnya menuju tempat baru

29

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

(tentu dengan melakukan kegiatan perjalanan dan tinggal) baik untuk kepentingan bersenang-senang, bisnis atau maksud lainnya. Mobilitas ini tentu bersifat sementara dan bukan perpindahan dalam jangka panjang dan menetap. Ada dua aktivitas penting dalam hal ini: traveling dan stay. Sementara itu, definisi kedua menggambarkan pariwisata sebagai sebuah industri yang terdiri dari perusahaan, organisasi, dan fasilitas yang menyediakan kebutuhan dan keinginan tertentu yang diperlukan oleh wisatawan (Pender & Sharpley, 2005). Aktivitas perjalanan dalam pariwisata jelas melibatkan bisnis perjalanan dan transportasi. Lohmann & Duval (2011), telah menjelaskan beragam jenis perjalanan pariwisata. Ada tiga perjalanan dalam hal ini. Pertama adalah perjalanan dari tempat asal menuju destinasi wisata. Termasuk dalam hal ini juga adalah perjalanan pulang nantinya dari destinasi wisata kembali ke tempat asal wisatawan (linking to destinations). Kedua adalah perjalanan di dalam destinasi wisata itu sendiri, baik di kawasan utama wisata maupun di beberapa destinasi dalam satu kawasan destinasi wisata (within destinations). Ketiga adalah perjalanan dari satu destinasi menuju destinasi wisata lainnya. Ini menyangkut transportasi antar desnitasi wisata (from one destination to other destinations) (Lohmann & Timothy, 2011).

Gambar 13. Transport Linking to, from and within Destinations Sumber: Lohmann & Duval, 2011

30

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

Demand-side definitions of tourism lebih cenderung berorientasi pada pergerakan wisatawan sementara supply-side definitions of tourism pada dasarnya lebih mengena pada destinasi pariwisata. Adapun tentang destinasi wisata sendiri, Cooper (2016), cenderung memilih definisi yang memaknai destinasi sebagai ruang fisik tempat para wisatawan menikmati kegiatan pariwisatanya. Tempat ini tentu merupakan produk wisata yang memiliki daya tarik wisata dengan segala sarana pendukungnya. Sebenarnya destinasi wisata mengandung dua dimensi, yakni dimensi fisik dan dimensi non-fisik yang tak tampak seperti image, kenangan, jejak digital maupun harapan bagi wisatawan. Destinasi wisata ini pada dasarnya bersifat inseparable yakni diproduksi oleh penyedia layanan saat digunakan oleh pengguna layanan. Konsumsi dan produksi pariwisata pada saat yang bersamaan karena tidak dapati dipisahkan prosesnya. Tentu ini mirip dengan karakteristik sektor jasa lainnya. Pengalaman dan kenikmatan wisatawan terhadap destinasi wisata bersifat cultural bound, yakni bahwa latar budaya akan sangat menentukan bagaimana wisatawan menikmatinya. Selain itu, destinasi wisata seringkali multiple use, yakni memiliki manfaat yang banyak bergantung pada bagaimana wisatawan memanfaatkannya. Setiap orang punya kepentingan dan minat yang berbeda-beda terhadap satu destinasi wisata yang sama. Bahkan seringkali berbeda manfaat meskipun dinikmati bersama dan pada saat yang bersamaan pula oleh rombongan wisatawan tertentu (Cooper, 2016). Selain itu, Cooper (2016), juga menyampaikan adanya 4 komponen (biasanya dikenal dengan 4A’s) untuk menilai destinasi wisata, yakni attraction, amenities, access, dan ancillary services. Attraction adalah tindakan menarik pengunjung untuk menikmati destinasi wisata tertentu. Tindakan ini dapat bersifat daya tarik alam, atau buatan manusia (termasuk events) sehingga wisatawan mau mendatanginya. Amenities mencakup akomodasi, restoran atau makanan dan minuman, hiburan dan lain sebagainya sebagai pelengkap destinasi wisata. Access merupakan fasilitas transportasi yang memudahkan wisatawan datang berkunjung ke destinasi wisata. Jalan, kendaraan umum, terminal perhubungan darat dan undara, pelabuhan maupun stasiun kereta api merupakan bagian

31

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

dari komponen ini. Ancillary services merupakan organisasi masyarakat setempat yang mendukung pengelolaan destinasi wisata. Organisasi ini dapat saja berdiri sendiri maupun terkoneksi dengan institusi yang lebih luas, seperti pemerintah atau organisasi internasional. Organisasi ini juga dapat mendukung pengelolaan destinasi wisata dari segi perencanaan, pengoperasian, koordinasi beragam aktivitas, dan lain sebagainya.

Gambar 14. Components of Tourism Destination Sumber: Cooper, 2016

Chang (2007), mengungkapkan bahwa pariwisata menjadi kajian yang semakin kompleks. Pariwisata telah menjadi perhatian dan tantang dari beragam aspek seperti ekonomi, geografi, sosiologi, antropologi, dan kepentingan pemerintahan nasional. Pariwisata kini tidak saja memberi kontribusi penting bagi Gross Domestic Product (GDP) yang tidak hanya berarti dari sudut pandang ekonomi namun juga bagi pemerintahan di berbagai level baik pusat maupun daerah. Banyak pemimpin yang kini berusaha membangun pariwisata dengan baik, dan mengonversi potensi wisata menjadi destinasi wisata (Chang, 2007). Selanjutnya Truong & Gebbie (2007), menunjukkan adanya karakteristik destinasi pariwisata yang cocok sebagai tempat berlibur (holiday tourism destination). Karakteristik tersebut dikenal dengan singkatan

32

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

5A’s yang terdiri dari Attractions (daya tarik destinasi wisata tertentu), Activities (yakni jenis kegatan rekreasi dan hiburan yang tersedia di destinasi wisata), Accessibility (kemudahan perjalanan menuju destinasi wisata termasuk beragam hal lainnya yang terkait), Accommodation (beragam jenis dan standar akomodasi yang tersedia di destinasi wisata sehingga memudahkan wisatawan tinggal) dan Amenity (fasilitas umum yang tersedia di destinasi wisata sehingga memudahkan dan menyenangkan wisatawan). Menarik sekali untuk disampaikan tentang beberapa metode dari sudut pandang marketing yang dapat digunakan untuk menilai kepuasan wisatawan. Beberapa metode tersebut antara lain: Servqual (Service Quality), Servperf (Service Performance), IPA (Importance-Performance Analysis), dan Holsat (Holiday Satisfaction) (Truong & Gebbie, 2007).

Gambar 15. 5A’s Attributes to Holiday Destination Sumber: Truong & Gebbie, 2007

Selain juga bisa dilihat sebagai kombinasi dari semua elemen pelayanan yang dikonsumsi wisatawan di objek wisata yang dituju. Penelitian Badarab et al (2017), yang mengutip Cooper (dalam Sunaryo, 2013), menjelaskan pengembangan objek wisata setidaknya terdiri dari lima komponen utama berupa attractions, accessibility, amenities, ancillary service, dan institutions.

33

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

Gambar 16. Komponen Pengembangan Objek Wisata Sumber: Badarab et al., (2017)

Attractions merupakan komponen yang signifikan untuk menarik minat wisatawan berkunjung. Seringkali berupa elemen-elemen atraksi wisata yang ada di dalam destinasi atau objek wisata. Apabila dikombinasikan, elemen-elemen tersebut berperan penting untuk memotivasi wisatawan datang berkunjung. Atraksi wisata itu bisa berupa nilai budaya, nilai sejarah, pemandangan alam atau buatan, yang semua itu bisa dipamerkan dan berpeluang menjadi hiburan. Karakteristik atraksi wisata di setiap objek wisata berbeda-beda. Modal kepariwisataan merupakan istilah untuk menyebut sesuatu yang bisa dikembangkan menjadi atraksi wisata. Goeldner dan Ritchie (2012), mengurai attractions ke dalam lima gambaran umum. Cultural attractions, natural attractions, events, recreation, dan entertainment attractions merupakan klasifikasi yang disebut Goeldner dan Ritchie. Tiap-tiap gambaran umum mengandung berbagai macam atraksi wisata yang lebih spesifik. Sebut saja beberapa di antaranya museum, pemandangan pantai, festival, pendakian, dan taman tematik. Bagi mereka, natural attractions menjadi pendorong utama wisatawan melakukan perjalanan wisata. Hutan nasional di Amerika Serikat dijadikan contoh dalam buku mereka yang, mampu menarik jutaan wisatawan datang berkunjung. 34

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

Sedangkan, cultural attractions mencakup kerajinan tangan, tradisi, gastronomi, museum, arsitektur, dan lain-lain (Mason, 2019). Stakeholders pariwisata perlu kebijaksanaan untuk mengembangkan cultural attractions. Sebab, pengembangan cultural attractions yang sembrono hanya menempatkan nilai-nilai budaya sebagai komoditas. Komodifikasi nilainilai budaya sama halnya dengan mencabut apa saja yang sudah hidup di masyarakat. Hal itu terjadi ketika budaya dikomodifikasi sekadar menjadi atraksi wisata. Dampak yang ditimbulkan dari komodifikasi itu hendaknya dijadikan topik khusus untuk dikaji lebih dalam. Accessibilities merupakan sarana dan prasarana yang disediakan untuk memberi kemudahan pada wisatawan yang hendak melakukan perjalanan wisata. Sarana dan prasarana dapat mendukung perjalanan wisatawan dari daerah asal ke objek wisata maupun perjalanan wisata antar-objek wisata di satu daerah. Accessibilities diukur dari seberapa besar kemudahan yang diberikan kepada wisatawan. Kemudahan yang diberikan menjadi poin penting untuk memotivasi wisatawan datang berkunjung. Seperti pendapat Mill (2000), yang menyatakan accessibilities sebagai sesuatu yang dapat memberi kemudahan wisatawan berkunjung ke suatu daerah tujuan wisata. Faktor-faktor penting terkait accessibilities meliputi petunjuk arah, bandara, terminal, waktu yang dibutuhkan, biaya perjalanan, sampai frekuensi transportasi. Oleh karenanya tingkat kemudahan ke objek wisata akan memengaruhi perkembangan daerah wisata. Accessibilities mencakup prasarana berupa infrastuktur seperti bandaran, stasiun, terminal, sampai pelabuhan. Untuk sarana merujuk pada transportasi, kondisi jalan, hingga akses informasi terkait fasilitas yang mudah ditemukan dan mudah dicapai oleh wisatawan. Peraturan pemerintah nomor 50 tahun 2011 menjelaskan pengembangan aksesibilitas pariwisata yang diatur di dua pasal, yaitu: a) Pembangunan aksesibilitas pariwisata: i. Penyediaan dan pengembangan sarana transportasi angkutan jalan, sungai, danau, dan penyeberangan, angkutan laut, angkutan udara, dan angkutan kereta api;

35

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

ii.

b)

Penyediaan dan pengembangan prasarana transportasi angkutan jalan, sungai, danau, dan penyeberangan, angkutan laut, angkutan udara, dan angkutan kereta api; iii. Penyediaan dan pengembangan sistem transportasi angkutan jalan, sungai, danau, dan penyeberangan angkutan laut, angkutan udara, dan angkutan kereta api. Pembangunan aksesibilitas pariwisata sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimaksudkan untuk mendukung pengembangan kepariwisataan dan pergerakan wisatawan menuju destinasi.

Amenities merupakan semua bentuk fasilitas yang memberikan pelayanan bagi wisatawan selama berada di daerah wisata. Fasilitas itu menyediakan segala kebutuhan wisatawan seperti toilet, akomodasi, restoran, pusat perbelanjaan, hingga toko cendera mata. Amenities juga bisa dibaca sebagai fasilitas dasar yang harus ada di objek atau daerah wisata. Semua fasilitas pendukung itu berfungsi untuk memenuhi kebutuhan wisatawan selama di objek wisata (Salasa & Ismail, 2018). Secara umum amenities disediakan oleh perusahaan atau badan usaha. Melalui perusahaan atau badan usaha yang menyediakan fasilitas itulah pelayanan diberikan kepada wisatawan. Nawangsari et al (2018) menjelaskan bahwa amenities merupakan fasilitas dasar di objek wisata untuk memberi rasa nyaman ke wisatawan yang berkunjung. Ancilarry services merupakan layanan tambahan yang melengkapi keberadaan fasilitas dan akomodasi. Layanan tambahan itu bisa berupa keberadaan Anjungan Tunai Mandiri (ATM), pemandu wisata, tourist information center, hingga pos. Ancillary service melengkapi pengalaman wisatawan dan membuat mereka lebih merasa nyaman. Layanan tambahan itu sering kali dikelola oleh lembaga atau organisasi non-pemerintahan. Keberadaan organisasi non-pemerintahan tersebut berperan untuk memfasilitasi pelayanan wisatawan di daerah wisata. Ancillary service meliputi keberadaan berbagai organisasi untuk memfasilitasi dan mendorong pengembangan serta pemasaran pariwisata di objek wisata terkait (Sugiama, 2011). Organisasi atau lembaga yang memberi pelayanan di

36

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

daerah wisata akan melaksanakan perannya yang berujung pada keuntungan mereka sendiri. Institutions terkait dengan peran dan keberadaan unsur-unsur yang mendukung terlaksananya kegiatan pariwisata (Badarab et al., 2017). Unsur-unsur tersebut terdiri dari pemerintah sebagai pembuat kebijakan, pihak swasta sebagai pelaksana, dan masyarakat sebagai pelaku utama. Pemerintah mempunyai peran dalam melakukan pengendalian dengan cara menerbitkan kebijakan serta mengawasi dalam aspek ekonomi, sosial dan lingkungan dalam pengembangan pariwisata. Pihak swasta memiliki peran antara lain sebagai investor yang memperlancar dan mendukung program yang telah dibuat oleh pemerintah. Masyarakat memiliki peran sebagai pelaku ekonomi baik dengan cara membuka usaha di bidang wisata. Selanjutnya Cheer & Lew (2018), mengungkapkan bahwa meskipun pariwisata memiliki peran dan kontribusi penting bagi perekonomian daerah, nasional, dan global, ternyata pariwisata juga rentan terhadap beragam masalah seperti ketidakpastian, degradasi lingkungan, dan bencana. Kapasitas pemerintah daerah, nasional dan tata kelola internasional dibutuhkan untuk mengurangi kerentanan dan sekaligus memperkuat ketahanan pengelolaan pariwisata. Dengan kapasitas yang baik, maka kontribusi pariwisata akan dapat dipertahankan secara berkelanjutan. Isu ganda tentang tourism uncertainty and resilience telah menjadi perhatian serius bagi dunia pariwisata berkenaan dengan perubahan iklim global, globalisasi, dan sekaligus aneka ragam bencana yang membuat pariwisata menjadi rentan (Cheer & Lew, 2018). Ada dua jenis perubahan yang dihadapi oleh dunia pariwisata, yakni perubahan lambat dan cepat. Slow change berkaitan dengan perubahan yang bersifat bertahap dan membutuhkan waktu yang cukup sehingga akhirnya berubah. Fast change merupakan perubahan yang bersifat tibatiba dan sulit diramalkan seperti bencana yang datang tiba-tiba. Cheer & Lew (2018) juga menjelaskan penggunaan SCR (scale, change, resilience) model untuk memperkuat ketahanan pariwisata dalam menghadapi aneka ragam perubahan. SCR model ini juga dapat digunakan untuk

37

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

memperkuat kapasitas pemerintahan dalam mengelola pariwisata. Scale berkaitan dengan keterkaitan antar variabel dalam suatu sistem, sementara change berkaitan dengan kemampuan adaptasi secara efektif terhadap perubahan, dan resilience berkaitan dengan ketahanan untuk memelihara hubungan antar variabel sehingga pariwisata tetap dapat berjalan dengan baik.

Manage connectivity Maintain diversity and redundancy

Promote polycentric governance systems

Manage slow variables and feedbacks

Socialecological Resilience

Broaden participation

Foster complex adaptative systems thinking

Encourage learning

Gambar 17. Seven Principles for Building Social-Ecological Resilience Sumber: Cheer & Lew, 2018

Untuk meningkatkan ketahanan atau ketangguhan dalam memelihara pariwisata di tengah gejolak perubahan yang begitu cepat, Cheer & Lew (2018), juga kembali mengajukan model ketangguhan komunitas pariwisata yang lebih komprehensif. Model ini disebut sebagai socialecological resilience dengan memasukkan unsur masyarakat dan alam sebagai satu kesatuan. Model ini dibangun oleh Stockholm Resilience Centre (SRC, 2015) dengan menempatkan manusia dan masyarakat merupakan bagian terpadu dari alam, dan tidak sekadar dipandang sebagai salah satu bagian dari alam. Manusia merupakan bagian integral

38

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

dari alam itu sendiri sehingga mewujudkan ketangguhan manusia dan alam adalah penting untuk mengurangi kerentanan pariwisata. Ada tujuh prinsip untuk menghasilkan ketangguhan sosio-ekologis tersebut: mengelola konektivitas, mengelola variabel dan umpan balik yang berubah dengan lambat, menempa berpikir sistem yang bersifat adaptif sekaligus kompleks, mendukung terjadinya pembelajaran, memperluas partisipasi stakeholder, mempromosikan sistem governance polisentris, memelihara keanekaragaman (diversity) dan keberlimpahan (redundancy). Dari ketujuh prinsip tersebut, tampak benar bahwa ketangguhan sosioekologis ini berada dalam cara berpikir sistem yang baik. Ada pengakuan bahwa berpikir holistik dibutuhkan dalam pendekatan ini, dan bahwa berpikir parsial tidak membawa ketangguhan yang dibutuhkan dalam dunia pariwisata. Selain itu, kerangka berpikir sistem ini juga telah mengakui bahwa kompleksitas dinamis merupakan karakter utama dalam memperkuat pariwisata sehingga lebih tahan dalam menghadapi beragam kerentanan yang dapat menghancurkan pariwisata. Ketangguhan sosio-ekologis dapat dianalisis melalui kerangka Scale, Change, Resilience (SCR). Kerangka atau model ini membagi empat kondisi berdasarkan skala pengelolaan pariwisata (tourism scale) dan tingkat perubahan atau gangguan (change/disturbance rate). Tingkat perubahan dapat dibagi dua yakni slow dan rapid change, atau perubahan yang berlangsung lambat atau cepat. Perubahan ini pada dasarnya dapat dianggap sebagai gangguan karena setiap perubahan akan membawa perubahan terhadap kondisi pariwisata. Seberapa besar suatu perubahan berdampak pada kinerja pariwisata bergantung pada sensitivitas jenis atau kondisi pariwisata itu sendiri, yang tentu setiap jenis pariwisata memiliki sensitivitas yang berbeda-beda. Rate of change juga akan berbeda antar daerah, wilayah dan negara karena kompleksitas variabel yang dimiliki berbeda-beda, sehingga perlu diketahui terlebih dahulu apakah jenis pariwisata di wilayah tertentu memiliki slow atau fast change pada variabel tertentu secara dinamis.

39

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

Gambar 18. SCR Model

Sumber: Cheer & Lew, 2018

Business resilience merupakan kemampuan sektor ekonomi atau suatu perusahaan untuk menghadapi atau beradaptasi atau bahkan berinovasi terhadap perubahan lingkungan yang terjadi. Ketangguhan sektor atau perusahaan tersebut tentu dengan mengandalkan sumber daya dan kemampuan yang dimilikinya. Ketangguhan bisnis ini juga terkait dengan kemampuan business stakeholder-nya untuk beradaptasi dan berinovasi yang berlandas pada kapasitasnya masing-masing dalam menghadapi perubahan, baik yang berlangsung dengan cepat maupun lambat. Ketangguhan bisnis berada dalam ruang lingkup yang lebih sempit daripada community resilience. Sementara itu, community resilience merupakan ketangguhan, kemampuan, dan pelibatan masyarakat dalam ruang lingkup yang lebih luas untuk menghadapi perubahan di kegiatan atau sektor pariwisata. Perubahan yang dihadapi dapat saja bersifat lambat atau cepat, bahkan termasuk perubahan yang penuh dengan ketidakpastian, atau perubahan yang sulit untuk diramalkan, atau perubahan tiba-tiba yang sangat mengejutkan. Ruang lingkup komunitas dalam community resilience berada dalam spektrum yang luas. Spektrum tersebut mencakup seluruh stakeholder pariwisata termasuk diantaranya adalah masyarakat setempat, pemerintah, pemerhati lingkungan, lembaga swadaya masya40

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

rakat, beragam komunitas pariwisata, dan lain sebagainya yang merepresentasikan keterlibatan manusia dalam aktivitas kepariwisataan. Secara umum ketangguhan komunitas ini merepresentasikan ketangguhan sosial, politik, dan ekonomi dalam menghadapi perubahan yang dapat mengguncang kepariwisataan. Ada empat rangkaian yang membentuk ketangguhan ini, yakni pembangunan ekonomi, modal sosial, informasi dan komunikasi, serta komunitas itu sendiri.

Gambar 19. Economic Impact of Tourism Sumber: Meng & Siriwardana, 2017

Salah satu variabel yang dapat berubah dan memengaruhi kepariwisataan adalah kebijakan publik yang berkaitan dengan pariwisata. Kebijakan pariwisata merupakan salah satu faktor yang memengaruhi kemajuan atau kemunduran pariwisata. Kajian Meng & Siriwardana (2017), mengungkapkan bahwa kebijakan pariwisata dapat memengaruhi empat faktor, yakni: perekonomian, jumlah wisatawan (tourism), berbagai sektor terkait pariwisata (tourism-related sectors), dan pekerjaan (employment). Dengan menggunakan metode pemodelan computational general equilibrium (CGE) yang dilakukan di Singapura, Meng & Siriwardana (2017), menemukan bahwa pengaruh kebijakan terhadap empat faktor tersebut dapat bersifat positif maupun negatif. Perekonomian

41

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

dapat diukur dari GDP, sementara tourism effects dapat diukur dari perubahan terhadap jumlah kunjungan wisatawan baik domestik maupun mancanegara, dan tourism-related sector dapat diukur dari perkembangan akomodasi seperti hotel dan restoran ataupun souvenir dan lain sebagainya. Sementara itu, employment dapat dilihat dari serapan tenaga kerja yang terlibat secara langsung maupun tak langsung dengan kepariwisataan.

The Role of Tourism in Local Economic Systems

Balance of Economic, Social and Environmental Objectives

Goals of Tourism Development

Investment Structure and Tourism Projects

Inter-sectoral planning

International and Domestic Tourism

Gambar 20. Tourism Policy Issues: Local Economic Development Sumber: Gang Xu, 1999

Kajian tentang pariwisata dan dampaknya bagi perekonomian bukanlah hal baru. Kajian Gang Xu pada tahun 1999 yang lalu telah menumbuhkan kesadaran bagi para pengambil kebijakan di China bahwa peran pariwisata bagi pengembangan ekonomi lokal perlu diberi perhatian yang memadai. Ada enam isu kebijakan yang perlu diperhatikan ketika hendak membangun kepariwisataan di sebuah daerah (Xu, 1999). Pertama berkaitan dengan tujuan yang hendak dicapai dari adanya pembangunan pariwisata. Tujuan ini harus dipastikan lebih awal

42

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

karena membawa konsekuensi bagi beragam hal berikutnya. Seringkali pembangunan pariwisata dilakukan secara serampangan sehingga tidak jelas tujuannya dan pada akhirnya berakibat bukan hanya pada aspek tata kelola pemerintahan, namun juga bagi kemajuan pariwisata, dampak lingkungan, dan adanya trade-off antara sektor pariwisata dan non-pariwisata. Yang kedua adalah peran pariwisata bagi sistem perekonomian daerah. Persoalan trade-off antara pariwisata dan non-pariwisata sektor, prioritas pembangunan dan perkembangan beragam sektor lainnya di daerah tersebut merupakan hal yang harus dipertimbangkan sejak awal. Ketiga adalah persoalan inter-sectoral planning. Hal ini penting sekali karena pada dasarnya sektor pariwisata tidak dapat berdiri sendiri dan bahkan sektor pariwisata juga membawa pengaruh bagi sektor lainnya. Untuk kemajuan sektor pariwisata dibutuhkan pembangunan pada sektor yang lain pula, seperti pendidikan, budaya, tata kelola pemerintahan, dukungan sektor transportasi, pekerjaan umum dan lingkungan serta banyak sektor lainnya. Sektor pariwisata juga dapat menghambat perkembangan sektor lainnya pula sehingga perencanaan antar sektor sangat dibutuhkan bagi dukungan pariwisata terhadap pembangunan ekonomi daerah. Selanjutnya adalah isu yang keempat, yakni pilihan pembangunan yang berorientasi bagi pariwisata domestik atau internasional. Pembangunan pariwisata domestik lebih dapat menyesuaikan dengan kondisi lingkungan setempat dengan standar layanan yang dapat dibangun secara bertahap dengan menyesuaikan pada ketersediaan sumber daya. Hal ini berbeda dengan pariwisata internasional yang seringkali menuntut banyak sekali perubahan dengan standarisasi yang jauh lebih tinggi dan kompleksitas serta kerentanan yang juga jauh lebih tinggi. Potensi ekonomi yang dihasilkan juga jauh lebih besar namun harus diimbangi dengan kesiapan yang sangat baik. Resiko yang dihadapi ketika masuk dalam pariwisata internasional menjadi lebih tinggi seiring dengan stakeholder yang terlibat juga jauh lebih banyak dan beragam. Kelima adalah berkenaan dengan struktur investasi dan proyekproyek pariwisata. Ketika mengubah potensi wisata menjadi destinasi

43

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

wisata maka tentu dibutuhkan investasi dan pembangunan yang menyebabkannya layak menjadi destinasi wisata yang berkembang secara berkelanjutan. Ini juga perlu dipertimbangkan karena seringkali ada proyek membangun destinasi wisata namun aktivitas pariwisatanya tidak berkelanjutan. Tentu hal ini amat merugikan investasi dan tentu pula para investor dari beragam sektor pendukung pariwisata juga membutuhkan kelayakan usaha. Keenam adalah keseimbangan antara tujuan-tujuan sosial, ekonomi, dan lingkungan. Ini penting sekali untuk mempertahankan keberlanjutan pariwisata dan mengurangi kerentanan sekaligus memperkuat ketangguhan pariwisata. Sulit sekali ketangguhan pariwisata dan keberlanjutannya dapat dijamin ketika terjadi ketidakseimbangan antara ketiga hal tersebut. Eksploitasi pada satu aspek dengan mengabaikan aspek yang lain hanya akan mendatangkan persoalan besar yang mengganggu kepariwisataan khususnya dan tentu kehidupan perekonomian dan tata kelola pemerintahan yang lebih besar pada akhirnya. Isu yang menyangkut ekonomi dan pariwisata ini juga telah dikaji oleh John Tribe pada tahun 2004. Dari sudut pandang ekonomi, pariwisata dianalisis dari segi permintaan dan penawaran. Pariwisata dalam pandangan Tribe berkaitan dengan recreation and leisure yang membawa peluang bisnis sehingga menimbulkan peluang investasi dan pada akhirnya membawa pertumbuhan dan kemajuan ekonomi dalam suatu kawasan. Ada pekerjaan yang tumbuh, dan ada aktivitas ekonomi yang berkembang akibat dari maraknya pariwisata. Namun demikian, isu sustainability juga dianggap merupakan hal penting dalam pariwisata ketika ekonomi lingkungan-pun seharusnya diperhitungkan sebagai halhal yang dapat membawa kerentanan bagi kepariwisataan. Pembahasan tentang hubungan pariwisata dan pembangunan juga dibahas dengan lengkap oleh Richard Sharpley David J. Telfer (2015). Pariwisata memiliki peluang besar sebagai kontributor pertumbuhan ekonomi. Ada banyak hal yang menyebabkan pariwisata dapat digunakan sebagai kendaraan pembangunan. Pariwisata dapat digunakan sebagai alat penopang pembangunan ekonomi regional, baik bagi daerah maupun

44

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

negara. Pariwisata juga dapat digunakan sebagai instrumen pengentasan kemiskinan. Pariwisata juga dapat dimanfaatkan sebagai alat pembangunan daerah sekaligus sebagai pembangunan masyarakat. Dalam hal ini, pariwisata berpeluang untuk meningkatkan kualitas SDM baik yang didesain oleh pemerintah secara langsung maupun dengan instrumen pasar yang membutuhkan SDM yang baik dalam mengelola dan terlibat dalam pariwisata. Pariwisata juga dapat digunakan untuk pembangunan sosial dan ekonomi masyarakat sekaligus juga dengan tanpa mengabaikan pembangunan lingkungan. Pariwisata membutuhkan lingkungan yang sehat dan terpelihara. Bencana akibat kerusakan lingkungan jelas akan membunuh kepariwisataan sehingga pasti akan dihindari stakeholder pariwisata (Richard Sharpley and David J. Telfer, 2015). Isu sustainability bahkan dianggap sebagai isu yang sensitif dalam dunia pariwisata, selain isu hak asasi manusia, ekonomi politik global, dan beragam isu lingkungan global. Kajian Sharpley & Telfer ini pada dasarnya memberikan analisis yang lebih generik dibandingkan kajian dari Hottola (2009). Namun demikian, Kajian Hottola telah memberikan pengetahuan yang memadai tentang hubungan antara pariwisata dan pembangunan di kawasan Afrika bagian selatan. Hottola telah mengungkapkan bahwa pariwisata dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan ekonomi baik regional maupun nasional. Pariwisata juga dapat mengurangi kemiskinan, dan sekaligus merupakan instrumen pembangunan masyarakat. Pariwisata juga membutuhkan kelestarian lingkungan yang baik sehingga dapat meningkatkan sustainable development (Hottola, 2009).

45

3 DESTINASI PARIWISATA: KEINDAHAN RANUM PANGANDARAN

P

embentukan DOB Kabupaten Pangandaran dimulai dari keinginan sepuluh kecamatan di bagian Selatan Ciamis untuk memisahkan diri. Pada saat itu, Kabupaten Ciamis memiliki 36 kecamatan yang dari aspek pembangunan masih belum merata. Pembangunan tidak merata disebabkan oleh terbatasnya anggaran jika dibandingkan dengan keseluruhan wilayah. Selain itu, masih banyak potensipotensi khususnya di kawasan Pangandaran yang belum dikembangkan. Warga di sepuluh kecamatan bagian selatan Kabupaten Ciamis diwakili oleh forum Paguyuban Masyarakat Pakidulan (PMP) ingin memisahkan diri agar mendapatkan pelayanan publik yang lebih baik dan merata, serta memaksimalkan potensi-potensi daerah yang dapat diolah dan dikembangkan. Aspirasi tersebut disetujui oleh Kabupaten Ciamis hingga terbentuklah Kabupaten Pangandaran berdasarkan Undang-Undang No. 21 tahun 2012 tentang Pembentukan Kabupaten Pangandaran di Provinsi

47

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

Jawa Barat. Undang-Undang itu telah ditetapkan dalam sidang paripurna DPR RI serta dengan persetujuan antara presiden RI dan DPR RI, yang kemudian diundangkan dalam lembaran negara oleh Menteri Hukum dan HAM RI. Sepuluh kecamatan bagian selatan dari Kabupaten Ciamis tersebut kini menjadi sepuluh kecamatan dalam Kabupaten Pangandaran. Belum ada penambahan jumlah kecamatan sejak status Daerah Otonom Baru (DOB) disandang oleh Kabupaten Pangandaran. Adapun gambaran letak kecamatan dan batas wilayah Kabupaten Pangandaran tampak pada gambar berikut.

KABUPATEN TASIKMALAYA

KABUPATEN PANGANDARAN

SAMUDERA HINDIA

Gambar 21. Batas wilayah Kabupaten Pangandaran berikut Kecamatan Source. http://www.pangandarankab.go.id

Dalam gambar tersebut bahwa enam dari sepuluh kecamatan di Kabupaten Pangandaran memiliki batas laut dan memiliki garis pantai yang panjang. Dengan demikian dapat disebutkan bahwa Kabupaten

48

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

Pangandaran memiliki potensi dan sekaligus bahaya yang berkaitan dengan laut di Samudra Indonesia. Sementara itu, empat kecamatan lainnya tidak memiliki batas laut dan cenderung merupakan dataran yang lebih tinggi dari seluruh kecamatan yang berada di pesisir.

Gambar 22. Alun Alun Kabupaten Pangandaran Sumber: Dokumentasi Hasil Tim Peneliti di Lapangan, 2021

Adapun sepuluh kecamatan yang asalnya merupakan bagian dari Kabupaten Ciamis dan kemudian merupakan bagian pembentuk dari Kabupaten Pangandaran tersebut adalah sebagai berikut: Kecamatan Cigugur (yang mencakup Desa Cigugur, Desa Campaka, Desa Cimindi, Desa Bunisari, Desa Kertajaya, Desa Pagerbumi, dan Desa Harumandala); Kecamatan Cijulang (yang mencakup Desa Cijulang, Desa Cibanten, Desa Ciakar, Desa Kondangjajar, Desa Batukaras, Desa Kertajaya, dan Desa Margacinta); Kecamatan Cimerak (yang meliputi Desa Cimerak,

49

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

Desa Masawah, Desa Sindangsari, Desa Mekarsari, Desa Sukajaya, Desa Kertamukti, Desa Ciparanti, Desa Kertaharja, Desa Legokjawa, Desa Limusgede, dan Desa Batumalang); Kecamatan Kalipucang (yang terdiri dari Desa Kalipucang, Desa Tunggilis, Desa Banjarharja, Desa Ciparakan, Desa Cibuluh, Desa Emplak, Desa Pamotan, Desa Bagolo, dan Desa Putrapinggan); Kecamatan Langkaplancar (yang mencakup Desa Langkaplancar, Desa Bangunjaya, Desa Pangkalan, Desa Bojongkondang, Desa Jayasari, Desa Karangkamiri, Desa Bojong, Desa Cimanggu, Desa Jadikarya, Desa Bangunkarya, Desa Sukamulya, Desa Jadimulya, Desa Mekarwangi, dan Desa Cisarua); Kecamatan Mangunjaya (yang meliputi Desa Mangunjaya, Desa Kertajaya, Desa Sukamaju, Desa Sindangjaya, dan Desa Jangraga); Kecamatan Padaherang (yang terdiri dari Desa Padaherang, Desa Pasirgelis, Desa Karangmulya, Desa Kedungwuluh, Desa Karangpawitan, Desa Cibogo, Desa Maruyungsari, Desa Panyutran, Desa Paledah, Desa Ciganjeng, Desa Bojongsari, Desa Sindangwangi, Desa Suka Nagara, dan Desa Karangsari); Kecamatan Pangandaran (yang masuk dalam cakupan kecamatan ini adalah Desa Pangandaran, Desa Babakan, Desa Pananjung, Desa Sukahurip, Desa Purbahayu, Desa Pagergunung, Desa Wonoharjo, dan Desa Sidomulyo); Kecamatan Parigi (yang mencakup Desa Parigi, Desa Ciliang, Desa Cibenda, Desa Karangbenda, Desa Karangjaladri, Desa Cintaratu, Desa Cintakarya, Desa Selasari, Desa Parakanmanggu, dan Desa Bojong); Kecamatan Sidamulih (yang terdiri dari Desa Sidamulih, Desa Pajaten, Desa Kalijati, Desa Cikembulan, Desa Cikalong, Desa Sukaresik, dan Desa Kersaratu). Kabupaten Pangandaran merupakan salah satu kabupaten di bagian tenggara Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan Provinsi Jawa Tengah. Secara geografis letak Kabupaten Pangandaran berada di 7°24’0” sampai 7°54’20” Lintang Selatan. Untuk letak bujur Timur, 108°8’0” sampai 108°50’0”. Berdasarkan hasil analisis satuan kemampuan lahan (SKL) dalam dokumen Rancangan RKPD Kabupaten Pangandaran 2022, potensi pengembangan wilayah Kabupaten Pangandaran digolongkan menjadi kategori rendah dan tinggi. Kawasan dengan kategori pengembangan tinggi lebih cocok dijadikan sebagai kawasan budidaya,

50

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

sedangkan kawasan pengembangan rendah hanya bisa dimanfaatkan sebagai hutan lindung. Dua klasifikasi tersebut sama-sama berpotensi dikembangkan menjadi wisata. Dalam telaah Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Pangandaran diproyeksikan untuk kawasan budidaya dan kawasan lindung. Rencana kawasan budidaya ini terdiri dari hutan produksi, hutan produksi terbatas, pertanian lahan basah, pertanian lahan kering, perkebunan, kawasan industri, kawasan permukiman perkotaan, dan kawasan permukiman perdesaan. Rencana kawasan lindung terdiri atas kawasan resapan air, kawasan sempadan pantai, kawasan sempadan sungai, kawasan sekitar danau/situ/embung, cagar alam penanjung Pangandaran, cagar alam laut penanjung Pangandaran, kawasan pantai berhutan bakau, taman wisata alam penanjung, kawasan lindung geologi, dan kawasan bencana tsunami. Rencana tata ruang itu bisa dijadikan acuan untuk pengembangan potensi wisata dengan cara membuat pola perjalanan berdasarkan pola tata ruang tersebut. Pola perjalanan disesuaikan dengan tema wisata untuk memaksimalkan ketersediaan potensi sesuai dengan RTRW. Keterlibatan masyarakat sangat diperlukan dalam proses pengelolaan kawasan wisata di suatu daerah. Sebab, hal ini bisa mendukung kemajuan fasilitas sarana dan prasarana wisata di daerah tersebut, misalnya penyediaan homestay. Dengan pertimbangan semakin banyaknya wisatawan yang berkunjung, kondisi itu juga bisa dimanfaatkan untuk mengembangkan usaha agar menunjang perekonomian masyarakat sekitar. Hal itu sejalan dengan pola pengelolaan di Pangandaran yang menerapkan konsep Community Based Tourism (CBT) sejak tahun 2007. Bahkan sudah terbentuk Forum Tata Kelola Pariwisata (FTKP) yang terdiri dari pemerintah, swasta atau investor, dan masyarakat. Ada beberapa kawasan destinasi wisata di daerah Pangandaran yang murni dikelola oleh masyarakat karena inisiatif para penggiat budaya dan pariwisata. Bakti (2018), menyatakan bahwa masyarakat di Kabupaten Pangandaran masih melaksanakan budaya lokal seperti Hajat Leuweung, Uga Lokal (pernyataan sebagai agenda), Cacagan (paribahasa), Hajat

51

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

Laut, dan Babad Cijulang. Semua naskah itu dibacakan di Nusawiru setiap bulan Maulud dan Muharram yang dihadiri oleh komunitas sesepuh adat di Pangandaran. Komunitas sesepuh adat di antaranya Babarit, Layang Syeikh, dan Aki Ajim. Babarit adalah ritual yang dilakukan masyarakat Pangandaran dalam memperingati tahun baru Islam dan bentuk rasa syukur pada Allah atas limpahan hasil bumi yang didapat. Tradisi ini berawal dari suatu kejadian di luar nalar yang dialami masyarakat kabupaten Pangandaran. Ketika itu daerah kabupaten Pangandaran dilanda kekeringan dan wabah penyakit yang disebabkan oleh roh jahat di perempatan jalan dusun. Kemudian masyarakat menggelar selamatan untuk mengusir roh jahat yang menyebabkan kekeringan dan wabah penyakit itu. Terdapat tiga tipologi daya tarik wisata yang dikembangkan oleh kabupaten Pangandaran. Tipologi tersebut adalah wisata budaya, wisata alam, dan wisata minat khusus (LKPJ Kabupaten Pangandaran, 2020). Daya tarik wisata budaya di Pangandaran identik dengan nilainilai budaya atau peninggalan sejarah. Destinasi wisata dengan suguhan warisan budaya itu cukup berperan dalam mendukung wisata alam sekitar dengan melibatkan tradisi-tradisi tertentu yang dilakukan oleh para nelayan. Tradisi-tradisi yang dilakukan nelayan di sekitar pantai secara tidak langsung mendukung keberlanjutan alam laut dan pantai. Daya tarik wisata alam telah terbukti memberikan lapangan pekerjaan baru dan meningkatkan pendapatan rumah tangga warga lokal (Dhalyana dan Adiwibowo 2015), seperti objek wisata Karangnini, Lembah Putri, Karapyak, Palatar Agung, Pangandaran, Karang Tirta, Batu Hiu, Batu Karas, Madasari, Keusik Luhur, dan wisata dengan basis pantai. Pantai-pantai tersebut menjadi destinasi wisata yang banyak dikunjungi wisatawan. Pantai Karang nini misalnya, pantai yang menyuguhkan keindahan luar biasa dengan perpaduan pemandangan hutan dan laut yang berdampingan. Waktu berkunjung yang tepat di pantai Karang nini adalah pagi hari karena pengunjung dapat melihat mentari pagi yang mulai terbit dari balik bukit. Pengunjung juga bisa melihat batu karang besar yang tidak

52

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

berhenti dihantam ombak. Batu karang itu dinamakan Karang nini yang bermakna “Batu Karang Nenek”. Selain itu, di pantai ini juga terdapat beberapa spot foto di tengah hamparan batu karang yang instagramable. Dengan adanya potensi wisata ini, membuka peluang usaha bagi UMKM, penjual makanan, dan penyedia jasa transportasi seperti travel. Di kawasan pantai Karang nini, terdapat banyak warung-warung kuliner. Objek wisata lain yang tidak kalah menarik adalah wisata minat khusus atau pariwisata yang dibuat secara khusus untuk mendalami minat atau keterampilan tertentu, seperti wisata sungai Citumang, Karang nini, Green Canyon, Curug Alam, dan Cagar Alam Penanjung. Objek wisata minat khusus yang sering dikunjungi oleh wisatawan ialah Green Canyon. Green Canyon merupakan wisata alam yang terletak di Kabupaten Pangandaran berupa aliran sungai yang diapit dua bukit dan menembus goa. Aktivitas yang dapat dicoba wisatawan yaitu menyusuri Sungai Cijulang dengan naik perahu dan melakukan body rafting. Yang dimaksud dengan Body rafting adalah olahraga air sejenis arung jeram atau rafting namun tidak menggunakan dayung serta rakit. Pemerintah daerah kabupaten Pangandaran mengelola lima destinasi wisata utama. Destinasi wisata tersebut adalah Pantai Pangandaran, Pantai Batu Hiu, Pantai Batukaras, Cukang Taneuh/Green Canyon, dan Pantai Karapyak. Pantai Pangandaran merupakan salah satu destinasi wisata unggulan Kabupaten Pangandaran. Destinasi ini dilengkapi dengan fasilitas yang sangat memadai. Ada beragam fasilitas mulai dari akomodasi, hiburan, kafe, dan rumah makan. Keberadaan fasilitas itu melengkapi Pantai Pangandaran sehingga tidak hanya bergantung pada wisata bahari saja. Juga banyak wisatawan berkunjung untuk menikmati wisata kuliner di pinggir pantai. Pengembangan wisata Pantai Pangandaran tidak terlepas dari peran Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Pangandaran yang melakukan perbaikan sistem manajemen dan promosi, pembinaan terhadap objek dan daya tarik wisata, serta melakukan pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat yang dilakukan berupa pembinaan dan penyuluhan tentang cendera mata agar masyarakat terus melakukan inovasi kreatif dalam mengembangkan usahanya.

53

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

Gambar 23. Pantai Barat Pangandaran Sumber: Dokumentasi Hasil Tim Peneliti di Lapangan, 2021

Kawasan Pantai Barat Pangandaran merupakan pusat konsentrasi aktivitas wisatawan di Kawasan Pantai Pangandaran. Hal ini didukung oleh karakter pantai yang landai dan ombak yang mendukung bagi wisatawan untuk berenang dan bermain air. Pusat sarana dan fasilitas wisata, serta area parkir kendaraan roda dua dan empat juga terletak di Pantai Barat Pangandaran, dengan pusat konsentrasi wisatawan yang ada di Pantai Barat Pangandaran, menyebabkan munculnya sarana dan fasilitas wisata di Kawasan Pantai Barat Pangandaran, baik dalam bentuk akomodasi, rumah makan, café, warung hingga pedagang kaki lima dan sarana pendukung Aktivitas wisata lainnya. Dahulu sebelum aktivitas wisata ada di Pantai Barat Pangandaran, lokasi tersebut digunakan oleh nelayan untuk menyandarkan perahu dikarenakan pantainya yang landai, hingga saat ini, Kawasan Pantai Barat Pangandaran tetap dijadikan oleh warga nelayan untuk menyandarkan perahu, baik perahu nelayan maupun perahu wisata. Dengan alur lalu lintas perahu yang juga melewati area berenang, bermain dan berselancar wisatawan menunjukkan kekhawatiran dan kendala keamanan bagi wisatawan pada saat melakukan aktivitas wisata di pantai, khususnya aktivitas wisata air dengan kekhawatiran kecelakaan baik bersenggolan, tertabrak perahu ataupun terganggu dalam melakukan aktivitas wisata pantai.

54

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

Pantai Pangandaran Kawasan wisata Pantai Pangandaran merupakan salah satu kawasan penting dalam pembangunan kepariwisataan di kabupaten Pangandaran. Selain sebagai salah satu kawasan yang menjadi cikal bakal kepariwisataan di Kabupaten Pangandaran, kawasan Pantai Pangandaran hingga saat ini juga menjadi pusat dari sarana dan fasilitas wisata yang ada di Kabupaten Pangandaran. Tersedia banyak ragam pilihan akomodasi, rumah makan, kafe dan hiburan. Daya tarik wisata utama yang dimiliki adalah wisata bahari dan cagar alam Pananjung dengan aktivitas utama bermain di pinggir pantai, menikmati panorama pantai, berjalan-jalan di cagar alam serta kuliner. Kawasan wisata Pangandaran dalam konstelasi kawasan pariwisata terbagi menjadi tiga kawasan wisata, yaitu kawasan Pantai Barat, kawasan Pantai Timur, dan kawasan Cagar Alam Pananjung. Di samping menjadi kawasan pariwisata, Kawasan Pantai Pangandaran juga menjadi pusat ekonomi masyarakat, khususnya masyarakat yang ada di tiga desa, dan masyarakat yang ada di Kecamatan Pangandaran. Dengan adanya lokasi pemukiman, lokasi persandaran perahu nelayan, perikanan dan perdagangan dalam bentuk pasar, menjadikan Kawasan Pariwisata Pantai Pangandaran cukup strategis dalam bidang pariwisata dan ekonomi masyarakat Kabupaten Pangandaran.

Gambar 24. Pantai Timur Pangandaran Sumber: Dokumentasi Hasil Tim Peneliti di Lapangan, 2021

55

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

Pantai Timur Pangandaran terletak masih dalam satu kawasan dengan Pantai Barat dan Cagar Alam, hanya saja lokasi dari pantai ini berada di belakang Pantai Barat. Sama halnya dengan pantai pada umumnya daya tarik yang dimiliki oleh Pantai Timur juga berupa pantai namun yang membedakan antara Pantai Barat dan Pantai Timur adalah dari adanya pemecah ombak sehingga pada kawasan ini tidak terlihat adanya gelombang ombak seperti pada Pantai Barat Pangandaran. Walaupun Pantai Barat dan Pantai Timur sama-sama merupakan pantai, namun aktivitas yang dapat dilakukan di kedua area ini berbeda. Berikut beberapa aktivitas yang dapat dilakukan oleh wisatawan di Pantai Timur Pangandaran. Kawasan Pantai Pangandaran dapat ditempuh menggunakan kendaraan roda dua maupun roda empat. Kondisi akses jalan yang dilalui tergolong cukup baik dengan beberapa kerusakan di beberapa titik, berupa jalan yang amblas. Kemudian untuk penerangan jalan umum masih minim. Untuk alat transportasi umum terdapat beberapa bus antar kota dan provinsi yang dapat digunakan untuk mencapai terminal Pangandaran. Terdapat juga kendaraan yang disewakan untuk berkeliling sekitar objek wisata yaitu berupa sepeda gowes yang berisi empat sampai enam orang. Pusat fasilitas wisata, termasuk area parkir kendaraan roda dua dan empat terletak di Pantai Barat Pangandaran. Meski masih banyak hotel, restoran, dan penjual cendera mata yang belum di standarisasi sesuai peraturan daerah. Hal itu menyebabkan pemerintah daerah tidak bisa memungut pajak, sehingga mengurangi Pendapatan Asli Daerah (PAD). Seluruh sarana dan fasilitas wisata yang terdapat di Kawasan Pantai Pangandaran terpusat di kawasan Pantai Barat Pangandaran dan Pantai Timur Pangandaran. Semua sarana penunjang objek wisata yang ada di Pantai Pangandaran sangat lengkap mulai dari ATM, minimarket, toilet, puskesmas pembantu, kantor pos. Kondisi pantai yang memang terletak di pusat Pantai Pangandaran ini perlu penataan yang lebih baik karena masih banyak pengunjung yang memarkir kendaraan di sekitar jalan umum yang menyebabkan pengguna jalan terganggu dan merusak keindahan lokasi sekitar pantai.

56

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

Gambar 25. Pantai Pangandaran Sumber: Dokumentasi Hasil Tim Peneliti di Lapangan, 2021

Pemerintah juga berperan aktif dalam hal pembangunan objek wisata, sarana-prasarana, serta aspek penunjang pariwisata di Kabupaten Pangandaran. Salah satu pembangunan yang dilakukan adalah saranaprasarana di Pantai Pangandaran. Sarana-prasarana itu berupa jaringan telepon, listrik, sampai akses jalan ke pantai. Selain itu, pemerintah Kabupaten Pangandaran juga bekerja sama dengan hotel yang ada di Kabupaten Pangandaran untuk membantu memberikan insentif pada pelaku wisata budaya. Pihak swasta berperan dalam mengembangkan atraksi, penyediaan akomodasi dan fasilitas kepariwisataan. Pihak swasta dapat melakukan kerjasama dengan pemerintah dan pengelola tentang penyediaan akomodasi yang dibutuhkan pada objek pariwisata. Selain itu, peran pihak swasta dalam mengembangkan pariwisata di Pantai Pangandaran yaitu

57

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

memberikan dukungan berupa bantuan sarana dan prasarana, dan bisa juga membantu pemerintah dalam mempromosikan objek wisata ini. Pemberian bantuan untuk melengkapi sarana prasarana yang membutuhkan perbaikan ringan seperti tempat sampah, tempat duduk-duduk, dan pos lifeguard. Dengan adanya bantuan promosi dari pihak swasta maka besar kemungkinan akan berdampak pada peningkatan jumlah pengunjung. Masyarakat sekitar Pantai Pangandaran berperan dalam menghidupkan ekonomi kreatif objek pariwisata. Sebagian besar dari mereka menjadi penjual makanan ringan di objek wisata, penjual oleh-oleh khas Pangandaran, pemilik hotel dan restoran. Hal ini tentunya berdampak positif pada peningkatan pendapatan masyarakat dan membuka peluang kerja baru sehingga mengurangi angka pengangguran yang ada di Kabupaten Pangandaran. Selain itu, masyarakat juga membantu pengelolaan Pantai Pangandaran seperti menjaga kebersihan pantai, menjaga keamanan, dan melestarikan budaya. Peluang dari Kawasan Pantai Pangandaran yaitu berupa keragaman daya tarik wisata yang ada sehingga aktivitas yang dapat dilakukan di kawasan ini juga beragam. Nilai tambah dari kawasan ini juga terdapat pada kelengkapan sarana dan prasarana serta fasilitas wisata, seperti adanya jaringan listrik, jaringan telefon, dan akses dalam kawasan yang tergolong cukup baik. Selain itu dari fasilitas wisata di kawasan ini tergolong lengkap seperti adanya akomodasi dengan jenis yang beragam, mulai dari hotel berbintang hingga homestay yang dimiliki oleh masyarakat lokal. Sedangkan yang menjadi hambatan bagi pengembangan pariwisata di kawasan ini yaitu dari tumpang tindihnya penggunaan ruang antara ruang untuk aktivitas berenang, aktivitas nelayan, dan aktivitas perahu wisata yang berada pada titik yang sama.

Pantai Batu Karas Pantai ini terletak sekitar 34 kilometer dari Pantai Pangandaran dengan akses perjalanan darat. Apabila dilihat dari segi infrastruktur, sarana dan prasarana di Pantai Batu Karas terbilang cukup memadai 58

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

dengan tersedianya fasilitas seperti homestay, penyewaan papan selancar, olahraga air, rumah makan, toilet, dan pusat cendera mata. Untuk meningkatkan jumlah kunjungan ke Pantai Batu Karas, bisa dilakukan dengan cara promosi bersama destinasi wisata lainnya seperti Green Canyon dan Citumang. Promosi bersama itu bisa dilakukan karena jarak antar lokasi tidak jauh, sehingga memberikan penawaran yang beragam untuk wisatawan. Di musim-musim tertentu ada wisatawan mancanegara yang berkunjung untuk menikmati Pantai Batu Karas.

Gambar 26. Mandi di Pantai Batu Karas Sumber: Dokumentasi Hasil Tim Peneliti di Lapangan, 2021

Pantai Batu Karas terletak di Desa Batu Karas, Kecamatan Cijulang, Kabupaten Pangandaran merupakan salah satu objek wisata yang dikelola oleh pemerintah Kabupaten Pangandaran dengan titik koordinat S7 45.004 E108 30.167. Kondisi wilayah yang langsung berbatasan dengan laut menjadikan potensi pantai ini sangat menarik hati wisatawan lokal maupun mancanegara untuk menikmati pemandangan objek wisata pantai batu karas ini, ombak yang tidak langsung menuju bibir pantai menjadikan ciri khas tersendiri bagi Pantai ini. Pantai Batukaras memiliki karakteristik pantai yang memiliki pasir hitam dengan tipikal tanah landai. Aktivitas utama yang dapat dilakukan di Pantai Batukaras seperti, berenang, bermain air, menikmati panorama alam, surfing dan olah raga air lainnya. Menariknya wisatawan juga bisa bermain selancar, banana boat dan menyewa pelampung di penjual-penjual lokal disekitar pantai.

59

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

Pengelolaan yang sangat baik dari warga lokal yang berkolaborasi dengan dinas terkait untuk menjaga ketertiban dan kenyamanan dalam berwisata disekitar pantai batu hiu ini patut diacungi jempol. “Jaga Lembur” yang merupakan sebuah organisasi yang diinisiasi Satpol PP Kabupaten Pangandaran yang bekerja sama dengan masyarakat menjadi organisasi yang bertugas untuk menjaga ketertiban dan keamanan di sekitar objek wisata. Wisata yang bersih, tertata rapi serta aman menjadikan pantai ini memberikan kesan yang baik terhadap citra objek wisata satu ini. Potensi ini sangat mendukung untuk dapat meningkatkan pendapatan warga sekitar, pemerintah desa dan daerah.

Gambar 27. Pantai Batu Karas Sumber: Dokumentasi Hasil Tim Peneliti di Lapangan, 2021

Pantai Batukaras dikenal dikalangan wisatawan nusantara dan juga wisatawan mancanegara sebagai salah satu lokasi unggulan atau wajib didatangi yang dipengaruhi oleh adanya gelombang ombak yang sangat cocok dijadikan spot untuk aktivitas surfing. Aktivitas lain yang dapat dilakukan di Kawasan Pantai Batukaras yang juga berbasis aktivitas air yaitu berupa water sport, dimana di kawasan Pantai Batukaras terdapat operator penyedia jasa water sport. Beberapa jenis aktivitas water sport yang tersedia di kawasan ini diantaranya, banana boat, flying fish, gladiator, donuts/marble, dan jetski. Untuk menuju objek wisata Pantai Batu Karas tersedia jalan dengan kondisi baik sehingga dapat dilewati bus, mobil, dan motor. Pemandangan kapal-kapal milik nelayan sangat mencuri perhatian pengunjung yang

60

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

lewat sehingga di masa yang akan datang akan diajukan untuk menjadi desa wisata kampung nelayan. Hal ini menjadi menarik karena nantinya pengujung dapat mengetahui aktivitas nelayan secara langsung dan menjadi wisata edukasi untuk keluarga. Tidak ada angkutan umum yang dapat digunakan menuju pantai ini dan masih terdapat beberapa titik jalan yang berlubang. Sarana dan fasilitas wisata saat ini adalah tersedianya akomodasi berupa pondok wisata dan hotel melati. Kemudian untuk fasilitas makan minum tersedia rumah makan dan warung-warung. Selain itu terdapat toilet umum serta penyewaan peralatan untuk menunjang aktivitas wisatawan, seperti papan surfing, body board, ban, dan penyedia jasa watersport. Akses jalan menuju lokasi Pantai Batukaras dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan roda dua maupun roda empat baik berupa mini bus maupun bus. Kondisi jalan yang dilalui cukup bagus karena masih terdapat beberapa titik jalan yang berlubang. Pantai Batukaras selain dapat di gunakan untuk aktivitas yang memerlukan tenaga yang lebih, Pantai ini juga didukung dengan suasana pantai yang sangat cocok untuk kegiatan rekreasi serta menikati panorama alam yang indah, selain itu juga Pantai Batukaras juga memiliki letak sangat cocok untuk melihat matahari terbit.

Gambar 28. Fasilitas Penunjang Pantai Batu Karas Sumber: Dokumentasi Hasil Tim Peneliti di Lapangan, 2021

61

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

Tahun 2016 Pemerintah Kabupaten Pangandaran mendapatkan bantuan dari Kementrian Kelautan untuk membuat jembatan mangrove yang mempermudah pengelolaan pohon serta dapat dijadikan peluang usaha oleh masyarakat sekitar. Selesai dibangun tahun 2018, jembatan mangrove yang terbuat dari kayu dengan tiang beton ini beroperasi selama kurang lebih setahun tetapi kurangnya pengelolaan dari pemerintah daerah, minimnya sumber daya yang berpengalaman dan manajemen pengelolaan yang kurang baik menjadikan objek wisata ini tutup dan terbengkalai. Menurut salah satu pengelola jembatan dulu hal ini terjadi karena kurang dukungan pemda. Sedangkan Dinas pariwisata dan Bappeda Pangandaran berpendapat bahwa hasil retribusi dari objek wisata itu dapat digunakan dengan baik untuk merevitalisasi dan memperbaiki sarana-prasarana yang ada. Tetapi karena memang pengetahuan pengelola hanya sebatas motif ekonomi menjadikan kondisi jembatan mangrove ini sudah tidak bisa diperbaiki. Keterlibatan pihak swasta membantu pengembangan pariwisata di Pantai Batu Karas. Pihak swasta berperan dalam pengadaan akomodasi dan pemenuhan fasilitas destinasi pariwisata. Pemenuhan fasilitas oleh pihak swasta berupa memberikan bantuan untuk kelengkapan prasarana seperti tempat sampah, penanaman modal dengan mendirikan bangunan penginapan, restoran, dan rumah makan. Pihak swasta yang terlibat di Pantai Batu Karas tidak hanya berperan sebagai investor saja namun juga secara sinergis bersama pemerintah dan masyarakat secara bersama-sama mengelola Pantai Batu Karas dan mengatasi permasalahan yang ada. Melakukan kerjasama dengan pemerintah untuk menjadi penjual di toko cendera mata, persewaan pelampung, pemilik restoran/rumah makan di sekitar Pantai Batu Karas. Kerja sama ini bertujuan untuk melibatkan masyarakat sekitar dalam pembangunan ekonomi kreatif di Pantai Batu Karas. Pelibatan masyarakat dapat bermanfaat bagi terbukanya peluang usaha dan menambah pendapatan. Selain itu, semakin terjalin koordinasi yang baik antara masyarakat dengan pemerintah. Untuk pengamanan wisata di pantai ini, terdapat organisasi yang dikelola masyarakat yang bernama “Jaga Lembur”. Tugas utama organisasi ini untuk mengamankan

62

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

pantai dari penjual asongan, menjaga keamanan dan ketertiban pantai, bersifat penolong dan melakukan tindakan preventif agar tidak ada kecelakaan seperti orang tenggelam. Peluang yang dimiliki Pantai Batu Karas untuk berkembang adalah adanya dukungan dari desa. Masyarakat sekitar juga mendukung secara penuh dan ingin mengembangkan kegiatan pariwisata kemudian menjadi salah satu titik daya tarik wisata yang ada di Kabupaten Pangandaran yang tingkat kunjungan wisatawan mancanegaranya cukup tinggi. Hambatan yang ditemukan yaitu belum adanya alat transportasi umum yang dapat digunakan untuk mencapai pantai ini, sehingga menyulitkan wisatawan yang tidak menggunakan kendaraan pribadi untuk mencapai lokasi ini.

Green Canyon Green Canyon merupakan sebuah daya tarik wisata alam berbasis sungai yang terletak di desa Kertayasa kecamatan Cijulang, dengan aktivitas utama yaitu, Body Rafting dan juga berperahu. Aliran sungai di Green Canyon memiliki debit air yang cenderung stabil, ketika musim kemarau tidak mengalami penurunan yang sangat drastis, sehingga dapat digunakan untuk kegiatan pariwisata secara berkelanjutan. Akan tetapi aktivitas pariwisata sedikit terkendala diakibatkan oleh aktivitas penebangan pohon yang terjadi secara masif dan juga rumah makan yang berada di pinggiran sungai Green Canyon yang membuang limbah secara langung ke sungai yang menyebabkan kondisi air sedikit tercemar. Fasilitas sarana dan prasarana yang mendukung Green Canyon ialah dermaga perahu, pusat informasi, tempat parkir, ruang tunggu, toilet, musala, warung, tempat oleh-oleh, restoran seafood, dan hotel (Green Canyon 2021). Unit usaha yang menyediakan makanan, oleh-oleh atau souvenir yang dikelola masyarakat juga sudah banyak di kawasan wisata ini. Meski belum terbentuk pusat-pusat UMKM di objek wisata Green Canyon. Akses jalan menuju lokasi Green Canyon dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan roda dua maupun roda empat baik berupa mini bus maupun bus. Kondisi jalan yang dilalui cukup bagus karena masih terdapat beberapa titik jalan yang berlubang.

63

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

Gambar 29. Sungai Menuju Green Canyon

Sumber: Dokumentasi Hasil Tim Peneliti di Lapangan, 2021

Objek wisata ini berjarak ± 31 km dari Pangandaran. Pengunjung dapat membayar untuk menikmati keindahan sungai hingga tebing dan terdapat paket wisata yang memungkinkan untuk pengunjung menyusuri sungai dan menuju tebing. Aktivitas itu tidak bisa dilakukan menggunakan kano. Objek wisata ini memiliki kekhasan lain berupa Body Rafting dan juga berperahu. Aliran sungai di Green Canyon memiliki debit air yansg cenderung stabil ketika musim kemarau tidak mengalami penurunan yang sangat drastis sehingga masih dapat digunakan untuk kegiatan pariwisata. Lokasi Green Canyon cukup mudah untuk ditemukan karena dekat dengan jalan desa. Untuk menuju objek wisata ini, pengunjung disarankan membawa kendaraan pribadi karena belum tersedia kendaraan umum. Akses jalan menuju lokasi Green Canyon dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan roda dua maupun roda empat baik berupa

64

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

motor, mobil, dan mini bus maupun bus. Jika menggunakan kendaraan pibadi, jarak tempuhnya dari pusat kota sekitar 2 jam. Kondisi jalan yang dilalui cukup bagus karena masih terdapat beberapa titik jalan yang berlubang. Sesampai di lokasi, pengunjung akan menemukan kondisi jalan yang curam dan tidak terlalu lebar. Pengunjung harus melanjutkan jalan kaki untuk mencapai destinasi pariwisata Green Canyon.

Gambar 30. The Gate to Green Canyon

Sumber: Dokumentasi Hasil Tim Peneliti di Lapangan, 2021

65

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

Sarana dan fasilitas wisata saat ini tersedia akomodasi berupa pondok wisata. Pondok wisata tersebut diantaranya Homestay Kang Sarip, Homestay Pak Idhar, Homestay Kang Yuli, dan Homestay Ibu Kasmah yang harganya dalam rentang 500.000-600.000. Kemudian untuk fasilitas makan minum tersedia rumah makan dan warung-warung yang menyediakan menu berbagai olahan khas Pangandaran. Selain itu terdapat toilet umum serta penyewaan peralatan untuk menunjang aktivitas wisatawan, seperti papan surfing, body board, ban, serta penyedia jasa body rafting. Fasilitasfasilitas ini sangat berguna bagi wisatawan dan dapat dimanfaatkan dengan baik. Penyediaan prasarana yang cukup lengkap di objek wisata ini seperti terdapat musholla, tempat parkir, pos pengamanan, dan loket tiket masuk. Fasilitas-fasilitas ini dapat mendukung atraksi yang dimiliki destinasi pariwisata dan memudahkan para wisatawan. Meskipun begitu, masih terdapat beberapa kekurangan dalam penyediaan prasarana yaitu belum ada mesin ATM, puskesmas pembantu di dekat objek wisata yang dapat membatu wisatawan apabila membutuhkan uang dan terjadi hal yang tidak diinginkan. Sehingga kedepannya diharapkan fasilitas-fasilitas tersebut dapat dibangun sehingga para wisatawan merasa senang dan nyaman dalam menikmati objek wisata. Adanya retribusi membuat pemerintah turut aktif membangun serta mengembangkan objek wisata Green Canyon ini dengan membangun parkiran, memperbaiki tempat kapal bersandar, memberikan regulasi agar menjamin keamanan pengunjung. Retribusi daerah yang didapatkan dari pembayaran parkir pada objek pariwisata Green Canyon ini berfungsi untuk menambah pendapatan daerah yang nantinya dipergunakan bagi kesejahteraan masyarakat Kabupaten Pangandaran. Perbaikan tempat kapal bersandar agar menambah kenyamanan dan keamanan baik pengunjung maupun pengemudi kapal. Selain itu, pemerintah juga membuat beberapa peraturan yang diterapkan di Green Canyon termasuk mengenai sistem birokrasi pengelolaan objek wisata, penggunaan fasilitas pariwisata, retribusi, dan sebagainya. Dengan adanya objek wisata ini, masyarakat sekitar banyak memperoleh manfaat terutama dari segi perekonomian. Masyarakat sekitar 66

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

menjadi pemilik kano, menjual oleh-oleh khas, penjual makanan dan minuman, menjadi pengemudi dan tour guide untuk pengunjung. Selain itu, juga terdapat masyarakat yang menyewakan baju pelampung di sekitar Green Canyon dan mengelola parkir. Keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan objek wisata ini sangat penting agar masyarakat mendapatkan dampak positifnya dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal. Peluang pada pembangunan di Green Canyon ini yakni Memiliki dukungan dari desa dan juga masyarakat sekitar yang mendukung secara penuh dan ingin mengembangkan kegiatan pariwisata kemudian menjadi salah satu titik daya tarik wisata yang ada di Kabupaten Pangandaran yang tingkat kunjungan wisatawan mancanegaranya cukup tinggi. Hambatan yang ditemukan yaitu belum adanya alat transportasi umum yang dapat digunakan untuk mencapai pantai ini, sehingga menyulitkan wisatawan yang tidak menggunakan kendaraan pribadi untuk mencapai lokasi ini.

Pantai Batu Hiu Pantai Batu Hiu yang merupakan wisata alam berupa pantai tanpa wisata berenang atau mandi air laut. Pantai batu hiu berdasarkan pendapat pengunjung yang ada di sekitar lokasi pantai dipilih untuk mencari ketenangan serta menikmati indahnya gulungan ombak karena lokasi pantai yang bisa dilihat dari atas bukit yang dapat disusuri dengan jalan setapak. Pantai ini tidak dapat memberikan hiburan untuk mandi di pantai karena banyak karang di pinggir sungai dan deburan ombak yang cukup kencang serta ada palung yang dekat dengan bibir pantai sehingga dilarang mandi di pantai batu hiu. Sebuah daya tarik wisata berbasiskan pantai yang merupakan salah satu pelopor pariwisata dan juga dapat disebut juga salah satu daya tarik wisata andalan di Kabupaten Pangandaran, berada di daerah Desa Ciliang Pantai Batu Hiu memiliki titik koordinat S7 41.485 E108 32.359. Kondisi jalan menuju Pantai Batu Hiu sudah baik sehingga dapat dilewati bus, mobil, dan motor. Jalan setapak yang disusuri untuk menuju atas bukit untuk melihat ombak dari pantai batu hiu ini dalam kondisi baik meskipun banyak sampah karena banyak penjual makanan ringan

67

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

yang berjajar di sepanjang jalan tersebut. Menurut penjelasan salah sat penjaga kios di sekitar Pantai Batu Hiu sederet toko oleh-oleh yang ada merupakan toko yang dimiliki oleh satu keluarga yang dilanjutkan oleh generasi kedua dan telah dibagi-bagi untuk beberapa saudaranya, Penjual asongan di sekitar yang banyak tersebar di jalan menuju bukit di Pantai Batu Hiu masih banyak berjejer dan menimbulkan kesan tidak rapi sehingga menimbulkan banyak sampah di sekitar wilayah pantai. Hal ini terjadi mungkin karena retribusi yang kurang terjaga oleh pemerintah daerah, menurut pendapat penjaga kios tersebut penjaga karcis / loket hanya berjaga di pagi dan siang hari di akhir pekan, di hari lainnya tidak ada penjagaan.

Gambar 31. Pemandangan Tebing Pantai Batu Hiu Sumber: Dokumentasi Hasil Tim Peneliti di Lapangan, 2021

Wisatawan yang berkunjung ke Kawasan Pantai Batu Hiu selain dapat menikmati panorama alam juga dapat berkunjung ke penangkaran

68

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

penyu dimana ada beberapa jenis penyu yang ditangkarkan di penangkaran ini dan juga melihat secara langsung salah satu fauna langka yang ada di Indonesia dan juga sudah masuk dalam kategori terancam punah. Pengunjung atau wisatawan yang berkunjung berekreasi ke pantai Batu Hiu disuguhkan oleh panorama pantai dan juga laut yang indah. Dikarenakan ombak yang di miliki oleh Pantai Batu Hiu cukup besar, wisatawan tidak di perkenankan untuk berenang. Akan tetapi wisatawan dapat melakukan aktivitas bermain air di sepanjang bibir pantai.

Gambar 32. Keindahan Pantai Batu Hiu

Sumber: Dokumentasi Hasil Tim Peneliti di Lapangan, 2021

Sarana dan fasilitas wisata yang terdapat di kawasan Pantai Batu Hiu yaitu berupa akomodasi dengan jenis pondok wisata dan hotel melati, kemudian penyedia makan dan minum dengan jenis café dan warung di pinggir pantai serta pedagang kaki lima. Fasilitas penunjang wisata aktual lainnya yang terdapat di kawasan ini yaitu berupa toilet umum dan area

69

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

parkir untuk kendaraan roda dua dan kendaraan roda empat baik jenis mini bus maupun bus besar. Akses jalan utama yang dilalui untuk mencapai kawasan Pantai Batu Hiu berkondisi cukup baik. Namun untuk di dalam kawasan Pantai Batu Hiu masih perlu dilakukan perbaikan karena terdapat beberapa titik yang berlubang. Alat transportasi yang dapat digunakan yaitu kendaraan roda dua dan kendaraan roda empat. Untuk kendaraan umum hanya tersedia bus antar kota dn provinsi dengan trayek menuju Pangandaran dan hanya dapat digunakan untuk mencapai jalan utama, sedangkan untuk menuju titik utama pantai ini harus menggunakan jasa ojeg atau berjalan kaki.

Gambar 33. Keindahan minus Perawatan Sumber: Dokumentasi Hasil Tim Peneliti di Lapangan, 2021

Fasilitas di Pantai Batu Hiu meskipun belum lengkap namun dapat dikatakan sudah cukup memberikan kenyamanan. Beberapa fasilitas di pantai ini adalah tempat parkir, warung penjual makanan dan minuman,

70

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

toilet, serta gazebo. Gazebo di pantai ini tidak terawat terdapat beberapa gazebo tidak memiliki atap dan banyak berserakan, pagar pembatas diatas bukit juga dapat dilewati pengunjung sehingga langsung berhadapan dengan pinggir jurang dan sempat memakan dua korban karena tidak ada pembatasnya. Pada bulan Mei tahun 2021 lalu, terdapat incident pada salah satu pengunjung di Pantai Batu Hiu. Penyangga atap gazebo yang lapuk tidak mampu menahan angin yang bertiup kencang. Akibatnya, salah satu pengunjung tertimpa atap dan mengalami luka yang cukup serius. Hal ini perlu tindak lanjut dari pemerintah agar tidak ada korban lagi ke depannya. Pantai Batu Hiu belum ada fasilitas ATM dan puskesmas pembantu, sehingga ke depannya diharapkan pemerintah maupun swasta dapat membangun fasilitas ini sehingga memudahkan pengunjung dalam mengambil uang maupun melakukan transaksi dan mendapatkan fasilitas kesehatan. Membangun sarana dan prasarana berupa jalan menuju bukit, tempat sampah, monumen patung batu hiu, batu hiu raksasa yang merupakan jalan masuk objek wisata. Pembangunan jalan bertujuan untuk aksesibilitas para wisatawan yang mengunjungi Pantai Batu Hiu. Pemerintah Kabupaten Pangandaran juga membangun jalan lintas pantai yang menghubungkan Pelabuhan Cikidang- Pantai Timur-Pantai Barat Pangandaran-Pantai Batu Hiu-Pantai Batu Karas-Pantai Madasari. Pelaksanaan pembangunan ini mendapatkan dukungan dari masyarakat. Di sepanjang jalan lintas pantai akan dibangun jembatan yang didesain menarik sehingga menjadi daya tarik wisata. Selain itu, pemerintah juga menambah prasarana berupa tempat sampah agar memudahkan pengunjung untuk membuang sampah dan Pantai Batu Hiu menjadi terjaga kebersihannya. Peran sektor pariwisata semakin penting tidak hanya bagi pemerintah saja namun juga masyarakat di sekitar Pantai Batu Hiu. Hal ini sesuai dengan salah satu isu strategis pariwisata yaitu peningkatan kontribusi pariwisata dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Masyarakat sekitar Pantai Batu Hiu sebagian besar menjadi penjual makanan ringan di objek wisata dan menjadi penjual oleh-oleh khas batu hiu. Usaha yang dilakukan ini sangat berdampak pada perluasan lapangan

71

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

pekerjaan, bertambahnya kesempatan berusaha, pendapatan masyarakat yang semakin meningkat, terpeliharanya budaya, dan wisatawan semakin mengenal kebudayaan setempat. Peluang yang ada untuk Pantai Batu Hiu yaitu memiliki daya tarik berupa panorama pantai yang dapat dinikmati dari atas bukit. Sedangkan hambatan yang terdapat pada daya tarik ini yaitu minimnya sarana, prasarana, dan fasilitas wisata di kawasan ini, seperti kurang memadainya kondisi toilet di kawasan ini. Dari sisi prasarana akses dalam kawasan seperti jalan setapak perlu dilakukan perbaikan karena adanya kerusakan, dan untuk penerangan di area ini masih sangat minim, sehingga pada malam hari daya tarik ini sulit dikunjungi.

Pantai Karapyak Selanjutnya adalah Pantai Karapyak yang merupakan sebuah daya tarik wisata berupa pantai dengan hamparan batu karang sepanjang garis pantai. Dimana wisatawan yang berkunjung dapat melihat ikan-ikan kecil yang terjebak di terumbu karang disaat surut. Pantai ini memiliki karakteristik pantai berkarang dan memiliki ombak relatif besar. Berada di Desa Bagolo Kecamatan Kalipucang dengan titik koordinat S7 41.685 E108 45.426. Aktivitas wisata utama yang ada di Kawasan Pantai Karapyak antara lain menikmati panorama, Pantai Karapyak kawasan ini juga memiliki kelebihan dari letaknya yang berada di wilayah barat, sehingga dapat dijadikan lokasi untuk menikmati panorama terbenamnya matahari. Pada saat tidak ada awan mendung di Kawasan Pantai Karapyak ini wisatawan dapat menikmati panorama alam berupa sunset dengan background pantai yang indah. Wisatawan lokal memilih pantai karapyak karena sepi dan terjangkau harga tiket masuknya, tempat wisata yang luas menjadikan objek wisata ini diminati pengunjung yang memilih untuk tidak berdekatdekatan atau berkerumun selain itu hal yang diinginkan pengunjung yang mengunjungi pantai ini adalah untuk menikmati panorama terbenamnya matahari. Pada saat tidak ada awan mendung di Kawasan Pantai Karapyak

72

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

ini wisatawan dapat menikmati panorama alam berupa sunset dengan background pantai yang indah.

Gambar 34. Pantai Karapyak Sumber: Dokumentasi Hasil Tim Peneliti di Lapangan, 2021

Dari beberapa objek wisata yang dikelola langsung oleh pemerintah daerah, masih ada satu destinasi wisata yang kurang diminati oleh pengunjung. Objek wisata yang kurang diminati itu adalah Pantai Karapyak. Penataan terus dilakukan untuk memprioritaskan Pantai Karapyak dalam pengembangan wisata. Pantai Karapyak memiliki potensi wisata alam yang cukup banyak, seperti pesona keindahan pantai, biota dan vegetasi pantai, pasir putih, dan camping ground. Berdasarkan data jumlah kunjungan wisatawan di Dinas Pariwisata tahun 2020, Pantai Karapyak hanya memiliki 15 wisatawan mancanegara di tahun 2019 dan tidak ada wisatawan mancanegara yang berkunjung di tahun 2020. Sarana dan Fasilitas Wisata Aktual yang terdapat di Kawasan Pantai Karapyak yaitu berupa akomodasi dengan jenis hotel melati dan pondok wisata, kemudian fasilitas penyedia makan dan minum hanya berupa warung-warung, belum tersedia rumah makan/restoran, ataupun café. Untuk mencapai Pantai Karapyak dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan roda dua maupun kendaraan roda empat, dengan kondisi jalan yang baik. Alat transportasi umum tidak tersedia di kawasan ini. Kawasan Pantai Karapyak memiliki peluang berupa panorama alam pantai dengan daya tarik sunset sebagai background pantai.

73

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

Gambar 35. Pantai Karapyak: Tempat Menenangkan Diri Sumber: Dokumentasi Hasil Tim Peneliti di Lapangan, 2021

Kajian Hakim (2019) melaporkan keadaan lain yang menjadi faktor penyebab kurang diminatinya wisata Pantai Karapyak ialah belum tersedianya tersedianya transportasi umum menuju ke tempat ini. Akses ke Pantai Karapyak pun belum baik karena masih banyak jalan rusak. Kondisi jalan rusak membuat wisatawan yang menggunakan kendaraan pribadi tidak nyaman selama perjalanan. Namun demikian, observasi tim peneliti ketika mencermati kondisi Pantai Karapyak pada bulan September sampai Oktober 2021 menunjukkan bahwa akses menuju pantai ini sudah baik. Kondisi jalan sudah baik sehingga dapat dilewati bus, mobil, dan motor untuk mencapai Pantai Karapyak dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan roda dua maupun kendaraan roda empat, dengan kondisi jalan yang baik. Alat transportasi umum tidak tersedia di kawasan ini. Saat ini juga sedang ada pembangunan trotoar sehingga dapat memudahkan akses pengguna kendaraan bermotor. Namun demikian, untuk mengembangkan

74

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

wisata Pantai Karapyak bisa dimulai dengan menyediakan transportasi umum dengan menggandeng masyarakat sekitar untuk membantu memfasilitasi wisatawan yang datang.

Gambar 36. Hidden Beach at Karapyak: View from Hill Sumber: Dokumentasi Hasil Tim Peneliti di Lapangan, 2021

Untuk fasilitas rumah makan atau restoran, di Pantai Karapyak terdapat kurang lebih 12 tempat makan. Fasilitas rumah makan dan restoran di Pantai Karapyak meliputi Karapyak Valley Resto, Saung Sawah Karapyak, Balebat Seafood, Rumah Makan Cita Rasa, Atlantic Resto Pangandaran, Karapyak Glamping Coffe Park and Resto, Rumah Makan Chez Mama Cilacap, Restorant Relax, Rumah Makan Karya Rasa, Rumah Makan Karya Bahari, Baralak Restorant, dan sebagainya. Penyediaan amenities di kawasan Pantai Karapyak yaitu berupa akomodasi dengan jenis hotel melati dan pondok wisata. Fasilitas penginap-

75

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

an di Pantai Karapyak cukup lengkap mulai dari penginapan biasa sampai hotel yang representatif ada di pantai ini. Selain itu, untuk fasilitas tempat makan seperti kafe ataupun warung tradisional dapat dengan mudah ditemukan berjejer di sepanjang pantai. Pantai Karapyak juga terdapat fasilitas kafe dan rumah makan yang menyediakan ragam olahan makanan khas. Fasilitas yang ada di Pantai Karapyak diantaranya tempat parkir yang dapat digunakan oleh para wisatawan, penginapan, camping area, spot foto, Karapyak Valley bar N’resto, toilet, musholla, dan kamar mandi. Meskipun begitu, berdasarkan penilaian Pantai Karapyak masih mempunyai kekurangan pada daya tarik wisata khususnya fasilitas. Dilansir dari Detik.com (2021) fasilitas toilet dan taman di Pantai Karapyak saat ini menjadi tidak terawat. Padahal fasilitas-fasilitas tersebut baru selesai dibangun pada tahun 2020. Fasilitas toilet tidak dapat digunakan oleh para wisatawan karena tidak ada air. Maka dari itu, diperlukan tindak lanjut oleh pemerintah terhadap pengelolaan pariwisata Pantai Karapyak. Lokasi objek wisata ini jauh dari pusat Kabupaten Pangandaran menjadikan objek wisata ini terkait pembangunan sarana dan prasarana belum cukup lengkap. Tetapi karena memang wisata ini dikelola pemerintah menurut pendapat Bappeda akan dilakukan pembangunan secara bertahap untuk memenuhi sarana prasarana di Pantai Karapyak. Sarana dan prasarana yang dapat ditambahkan dan menjadi sasaran pembangunan bertahap adalah restoran atau kafe. Berdasarkan beberapa literasi yang sudah dikumpulkan, di Pantai Karapyak fasilitas penyedia makanan dan minuman hanya berupa warung makan saja dan belum tersedia rumah makan/ restoran serta kafe. Dengan adanya kafe ataupun restoran yang modern, diharapkan dapat menarik minat pengunjung. Pengunjung dapat menikmati makanan dan minuman ditemani dengan pemandangan pantai yang indah. Konsep restoran dan kafe dapat dibangun dengan konsep modern sehingga bisa dijadikan tempat foto instagramable oleh anak-anak muda. Selain itu, di Pantai Karapyak juga masih belum tersedia transportasi umum. Hal ini dapat ditindaklanjuti oleh pemerintah dengan kerja sama bersama sektor swasta.

76

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

Pihak swasta berperan dalam pengembangan pariwisata yaitu menanamkan modal untuk membuat restoran dan cottage. Pembuatan restoran dan cottage bertujuan untuk memenuhi kebutuhan wisatawan dan menambah daya tarik pariwisata di Pantai Karapyak. Pembuatan restoran di Pantai Karapyak dapat menambah peluang pekerjaan masyarakat sekitar dan mengurangi angka pengangguran. Selain itu, dengan adanya cottage diharapkan dapat meningkatkan minat pengunjung untuk mengunjungi Pantai Karapyak. Masyarakat sebagian besar menjadi penjual makanan ringan di objek wisata, menjadi penjual oleh-oleh khas pantai Karapyak, pemilik hotel dan warung. Hal ini tentunya berdampak positif pada peningkatan pendapatan masyarakat dan membuka peluang kerja baru sehingga mengurangi angka pengangguran yang ada di Kabupaten Pangandaran. Selain itu, masyarakat juga membantu pengelolaan Pantai Karapyak seperti menjaga kebersihan pantai, menjaga keamanan, dan melestarikan budaya. Pada masa pandemi Covid-19, banyak objek wisata terpaksa tutup disebabkan oleh berbagai faktor, di antaranya sebagai upaya untuk meminimalisir penyebaran Covid-19. Objek wisata yang sempat ditutup yaitu Pantai Batu Hiu, Pantai Batu Karas, dan Pantai Madasari. Masih ada beberapa objek wisata yang buka meski mengalami penurunan jumlah wisatawan. Dilansir dari detik.com yang ditulis oleh Amiruddin (2020), jumlah wisatawan pada tahun 2019 di Pantai Pangandaran sebesar 14.077 orang dan menurun di tahun 2020 menjadi 4.268 orang. Bahkan beberapa tempat wisata di Pangandaran, tidak ada wisatawan mancanegara sama sekali. Pengembangan kepariwisataan di Kabupaten Pangandaran sebagai destinasi wisata unggulan melibatkan banyak pihak dalam proses pengembangannya. Keterlibatan banyak pihak mensyaratkan koordinasi yang komprehensif antar-stakeholders. Upaya pengembangan dilakukan berdasar pada potensi wisata yang ada di Kabupaten Pangandaran. Potensi wisata itu berkisar di antara wisata alam, wisata budaya, dan wisata minat khusus. Dalam hal pengembangan potensi pariwisata yang dimiliki

77

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

oleh kabupaten Pangandaran diperlukan beberapa elemen pendukung. Elemen pendukung pariwisata berupa destinasi, pemasaran, industri, dan kelembagaan pariwisata. Pembangunan pariwisata perlu dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, melestarikan lingkungan, meningkatkan pendapatan daerah, dan mempertahankan budaya, yang melibatkan seluruh stakeholders. Yang menjadi kelemahan sebagian besar objek wisata ialah sinergitas stakeholders. Maka dari itu, sinergitas ini perlu ditingkatkan lagi. Saat ini ketersediaan infrastruktur di kabupaten Pangandaran yang menunjang kepariwisataan masih terbatas. Belum semua jalan menuju ke objek wisata dalam keadaan baik. Ada yang masih berupa tanah liat, jalan berlubang, serta campuran antara separuh jalan aspal dan sisanya masih berupa tanah liat. Akses ke objek wisata di kabupaten Pangandaran terfokus hanya pada jalan aspal. Pengembangan pariwisata ke depan membutuhkan aksesibilitas lain seperti bandara, jalur rel kereta api, jalan tol, dan pelabuhan. Peningkatan aksesibilitas antar-objek wisata menjadi penting sebab, memudahkan wisatawan menuju lokasi wisata. Selain itu prasarana penerangan jalan, listrik, air bersih, sampai saluran drainase masih belum tersebar merata di seluruh wilayah.

78

4 PENGEMBANGAN PARIWISATA: DARI POTENSI KE DESTINASI

S

ebelum menjadi Daerah Otonom Baru, Kawasan Pangandaran telah ditetapkan sebagai salah satu dari 88 Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN). Hal itu termaktub dalam Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2011 tentang RIPPARNAS 2010-2025. Penetapan KSPN merupakan momentum untuk mendapat dukungan pembangunan kepariwisataan dari pemerintah pusat. Dukungan itu diharapkan mengakselerasi pembangunan dan berkontribusi dalam pembangunan pariwisata nasional. Akselerasi pembangunan kepariwisataan diproyeksikan dalam tema pembangunan wisata dalam kebijakan RIPPARNAS. Kebijakan itu memberi titik berat pengembangan pariwisata kawasan Pangandaran melalui aktivitas wisata bahari dan wisata minat khusus. Implementasi dari ketetapan pemerintah pusat tersebut tentang KSPN ditindaklanjuti dengan menetapkan Perda tentang RIPPARDA. Penetapan Perda ini diambil setelah pengelolaan Kawasan Pangandaran beralih dari Daerah Induk Kabupaten Ciamis kepada Daerah Otonom Baru (DOB) Kabupaten Pangandaran. Kabupaten Pangandaran menyambut

79

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

kebijakan RIPPARNAS dengan Peraturan Daerah Nomor 7 tahun 2018 tentang Rencana Induk Pembangunan Pariwisata Daerah (RIPPARDA). Bagi Kabupaten Pangandaran, dengan menindaklanjuti KSPN maka sektor pariwisata di kawasan Pangandaran merupakan salah satu tujuan utama destinasi wisata di Indonesia. RIPPARDA diperlukan sebagai kebijakan strategis sekaligus payung hukum dalam pelaksanaan pembangunan pariwisata di kabupaten Pangandaran. Landasan formal itu diharapkan mampu memberi peta jalan aktivitas pembangunan kepariwisataan yang melibatkan partisipasi aktif masyarakat. Partisipasi aktif masyarakat bertujuan untuk menciptakan kebermanfaatan yang bermuara pada kesejahteraan umum. Dalam RIPPARDA tersebut, wilayah kabupaten Pangandaran dibagi dalam empat wilayah, yaitu: 1) Kawasan Strategis Pariwisata Daerah (KSPD) Pangandaran dan sekitarnya; 2) KSPD Cimerak dan Sekitarnya; 3) Kawasan Pengembangan Pariwisata Daerah (KPPD) Langkaplancar Cigugur; dan 4) KPPD Kalipucang Mangunjaya.

Gambar 37. Peta Lokasi 88 Kawasan Strategis Pariwisata Nasional

Sumber:https://www.kemenparekraf.go.id/asset_admin/assets/uploads/media/old_file/ lampiran3.pdf

Kawasan Strategis Pariwisata Daerah (KSPD) adalah kawasan yang mempunyai fungsi utama pariwisata dan mempunyai potensi dalam pengembangan pariwisata yang berpengaruh signifikan terhadap satu atau lebih aspek. Aspek-aspek itu ialah pertumbuhan sosial, budaya,

80

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

ekonomi, daya dukung lingkungan hidup, pertahanan, keamanan, dan pemberdayaan sumber daya alam. KSPD Pangandaran dan sekitarnya terdiri dari kecamatan Pangandaran, Cijulang, Sidamulih, Parigi. Rincian objek wisata di kecamatan tersebut adalah sebagai berikut. Kecamatan Pangandaran meliputi kawasan wisata Pantai Pangandaran, kawasan wisata Curug Bojong, dan sekitarnya. Kecamatan Sidamulih meliputi kawasan wisata Karang Tirta-Cikalong, dan sekitarnya. Kecamatan Parigi meliputi kawasan wisata Pantai Batu Hiu-Citumang-Santirah, dan sekitarnya. Kecamatan Cijulang meliputi Margacinta, Green Canyon-Green CoralPondok Patra, Pantai Batukaras, dan sekitarnya. Kawasan wisata yang dipaparkan di atas menjadi favorit para wisatawan yang berkunjung di Pangandaran. Kawasan wisata tersebut mempunyai kondisi yang baik dari segi fasilitas, aksesibilitas, akomodasi, dan amenitas. Sementara itu, KSPD Cimerak terdiri dari Pantai Madasari, Pantai Ciparanti-Keusik Luhur, dan sekitarnya. Objek wisata di kawasan ini cukup baik namun Pantai Madasari tidak tersedia fasilitas penginapan. Untuk pengembangan di masa mendatang perlu disediakan fasilitas penginapan agar memudahkan wisatawan. KPPD merupakan suatu wilayah yang di dalamnya terdapat beberapa objek wisata dan butuh untuk dikembangkan. Pembangunan KPPD di kabupaten Pangandaran mempunyai kriteria di antaranya: 1) tersedia sumber daya dan daya tarik wisata; 2) terdapat fasilitas baik fasilitas wisata maupun umum; 3) aksesibilitas; 4) readiness dan keterlibatan masyarakat; 5) potensi pasar; dan 6) posisi strategis pariwisata di dalam pembangunan daerah. KPPD di Pangandaran terbagi menjadi dua yaitu KPPD Kalipucang-Mangunjaya dan KPPD Langkapalancar. KPPD Kalipucang-Mangunjaya meliputi, 1) Kecamatan Kalipucang yang terdiri dari kawasan wisata Karangnini-Majingklak dan sekitarnya; 2) Kecamatan Mangunjaya; dan 3) Kecamatan Padaherang, yang terdiri dari kawasan Sungai Jogjogan-Keduhwuluh dan sekitarnya. Kondisi existing Pantai Karangnini cukup terawat dan mempunyai sanitasi yang cukup baik. Namun untuk aksesibilitas masih perlu diperbaiki karena untuk menuju ke pantai masih terdapat jalanan yang rusak. Sedangkan, di

81

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

kawasan Sungai Jogjogan sudah baik dari segi perairan maupun fasilitas. KPPD Langkaplancar-Cigugur dan sekitarnya meliputi, 1) Kecamatan Langkaplancar yang terdiri dari kawasan wisata Gunung SingkupGunung Parang, dan kawasan wisata Pasir Bentang-Cipatahunan; serta 2) Kecamatan Cigugur yang terdiri kawasan wisata Sungai Ciwayang dan sekitarnya. Kondisi existing objek wisata yang ada di kawasan ini cukup baik. Kedua lokasi itu memiliki panorama yang sangat indah dan mempunyai aksesibilitas cukup baik. Secara umum perbedaan KSPD dengan KPPD berkisar di karakteristik wilayah. KSPD adalah suatu wilayah yang memiliki potensi pariwisata untuk dikembangkan dan mempunyai pengaruh penting baik dari segi pertumbuhan ekonomi, sosial, maupun budaya. Sedangkan KPPD merupakan wilayah geografis dalam destinasi pariwisata yang mempunyai tema tertentu dan memiliki komponen daya tarik wisata, fasilitas umum, aksesibilitas, keterkaitan dengan masyarakat yang melengkapi terwujudnya kepariwisataan. KPPD memiliki karakter tertentu dan melekat kuat sebagai komponen pencitraan suatu destinasi wisata sehingga dapat dikatakan bahwa destinasi wisata yang berada pada kawasan ini termasuk unik. Sedangkan, untuk wilayah KSPD mempunyai lokasi wisata yang strategis dan membutuhkan pembangunan serta pengembangan menjadi daerah wisata. Daya tarik wisata yang ada di Kabupaten Pangandaran dapat dibagi kedalam tiga kategori. Pertama adalah obyek dan daya tarik wisata budaya yang memperlihatkan kekhasan lokal dari kehidupan keseharian masyarakat Kabupaten Pangandaran, yang diantaranya adalah Batu Kalde yang bertempat di Cagar Alam Pangandaran, Gua Panggung berada di obyek wisata Cagar Alam Pangandaran dan Sembah Agung di Desa Batukaras Kecamatan Cijulang. Kedua adalah obyek dan daya tarik wisata alam yang merupakan obyek wisata berbasis pantai dan cagar alam yang diantaranya adalah Karang Nini, Lembah Putri, Karapyak, Palatar Agung, Pangandaran, Karang Tirta, Batu Hiu, Batu Karas, Madasari dan Keusik Luhur. Ketiga adalah obyek dan daya tarik wisata minat khusus yang merupakan objek wisata yang dibuat secara khusus untuk

82

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

menunjang minat-minat tertentu yang diantaranya adalah objek wisata sungai Citumang, Karang Nini, Gua Donan, Wisata Cukang Taneuh/ Green Canyon dan Curug Jambe serta Cagar Alam Pananjung. Pengembangan pariwisata, terutama pengembangan destinasi pariwisata merupakan suatu bagian dari sebuah rencana dalam upaya memajukan, memperbaiki serta meningkatkan kondisi nyata daerah setempat sehingga dapat memberikan nilai tambah maupun dapat bermanfaat bagi masyarakat lokal yang ada di sekitar kawasan wisata, wisatawan dan daerah. Menurut Cooper (2016), adanya 4 komponen (biasanya dikenal dengan 4A’s) untuk menilai destinasi wisata, yakni attraction, amenities, access, dan ancillary services. Attraction adalah tindakan menarik pengunjung untuk menikmati destinasi wisata tertentu. Tindakan ini dapat bersifat daya tarik alam, atau buatan manusia (termasuk events) sehingga wisatawan mau mendatanginya. Amenities mencakup akomodasi, restoran atau makanan dan minuman, hiburan dan lain sebagainya sebagai pelengkap destinasi wisata. Access merupakan fasilitas transportasi yang memudahkan wisatawan datang berkunjung ke destinasi wisata. Jalan, kendaraan umum, terminal perhubungan darat dan udara, pelabuhan maupun stasiun kereta api merupakan bagian dari komponen ini. Ancillary services merupakan organisasi masyarakat setempat yang mendukung pengelolaan destinasi wisata. Organisasi ini dapat saja berdiri sendiri maupun terkoneksi dengan institusi yang lebih luas, seperti pemerintah atau organisasi internasional. Organisasi ini juga dapat mendukung pengelolaan destinasi wisata dari segi perencanaan, pengoperasian, koordinasi beragam aktivitas, dan lain sebagainya.

Attraction Sektor pariwisata merupakan salah satu sektor pembangunan yang perlu mendapat perhatian dari kita semua khususnya dari pemerintah, selain sektor-sektor lainnya. Sektor pariwisata menjadi penting karena selain dapat meningkatkan pendapatan asli daerah, juga dapat membuka lapangan kerja bagi masyarakat baik masyarakat setempat maupun

83

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

masyarakat yang terlibat dalam kegiatan wisatawan sehingga tingkat pendapatan masyarakat tersebut dapat meningkat dan dapat memicu pertumbuhan ekonomi daerah. Dalam era otonomi daerah yang saat ini sudah digulirkan dan sudah berjalan di seluruh wilayah Indonesia diharapkan sektor pariwisata ini dapat berkembang sesuai dengan harapan. Dengan otonomi daerah, pemerintah daerah diberi kewenangan untuk melaksanakan pembangunan di daerahnya masing-masing dari mulai perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang untuk berbagai kepentingan termasuk untuk pengembangan pariwisata. Attraction merupakan komponen yang signifikan dalam pengembangan pariwisata karena memuat tentang keunikan yang terdapat di setiap sudut daerah. Dalam penetapan daerah wisata harus didukung dengan pengembangan atraksi wisata di dalamnya. Pengembangan atraksi wisata tersebut akan menjadi sumber kepariwisataan daerah jika memiliki keunikan yang berbeda dari daerah wisata lainnya. Berikut hasil wawancara dengan Dinas Pariwisata Kabupaten Pangandaran sebagai berikut: “......Di Kabupaten Pangandaran secara general terdiri dari wisata alam, wisata budaya dan wisata minat khusus, di setiap Kecamatan ketiga obyek adanya ketiga obyek tersebut. Namun yang lebih menonjol wisata alam, wisata alam hari gitu ya kaya Curug kayak gitu banyak saat ini yang paling terkenal itu adalah pantainya gitu padahal ada daerah-daerah yang memang memiliki potensi yang sangat bagus mungkin kekurangan kami adalah untuk wisata buatannya yang masih terbatas....” Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa di Kabupaten Pangandaran secara umum terdiri dari wisata alam, wisata budaya dan wisata minat khusus. Hal ini juga selaras dengan pendapat dari ketua Pokdarwis Kabupaten Pangandaran sebagai berikut: “....Di Kabupaten Pangandaran obyek wisata terdiri dari wisata alam, budaya dan minat khusus, namun yang menjadi andalan wisata utamanya adalah wisata alam terutama pantai ada di

84

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

wilayah desa Pangandaran terdapat pula tanjung/ semenanjung yaitu tanjung pananjung (cagar alam). Ada dua pantai pantai barat dan pantai timur, yang pertama adalah pantai yang ada di 10 DOP hampir 92 km adalah pesisir yang dikembangkan. beberapa pantai ini yaitu pantai batu karas, ujung salawe, cimerak. pegunungan, sungai dan anak sungai termasuk green canyon. Wisata minat khusus yaitu body rafting di wisata sungai green canyon tadi yang telah difasilitasi keselamatannya dengan body protector (jaket, pelampung) sehingga wilayah lain juga tertarik untuk mengembangkan sungai-sungai lain dengan wisata body rafting dan water cubbing di Situmang, Ciwayang, Santirah, Bualana, Batu lumpang, dan ada beberapa pengembangan lain yaitu wisata Kano/Kapal yang peminatnya cukup ramai sebelum PPKM. Ada Atraksi budaya seperti kesenian sunda yaitu Kuda Lumping, Ronggeng Gunung, Badut yang menjadi daya tarik tersendiri untuk wisatawan mancanegara, untuk wisatawan lokal minatnya sedikit untuk wisata budaya ini. Terdapat pagelaran yang dilakukan di panggung terbuka di pinggir pantai yang rutin dilakukan sebelum PPKM tapi setelah adanya PPKM ini tidak dilakukan pagelaran....” Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa di Kabupaten Pangandaran terdapat tiga jenis obyek wisata, yakni budaya, alam dan minat khusus. Namun yang lebih menonjol adalah obyek wisata alam yang tersebar di beberapa wilayah dan yang sudah di kenal oleh masyarakat luas baik lokal maupun mancanegara. Sebaran daya tarik wisata pada masing-masing Kawasan Pariwisata di Kabupaten Pangandaran sesuai dengan Perda RIPPARDA adalah sebagai berikut. Pertama adalah Daya Tarik Wisata di Kecamatan Cigugur. Kecamatan cigugur merupakan wilayah daerah bukan pesisir melainkan perbukitan dan dataran tinggi. Sedangkan Ketinggian wilayah di Kecamatan Cigugur relatif sama antara 200-500 mdpl.

85

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

Gambar 38. Daya Tarik Wisata di Kecamatan Cigugur Sumber: Dinas Pariwisata dan Kebudayaan

Daya tarik wisata alam terdiri dari daya tarik wisata Cipatahunan, Ciwayang Rafting, Curug Deng-deng, Curug Leuwi Leutak, Gunung Haur, Hutan Pagar Bumi, Leuwi Kerti, Muara Cijalu, Pasir Bentang dan Situ Ci Oe. Cipatahunan merupakan sebuah sungai yang berada di Desa Campaka dengan titik koordinat S7 35.296 E108 23.920. Dengan karakteristik sungai yang tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kondisi cuaca/musim yang terjadi di Kabupaten Pangandaran. Cipatahunan pada musim-musim tertentu sering dijadikan lokasi pemancingan sungai oleh warga sekitar dan juga desa tetangga. Selanjutnya adalah Ciwayang Rafting yang menggunakan sungai Ciwayang, berada di daerah Desa Cigugur dengan titik koordinat S7 39.208 E108 26.955. Aliran sungai ini sering dimanfaatkan dengan aktivitas Body rafting yang sangat memacu adrenalin, dam juga pengunjung dapat menikmati pemandangan tebing dan batuan sungai selama perjalanan. Berikutnya adalah Curug Deng-deng. Sebuah air terjun yang berada di daerah Desa Harumandala dengan titik koordinat S7 34.783 E108 21.422 merupakan air terjun yang memiliki debit air yang fluktuatif bergantung pada musim. Aktivitas utama yang dapat dilakukan oleh pengunjung ialah menikmati pemandangan alam

86

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

dari air terjun itu sendiri, sawah, dan juga perbukitan yang berada di sekitar kawasan Curug Deng-deng. Selain itu pengunjung juga dapat melakukan aktivitas berenang dan bermain air. Wisata alam berikutnya adalah Curug Leuwi Leutak yang merupakan sebuah air terjun yang brada di daerah Desa Harumandala dengan titik koordinat S7 34.364 E108 21.382 merupakan air terjun yang memiliki debit air yang fluktuatif bergantung pada musim. Aktivitas utama yang dapat dilakukan oleh pengunjung ialah menikmati pemandangan alam dari air terjun itu sendiri, sawah, dan juga perbukitan yang berada disekitar kawasan Curug Leuwi Leutak. Selain itu pengunjung juga dapat melakukan aktivitas berenang dan bermain air. Air terjun ini dimanfaatkan sebagai sumber tenaga listrik oleh PLTA sekitar. Selanjutnya adalah Gunung Haur yang merupakan gunung dengan titik koordinat S7 34.081 E108 22.182 yang terletak di Desa Harumandala memiliki aktivitas utama menikmati pemandangan sawah, bukit, dan tebing karst. Tempat ini merupakan rekreasi warga sekitar dan terkadang dimanfaatkan untuk berkemah. Berikutnya adalah atraksi wisata dari Hutan Pagar Bumi yang merupakan kawasan konservasi hutan dengan pemandangan alam berupa hutan tropis. Daya tarik wisata lainnya adalah Leuwi Kerti. Wisata ini merupakan sebuah sungai yang berada di Desa Harumandala yang memiliki aktivitas utama berenang dan menikmati panorama bukit dan pesawahan. Selain itu terdapat satu tebing yang berpotensi dapat digunakan aktivitas climbing. Wisata berikutnya adalah Muara Cijalu yang merupakan sebuah sungai yang berada di Desa Harumandala. Sering menjadi tempat rekreasi warga desa sekitar dan juga desa tetangga. Aktivitas yang dapat dilakukan di tempat ini antara lain berenang, bermain di sungai dan juga menikmati panorama alam dari atas jembatan. Alternatif wisata lainnya adalah Pasir Bentang yang merupakan sebuah area dimana pengunjung dapat disuguhkan panorama sawah dengan terasering yang cukup luas dengan latar belakang bukit-bukit kecil disekitarnya. Namun sampai saat ini pengunjung baru hanya dapat menikmati pemandangan alam saja. Potensi wisata terakhir adalah Situ Ci Oe. Sebuah danau yang terletak di Desa Bunisari. Situ ini memiliki debit air yang fluktuatif, debit air

87

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

sangat kecil pada musim kemarau. Pengunjung dapat menikmati suasana keasrian alam dan juga melihat panorama danau. Selain itu pengunjung dapat melakukan aktivitas lain seperti memancing pada saat debit air sedang besar di musim penghujan. Kedua adalah Daya Tarik Wisata di Kecamatan Cijulang. Kecamatan ini merupakan kecamatan yang berada di daerah pesisir pantai. Sedangkan Ketinggiannya 2-185 mdpl dengan daerah dataran rendah/pantai. Daya tarik wisata alam yang ada terdiri dari: Cijulang Rafting, Puncak Muntuk Wareng, Mangrove, Pantai Batukaras, Green Canyon, Situ Cisamping, Curug Taringgul/Green Coral, Pondok Patra dan Taman Wisata Alam Laut Cijulang. Sementara itu, ada juga daya tarik wisata budaya, yakni Kampung Badud, Saung Angklung Mang Koko dan Bengkel Seni Kang Didin. Adapun daya tarik wisata buatan terdiri dari Sirkuit Metrojaya, Agrowisata Margacinta dan Saung Panireman.

Gambar 39. Daya Tarik Wisata di Kecamatan Cijulang Sumber: Dinas Pariwisata dan Kebudayaan

Berikut adalah gambaran tentang daya tarik wisata alam tersebut. Cijulang Rafting merupakan sebuah potensi daya tarik wisata yang berada di Desa Margacinta aktivitas yang dapat dilakukan oleh pengunjung antara lain, menikmati panorama sungai yang indah dengan menyusuri sungai dengan menggunakan media ban atau sering disebut dengan

88

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

aktivitas river tubing. Aktivitas ini merupakan salah satu aktivitas yang sangat memacu adrenalin dengan melewati jeram-jeram sepanjang sungai. Selanjutnya adalah Goa Muarabengang. Sebuah goa alam yang terletak pada titik koordinat S7 41.198 E108 26.817 yang lebih tepatnya berada di Desa Margacinta. Goa ini memiliki 2 (dua) mulut goa yang berbentuk vertikal dan horizontal di dasar goa, goa ini juga menyuguhkan panorama goa yang cukup menarik dengan bentukan stalaktit dan stalagmit yang ada di dalam goa. Berikutnya adalah Puncak Muntuk Wareng. Puncak ini merupakan sebuah dataran tinggi yang ada di daerah Desa Margacinta, tempat dimana pengunjung dapat menikmati panoraman perbukitan, pesawahan dan Teluk Pananjung dari ketinggian. Sampai saat ini hanya bisa digunakan untuk menikmati pemandangan alam saja, dikarenakan masih dalam tahap perencanaan dan belum ada bentuk bangunan. Potensi berikutnya adalah Mangrove, yang merupakan kawasan konservasi mangrove yang luas kawasannya meliputi 4 (empat) desa yaitu Kondangjajar, Batukaras, Bojong salawe, dan Margacinta. Pengunjung dapat menikmati pemandangan vegetasi khas mangrove berkeliling dengan menggunakan perahu nelayan. Terdapat dua jenis tanaman yang ada di kawasan hutan mangrove ini yaitu tanaman bakau dan nipah. Hutan mangrove ini masih dalam proses penanaman, dan juga masih dalam proses pembuatan akses canopy trail. Destinasi wisata yang berlangsung dengan baik adalah Pantai Batukaras. Pantai ini berada di sebuah teluk, yang berada di desa Batukaras Kecamatan Cijulang dengan titik koordinat S7 45.004 E108 30.167. Pantai ini memiliki karakteristik pantai yang memiliki pasir hitam dengan tipikal tanah landai. Aktivitas utama yang dapat dilakukan di Pantai ini adalah berenang, bermain air, menikmati panorama alam, surfing dan olah raga air lainnya. Destinasi wisata yang popular lainnya adalah Green Canyon. Daya tarik wisata alam berbasis sungai yang terletak di desa Kertayasa kecamatan Cijulang, dengan aktivitas utama yaitu, body Rafting dan juga berperahu. Aliran sungai di Green Canyon memiliki debit air yang cenderung stabil ketika musim kemarau tidak mengalami penurunan yang sangat drastis sehingga masih dapat digunakan untuk

89

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

kegiatan pariwisata. Akan tetapi aktivitas pariwisata sedikit terkendala diakibatkan oleh aktivitas penebangan pohon yang terjadi secara massive dan juga rumah makan yang berada di pinggiran sungai Green Canyon yang membuang limbah secara langsung ke sungai yang menyebabkan kondisi air sedikit tercemar. Situ Cisamping adalah sebuah danau yang berada di Desa Kertayasa yang letaknya tidak jauh dari Pantai Batukaras. Adapun aktivitas yang dapat dilakukan pengunjung antara lain menikmati panorama danau, selain itu danau ini juga dapat dimanfaatkan sebagai area pemancingan. Selain itu ada pula Curug Taringgul/Green Coral yang terletak di desa Kertayasa, kecamatan Cijulang, dengan atraksi wisata seperti body rafting, agrowisata, panorama alam pesawahan berupa terasering. Wisata alam terakhir di kecamatan ini adalah Pondok Patra. Pondok ini merupakan sumber mata air dengan dua sumber besar yang mengalir ke Sungai Green Canyon. Daya tarik wisata ini terletak di Desa Cibanten, Kecamatan Cijulang. Adapun atraksi wisata dari Pondok patra ini yaitu berupa sumber mata air dan pemandian alam, agrowisata, trekking, camping ground, dan offroad untuk kendaraan roda dua maupun roda empat. Selanjutnya adalah berkenaan dengan daya tarik wisata budaya. Ada Kampung Badud yang merupakan sebuah desa wisata di Desa Margacinta dengan atraksi utama Seni Badud. Seni adalah kesenian khas Pangandaran yang berasal dari desa Margacinta. Untuk meningkatkan potensi ini menjadi destinasi wisata, upaya dilakukan dengan rencana membentuknya jadi Desa Wisata. Saat ini masih dalam tahap perencanaan dari pihak Desa dan sudah mengarah ke pembangunan desa wisata yang nantinya pengunjung dapat menikmati suasana khas pedesaan, dan dapat terjun langsung mengikuti aktivitas yang dilakukan oleh warga di desa tersebut seperti menanam padi, bercocok tanam, dan lain-lain. Selain itu ada pula potensi wisata berupa Saung Angklung Mang Koko. Wisata ini merupakan sebuah sanggar seni yang berada di Desa Margacinta. Tempat ini sering digunakan untuk berlatih kesenian tradisional oleh anak-anak yang ada di sekitar. Keunikan dari DTW adalah angklung toel

90

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

yang hampir mirip dengan angklung yang sering dipentaskan di Saung Angklung Udjo. Berikutnya adalah berkaitan dengan daya tarik wisata minat khusus. Ada Sirkuit Metrojaya yang merupakan Sirkuit Grass-track yang terdapat di Desa Margacinta. Sirkuit ini tempat sebagian besar crosser di Kabupaten Pangandaran melakukan kompetisi rutin. Selain itu, ada pula Agrowisata Margacinta yang merupakan sebuah agrowisata di Desa Margacinta. Untuk sementara, kawasan ini masih dalam bentuk perencanaan ulang agar pengunjung yang datang tidak hanya dapat melihat satu komoditas saja yaitu jamur. Jika sesuai dengan rencana, kawasan agrowisata ini akan memiliki berbagai macam komoditas, seperti buahbuahan dan sayur-sayuran. Berikutnya ada pula Saung Panireman yang merupakan bandara utama yang dimiliki oleh Kabupaten Pangandaran dan terletak di Desa Cijulang. Kawasan ini sering dijadikan tempat untuk berwisata oleh warga sekitar khususnya Kecamtan Cijulang untuk menikmati sunset dengan latar belakang hutan mangrove. Kawasan ini juga memiliki daya tarik tersendiri bagi warga Kabupaten Pangandaran untuk melihat pesawat landing dan takeoff. Ketiga adalah Daya Tarik Wisata di Kecamatan Cimerak. Bagian selatan kecamatan ini memiliki kondisi geografis yang didominasi pesisir bertebing curam dan di bagian utara merupakan perbukitan kapur. Sedangkan ketinggiannya 3-80 mdpl dengan daerah dataran rendah atau pantai. Daya tarik wisata alam di kecamatan Cimerak terdiri dari Kawasan Pantai Madasari, Pantai Ciparanti, Pantai Muara gatah, Pantai Keusik Luhur, Pantai Cikaracak, Goa Bagong, Goa Kolor, Goa Ronggeng/ Cirawun dan Curug Sawer. Sedangkan daya tarik wisata buatan terdiri dari Menara Mercusuar, Rancawaru, Pacuan Kuda dan Danau DJ’.

91

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

Kawasan Pantai Madasari Pantai Ciparanti Pantai Muara Gatah Pantai Keusik Luhur Pantai Cikaracak Goa Bagong Goa Kolor Goa Ronggeng Ciwaruh Curug Sawer

Menara Mercusuar Rancawaru Pacuan Kuda Danau DJ’

Gambar 40. Daya Tarik Wisata di Kecamatan Cimerak Sumber: Dinas Pariwisata dan Kebudayaan

Adapun daya tarik wisata alam di kecamatan ini dapat digambarkan sebagai berikut. Kawasan Pantai Madasari merupakan salah satu kawasan wisata berbasis pantai yang ada di Desa Masawah, Kecamatan Cimerak. Daya tarik wisatanya didominasi oleh wisata pantai yang terdiri dari beberapa spot pantai yang mempunyai nama tersendiri. Selanjutnya adalah Pantai Muara gatah. Pantai yang berada di Desa Kertamukti ini berada pada titik koordinat S7 48.940 E108 21.915 dan merupakan jenis pantai dengan hamparan karang di sepanjang garis pantai. Pantai ini sering digunakan tempat bersandar perahu nelayan di kawasan desa kertamukti. Pengunjung yang datang dapat menikmati panorama alam yang indah

92

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

sambil menikmati suasana pantai. Berikutnya adalah Pantai Cikaracak yang merupakan pantai yang berada di Desa Kertamukti dengan titik koordinat S7 48.838 E108 22.329. Keunikan panorama pantai dihiasi oleh tebing yang meneteskan air tawar seperti hujan abadi. Wisata alam lainnya di kecamatan ini berupa Goa. Yang pertama adalah Goa Bagong yang merupakan sebuah goa alam yang berada di Desa Sukajaya dengan titik koordinat S7 43.607 E108 25.305. Para pengunjung disuguhkan pemandangan khas goa berupa stalaktit dan stalagmit yang indah dan dapat dengan mudah ditemukan di dalam goa ini, selain itu di dalam goa ini terdapat juga stalaktit yang dapat mengeluarkan suara jika dipukul dengan tangan. Goa Bagong memiliki panjang sekitar 60 meter yang tembus menuju Goa Kolor, goa kedua yang amat potensial. Goa Kolor merupakan goa yang memiliki letak berdekatan dengan Goa Bagong dan masih berada dalam satu desa yang sama. Goa ini memiliki panjang kurang lebih sekitar 50 meter. Di dalamnya, para pengunjung di suguhkan pemandangan khas goa berupa stalaktit dan stalagmit yang indah yang dapat dengan mudah ditemukan. Selain itu, goa ini memiliki keunikan berupa stalagmit yang mungkin hanya ada satu-satunya di dunia yaitu stalagmit kolor, dimana di atas stalagmit tersebut terdapat sebuah celana dalam yang sudah mulai mengeras dan membatu menyatu dengan stalagmit. Goa ketiga adalah Goa Ronggeng/Cirawun yang merupakan sebuah goa alam yang berada di Desa Masawah dengan titik koordinat S7 46.019 E108 28.030. Panjang goa kurang lebih sekitar 60 meter. Daya tarik dari goa ini berupa pemandangan atau panorama dalam goa berupa stalaktit dan stalagmit yang bervariasi dan masih terjaga keasriannya. Selain pantai dan goa, kecamatan ini juga memiliki Curug Sawer yakni air terjun yang berada di Desa Ciparanti dan berada pada titik koordinat S7 46.958 E108 24.278. Air terjun ini memiliki ketingggian kurang lebih 10 meter dan terdapat kubangan yang cukup besar untuk pengunjung melakukan aktivitas berenang dan bermain air. Air terjun ini memiliki debit air yang fluktuatif sehingga pada musim kemarau menjadi kering. Selanjutnya adalah Daya Tarik Wisata Minat Khusus di kecamatan

93

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

Cimerak, yang terdiri dari beberapa potensi. Pertama adalah Menara Mercusuar yang terletak di Desa Masawah. Menara ini baru dibuka untuk umum pada tahun 2012. Menara ini merupakan sebuah bangunan heritage peninggalan pada masa zaman dahulu, yang masih aktif berfungsi sampai sekarang. Kedua adalah Rancawaru yang merupakan sebuah danau buatan seluas 7 ha yang berada di Kawasan Desa Legokjawa. Kawasan ini masih dalam tahap pembangunan dimana rencananya di kawasan ini akan dibuat sebagai arena water sport. Terdapat fasilitas rumah makan yang mempunyai ruangan besar yang cocok untuk rapat maupun pertemuan. Yang ketiga adalah Pacuan Kuda sebagai arena olahraga Pacuan Kuda yang berada di Desa Legok Jawa yang direncanakan akan dijadikan pusat pelaksanaan lomba berkuda untuk skala nasional. Terakhir adalah Danau DJ’ yang merupakan sebuah rumah makan di Desa Legokjawa. Rumah makan ini dilengkapi dengan pemandangan danau buatan yang akan dijadikan sebagai arena water sport seperti banana boat, flyig fish, marble, dan lain-lain. Selain itu atraksi wisata lainnya yang terdapat di kawasan ini yaitu berupa area camping ground dan fasilitas panggung serta alat musik cukup dan juga mempunyai ruangan besar yang cocok untuk rapat maupun pertemuan. Adapun luas lahan dari kawasan ini yaitu 7 (tujuh) hektar. Daya Tarik Wisata keempat terletak di Kecamatan Kalipucang. Kecamatan berada pada ketinggian wilayah bervariasi antara 2-400 mdpl, dengan desa yang berada di dataran tinggi yakni Desa Ciparakan (400 mdpl) dan Emplak (160 mdpl). Sedangkan daerah lainnya merupakan dataran rendah berkisar antara 2-8 mdpl. Daya tarik wisata alam di kecamatan ini terdiri dari Goa Donan, Pelabuhan Majingklak, Pantai Palatar Agung, Pantai Solok Timun, Pantai Karapyak, Pantai Karang Nini dan Pantai Lembah Putri. Daya tarik wisata budaya di kecamatan ini adalah Terowongan Wilhelmina.

94

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

Gambar 41. Daya Tarik Wisata di Kecamatan Kalipucang Sumber: Dinas Pariwisata dan Kebudayaan

Goa Donan terletak di desa Tungilis kecamatan Kalipucang dengan titik koordinat S7 36.938 E108 43.658. Goa Donan merupakan goa alam yang di dalamnya terdapat stalaktit dan stalagmit yang indah. Goa ini dibuka kembali setelah ditutup karena terjadi longsor di mulut goa, meskipun longsoran tersebut tidak menutupi sepenuhnya mulut goa sehingga tidak mengganggu aktivitas wisatawan. Potensi wisata lainnya adalah wisata pantai. Pertama adalah Pantai Palatar Agung yang berupa pantai yang memiliki background Pulau Nusakambangan dan Pulau Nusawere. Adapun aktivitas yang dapat dilakukan di kawasan ini antara lain memancing, menikmati panorama, dan juga mempunyai acara tahunan Hajat Laut. Kedua, Pantai Solok Timun yang merupakan pantai landai dengan hamparan terumbu karang di pinggir pantai. Pantai ini tidak dapat digunakan berenang atau snorkeling karena memiliki gelombang ombak yang cukup besar. Pengunjung dapat menikmati panorama alam pantai yang indah. Ketiga adalah Pantai Karapyak, yang merupakan sebuah daya tarik wisata pantai dengan hamparan batu karang sepanjang garis pantai. Wisatawan yang berkunjung dapat melihat ikan-ikan kecil yang terjebak di terumbu karang saat surut. Karakteristik pantai ini berkarang dan memiliki ombak relatif besar. Keempat, Pantai Karang Nini yang

95

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

berada di desa Emplak kecamatan Kalipucang dengan titik koordinat S7 40.979 E108 43.938. Pantai ini memiliki batu karang besar di pinggir pantai yang menjadikan tempat untuk melihat panorama dan keindahan alam. Yang terakhir adalah Pantai Lembah Putri. Pantai ini berada di desa Putrapinggan kecamatan Kalipucang dengan titik koordinat S7 40.386 E108 42.612. Pantai ini memiliki daya tarik berupa panorama pantai yang indah, waterpark, dan agrowisata. Aktivitas utama bagi wisatawan yang berkunjung di daya tarik wisata yang ada di pantai ini adalah berenang, menikmati panorama, berkeliling di area agrowisata. Daya Tarik Wisata kelima terletak di Kecamatan Langkaplancar. Kecamatan ini merupakan wilayah dataran tertinggi di Kabupaten Pangandaran dengan ketinggian antara 400-1.000 mdpl. Daya tarik wisata alam di kecamatan ini adalah Gunung Singkup, Gunung Parang, Sienjang Lawang, Goa Langkob, Curug Bilik, Situ Hyang dan Curug Tonjong.

Gambar 42. Daya Tarik Wisata di Kecamatan Langkaplancar Sumber: Dinas Pariwisata dan Kebudayaan

Gunung Singkup merupakan salah satu gunung tertinggi yang ada di Kabupaten Pangandaran berlokasi di desa Bojong Kondang dengan titik koordinat S7 29.643 E108 21.316. Aktivitas yang dapat dilakukan

96

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

tempat ini adalah hiking menuju puncak gunung dengan ketinggian 1.066 mdpl. Pengunjung juga dapat melihat panorama salah satu puncak tertinggi Pangandaran, dan dapat melakukan aktivitas camping bermalam di kaki Gunung Singkup. Di sini juga dapat ditemukan beberapa flora dan fauna langka seperti flora kantung semar, burung elang ruyuk, lutung dan lain-lain. Daya tarik wisata lainnya adalah Gunung Parang yang juga merupakan salah satu gunung tinggi yang ada di Kabupaten Pangandaran. Gunung ini berlokasi di desa Jayasari dengan titik koordinat S7 32.221 E108 20.672. Aktivitas yang dapat dilakukan di tempat ini adalah hiking menuju puncak gunung dengan ketinggian 776 mdpl. Pengunjung juga dapat melakukan aktivitas camping bermalam di puncak Gunung Parang sambil melihat panorama indah. Selain itu, aktivitas potensial lainnya ialah parasailing. Untuk mengembangkan kegiatan tersebut masih dibutuhkan pengkajian lebih dalam serta penataan kawasan di Gunung Parang untuk mengembangkan aktivitas ini. Selain wisata gunung, potensi lain yang daikembangkan di kecamatan ini adalah wisata goa. Salah satunya adalah Goa Sienjang Lawang yang merupakan goa alam yang di dalamnya ada aliran sungai yang berhubungan dengan Green Canyon. Nama Sinjang Lawang berasal dari dua kata dalam bahasa Sunda, yaitu sinjang (kain panjang) dan lawang (pintu). Goa ini dinamakan demikian karena di mulutnya terdapat dinding batu yang berelief mirip motif sinjang. Selain itu, goa ini memiliki panjang kurang lebih 350 m dan juga memiliki banyak sekali keunikan mulai dari ornamen dinding batu yang bermotif sinjang serta bentukan batuan (stalaktit dan stalagmit) berbentuk mirip tokek dan payung. Goa berikutnya adalah Goa Langkob dengan titik koordinat S7 35.717 E108 30.811 terletak di desa Bangunkarya. Goa ini memiliki panjang kurang lebih 75 m, serta mempunyai stalaktit dan stalagmit yang indah dengan beragam bentuk, seperti salah satunya menyerupai gundukan beras dan juga jamur. Potensi wisata lainnya berkaitan dengan air. Wisata pertama adalah Curug Bilik yang merupakan air terjun dengan tinggi kurang lebih 18 m. Air terjun ini menyuguhkan panorama alam yang indah sehingga

97

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

pengunjung juga dapat menikmati keindahan lain yang melengkapinya seperti panorama persawahan yang ada di sekitar kawasan air terjun. Selain itu, pengunjung pun dapat berenang di kubangan yang tepat berada di bawah air jatuh dan jika ada pengunjung yang menyukai aktivitas yang menantang adrenalin pengunjung dapat meloncat dari atas tebing yang memiliki tinggi kurang lebih 18 m ke arah kubangan air. Dikarenakan belum adanya pengelolaan, pengunjung dapat masuk ke kawasan ini tanpa dikenakan biaya retribusi. Potensi wisata lainnya adalah Situ Hyang yang merupakan sebuah sungai yang terletak di desa Jadimulya dengan titik kordinat S7 36.504 E108 29.248. Situ ini memiliki debit air yang fluktuatif terpengaruh oleh kondisi alam serta musim. Potensi wisata lainnya adalah Curug Tonjong, yang merupakan sebuah air terjun yang terletak di titik koordinat S7 36.277 E108 29.240. Pengunjung yang datang tidak hanya dapat menikmati pemandangan alam dan berfoto ria melainkan juga dapat bermain air dan juga berenang. Daya Tarik Wisata keenam terletak di Kecamatan Mangunjaya. Kecamatan ini bukan merupakan wilayah pesisir. Ketinggian wilayah relatif sama antara 13-17 mdpl. Kecamatan ini memiliki daya tarik wisata alam seperti Rawa Cogekan, dan wisata budaya seperti situs peninggalan majapahit, bendungan peninggalan belanda dan tugu pangeling eling. Selain itu ada pula wisata buatan seperti Kolam Pemancingan Kaliki Permai dan Wisata Kuliner Jus Honje Bu O’oy.

Gambar 43. Daya Tarik Wisata di Kecamatan Mangunjaya Sumber: Dinas Pariwisata dan Kebudayaan

98

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

Rawa Cogekan merupakan sebuah rawa yang memiliki luas kurang lebih 800 m2 yang sangat cocok untuk dijadikan area memancing. Wisata ini merupakan sebuah potensi yang masih dalam proses pengembangan oleh pihak desa. Selanjutnya adalah wisata budaya. Pertama adalah Situs Peninggalan Majapahit berupa candi/stupa yang membentuk formasi tertentu namun sekarang kondisinya tidak terawat dikarenakan kurang adanya kesadaran dan belum adanya pengelolaan. Selanjutnya adalah Bendungan Peninggalan Belanda yang merupakan Bendungan tua yang saat ini kondisinya tidak terawat. Adapun fungsinya sebagai bendungan masih berjalan dengan baik. Berikutnya adalah Tugu Pangeling-Eling yang merupakan sebuah Tugu peringatan, peninggalan sejarah pada zaman dahulu dan merupakan sebuah tugu peringatan yang dibuat untuk mengingatkan bahwa telah dibuka Rawa Lakbok Kidul yang merupakan rawa yang sekarang membatasi Kabupaten Pangandaran dengan Provinsi Jawa Tengah yang dahulu diresmikan oleh Bupati Tasikmalaya RA.A.W iratanoeningrat pada tahun 1925-1935. Kecamatan ini juga memiliki Daya Tarik Minat Khusus seperti Kolam Pemancingan Kaliki Perma. Kolam ini merupakan sebuah tempat pemancingan ikan yang cukup besar dengan debit air yang fluktuatif dipengaruhi oleh musim. Selain itu ada pula Wisata Kuliner Jus Honje Bu O’oy. Wisata ini merupakan sebuah industri rumahan yang dimiliki oleh Ibu Hj. Ooy memproduksi jus honje. Daya tarik dari wisata kuliner ini adalah bahwa wisatawan dapat menikmati segarnya rasa jus honje yang memiliki rasa asam manis dan beraroma khas, serta memiliki khasiat untuk kesehatan. Dikarenakan sulitnya pasokan buah honje sehingga pengunjung yang datang belum tentu dapat menyaksikan dan ikut mengolah buah honje menjadi jus. Wisatawan hanya dapat membeli dan menikmati jus honje saja. Keunikan lain dari wisata ini adalah bahwa seluruh proses pengolahan masih menggunakan metode tradisional guna mempertahankan kealamian dari jus honje tersebut. Ketujuh adalah Daya Tarik Wisata di Kecamatan Padaherang. Kecamatan ini bukan merupakan wilayah pesisi dengan ketinggian wilayah bervariasi antara 13-600 mdpl. Wilayah yang berada di dataran tinggi

99

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

adalah desa Panyutran (600 mdpl) dan Bojongsari (245 mdpl). Sedangkan wilayah lainnya merupakan dataran yang berkisar antara 13-24 mdpl.

Gambar 44. Daya Tarik Wisata di Kecamatan Padaherang Sumber: Dinas Pariwisata dan Kebudayaan

Ada beberapa daya tarik wisata alam di kecamatan ini. Pertama adalah Pemandian Air Panas Kedung Wuluh. Pemandian ini berasal air panas alami dari dalam bumi yang terjadi akibat fenomena alam. Diperlukan adanya penataan ulang dalam proses pengembangan serta harus ada penelitian lebih lanjut untuk mengolah pemandian air panas ini. Kedua adalah Curug Cileutik Tonjong yang berupa air terjun dengan ketinggian kurang lebih 10 meter yang bertingkat-tingkat dengan debit air yang fluktuatif pada musim hujan dan musim kemarau. Pengunjung juga dapat menikmati panorama pemandangan alam dan air terjun, selain juga dapat melakukan aktivitas berenang dan bermain air. Ketiga adalah Curug Bunton yang merupakan air terjun dengan ketinggian 15 meter dengan debit air yang fluktuatif pada musim hujan dan kemarau. Aktivitas wisata utama yang dilakukan oleh pengunjung adalah menikmati keindahan panorama dan bermain air. Keempat adalah Goa Cipalungpung yang merupakan goa alam dengan mulut goa di atas tebing setinggi 4 meter. Untuk dapat masuk ke dalam goa, pengunjung diharuskan memanjat

100

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

tebing goa dengan panjang kurang lebih 40 meter dan memiliki bentuk stalaktit dan stalagmite yang unik. Kelima adalah Jogjogan yang merupakan sungai yang bertingkat-tingkat dengan batuan-batuan besar yang tersebar disepanjang sungai dengan debet air yg fluktuatif pada musim hujan dan musim kemarau. Aktivitas yang dapat dilakukan selain menikmati panorama sungai yang indah, pengunjung juga dapat melakukan aktivitas berenang. Selain wisata alam, kecamatan ini memiliki daya tarik wisata budaya yang beragam. Pertama adalah Cagar Budaya Dayang Sumbi yang merupakan Situs peninggalan berupa batu yang konon menurut cerita masyarakat sekitar ialah patilasan tempat dimana Dayang Sumbi beristirahat. Kedua adalah Cagar Budaya Syekh Muhtar yang terletak di Dusun Paledah Kecamatan Padaherang. Situs peninggalan berupa makam dari Syeh Muhtar, seorang pendatang asal Tasikmalaya pada tahun 1920. Syekh Al Muhtar merupakan tokoh yang berpengaruh dalam penyebaran agama islam di wilayah tersebut. selain itu, dia juga merupakan tokoh pejuang masyarakat saat melawan penjajahan Belanda yang hingga saat ini makamnya sering digunakan oleh masyarakat untuk berziarah. Ketiga adalah Cagar Budaya Jagapati yang merupakan situs peninggalan berupa makam dari Eyang Jaga Pati yang menurut cerita adalah adik dari Jaga Resmi. Konon, Eyang Pati merupakan salah seorang tokoh yang hidup jauh sebelum masa penjajahan Hindia Belanda. Eyang Pati dikabarkan diperintahkan kakaknya untuk menjaga Gunung Bojogede. Keempat adalah Cagar Budaya Gedeng Mataram yang berupa situs peninggalan makam dari Gedeng Mataram. Menurut cerita Gedeng Mataram adalah salah satu utusan kerajaan Mataram yang ditugaskan untuk membawa seorang putri dari Kerajaan Pajajaran. Namun tugas yang diemban Gedeng Mataran tidak berhasil dituntaskan, diapun memilih menetap di Gunung Bojogede sampai akhirnya wafat disana. Kelima adalah Cagar Budaya Syekh Abdullah Ciayam yang berupa situs peninggalan makam dari Syeh Abdullah. Menurut cerita, Syekh Abdullah adalah seorang tokoh berpengaruh dalam penyebaran agama islam di wilayah Padaherang. Selain itu, beliau juga merupakan tokoh pejuang

101

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

masyarakat saat melawan penjajahan Belanda. Keenam adalah Cagar Budaya Lingga Kencana yang merupakan Situs makam yang terletak di Desa Sukanagara. Ketujuh adalah Cagar Budaya Mbah Layung Mangku Nagara yang berupa makam dari Mbah Layung yang merupakan salah satu tokoh dari daerah Padaherang. Cagar Budaya ini terletak di Desa Sukanagara Kecamatan Padaherang. Kedelapan adalah Cagar Budaya Eyang K.H. Santarudin yang merupakan situs makam yang terletak di Desa Sukanagara. Kesembilan adalah Cagar Budaya Astana Budha yang merupakan Situs berupa tumpukan batu yang tidak beraturan terletak di Desa Sukanagara. Daya Tarik Wisata kedelapan terletak di Kecamatan Pangandaran. Kecamatan ini merupakan pesisir pantai, merupakan ODTW Nasional dan memiliki Cagar Alam yang dilindungi. Ketinggian wilayah ini sekitar 3-500 mdpl. Kecamatan ini hanya pada memiliki daya tarik wisata alam yakni Pantai Barat Pangandaran, Pantai Timur Pangandaran, Kawasan Cagar Alam Pananjung, Kawasan Mangrove Bulak Setra, Curug Bojong, Goa Badak Paeh, Goa Bojong Lekor, Curug Jambe Enum dan Sungai Pingit.

Gambar 45. Daya Tarik Wisata di Kecamatan Pangandaran Sumber: Dinas Pariwisata dan Kebudayaan

102

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

Pantai Barat Pangandaran merupakan wisata bahari dan cagar alam Pananjung dengan aktivitas utama yang dilakukan wisatawan bermain di pinggir pantai, menikmati panorama pantai, berjalan-jalan di Cagar Alam serta Kuliner. Kawasan Wisata Pangandaran dalam konstelasi kawasan pariwisata terbagi menjadi 3 Kawasan Wisata, yaitu Kawasan Pantai Barat, Kawasan Pantai Timur, dan Kawasan Cagar Alam Pananjung. Wisata alam lainnya di kecamatan ini adalah Kawasan Mangrove Bulak Setra yang merupakan kawasan konservasi mangrove yang terdapat di Desa Babakan dengan titik koordinat S7 40.914 E108 40.605. Kawasan mangrove ini juga sering gunakan sebagai wisata edukasi, aktivitas wisata yang dapat di lakukan antara lain menanam bibit pohon bakau, berjalan menikmati panorama khas mangrove, berperahu berkeliling dari muara. Kawasan wisata lainnya adalah Curug Bojong yang merupakan air terjun yang cukup tinggi. Terdapat kubangan yang cukup besar untuk berenang. Sayangnya, air terjun ini memiliki debit air fluktuatif yang dipengaruhi oleh kondisi musim sehingga pada saat musim kemarau debit air menjadi sangat sedikit dan menyebabkan kekeringan. Para pengunjung yang datang dapat menikmati panorama dari air terjun ini dan juga dapat melakukan jungle trekking kurang lebih selama 30 menit dan apabila debit air sungai cukup pengunjung juga dapat melakukan aktivitas body rafting dan juga river tubing. Selain itu tempat ini memiliki luas lahan yang memungkinkan untuk melakukan aktivitas seperti paint ball, bersepeda downhill, dan juga outbound. Wisata sungai lainnya di kecamatan ini adalah Sungai Pingit yang merupakan sungai yang terletak di Desa Purbahayu. Untuk menuju ke sungai ini cukup dengan waktu 30 menit dari Pantai Pangandaran. Tempat ini sering kali digunakan sebagai tempat untuk berwisata oleh masyarakat desa tetangga dan juga masyarakat sekitar. Keunggulan sungai ini adalah bahwa di musim kemarau berkepanjangan, debit air tidak berkurang secara signifikan, tidak seperti berbagai sungai lainnya, sehingga tidak berpengaruh pada aktivitas yang biasa dilakukan. Sungai Pingit ini sering digunakan pengunjung untuk berenang dan juga menikmati panorama alam di kawasan sungai.

103

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

Selanjutnya adalah Kawasan wisata goa yang ada di kecamatan ini. Pertama adalah Goa Badak Paeh yang terdapat stalaktit dan stalagmit yang berbentuk unik. Di dalam goa ini juga ada populasi kelelawar yang cukup banyak. Ini merupakan pertanda bahwa habitatnya masih terjaga. Sayangnya, tempat ini masih belum dimanfaatkan untuk kegiatan pariwisata secara massif karena penduduk sekitar masih sering menggunakan goa ini sebagai lahan penambangan fosfat. Kedua adalah Goa Bojong Lekor. Goa alam ini memiliki keunikan dengan memiliki 2 pintu masuk bertingkat, namun sangat disayangkan sekali bahwa aktivitas wisata terganggu dengan adanya aktivitas penambangan fosfat yang tidak bertanggung jawab seperti penggunaan bom. Akibatnya adalah rusaknya stalaktit dan beragam bentuk batuan yang ada di sekitar kawasan goa. Selanjutnya adalah Daya Tarik Wisata kesembilan yang terletak di Kecamatan Parigi. Kecamatan ini memiliki ketinggian wilayah bervariasi antara 5-500 mdpl. Desa yang berada di dataran rendah yakni Desa Parigi, Karangjaladri, Cibenda, Karangbenda dan Ciliang. Ada dua jenis daya tarik wisata di kecamatan ini, yakni wisata alam dan buatan. Untuk wisata alam, ada Santirah, Goa Regregan, Jogjogan, Mangrove Bojongsalawe, Citumang dan Pantai Batu Hiu. Sementara wisata buatan adalah penangkaran penyu batu hiu.

Gambar 46. Daya Tarik Wisata di Kecamatan Parigi Sumber: Dinas Pariwisata dan Kebudayaan

Banyak wisata alam berbasis sungai di kecamatan ini. Pertma adalah Santirah yang merupakan sebuah sungai di daerah Desa Selasari.

104

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

Aktivitas yang dapat dilakukan antara lain river tubing yang sangat memacu adrenalin dengan beberapa jeram yang menantang. Selain itu, pengunjung disuguhkan oleh pemandangan alam yang masih asri dengan melewati goa yang dilengkapi dengan berbagai macam bentuk stalaktit. Sungai ini juga memiliki debit air yang fluktuatif yang akan lebih menantang jika aktivitas river tubing ini dilakukan pada saat musim penghujan karena debit air dan aliran sungai yang besar. Selanjutnya adalah Goa Lanang yang merupakan wisata berbasis permainan sungai termasuk river tubing. Selain aktivitas yang menantang adrenalin, pengunjung juga disuguhkan panorama sungai yang sangat indah. Yang menjadikan aktivitas ini berbeda dengan river tubing pada umumnya, yakni adanya jalur air yang melewati goa sepanjang 100 meter dimana pengunjung dapat menikmati keindahan stalaktit yang masih aktif. Ketiga adalah Jogjogan yang merupakan wisata berbasis permainan sungai yang terletak di Desa Cintaratu. Wisata ini menyuguhkan pemandangan alam yang sangat indah dan juga goa lawang ketika Body rafting. Sungai ini memiliki debit air yang fluktuatif yang menyebabkan debit air menurun pada saat musim kemarau. Keempat adalah Citumang yang merupakan Sungai Citumang dengan body Rafting sebagai andalan pariwisata. Selain itu, di area Citumang dapat digunakan untuk aktivitas camping dan juga outbound. Pengelolaan kawasan dilakukan oleh beberapa desa, hal ini terlihat dari adanya dua pintu masuk. Kawasan wisata lainnya adalah Goa Regregan yang merupakan sebuah komplek goa yang berada di Desa Selasari dengan titik koordinat S7 36.984 E108 31.301. Lokasinya tidak jauh dengan Goa Lanang dan juga Santirah yang masih berada dalam satu desa. Kawasan Goa Regregan adalah goa alam yang merupakan sebuah komplek goa yang terdiri dari 6 (enam) jajaran goa yang memutari kawasan. Selanjutnya adalah wisata Mangrove Bojongsalawe yang merupakan kawasan konservasi mangrove dengan luas meliputi 4 (empat) desa yaitu Kondangjajar, Batukaras, Bojongsalawe, dan Margacinta. Pengunjung dapat menikmati pemandangan vegetasi khas mangrove berkeliling dengan menggunakan perahu nelayan. Terdapat dua jenis tanaman yang ada di kawasan hutan mangrove ini yaitu tanaman bakau dan nipah. Hutan mangrove ini masih terus dikembangkan dengan proses

105

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

penanaman berkelanjutan, dan juga masih dalam proses pembuatan akses canopy trail. Terakhir adalah Pantai Batu Hiu. Sebuah Pantai dengan pasir berwarna hitam. karakteristik pantai ini adalah tingkat abrasi yang cukup besar. Selain itu, pantai ini memiliki ombak yang cukup besar. Pantai Batu Hiu memiliki sebuah batu karang raksasa yang di atas karang tersebut sudah di buatkan sarana dan fasilitas pendukung pariwisata seperti jalan akses, toilet, arena bermain anak, dan juga gazebo dimana wisatawan dapat menikmati panorama pantai dan laut yang amat indah.Daya tarik wisata minat khusus di kecamatan ini adalah adanya Penangkaran Penyu di Batu Hiu. Penangkaran ini merupakan pusat konservasi penyu di Kabupaten Pangandaran yang terletak di Kawasan Pantai Batu Hiu di Desa Ciliang. Penangkaran penyu ini merupakan milik pribadi yang untuk keperluan operasional dan pakannya masih mengandalkan dana pribadi dan dana donasi dari pengunjung atau donatur. Penangkaran penyu ini memilliki tempat penetasan telur penyu dan juga beberapa kolam penangkaran sesuai dengan usia dan jenis penyu. Daya Tarik Wisata kesepuluh ada di Kecamatan Sidamulih. Kecamatan ini berada di daerah pesisir pantai. Ketinggian wilayah sekitar 3-250 mdpl dengan daerah dataran tingginya yakni desa Kersaratu dan Kalijati. Daya tarik wisata alam berupa Curug Luhur, Curug Pule, Komplek Sodong Panjang, Curug Kurung, Curug Bebek dan Mangrove Karangtirta. Sedangkan daya tarik wisata budaya adalah Desa Wisata Cikalong.

Gambar 47. Daya Tarik Wisata di Kecamatan Sidamulih Sumber: Dinas Pariwisata dan Kebudayaan

106

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

Curug Luhur merupakan Air terjun yang cukup tinggi dan mempunyai kubangan besar yang sering digunakan pengunjung untuk berenang dan bermain air. Air terjun ini memiliki debit air cukup bagus sehingga tidak mengalami kekeringan pada saaat musim kemarau, selain itu tempat ini juga sering digunakan sebagai lokasi perkemahan anak sekolah. Selanjutnya adalah Curug Pule yang merupakan air terjun yang cukup tinggi dan mempunyai kubangan besar yang sering digunakan pengunjung untuk berenang dan bermain air. Air terjun ini memiliki debit air cukup bagus sehingga tidak mengalami kekeringan pada saaat musim kemarau, selain itu tempat ini juga sering digunakan sebagai lokasi perkemahan untuk anak sekolah. Berikutnya adalah Curug Kurung yang merupakan sebuah air terjun dengan ketinggian kurang lebih 10 meter sehingga menjadikannya panorama air terjun yang indah. Air terjun ini juga memiliki kubangan sehingga orang yang berkunjung dapat berenang dan bermain air. Curug Kurung memiliki debit air yang fluktuatif sehingga kurang menarik di musim kemarau. Wisata lainnya adalah Curug Bebek yang merupakan air terjun dengan ketinggian 5 m. Curug Bebek juga masih satu aliran sungai dengan Curug Kurung. Keduanya memiliki debit air yang fluktuatif yang dipengaruhi oleh musim. Pengunjung yang datang dapat melihat pemandangan air terjun dan juga bermain air. Wisata lainnya di kecamatan ini adalah Kawasan Sodong Panjang yang berada di desa Cikalong. Sodong menurut juru kunci adalah “sebuah goa yang terbentuk karena peristiwa alam yang atapnya tidak tertutup seluruhnya sehingga goa ini memiliki celahan. Wisata lainnya adalah Mangrove Karangtirta yang berada di Desa Sukaresik Kecamatan Sidamulih dengan titik koordinat S7 40.846 E108 35.289. Aktivitas utama bagi wisatawan yang berkunjung di Kawasan Pantai Karang Tirta adalah bermain air, berenang, berperahu, memancing, trekking, melihat panorama pantai, rekreasi pantai, berperahu dan olahraga air, serta kuliner. Daya Tarik Wisata Budaya di kecamatan ini adalah Desa Wisata Cikalong. Desa Wisata ini masih dalam tahap pengembangan dari pihak desa. Atraksi yang dikemas antara lain bercocok tanam padi, numpaling

107

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

atau berburu belalang pada lahan sawah yang baru saja panen, serta pertunjukan kesenian khas Desa Cikalong. Di desa wisata ini juga dikembangkan sentra jajanan khas Cikalong serta dibangunnya museum pertanian. Seluruh uraian tentang sebaran potensi wisata di setiap Kecamatan di Kabupaten Pangandaran menunjukkan kelengkapan obyek wisata baik dari jenis wisata alam, budaya, dan buatan (atau minat khusus). Obyek tersebut masih bisa terus di kembangkan. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Pejabat Dinas Pariwisata Kabupaten Pangandaran: “.....Di Seluruh Kecamatan ada potensi yang bisa dikembangkan andalannya apa yang menjadi titik poin andalan dari wisatanya itu sendiri di Pangandaran...”. Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa di setiap kecamatan di Kabupaten Pangandaran memiliki potensi andalan masingmasing. Pendapat yang senada disampaikan oleh Pejabat Bappeda Kabupaten Pangandaran: “.......ada hampir di setiap Kecamatan, seperti di Mangunjaya (paling ujung perbatasan dengan Ciamis dan Jawa Tengah) yang 60% adalah suku Jawa mereka memiliki wisata budaya ada pertunjukan kuda lumping. Di setiap desa memiliki grup Kuda Lumping yang oleh Pokdarwis di dukung untuk melakukan festival tapi belum berjalan karena pandemi. Di Kecamatan Parigi ada beberapa destinasi wisata Batu Lumpang, Batu Hiu. Kecamatan Cijulang ada Green Canyon, Batu Karas, beberapa curug dan gua. Kalilangkap ada banyak curug. Cigugur ada air terjun, Cimerak ada Madasari, Muara Gatta (sungai berbatasan dengan laut)...” Aspek attraction pada pengembangan pariwisata di daerah otonom baru harus memiliki sesuatu yang menarik untuk menarik minat wisatawan. Sehingga dalam upayanya harus melalui program-program pemerintah

108

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

daerah untuk menunjang ketercapaian objek wisata yang bersifat atraktif. Salah satu indikator keberhasilan dalam penataan destinasi wisata di kabupaten Pangandaran dapat dinilai dari jumlah kunjungan wisatawan.

Gambar 48. Jumlah Kunjungan Wisatawan ke Objek Wisata yang Dikelola Pemerintah Daerah Kabupaten Pangandaran tahun 2019 - 2020 Sumber: Disparbud Kab. Pangandaran 2020

Dari jumlah kunjungan wisatawan yang datang ke objek wisata yang ada di wilayah kabupaten Pangandaran, terdapat ketimpangan kunjungan antara wisatawan dalam negeri dan wisatawan luar negeri tahun 2019-2020. Objek Wisata yang memiliki kunjungan tertinggi dari wisatawan luar negeri yaitu Pantai Batu Karas, sedangkan Pantai Pangandaran berada di urutan kedua. Jika dilihat berdasarkan kunjungan wisatawan dalam negeri hasilnya berkebalikan. Pantai Pangandaran memiliki kunjungan yang sangat tinggi beberapa kali lipat dibanding Pantai Batu Karas dengan jumlah kunjungan wisatawan dalam negeri di Pantai Pangandaran yaitu 4.700.960 sedangkan di Pantai Batu Karas 868.509 kunjungan wisatawan dalam negeri.

109

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

Kunjungan wisatawan di Kabupaten Pangandaran baik yang dikelola pemerintah daerah, masyarakat, maupun perhutani diharapkan berpengaruh terhadap PAD. Peningkatan jumlah kunjungan wisatawan berdampak pada peningkatan retribusi pariwisata. Gambaran capaian retribusi pariwisata dari lima objek wisata yang dikelola pemerintah daerah dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Gambar 49. Target dan Realisasi Retribusi Pariwisata Kabupaten Pangandaran Tahun 2019-2020 Sumber: Disparbud Kab. Pangandaran 2020

Berdasarkan gambar tersebut, dapat diketahui bahwa target dan realisasi retribusi pariwisata di beberapa objek wisata memiliki perbedaan (target yang ditetapkan tidak tercapai). Hal tersebut dapat dilihat pada salah satu objek wisata yaitu di Pantai Pangandaran pada tahun 2019 target yang ditetapkan yaitu Rp19.431.594.082,00 tetapi hanya tercapai Rp13.326.055.000,00. Hal serupa juga terjadi dibeberapa objek wisata seperti Pantai Batu Hiu, Pantai Batu Karas, Green Canyon, dan Pantai Karapyak. Kemudian berikut merupakan Pendapatan Asli Daerah terhadap jumlah Penerimaan Sektor Pariwisata di Kabupaten Pangandaran.

110

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

Gambar 50. PAD Terhadap Jumlah Penerimaan Sektor Pariwisata di Kabupaten Pangandaran Sumber: Disparbud Kab. Pangandaran 2020

Perkembangan pendapatan asli daerah dan jumlah penerimaan sektor pariwisata Kabupaten Pangandaran sejak tahun 2016 hingga tahun 2020 saling beriringan mengalami peningkatan. Hingga tahun 2020 PAD sektor pariwisata dan jumlah penerimaan sektor pariwisata mengalami penurunan dari tahun sebelumnya yaitu Rp13.786.568.250,00 dan Rp13.786.568.250,00. Hal ini sangat memberikan keuntungan bagi pemerintah daerah serta warga sekitar tempat wisata. Peningkatan yang berlangsung selama bertahun-tahun ini tidak lain karena upaya sinergitas seluruh elemen yang ada untuk bekerja sama mampu memberikan pelayanan dan kenyamanan kepada pengunjung tempat wisata sehingga mampu memikat wisatawan untuk berlanjut mengunjungi Kabupaten Pangandaran untuk berwisata. Pada tahun 2020 mengalami penurunan karena memang adanya pandemi covid-19 menjadikan wisatawan tidak bisa berkunjung serta aturan pemerintah yang memang melarang tempat wisata untuk beroperasi. Tahun 2021 ini perkembangan covid 19 sudah mengalami penurunan secara berkala sehingga nantinya pemerintah diharapkan mampu berupaya meningkatkan pendapatan asli daerah dan

111

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

jumlah penerimaan sektor pariwisata kabupaten Pangandaran dengan menggencarkan promosi dan memperbaiki sarana prasarana yang sudah ada serta memaksimalkan pembangunan yang sedang berlangsung sehingga dapat memberikan pengalaman yang tidak terlupakan setelah mengunjungi sektor pariwisata di Kabupaten Pangandaran.

Gambar 51. Kontribusi Sektor Pariwisata terhadap PDRB

Kontribusi sektor pariwisata sejak tahun 2016 hingga tahun 2020 selalu mengalami peningkatan. Sedangkan pada kunjungan wisata dari tahun tersebut mengalami fluktuasi dengan beberapa kali penurunan bik di tahun 2019 maupun tahun 2020. Berdasarkan dengan data tersebut, dapat diperoleh informasi bahwa tidak selamanya ketika kunjungan wisatawan itu menurun maka akan berdampak pada kontribusinya pada PDRB. Tetapi juga diperlukan strategi agar mampu meningkatkan kunjungan pariwisata untuk tahun-tahun selanjutnya. Sektor pariwisata memiliki kontribusi yang baik terhadap PDRB di Kabupaten Pangandaran. Terlihat pada gambar tersebut hingga tahun

112

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

2020 sektor pariwisata setiap tahun kontribusinya selalu mengalami peningkatan. Peningkatan ini diperoleh dari retribusi pariwisata, pajak restoran dan hotel yang ada di sekitar tempat pariwisata, pajak hotel dan homestay yang ada di Kabupaten Pangandaran. Angka tersebut diperkirakan akan meningkat karena pihak pemerintah daerah setiap tahunnya melakukan perbaikan baik sarana serta prasarana untuk sektor pariwisata dan objek pariwisata di Pangandaran memang sangat memikat hati wisatawan nusantara maupun mancanegara. Hal ini terjadi karena di sekitar Kabupaten Pangandaran terdapat objek wisata pantai tetapi tidak ada yang memiliki keindahan seperti di pantai-pantai Kabupaten Pangandaran. Kelebihan yang tidak dimiliki daerah lain ini juga memberikan keuntungan tersendiri bagi Kabupaten Pangandaran seperti yang dilihat di gambar diatas angka kunjungan wisatawan naik sejak tahun 2016 hingga 2018, sedikit mengalami penurunan di tahun 2018 tetapi turun drastis karena adanya Covid-19 karena seluruh objek wisata ditutup dan Indonesia melakukan lockdown sehingga tidak ada yang bisa mengunjungi objek wisata.

Accessibilities Kegiatan wisata dapat berjalan bila ada didukung akses yang dapat dimanfaatkan oleh wisatawan. Akses yang mendukung dalam kegiatan wisata berupa segala macam transportasi umum serta infrastruktur. Aksesibilitas menjadi prinsip yang penting dalam menarik minat wisatawan untuk mengunjungi objek wisata yang sedang dikembangkan. Apabila objek wisata tidak didukung dengan aksesibilitas maka akan memengaruhi minat wisatawan untuk berwisata karena sulitnya akses berpengaruh pada tingkat kenyamanan wisatawan. Dinamika perekonomian mendorong pada peningkatan mobilitas penduduk dan barang antardaerah. Oleh karena itu sarana dan prasarana yang ada di daerah sangatlah penting untuk menunjang dan mendorong kemajuan perekonomian. Sarana dan prasarana tersebut meliputi transportasi sampai keberadaan jalan. Jalan sebagai sarana penunjang

113

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

transportasi yang memiliki peran sangat penting khususnya untuk sarana transportasi darat. Untuk mendukung transportasi darat di samping angkutan yang ada di kabupaten Pangandaran terdapat jalan yang cukup panjang walaupun menurut status/kelas jalan yang ada panjangnya berbeda-beda. Kondisi jalan yang ada saat ini baik jalan nasional, provinsi dan kabupaten di Kabupaten Pangandaran yaitu:

Gambar 52. Kondisi Jalan Nasional, Provinsi dan Jalan Kabupaten di Kabupaten Pangandaran Tahun 2019-2020 Sumber: DPUTRKP Kabupaten Pangandaran, 2020

Terlihat pada data tabel diatas terdapat 3 jenis jalan yang ada di Kabupaten Pangandaran. Yaitu jalan Nasional, Provinsi, dan Kabupaten. Pada jalan Nasional, jalan yang tergolong baik mencapai 76,42%, jalan rusak 0%, jalan rusak sedang 18,63%, dan jalan rusak berat 0%. Kemudian untuk jalanan Provinsi jalan yang tergolong masih baik mencapai 2,05%, jalanan rusak sedang 0,50%, jalan yang rusak mencapai 6,34% dan jalanan rusak berat 0%. Lebih lanjut lagi pada jalanan Kabupaten pada tingkat

114

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

baik mencapai 40,12%, jalanan sedang 19,29%, jalanan rusak 28,58%, dan jalanan rusak berat mencapai 55,14%. Maka dari itu pada jalanan di daerah kabupaten perlu adanya perbaikan karena tingkat kerusakan berat cukup tinggi. Pemerintah setempat perlu secepatnya memperbaiki jalan yang rusak tersebut, agar tidak terjadinya kecelakaan apabila jalanan rusak di sisi lain juga bisa mempermudah proses pertukaran barang di pasar. Untuk di jalanan Provinsi dan Nasional masih bisa dikatakan cukup baik namun jalanan yang sekiranya ramai dan sering dilewati masyarakat meskipun kerusakannya kecil juga perlu diperbaiki agar tidak ada masalah keselamatan di jalan raya. Ruas jalan nasional yang ada di kabupaten Pangandaran melewati kecamatan Cimerak, Cijulang, Parigi, Pangandaran, Kalipucang dan Padaherang. Ruas-ruas jalan tersebut berfungsi ganda, sebagai jalan antar provinsi (regional) sekaligus sebagai jalan utama antar kecamatan (lokal). Dan dilengkapi fasilitas sarana pendukung penerangan jalan umum sebanyak 2.254 unit, rambu lalu lintas 638 unit. Ketersediaan infrastruktur penunjang daya saing daerah dalam hubungannya dengan ketersediaan (availability) dalam mendukung aktivitas ekonomi daerah di berbagai sektor dapat diketahui dari beberapa indikator. Indikator itu antara lain jumlah orang yang terangkut angkutan umum dan jumlah orang melalui terminal, penataan wilayah, fasilitas bank dan non-bank, ketersediaan air bersih, fasilitas listrik dan telepon, restoran atau rumah makan, dan ketersediaan penginapan. Peran fasilitas wilayah atau infrastruktur terhadap daya saing kabupaten Pangandaran dapat dilihat dari beberapa hal salah satunya adalah panjang jalan seperti digambarkan pada gambar berikut ini:

115

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru Tabel 1. Hasil Capaian Kinerja Urusan Sarana dan Prasarana di Kabupaten Pangandaran Tahun 2016-2020 Indikator

Satuan

Capaian Kinerja 2016

2017

2018

2019

2020

Km

504,31

504,31

504,31

504,31

504,31

Jumlah

N/A

44.238

58.070

65.311

48.150

Jumlah ijin trayek yang dikeluarkan

Jumlah

N/A

10

10

24

12

Rasio ijin trayek

Jumlah

N/A

0,0024

0,0024

0,0057

0,0028

Jumlah uji kir angkutan umum

Jumlah

82

78

64

50

45

Jumlah Angkutan Darat

Jumlah

N/A

2.496

2.685

2.587

2.405

Jumlah penumpang angkutan darat

Jumlah

N/A

537.805

358.988

631.396

474.383

Jumlah angkutan umum yang tidak memiliki KIR

Jumlah

80

87

101

129

132

Jumlah angkutan umum

Jumlah

160

162

165

165

165

Jumlah pemasangn rambu−rambu

Jumlah

732

732

757

782

835

Jumlah rambu−rambu yang seharusnya tersedia

Jumlah

1.380

1.380

1.380

1.380

1.380

Tabel Jumlah orang/ barang yang terangkut angkutan umum

Jumlah

463.952

469.098

466.838

458.363

473.231

Jumlah orang/barang melalui dermaga

Jumlah

6.223

17.081

18.151

20.515

33.657

Jumlah orang/barang melalui terminal

Jumlah

456.179

449.592

446.110

435.217

473.231

Jumlah orang/ barang melalui bandara

Jumlah

1.550

2.425

2.577

2.631

1.576

Panjang Jalan Jumlah arus penumpang angkutan umum

Sumber: Dinas Perhubungan Kabupaten Pangandaran 2021

116

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

Pada tabel di atas dapat dilihat kemampuan kabupaten Pangandaran terkait fasilitas wilayah dan infrastruktur. Panjang jalan kabupaten Pangandaran statis di angka 504,31 km. Padahal arus penumpang cukup tinggi serta mobilitas masyarakat kabupaten Pangandaran naik dengan signifikan hingga 435.217 orang atau barang melalui terminal. Hal ini menunjukkan kebutuhan fasilitas jalan yang tinggi. Selain itu kebutuhan infrastruktur jalan yang seharusnya tersedia sebesar 1.380 hanya mampu tersedia 782 pada tahun 2020. Kebijakan dalam hal aksesibilitas, pemerintah juga turut andil dalam kebijakan berupa bantuan fasilitas dan kebutuhan lain yang diberikan langsung kepada unit pengelola wisata. Kebijakan ini telah terbukti dilakukan seperti yang dijelaskan oleh POKDARWIS berikut: “…Kebijakan yang diberikan ketika pengelola wisata memiliki data yang kuat yang nantinya dapat digunakan pegangan untuk meminta bentuan kepada pemerintah contohnya dengan adanya / disediakan buku tamu untuk memberikan bergaining pengelola wisata. Di beberapa tempat wisata jadi dapat diketahui berapa pengunjungnya perminggu hingga pertahun dapat digunakan untuk berdiskusi dengan pemerintah. Seperti Santirah sudah dikelola oleh 1 kelompok (jacket dan ban) harus menggunakan fasilitas yang disediakan oleh pengelola.…” Kondisi ketersediaan transportasi di Kabupaten Pangandaran khususnya penghubung antar kabupaten termasuk dalam level baik. Namun, jika berkaitan dengan transportasi menuju selain lima destinasi wisata yang dikelola oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Pangandaran, masih butuh penanganan tambahan untuk meningkatkan kemudahannya. Hal ini sejalan dengan yang disebutkan oleh Bappeda Kabupaten Pangandaran, yaitu: “… kalau wisata alam kan memang posisinya kan tidak di jalan utama, jadi perlu jalan penghubung antar jalan yang berstatus dengan kabupaten, kalau jalan kabupaten hampir 100% baik, namun butuh akses tambahan. Nah itu memang kebanyakan akses ke untuk di non 5 yang dikelola pemda itu rata-rata masih

117

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

ada keterbatasan dari segi akses, dari sisi lain memang untuk diperlebar misalnya, jalannya ee itu kan perlu pembebasan lahan dan seterusnya yang butuh biaya cukup besar. Jadi diantaranya itu, jadi jalannya rata-rata di luar 5 dikelola Pemda masih perlu perbaikan…” Kabupaten Pangandaran terus melakukan pembangunan infrastruktur guna mendukung pengembangan pariwisata. Pembangunan infrastruktur dilakukan sebagai pemenuhan prinsip aksesibilitas untuk mengembangkan pariwisata. Dalam proses pembangunannya, kabupaten Pangandaran melibatkan berbagai pihak sehingga diperlukan koordinasi antara perangkat daerah di bidang pariwisata. Aksesibilitas dalam pengembangan pariwisata pada dasarnya tidak terlepas dari peran berbagai aktor yang bersinergi dalam upaya pembangunan kepariwisataan. Terlebih jika pengembangan pariwisata tersebut ada pada daerah otonom baru, maka kolaborasi antar-stakeholder menjadi faktor penentu dalam keberhasilan pembangunan kepariwisataan baik itu secara langsung maupun tidak langsung.

Amenities Amenities yang mencakup fasilitas penunjang maupun pendukung wisata diantaranya: akomodasi, rumah makan (food and beverage), toko cendramata, biro perjalanan, retail, pusat informasi wisata, fasilitas penukaran uang (money changer) serta fasilitas kenyamanan lainnya.

Gambar 53. Jumlah dan Jenis Akomodasi di Kabupaten Pangandaran Tahun 2019 Sumber: Disparbud Kabupaten Pangandaran, 2020

118

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

Untuk menunjang kepariwisataan di kabupaten Pangandaran tersedia sarana akomodasi atau penginapan yang tersebar dari mulai memasuki wilayah kabupaten Pangandaran. Pada Tahun 2019 di kabupaten Pangandaran terdapat 392 akomodasi, yang terdiri dari hotel kelas bintang 11 unit, non-bintang sebanyak 237 unit, pondok wisata 135 unit, dan 9 bumi perkemahan. Semua akomodasi itu masih banyak terpusat di kecamatan Pangandaran. Berikut adalah gambar jumlah akomodasi di kabupaten Pangandaran pada tahun 2019 berdasarkan jenisnya. Berikut merupakan hasil wawancara dengan Dinas Pariwisata Kabupaten Pangandaran yakni sebagai berikut: “.......Apakah sudah memadai atau memang masih kekurangan. Desa atau justru tempat hotelnya itu jauh dari lokasi wisata. Di beberapa tempat yang kita mau variasinya banyak, ibarat kata hotelnya ada bintangnya itu memang masih di Pangandaran masih terpusat di Pangandaran itu sendiri Mbak. Tapi kalau di daerah lain misalkan ada penginapan yang namanya apa ya diharapkan ada. Nah itu juga salah satu pemikiran saya pribadi ya Mbak. Kenapa tidak ada info bencana terutama gempa dan tsunami, itu wisatawan yang datang itu sangat berkurang karena memang fasilitas utamanya itu ada di dekat pantai Pangandaran yang notabene juga kan pernah tsunami ya. Gitu kan jadi orang itu masih terngiang. Susah kan kalau menghilangkan traumatik tsunami di sini. Jadi walaupun kita punya banyak pilihan setelah yang Bahari kata alam untuk menginap nya......” Untuk saat ini ketersediaan kelengkapan penunjang pariwisata seperti halnya hotel masih terpusat di satu lokasi saja, dan kelengkapan ketersediaan akses penunjang masih terfokus di Pangandaran saja. Pendapat yang senada juga disampaikan oleh Pihak Pokdarwis Kabupaten Pangandaran sebagai berikut: “........sudah yang di tempat wisata yang dikelola pemerintah 5 tempat. Jika di curug atau wisata yang belum dikelola pemerintah paling menginap di homestay / rumah warga disekitar wisata. Di

119

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

Santirah, Green Canyon ketika datang sore, lalu menginap di homestay nanti main airnya pagi. Restoran sudah ada mungkin yang dicari wisatawan nasi liwet, ikan bakar, ikan goreng.....”.

Gambar 54. Jenis dan Jumlah Restoran di Kabupaten Pangandaran Tahun 2016-2020 Sumber: Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Pangandaran, 2020

Selain itu produk wisata yang menjadi bagian dari kepariwisataan kabupaten Pangandaran adalah fasilitas penyedia makanan dan minuman berupa rumah makan, restoran, kafe. Berdasarkan data dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Pangandaran Jumlah restoran di kabupaten Pangandaran pada tahun 2019 adalah 248, yang terbagi ke beberapa jenis di antaranya 204 rumah makan, satu bar rumah minum, dan 43 kafe. Wisatawan saat berkunjung ke suatu destinasi wisata membutuhkan fasilitas penunjang di samping daya tarik wisata itu sendiri. Maka dari itu, perlu disediakan berbagai fasilitas yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan mulai dari wisatawan berangkat, saat di tempat pariwisata, sampai pulang ke tempat semula. Daya tarik wisata harus memberikan fasilitas pelayanan yang berkualitas pada wisatawan karena mereka jauh dari rumah dan tentu saja membutuhkan hal-hal tertentu seperti penginapan, tempat makan, dan sebagainya. Fasilitas yang diberikan

120

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

tersebut saling terkait dalam satu kesatuan, tidak dapat dipisahkan, dan saling melengkapi satu sama lain. Sehingga, dalam pelaksanaannya komponen tersebut tidak dapat dipisahkan tergantung pada bentuk wisata dan karakteristik perjalanan wisata yang dilakukan wisatawan. Secara keseluruhan, kabupaten Pangandaran telah memenuhi segala upaya untuk mengembangkan destinasi pariwisata terutama dalam aspek amenities. Ketersediaan fasilitas yang baik di destinasi wisata di kabupaten Pangandaran dapat meningkatkan minat wisatawan untuk berkunjung dan membuat para wisatawan merasakan kepuasan. Sehingga, besar kemungkinan akan mendorong wisatawan untuk berkunjung lagi ke tempat tersebut.

Ancillary Services Organisasi yang mengelola destinasi wisata akan melaksanakan tugasnya seperti perusahaan yang pada akhirnya akan memberikan keuntungan pada pihak-pihak terkait. Sebagai daerah otonom baru, kabupaten Pangandaran memiliki asosiasi atau kelompok pengelola destinasi wisata yang bekerja sama dengan agen travel di luar daerah. Secara jangka panjang, terdapat inisiasi agar agen dari luar Pangandaran untuk menggunakan guide tour warga lokal guna menumbuhkan perekonomian dan menjadi sumber pendapatan masyarakat sekitar. Fasilitas penunjang seperti ATM, musala, dan tempat untuk membeli cindera mata juga tersebar di berbagai titik destinasi wisata. Pembentukan kelompok pengelola wisata dan fasilitas penunjang bertujuan untuk memberikan kemudahan pada wisatawan yang pertama kali mengunjungi destinasi wisata di kabupaten Pangandaran. Ancillary services memiliki peran sebagai pelengkap di antara amenitas dan aksesibilitas. Hal ini dikarenakan pada hakikatnya kebutuhan wisatawan untuk berkegiatan wisata hampir sama ketika kita hendak bertempat tinggal di suatu daerah. Sehingga kebutuhan-kebutuhan dasar harus tersedia agar kita dapat melakukan kegiatan wisata dengan nyaman dan aman. Berikut merupakan pendapat pihak Bappeda Kabupaten Pangandaran adalah: 121

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

“........banyak malah sudah ada kelompok atau asosiasi yang sudah bekerja sama dengan agensi/ biro travel di luar daerah. Ada inisiasi yang dilakukan agar nantinya agen dari luar ketika ingin berwisata di Pangandaran harus menggunakan guide tour dari warga lokal agar berbagi rejeki tetapi memang belum ada keputusan Bupati tetapi sudah mendekati dan diusulkan ke Bupati untuk menjadi kode etik dalam proses bisnis wisata. tujuannya untuk berbagi rejeki kepada warga lokal...”. Lebih lanjut lagi, pihak Pokdarwis juga mengemukakan hal yang sama terkait dengan adanya ancillary services yang mencakup beberapa hal seperti rumah sakit, bank, pos, telekomunikasi dan lainnya yang merupakan fasilitas pendukung yang digunakan oleh wisatawan. “…… akses kesehatan sifatnya insidentil ketika lebaran dan tahun baru dan hari besar lainnya. Ketika weekend biasa dan hari biasa tidak ada. Tetapi di setiap tempat wisata sudah disosialisasikan untuk menghubungi puskesmas parigi atau puskesmas pembantu yang ada di Situmang atau Sidamulih dan ketika terjadi kondisi yang tidak diinginkan bisa ke puskesmas Parigi atau ada juga beberapa puskesmas pembantu yang dapat membantu jika ada beberapa hal yang tidak diinginkan, sudah disosialisasikan kok kepada pelaku usaha di sekitar tempat wisata juga” Pemenuhan ancillary services tersebut menurut narasumber hanya terdapat di 5 pantai yang memiliki kunjungan wisatawan terbanyak dan berada di sekitar Kecamatan Pangandaran. Kedepannya terkait dengan pemenuhan ancillary services di beberapa tempat wisata yang ada di Pangandaran dapat dipenuhi untuk secara keseluruhan di tempat wisata baik wisata alam pantai, curug, body rafting, dan beberapa wisata sehingga kedepannya ancillary services ini benar-benar mampu memenuhi kebutuhan dan kenyamanan wisatawan. Masih adanya kekurangan dalam pemenuhan ancillary services dapat dijadikan perhatikan tersendiri oleh pemerintah. Lebih lanjut, pemenuhan ancillary services yang

122

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

hanya terdapat pada beberapa tempat wisata yang menjadi perhatian pemerintah kedepannya harus diselaraskan untuk semua objek wisata di Kabupaten Pangandaran. Hal tersebut penting karena setiap objek wisata turut menyumbangkan dana terhadap pendapatan daerah serta memberikan nama baik ke luar daerah Kabupaten Pangandaran bahwa Kabupaten Pangandaran memiliki banyak objek wisata yang potensial dan menarik untuk dikunjungi. Dalam pengembangan pariwisata di kabupaten Pangandaran terdapat beberapa stakeholders yang terlibat. Karena pengembangan pariwisata tidak dapat tercapai tanpa adanya stakeholders yang baik, para stakeholders harus terlibat dalam seluruh proses dan kerja sama demi tercapainya tujuan bersama. Kerja sama di antara ketiganya ternyata sangat berdampak positif pada perkembangan destinasi pariwisata yang di kabupaten Pangandaran. Oleh karenanya peran dan fungsi dari masingmasing aktor harus dapat dimaksimalkan dengan baik. Kolaborasi antar-stakeholders menjadi penting dalam pengembangan pariwisata di kabupaten Pangandaran. Beberapa pihak yang harus ada dalam membangun pariwisata ini antara lain pemerintah, swasta, serta masyarakat. Masing-masing pihak memiliki peran dan fungsi yang berbeda dengan yang lain. Berikut sekilas peran dan fungsi dari masingmasing stakeholders di kabupaten Pangandaran.

Gambar 55. Peran Stakeholders dalam Pengembangan Pariwisata di Kabupaten Pangandaran Sumber: Olahan Peneliti, 2021

123

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

Pada umumnya, pembuat kebijakan adalah pemerintah, pelaksana adalah pihak swasta, dan masyarakat adalah pihak yang terdampak. Berikut merupakan hasil wawancara dengan Pejabat Disparbud Kabupaten Pangandaran: “.......pemberian kebijakan-kebijakan, aturan-aturan, perbaikanperbaikan insfrastruktur untuk mengembangkan pariwisata: ada pelaksanaan sosialisasi, pelatihan kepada pelaku usaha, promosi daerah itu dilakukan pemerintah, dana yang digunakan dari APBD, APBN, lalu dari sumbangan pihak swasta yang dikelola pemerintah daerah.....” Dari hasil wawancara tersebut dapat disimpulkan bahwa saat ini pengembangan pariwisata di Kabupaten Pangandaran dijalankan oleh Pemerintah daerah setempat sebagai bagi dari menyelenggarakan daerah otonomnya. Pemerintah dalam hal ini untuk terus melakukan beberapa langkah dalam pembangunan antara lain melakukan pengawasan, membuat perencanaan, membangun sarana prasarana, dan membuat regulasi. Berikut hasil wawancara dengan Pejabat Dinas Pariwisata Kabupaten Pangandaran sebagai berikut: “......untuk masyarakat sendiri berperan aktif untuk berusaha tetap produktif saat pandemi seperti ini. Untuk Pokdarwis sendiri memberikan pendampingan ketika ada pelaku usaha yang memiliki masalah. Nantinya dilakukan diskusi dan diberikan alternatif solusi untuk menyampaikan ke dinas terkait masalah tersebut. Banyak forum diskusi yang dilakukan antara Pokdarwis, pelaku usaha pengembangan wisata dan dinas terkait. ada pelaksanaan kunjungan rutin tetapi juga karena hanya pekerja sosial untuk membantu akhirnya ketika nantinya dilakukan usulan maka akan disampaikan ke dinas. Sarana lain yang digunakan adalah grup whatsapp untuk standby jika ada keluh kesah atau bantuan apa gitu, nantinya Pokdarwis diundang ke destinasi tersebut, nantinya akan dilakukan diskusi.....”

124

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

Kelompok ini adalah kelompok pecinta pariwisata yang bertindak sebagai motivator dan komunikator kepariwisataan terhadap masyarakat sekitar daya tarik wisata. Ada 1 Kompepar di tingkat kabupaten dan ada 23 Kompepar di tingkat DTW. Tabel 2. Kelompok Masyarakat Penggerak Pariwisata (Kompepar) Kabupaten Pangandaran No

Nama Kompepar

Ketua

1

Kompepar Kabupaten Pangandaran

Edi Rusmiadi

2

Kompepar DTW Karapyak

3

Kompepar DTW Curug Bojong

Piping

4

Kompepar DTW Lembah Putri

Iwan Sofa

5

Kompepar DTW Citumang

6

Kompepar DTW Wonderhill Jojogan

7

Kompepar DTW Santirah

8

Kompepar DTW Goa Lanang

9

Kompepar DTW Sinjang Lawang

10

Kompepar DTW Karang Tirta

11

Kompepar DTW Ciwayang

12

Kompepar DTW Batu Hiu

13

Kompepar DTW Margacinta

14

Kompepar DTW Curug Taringgul

15

Kompepar DTW Green Canyon

16

Kompepar DTW Batu Karas

17

Kompepar DTW Madasari

Sutris

18

Kompepar DTW Kertamukti

Amim

19

Kompepar DTW Desa Wisata Babakan

20

Kompepar DTWSitu Cisamping

Sinto

21

Kompepar DTW Pepedan Hills

Erwin

22

Kompepar DTW Sutrareregan

Usep

23

Kompepar DTW Batu Lumpang Garden

Usin

24

Kompepar DTW Kersaratu

Saad

Dadih Hernayadi Ricky Yaya Triana Suryana Trisnadi Kholik Ujang Jajat Asep Kartiwa Aris Johardin Arief Dede Londo

Iwan Yudiawan

Gugi Gustaman

Sumber: Kompepar Kabupaten Pangandaran, 2021

125

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

Pihak swasta sebagai pelaku bisnis mempunyai peran dalam menyediakan sarana pendukung pariwisata. Peran lainnya adalah sebagai investor dan menyediakan lapangan pekerjaan. Pihak swasta merupakan salah satu pemeran penting dalam pengembangan pariwisata di daerah. Peran sebagai investor diwujudkan dalam membangun infrastruktur dan sarana prasarana pariwisata. Berikut merupakan hasil wawancara dengan Pejabat Dinas Pariwisata Kabupaten Pangandaran sebagai berikut: “.......dari pihak ketiga Biasanya sih ya bisa membantu dalam segi pengadaan di mana Tong sampah atau kerja sama dengan 1 merk jadi yang kayak mengecek jadi kayak apa namanya ya. Kayak gambar-gambar itu di mana. Di depan sana ada taman tuh digambarin yang sama yang kayak gitu jadi ya mungkin belum optimal tapi udah ada gitu, dari sekitar kita gitu tapi ya kan lagi....”. Dari wawancara tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat pihak swasta yang terlibat dalam pengembangan pariwisata di Kabupaten Pangandaran. Pihak swasta yang terlibat sudah banyak memberikan kontribusi pada pengembangan pariwisata di Kabupaten Pangandaran yaitu lain sebagai investor yang memperlancar dan mendukung program yang telah dibuat oleh pemerintah. Pemerintah memiliki peran melakukan pengendalian dengan cara menerbitkan kebijakan regulasi, menyediakan sarana dan prasarana, membuat perencanaan, dan melakukan mengawasi dalam aspek ekonomi, sosial dan lingkungan dalam pengembangan pariwisata. Masyarakat memiliki peran sebagai pelaku ekonomi baik dengan cara membuka usaha di bidang wisata atau sebagai wisatawan lokal serta pengunjung tempat wisata. Upaya yang dapat dilakukan agar mampu medukung perkembangan pariwisata sehingga berpengaruh baik terhadap perekonomian daerah adalah kolaborasi tiga elemen itu dalam pengelolaan objek wisata yang ada di Kabupaten Pangandaran. Lebih lanjut untuk seluruh lembaga yang berkepentingan pada pengembangan pariwisata di kabupaten

126

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

Pangandaran agar dapat melakukannya lebih mendalam dan meluas tidak hanya pada objek wisata yang saat ini menjadi unggulan. Sebab masih banyak potensi lain yang dapat dikembangkan. Apabila semua potensi itu bisa dikembangkan maka akan menjadi lapangan kerja baru bagi masyarakat.

127

5 DINAMIKA SISTEM PARIWISATA Subsistem Kesejahteraan Masyarakat Secara umum konsep kesejahteraan masyarakat merupakan kondisi dimana setiap warga negara dapat memiliki akses pada kebutuhan hidup yang bersifat jasmani dan rohani. Kesejahteraan masyarakat umumnya dilihat pada konteks material dan immaterial yang berimplikasi pada ketercapaian akses pada segala bidang layanan masyarakat yang menunjang kehidupan yang sejahtera (walfare to happiness) (Byrne, 2005; Sen, 2000). Dalam konteks pengelolaan pariwisata di Kabupaten Pangandaran kesejahteraan masyarakat dapat dilihat dalam subsistem yang telah dibuat berikut ini.

129

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

Gambar 56. Subsistem Kesejahteraan Masyarakat

Dengan melihat kondisi sosial yang ada, subsistem kesejahteraan masyarakat dalam pembangunan pariwisata di Kabupaten Pangandaran terdiri dari hubungan ketersediaan tenaga kerja (employment) yang dipengaruhi oleh tingkat Pendidikan yang mumpuni (Harapan Lama Sekolah dan Rata-rata Lama Sekolah) dan kesehatan yang berkualitas.

Gambar 57. Indeks Pendidikan

Indeks pendidikan adalah komponen yang menyusun Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Tinggi rendahnya IPM suatu daerah tergan-

130

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

tung dari komponennya didasarkan pada rata-rata indeks HLS dan indeks RLS dengan bobot yang sama. Oleh karena itu, diperlukan strategi agar indeks pendidikan dapat meningkat di masa yang akan datang. Sejak tahun 2013 indeks pendidikan di Kabupaten Pangandaran secara bertahap mulai angka 55,26 menjadi 56,53 di tahun 2014 hingga 59,33 di tahun 2020. Upaya yang dilakukan pemerintah Kabupaten Pangandaran yang menjadikan angka indeks pendidikannya meningkat perlu dipertahankan dengan hal tersebut maka akan meningkatkan pula kualitas ketenagakerjaan penduduk di Kabupaten Pangandaran pun juga akan meningkatan penghasilan bagi penduduk. Diperlukan upaya untuk meningkatkan hal ini dari pemerintah daerah yang bersinergi dengan seluruh aspek yang ada.

Gambar 58. Angka Harapan Lama Sekolah

Angka harapan lama sekolah yang mengalami peningkatan dalam setiap tahunnya berpengaruh pada kesejahteraan masyarakat. Sedangkan pada relasi yang lain, kesejahteraan masyarakat juga berpengaruh pada kesehatan yang ditunjukkan pada angka harapan hidup yang meningkat setiap tahunnya. Angka harapan hidup yang meningkat juga menunjukkan

131

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

betapa masyarakat secara umum secara tidak langsung sudah cukup bisa memenuhi kebutuhan pokok secara primer dan sekunder yang ditunjang dengan pekerjaan yang mumpuni. Dengan demikian secara reinforcing terjadi peningkatan kembali pada kesejahteraan masyarakat. Angka harapan hidup yang meningkat secara langsung juga mempengaruhi kualitas tenaga kerja yang dihasilkan. Sebagai salah satu aspek penunjang pariwisata, kualitas tenaga kerja berkualitas sangat dibutuhkan, sehingga kedepannya secara tidak langsung kualitas tenaga kerja berikut dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat Kabupaten Pangandaran yang ditopang pada sektor pariwisata.

Gambar 59. Rata-Rata Lama Sekolah

Rata-rata jumlah tahun yang dihabiskan oleh penduduk berusia 15 tahun ke atas untuk menempuh semua jenis pendidikan yang pernah dijalani. Untuk mereka yang tamat SD diperhitungkan lama sekolah selama 6 tahun, tamat SMP diperhitungkan lama sekolah selama 9 tahun, tamat SM diperhitungkan lama sekolah selama 12 tahun tanpa memperhitungkan apakah pernah tinggal kelas atau tidak. Angka penyusun indeks pendidikan ini semakin tahun juga memiliki peningkatan yang patut dibanggakan karena secara bertahap namun pasti. RLS ini mencerminkan masyarakat Kabupaten Pangandaran angka melek pendidikannya meningkat tiap tahunnya sehingga sumber daya manusia yang dihasilkan pun akan semakin berkualitas. Pencapaian yang sudah dilakukan ini perlu di pertahankan

132

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

sehingga pemuda-pemudi yang ada di Kabupaten Pangandaran berdaya saing tinggi. Pencapaian ini dapat dilihat semenjak menjadi DOB yaitu tahun 2013 adalah 7,01 hingga tahun 2020 menjadi 7,74.

Gambar 60. Indeks Kesehatan

Indeks Kesehatan mencerminkan pembangunan yang dilakukan suatu negara termasuk menjamin kesehatan masyarakatnya terlaksana dengan baik. Angka yang diperoleh hingga tahun 2020 yaitu sebesar 79,08 penduduk Kabupaten Pangandaran terjangkau oleh pelayanan kesehatan yang diberikan pemerintah Kabupaten Pangandaran. Peningkatan ini akan mampu menjadikan masyarakat percaya bahwa pemerintah memberikan pelayanan kesehatan yang semakin tahun semakin baik sehingga kesehatan masyarakat akan terjamin.

Gambar 61. Umur Harapan Hidup

133

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

Angka Harapan Hidup merupakan alat untuk mengevaluasi kinerja pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan penduduk pada umumnya, dan meningkatkan derajat kesehatan pada khususnya. Angka Harapan Hidup yang rendah di suatu daerah harus diikuti dengan program pembangunan kesehatan, dan program sosial lainnya termasuk kesehatan lingkungan, kecukupan gizi dan kalori termasuk program pemberantasan kemiskinan. Angka Harapan Hidup di Kabupaten Pangandaran sejak tahun 2013 mengalami peningkatan hingga tahun 2020 mulai 69,79 menjadi 71,40. Ini mencerminkan bahwa kesejahteraan penduduk memang benarbenar diupayakan oleh pemerintah daerah Kabupaten Pangandaran.

Gambar 62. Angkatan Kerja Kabupaten Pangandaran Tahun 2013-2020

Angkatan kerja yaitu penduduk yang berada pada usia produktif yaitu 15 tahun ke atas. Sehingga angkatan kerja adalah seluruh penduduk pada usia produktif untuk melakukan pekerjaan. Dari gambar diatas terlihat bahwa mulai tahun 2013 dengan angka 211,816 hingga tahun 2020 dengan angka 245,619 menunjukan adanya peningkatan jumlah angkatan kerja. Sehingga dengan data tersebut dapat dinyatakan bahwa angkatan kerja di Kabupaten Pangandaran tergolong tinggi, namun hal tersebut akan menjadi masalah ketika angkatan kerja ini tidak bisa terserap dalam lapangan pekerjaan. Sehingga akan menimbulkan pengangguran

134

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

yang banyak di Kabupaten Pangandaran. Hal ini tentunya harus segera diatasi oleh pemerintah daerah setempat. Bisa dengan cara pembukaan lapangan tenaga kerja agar sebagian masyarakat yang tergolong masuk pada angkatan kerja akan dapat pekerjaan tentunya disesuaikan dengan kualifikasi pendidikan, dan lain-lain.

Gambar 63. Ketenagakerjaan Kabupaten Pangandaran Tahun 2013-2020

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) adalah indikasi tentang penduduk usia kerja yang termasuk dalam kelompok pengangguran. Sedangkan Tingkat kesempatan kerja (TKK) adalah peluang seseorang penduduk usia kerja yang termasuk angkatan kerja untuk bekerja. Tingkat kesempatan kerja menggambarkan kesempatan seseorang untuk terserap pada pasar kerja. Pada tahun 2013 jumlah pengangguran terbuka mencapai 4,4% dan sampai pada tahun 2020 terjadi peningkatan sebesar 5,08%. Kemudian pada kesempatan kerja pada tahun 2013 sebesar 95,60% pada sampai tahun 2020 mengalami penurunan mencapai 94,92%. Melihat dari angka data diatas yang menunjukan bahwa adanya ketidakseimbangan antara kesempatan kerja dengan jumlah pengangguran terbuka yang ada di Kabupaten Pangandaran. Maka dari itu hal ini perlu dijadikan sebagai fokus pemerintah setempat. Pemerintah setempat seharusnya memberikan kesempatan kerja yang lebih kepada masyarakat

135

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

di Kabupaten Pangandaran yang masih menganggur. Pemerintah bisa berkerjasama dengan perusahan-perusahaan lokal untuk bisa menyerap tenaga kerja yang masih menganggur ataupun juga bisa menggalakkan program UMKM yang bisa menyerap banyak tenaga kerja.

Subsistem Daya Dukung Pariwisata Pada dasarnya sumberdaya pembangunan pariwisata dapat dilihat dari konsep 4A yang terdiri attraction, amenities, accesibilities, ancillary service yang ada di kawasan wisata berikut (C. Cooper, 2016). Kombinasi dari elemen-elemen berikut yang kemudian menjadi acuan dan memberikan peran penting untuk memotivasi wisatwan ke destinasi wisata yang akan dikunjungi. Selain itu juga karakteristik tiap destinasi wisata yang berbeda berkorelasi positif pada tingkat kunjungan wisatawan di suatu daerah.

Gambar 64. Subsistem Daya Dukung Pariwisata

Dalam konteks atraksi sebagai subsistem pengelolaan wisata yang dikelola oleh Pemda Pangandaran terdapat 5 obyek wisata. Kelimanya ini lebih condong menonjolkan panorama alam sebagai komoditas yang ditawarkan. Kelima obyek wisata ini diantaranya berupa Pantai Batu Karas, Pantai Batu Hiu, Pantai Pangandaran, Pantai Karapyak dan Green Canyon (Cukang Taneuh). Sebagai komoditas atraksi yang menjadi andalan dan wajah Kabupaten Pangandaran, kelima obyek wisata ini masing-masing memiliki karakter dan jenis atraksi yang berbeda. Sehingga wisatawan memiliki pilihan yang variatif untuk berkunjung ke Pangandaran. Selain 136

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

daripada panorama alam, untuk menambah daya tarik wisata pengelola kawasan pariwisata menambah sejumlah atraksi. Seperti yang ditemukan di Pantai Batu Karas yang ditemui beberapa penyewaan alat Surfing, Perahu dan Banana Boats. Selain itu eksostisme dan daya tarik Pantai di Kabupaten Pangandaran ditunjang dengan Panjang garis pantai yang mencapai 91 km, sehingga sangat menarik untuk dijadikan destinasi wisata serta pengembangan lebih lanjut demi menunjang kenaikan jumlah wisatawan. Peningkatan jumlah wisatawan yang berkunjung ke Kabupaten Pangandaran secara langsung akan memunculkan daya dukung yang menunjang sektor pariwisata. Penyediaan anciliary service yang cukup lengkap di kawasan pariwisata seperti terdapat mushola, tempat parkir, ATM, puskesmas pembantu didekat objek wisata dengan kondisi baik dan mudah dijangkau pengunjung. Dalam konteks daya dukung ancillary services yang ada, dengan ketersediaan fasilitas yang kurang memadai pada beberapa kawasan pariwisata seperti di Pantai Batu Hiu, Green Canyon dan Pantai Karapyak aktivitas pariwisata tidak berjalan dengan lancar. Ancillary berikut bila terpenuhi akan meningkatkan aktivitas pariwisata. Secara langsung apabila aktivitas pariwisata meningkat otomatis akan berpengaruh positif pada aktivitas ekonomi. Implikasi berikutnya secara tidak langsung akan berpengaruh positif pada kualitas pengelolaan pariwisata. Ancillary yang baik akan menaikkan daya saing wisata Kabupaten Pangandaran yang secara langsung juga berdampak pada pembangunan pariwisatanya. Pembangunan Pariwisata yang baik pastinya akan berimplikasi pada kualitas institusi yang secara partisipatif terlibat dalam pengelolaan pariwisata Kabupaten Pangandaran. Unsur-unsur tersebut terdiri dari pemerintah sebagai pembuat kebijakan, pihak swasta sebagai pelaksana, dan masyarakat sebagai pihak terdampak. Pemerintah mempunyai peran dalam melakukan pengendalian dengan cara menerbitkan kebijakan serta mengawasi dalam aspek ekonomi, sosial dan lingkungan dalam pengembangan pariwisata. Pihak swasta memiliki peran antara lain sebagai investor yang memperlancar dan mendukung program yang telah dibuat oleh pemerintah. Masyarakat memiliki peran sebagai pelaku ekonomi baik dengan cara membuka usaha di bidang wisata atau sebagai 137

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

wisata serta konsumen tempat wisata. Partisipasi aktif masyarakat, swasta dan pemerintah yang baik dan berjalan pastinya juga berdampak pada peningkatan kolektif pada atraksi di kawasan wisata Pangandaran. Pembangunan pariwisata erat kaitannya dengan kondisi aksesibilitas lokasi pariwisata. Dalam hal ini aksesibilitas dimaknai sebagai Sarana dan prasarana dapat mendukung perjalanan wisatawan dari daerah asal ke objek wisata maupun perjalanan wisata antar-objek wisata di satu daerah. Aksesibilitas diukur dari seberapa besar kemudahan yang diberikan kepada wisatawan. Kemudahan yang diberikan menjadi poin penting untuk memotivasi wisatawan datang berkunjung. Seperti pendapat Mill (2000) yang menyatakan aksesibilitas sebagai sesuatu yang dapat memberi kemudahan wisatawan berkunjung ke suatu daerah tujuan wisata. Lebih jauh untuk mengukur aksesibiltas dapat dilihat dari kelas jalan yang berada di Kabupaten Pangandaran serta yang menuju kearah kawasan wisata, keberadaan dan integrasi transportasi wisata seperti pelabuhan, bandara, terminal dan stasiun kereta api. Secara umum kondisi eksisting aksesibiltas jalan di Kabupaten Pangandaran terdapat jalan yang cukup panjang walaupun menurut status/kelas jalan yang ada panjangnya berbeda-beda. Kondisi jalan yang ada saat ini baik jalan nasional, provinsi dan kabupaten di kabupaten Pangandaran yaitu:

Sistem Pembangunan Pariwisata Pemahaman yang baik terkait sistem harus dimulai dengan pemahaman yang baik pula pada subsistem yang menyusun sistem yang direncanakan (M. R. K. Muluk, 2007). Pada dasarnya setiap subsistem yang telah diuraikan merupakan sistem sederhana yang menyusun kerangka sistem rekomendasi yang telah dibuat. Sistem rekomendasi berikut merupakan representasi dari pengelolaan pariwisata di Kabupaten Pangandaran, yang secara langsung di ekplorasi dari kondisi empiris yang terlihat di lokasi penelitian. Narasi yang menggambarkan sistem permodelan sosial pengelolaan pariwisata yang menggabungkan susbsistem pembangunan pariwisata dan subsistem kesejahteraan sosial di Kabupaten Pangandaran. 138

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

Semenjak diresmikan menjadi Daerah Otonom Baru (DOB) pada tahun 2012, Kabupaten Pangandaran mulai aktif menyelenggarakan pemerintahan pada tahun 2013. Dua tahun pertama dilalui tanpa dipimpin Bupati sebagai bagian dari proses transisi memisahkan diri Kabupaten Ciamis. Secara otonom pada waktu itu penyusunan rencana pembangunan jangka pendek daerah (RKPD), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) baru dilakukan. Sebagai daerah otonom baru dengan unggulan sektor pariwisata, Kabupaten Pangandaran sejatinya perlu membuat rencana pembangunan pariwisata yang mumpuni. Hal ini selaras dengan tujuan daripada pemekaran 10 kecamatan di wilayah selatan Ciamis menjadi Kabupaten Pangandaran. Penyelenggaraan secara administratif pada wilayah pangandaran yang menjadikan sektor pariwisata sebagai basis pendapatan daerah, tentunya harus memiliki dan memfokuskan pembangunan pada sektor pariwisata dan daya dukungnya. Pembangunan sektor pariwisata berikut dapat dilihat dengan peningkatan pada indeks pembangunan insfrastruktur yang meningkat serta indeks IKLI.

Gambar 65. Kepadatan Penduduk Kabupaten Pangandaran Tahun 2013-2020

139

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

Kabupaten Pangandaran yang menjadi daerah otonom baru semenjak tahun 2013 dan resmi beroperasi mencatat bahwa jumlah penduduk lakilaki adalah sejumlah 194.708 dan jumlah penduduk perempuan adalah 196.763. Seiring bertambahnya tahun jumlah penduduk Kabupaten Pangandaran semakin bertambah dan hingga tahun 2020 mencapai 212.910 untuk penduduk laki-laki dan 213.573 penduduk perempuan. Pertambahan ini kedepannya harus dapat dimonitoring dan dikontrol oleh pemerintah daerah agar kepadatan penduduk juga tidak semakin naik. Kebijakan yang tepat yang mampu mengendalikan pertambahan penduduk juga sangat berpengaruh berkaitan dengan masyarakat luas dan hal ini merupakan salah satu hal yang krusial.

Gambar 66. Kepadatan Penduduk Kabupaten Pangandaran Tahun 2013-2020

140

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

Kepadatan penduduk adalah banyaknya penduduk per satuan luas yang berguna salah satunya sebagai dasar kebijakan pemerataan penduduk dalam program transmigrasi selanjutnya berguna untuk mengetahui persebaran penduduk suatu wilayah dan penataan ruang khususnya distribusi permukiman. Kepadatan penduduk di Kabupaten Pangandaran selalu mengalami peningkatan sejak menjadi DOB, kecuali pada tahun 2014 yang mengalami penurunan dari tahun sebelumnya sebesar 3. Di tahun-tahun berikutnya kepadatan penduduk ini selalu mengalami peningkatan dan hingga tahun 2020 kepadatan penduduk di Kabupaten Pangandaran sudah mencapai 422. Pengendalian penduduk diperlukan agar angka kepadatan penduduk ini tidak selalu naik dari tahun ke tahun. Apabila angka ini semakin naik maka populasi di wilayah tersebut semakin banyak setiap tahunnya.

Gambar 67. Laju Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Pangandaran Tahun 2013-2020

141

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

Laju pertumbuhan penduduk per tahun merupakan angka yang menunjukkan rata-rata tingkat pertambahan penduduk per tahun dalam jangka waktu tertentu. Laju pertumbuhan penduduk per tahun biasanya dinyatakan sebagai persentase dari penduduk dasar. Persentase penduduk dasar ketika kabupaten pangandaran baru menjadi DOB adalah 0 % sedangkan berjalan 7 tahun pada tahun 2020 sudah mencapai 0,553%. Laju pertumbuhan penduduk ini perlu dimonitoring dan dievaluasi sehingga tidak terlalu tinggi karena Laju pertumbuhan penduduk Indonesia adalah 0,98 pada tahun 2021. Upaya pemerintah untuk mencegah peningkatan laju pertumbuhan ini sangat diperlukan agar kedepannya di kabupaten pangandaran terkontrol Laju pertumbuhan penduduknya.

Gambar 68. Inflasi Kabupaten Pangandaran Tahun 2013-2020

Inflasi adalah kecenderungan naiknya harga barang dan jasa pada umumnya yang berlangsung secara terus menerus. Jika harga barang dan jasa di dalam negeri meningkat, maka inflasi mengalami kenaikan. Naiknya harga barang dan jasa tersebut menyebabkan turunnya nilai uang. Dengan demikian, inflasi dapat juga diartikan sebagai penurunan

142

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

nilai uang terhadap nilai barang dan jasa secara umum. Sebagai DOB sejak berdiri pada tahun 2012 dan resmi menjalankan pemerintahan pada tahun 2013. Kabupaten Pangandaran cukup mampu mengelola dan mengendalikan laju inflasi yang ada diwilayah pemerintahannya. Semenjak tahun 2013 laju inflasi 7,21 mampu dikendalikan hingga tahun 2020 yaitu menjadi 1,61. Tetapi perlu menjadi catatan bahwa apabila nilai inflasi ini semakin kecil akan memicu timbulnya deflasi terhadap perekonomian daerah yang ini juga perlu dikhawatirkan apabila terjadi.

Gambar 69. Kunjungan Wisatawan ke Kabupaten Pangandaran

Sektor pariwisata memiliki kontribusi yang baik terhadap PDRB di Kabupaten Pangandaran. Terlihat dari gambar tersebut hingga tahun 2020 sektor pariwisata setiap tahun kontribusinya selalu mengalami peningkatan. Peningkatan ini diperoleh dari retribusi pariwisata, pajak restoran dan hotel yang ada di sekitar tempat pariwisata, pajak hotel dan homestay yang ada di Kabupaten Pangandaran. Angka tersebut diperkirakan akan meningkat karena pihak pemerintah daerah setiap tahunnya melakukan perbaikan baik sarana serta prasarana untuk sektor pariwisata dan objek pariwisata di Pangandaran memang sangat memikat

143

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

hati wisatawan nusantara maupun mancanegara. Hal ini terjadi karena disekitar Kabupaten Pangandaran terdapat objek wisata pantai tetapi tidak ada yang memiliki keindahan seperti di pantai-pantai Kabupaten Pangandaran. Kelebihan yang tidak dimiliki daerah lain ini juga memberikan keuntungan tesendiri bagi Kabupaten Pangandaran seperti yang dilihat di gambar diatas angka kunjungan wisatawan naik sejak tahun 2016 hingga 2018, sedikit mengalami penurunan di tahun 2018 tetapi turun drastis karena adanya Covid-19 karena seluruh objek wisata ditutup dan Indonesia melakukan lockdown sehingga tidak ada yang bisa mengunjungi objek wisata. .

Gambar 70. PDRB Kabupaten Pangandaran

Semenjak diresmikan menjadi Daerah Otonom Baru (DOB) pada tahun 2012 dan mulai aktif pada tahun 2013, Kabupaten Pangandaran menunjukkan angka Produk Domestik Regional Bruto yang selalu mengalami peningkatan. Sejak adanya pembentukan tahun 2012 hingga tahun 2020 angka Produk Domestik Regional Bruto mencapai 11.311,69. Hal ini menunjukkan trend yang meningkat setiap tahunnya, PDRB

144

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

Kabupaten Pangandaran berarti mengalami pertumbuhan yang positif. Perkembangan ini dapat terus tingkatkan dengan diimbangi upaya-upaya yang dapat dilakukan oleh seluruh elemen di Kabupaten Pangandaran. Dukungan yang dapat dilakukan adalah pembukaan objek wisatayang sebelumnya ditutup dan dapat dilakukan percobaan pembukaan dengan menerapkan dan menaati protokol kesehatan.

Gambar 71. Kontribusi Sektor Pariwisata terhadap PAD Kabupaten Pangandaran Tahun 2016-2020

Perkembangan pendapatan asli daerah dari penerimaan sektor pariwisata Kabupaten Pangandaran sejak tahun 2016 hingga tahun 2019 saling beriringan mengalami peningkatan, sementara tahun 2020 mengalami penurunan. Hal ini sangat memberikan keuntungan bagi pemerintah daerah serta warga sekitar tempat wisata. Peningkatan yang berlangsung selama bertahun-tahun ini tidak lain karena upaya sinergitas seluruh elemen yang ada untuk bekerja sama mampu memberikan pelayanan dan kenyamanan kepada pengunjung tempat wisata sehingga mampu memikat wisatawan untuk berlanjut mengunjungi Kabupaten Pangandaran untuk berwisata. Pada tahun 2020 mengalami penurunan karena memang adanya pandemi covid-19 menjadikan wisatawan tidak bisa berkunjung serta aturan pemerintah yang memang melarang tempat wisata untuk beroperasi. Tahun 2021 ini perkembangan covid 19 sudah

145

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

mengalami penurunan secara berkala sehingga nantinya pemerintah diharapkan mampu berupaya meningkatkan pendapatan asli daerah dan jumlah penerimaan sektor pariwisata Kabupaten Pangandaran dengan menggencarkan promosi dan memperbaiki sarana prasarana yang sudah ada serta memaksimalkan pembangunan yang sedang berlangsung sehingga dapat memberikan pengalaman yang tidak terlupakan setelah mengunjungi sektor pariwisata di Kabupaten Pangandaran.

Gambar 72. Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Pangandaran Tahun 2012-2020

Pendapatan Asli Daerah atau disingkat PAD, adalah penerimaan dari sumber-sumber di dalam wilayah suatu daerah tertentu, yang dipungut berdasarkan Undang-undang yang berlaku. Seperti yang terlihat pada gambar diatas pada tahun 2015 jumlah target kontribusi PAD sebesar 64,521,332,253 dan realisasinya sebesar sebesar 64,300,468,182. Pada tahun-tahun berikutnya antara target dan realisasi PAD terus mengalami peningkatan dan itu menjadi indikasi yang baik bagi Kabupaten Pangandaran. Pada tahun 2020 terdapat penurunan pada PAD dikarenakan adanya pandemi Covid-19 serta seluruh aspek perekonomian mati dan

146

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

dihentikan sementara dengan target PAD sebesar 198,243,655,064 dan realisasinya hanya 101,360,132,228. Penurunan ini dapat diminimalisir pada tahun-tahun selanjutnya dengan pelaksanaan pemulihan perekonomian pada seluruh elemen di Kabupaten Pangandaran.

Gambar 73. IPM Pengeluaran Kabupaten Pangandaran Tahun 2013-2020

Pengertian pengeluaran adalah pembayaran yang dilakukan saat ini untuk kewajiban pada masa akan datang dalam rangka memperoleh beberapa keuntungan. Masyarakat di daerah Kabupaten Pangandaran pada tahun 2013 mengeluarkan pengeluaran sebesar 64.07%. dan terus mengalami peningkatan pada tahun-tahun berikutnya yang mengindikasikan masyarakat di sana memiliki sifat yang konsumtif atas barang dan jasa yang mereka perlukan. Namun pada tahun 2020 mengalami banyak penurunan. Dari tahun 2019 yang sebesar 68.32% menurun menjadi 67.20% hal ini juga tidak terlepas dari dampak perekonomian masyarakat setempat yang terpengaruh adanya pandemi Covid-19. Maka dari itu pemerintah daerah setempat harus memiliki trobosan seperti membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat yang terkena PHK yang berujung pada pengurangan pendapatan.

147

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

Gambar 74. IPM Pengeluaran Perkapita Kabupaten Pangandaran Tahun 2013-2020

Pengeluaran rata-rata per kapita adalah biaya yang dikeluarkan untuk konsumsi semua anggota rumah tangga selama sebulan baik yang berasal dari pembelian, pemberian maupun produksi sendiri dibagi dengan banyaknya anggota rumah tangga dalam rumah tangga tersebut. Pada gambar diatas dapat ditemukan pada tahun 2013 pengeluaran perkapita masyarakat di Kabupaten Pangandaran sebesar 8,200,000 dan terus mengalami peningkatan di setiap tahunnya. Hal ini menunjukkan adanya perilaku konsumtif masyarakat setempat karena harus memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Dan ini juga menjadikan dampak pada pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Pangandaran. Namun pada tahun 2020 mengalami penurunan atas pengeluaran perkapita sebesar 9,084,000 yang diakibatkan oleh adanya pandemi covid-19 yang mengharuskan banyak rumah tangga yang mengalami penurunan pendapatan.

148

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

Gambar 75. IPM Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Pangandaran Tahun 2013-2020

Pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan dalam kemampuan dari suatu perekonomian dalam memproduksi barang dan jasa. Dengan kata lain, pertumbuhan ekonomi lebih menunjuk pada perubahan yang bersifat kuantitatif dan biasanya diukur dengan menggunakan data produk domestik bruto atau pendapatan output perkapita. Pada tahun 2013 laju pertumbuhan ekonomi sebesar 4,94% pada 2014 mengalami penurunan sebesar 4,19% dan tahun setelahnya mengalami peningkatan terus. Namun pada tahun 2020 laju pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Pangandaran mengalami penurunan yang cukup signifikan sebesar -0,05%. Hal ini salah satu penyebabnya adalah dengan adanya pandemi Covid-19 yang melanda seluruh negara yang ada di dunia termasuk juga Indonesia. Maka dari itu perlu adanya percepatan pembenahan dalam sektor ekonomi yang ada di Kabupaten Pangandaran. Bisa melalui meningkatkan sektor ekonomi UMKM yang bisa sangat membantu untuk peningkatan laju pertumbuhan ekonomi.

149

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

Gambar 76. Nilai SAKIP Kabupaten Pangandaran Tahun 2017-2020

SAKIP yang merupakan kepanjangan dari Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintahan yang merupakan integrasi dari sistem perencanaan, sistem penganggaran dan sistem pelaporan kinerja, yang selaras dengan pelaksanaan sistem akuntabilitas keuangan. Penilaian SAKIP dilakukan setiap tahunnya kepada seluruh instansi pemerintah yang ada di Indonesia dengan tujuan untuk mampu mendorong terciptanya akuntabilitas kinerja instansi pemerintah sebagai salah satu prasyarat untuk terciptanya pemerintah yang baik dan terpercaya. Semenjak tahun 2017 nilai SAKIP Kabupaten Pangandaran sudah mencapai 48,90 dan tahun 2019 mencapai 74,52. Terdapat penurunan tahun 2020 menjadi 66,73.

Gambar 77. Proyeksi Nilai SAKIP Kabupaten Pangandaran Tahun 2022-2026

150

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

SAKIP yang merupakan kepanjangan dari Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintahan yang merupakan integrasi dari sistem perencanaan, sistem penganggaran dan sistem pelaporan kinerja, yang selaras dengan pelaksanaan sistem akuntabilitas keuangan. Penilaian SAKIP dilakukan setiap tahunnya kepada seluruh instansi pemerintah yang ada di Indonesia dengan tujuan untuk mampu mendorong terciptanya akuntabilitas kinerja instansi pemerintah sebagai salah satu prasyarat untuk terciptanya pemerintah yang baik dan terpercaya. Berdasarkan pencapaian nilai SAKIP di tahun-tahun sebelumnya (yang telah termuat pada gambar 80) dan didukung dengan berbagai upaya pengembangan serta pengelolaan berbagai hal. Pemerintah Kabupaten Pangandaran optimis mampu mencapai proyeksi nilai SAKIP yang telah ditentukan pada dokumen RPJMD tahun 2022-2026. Hal tersebut diupayakan oleh pemerintah Kabupaten Pangandaran dengan perbaikan-perbaikan diseluruh elemen pemerintahan yang terlibat. Hal ini diharapkan mampu memberikan yang terbaik untuk proses akuntabilitas yang transparan dan terpercaya kepada masyarakat di Kabupaten Pangandaran. Kawasan Rawan Bencana adalah kawasan dengan kondisi atau karakteristik geologis, biologis, hidrologis, klimatologis dan geografis pada satu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang mengurangi kemampuan mencegah, meredam, mencapai kesiapan dan mengurangi kemampuan untuk menanggapi dampak buruk bahaya tertentu. Untuk meningkatkan ketahanan atau ketangguhan dalam memelihara pariwisata di tengah gejolak perubahan yang begitu cepat, Cheer & Lew (2018) juga kembali mengajukan model ketangguhan komunitas pariwisata yang lebih komprehensif. Model ini disebut sebagai social-ecological resilience dengan memasukkan unsur masyarakat dan alam sebagai satu kesatuan. Ketangguhan sosio-ekologis dapat dianalisis melalui kerangka Scale, Change, Resilience (SCR). Selanjutnya berkenaan dengan tourism scale. Dalam hal ini ada dua hal, pertama adalah business resilience, dan kedua adalah community resilience. Dua hal tersebut pada dasarnya merupakan organizational resilience, dan sebenarnya dapat berkaitan satu sama lain. Namun demi-

151

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

kian, keduanya tetaplah berbeda sehingga garis demarkasi untuk membedakan keduanya amatlah penting. Business resilience berada dalam skala yang lebih sempit dibandingkan community resilience.

Gambar 78. Gambar Kasus Covid-19 Kab. Pangandaran 2021 Sumber: Dinas Kesehatan Kab. Pangandaran (2021)

Adanya bencana yang ada di Kabupaten Pangandaran menimbulkan pembatasan terhadap pariwisata di Kabupaten Pangandaran. Pembatasan yang ada dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu pembatasan secara langsung oleh pemerintah dan pembatasan mandiri oleh masyarakat. Pembatasan secara langsung oleh pemerintah secara langsung dapat dilihat dengan adanya PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) karena adanya Pandemi Covid -19 yang hal tersebut membatasi kegiatan masyarakat untuk melakukan kunjungan pariwisata sehingga jumlah wisatawan menurun. Pandemi Covid-19 yang melanda Kabupaten Pangandaran sepanjang bulan Juli hingga Agustus 2021 terus mengalami peningkatan. Hal ini menandakan bahwa bencana pandemi di Kabupaten Pangandaran masih belum terkendali melihat tingginya angka terkonfirmasi positif Covid19 selama 2 bulan berturut-turut yang terus mengalami kenaikan hingga mencapai lebih dari 6000 orang. Melonjaknya kasus terkonfirmasi Covid19 membuat Pemerintah Kabupaten Pangandaran menutup sementara destinasi objek pariwisata selama 2 bulan lamanya. 152

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

Penutupan kegiatan pariwisata dimaksudkan untuk mencegah terjadinya lonjakan kasus terkonfirmasi Covid-19 di Kabupaten Pangandaran. Sebagaimana data kebencanaan dan pandemi dari BPBD dan Dinas Kesehatan, dapat dipahami bahwa kejadian bencana yang di Kabupaten Pangandaran memiliki resiko terhadap kegiatan pariwisata. Untuk meminimalisir resiko terhadap kegiatan pariwisata di masa pandemi, sesuai dengan instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) Nomor 57 Tahun 2021, pemerintah Kabupaten Pangandaran masuk dalam PPKM kategori Level 1 sehingga kegiatan pariwisata dapat dibuka kembali dengan syarat wajib memberlakukan protokol kesehatan. Berkaitan dengan pariwisata dan kebencanaan berdasarkan narasumber memang benar Kabupaten Pangandaran merupakan daerah rawan bencana karena memang berada di wilayah selatan yang berada di tepi pantai. Beberapa bencana yang pernah terjadi salah satunya bencana Tsunami dan gempa bumi pada tahun 2006 di bulan Juni yang sangat berpengaruh terhadap perekonomian dan pariwisata. Sejak tahun 2006 hingga tahun 2021 beberapa bencana yang pernah ada di Kabupaten Pangandaran adalah Banjir dan Air Pasang yang menyebabkan jalan terendam tetapi tidak terlalu berpengaruh karena dalam hitungan jam air akan surut.

Gambar 79. Bencana Kab. Pangandaran Sumber: BPBD Kab. Pangandaran (2021)

153

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

Adanya bencana yang terjadi telah ada dan direkap pada dokumen data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) kabupaten Pangandaran yang menunjukkan sejak tahun 2014-2020 kejadian bencana alam yang terjadi di daerah itu fluktuatif. Sepanjang tujuh tahun terdapat bencana yang secara berturut-turut ada di Kabupaten Pangandaran seperti bencana banjir, tanah longsor, angin puting beliung/angin topan, dan gempa bumi yang terjadi. Bencana paling banyak melanda kabupaten Pangandaran di tahun 2017 hingga mencapai ribuan bencana. Dari ribuan bencana alam yang terjadi sepanjang tahun 2017, lebih dari setengah merupakan gempa bumi dan banjir yang hampir melanda seluruh wilayah kecamatan yang ada di Kabupaten Pangandaran. Rata-rata bencana lainnya yang terjadi dalam kurun waktu 2014-2020 adalah Gempa Bumi, Banjir, dan Angin Topan. Tabel 3. Persebaran Bencana setiap Kecamatan di Kabupaten Pangandaran Bencana Gerakan Tanah Tinggi 1. 2. 3. 4. 5. 6.

Kecamatan Langkaplancar; Kecamatan Kalipucang; Kecamatan Sidamulih; Kecamatan Cigugur; Kecamatan Padaherang; dan Kecamatan Pangandaran.

Bencana Gempa Bumi Seluruh wilayah Kabupaten Pangandaran

Bencana Banjir 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.

Kecamatan Mangunjaya; Kecamatan Padaherang; Kecamatan Kalipucang; Kecamatan Sidamulih; Kecamatan Pangandaran; Kecamatan Parigi; Kecamatan Cijulang; dan Kecamatan Cigugur.

Bencana Tsunami 1. 2. 3. 4. 5. 6.

Kecamatan Cimerak; Kecamatan Cijulang; Kecamatan Parigi; Kecamatan Sidamulih; Kecamatan Pangandaran; dan Kecamatan Kalipucang.

Sumber: RTRW Bappeda Kabupaten Pangandaran, 2018-2038

Setelah dilakukan wawancara dengan beberapa sumber yang memiliki kewenangan terkait kebencanaan dan akibat dari kebencanaan di Kabupaten Pangandaran yaitu Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), Dinas Pariwisata & Kebudayaan, Badan Perencanaan Pem154

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

bangunan Daerah, Kelompok Penggerak Pariwisata Pangandaran, dan Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) didapatkan beberapa informasi. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) yang memiliki visi untuk mewujudkan “Masyarakat dan Wisatawan Pangandaran Tangguh Menghadapi Bencana” menyebutkan bahwa memang pada rentan waktu 7 tahun setelah Kabupaten Pangandaran berdiri bencana yang terjadi adalah banjir, tanah longsor, angin puting beliung/ angin topan, dan gempa bumi. Bencana tersebut relatif ada setiap tahunnya tetapi beberapa antispasi telah dilakukan oleh BPBD dengan mengimplementasian misi BPBD yaitu memperkuat sistem pengurangan risiko bencana, meningkatkan layanan dan jangkauan darurat bencana, mempercepat layanan pemulihan pasca bencana.

Gambar 80. Diklat Kebencanaan yang dilakukan BPBD Sumber: BPBD, 2019

Antisipasi yang dilakukan BPBD dilakukan secara rutin yang melibatkan stakeholder dan bentuk antisipasi tersebut antara lain adalah Sosialisasi, Mitigasi dan Edukasi Program Peningkatan Peranan Wanita

155

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

Menuju Keluarga Sehat Sejahtera (P2WKSS), Kegiatan Teknis Kebencanaan Tsunami, Pengecekan serta Uji Aktivasi Sirine Tsunami dan Aplikasi SIRITA, Simulasi Bencana Gempa & Tsunami Menuju Masyarakat Tangguh Bencana, Aksi Bersih-bersih Sungai Ciputrapinggan serta Laporan Harian & Prakiraan Cuaca Kabupaten Pangandaran. Kegiatan-kegiatan tersebut dilakukan karena memang Kabupaten Pangandaran merupakan wilayah yang memiliki banyak objek wisata sehingga diperlukan kesiapsiagaan masyarakat untuk mengantisipasi adanya bencana. Kegiatan-kegiatan ini betujuan agar masyarakat memiliki kemampuan mandiri untuk beradaptasi dan menghadapi setiap potensi ancaman bencana, mampu memulihkan diri dengan segera dari dampak-dampak bencana yang ada di wilayahnya dan mampu mengorganisasikan sumber daya masyarakat untuk mengurangi kerentanan sekaligus meningkatkan kapasitas dan mengurangi risiko bencana. Materi rutin yang di sampaikan dalam kegiatan tersebut yaitu pengenalan jenis bencana yang ada di Kabupaten Pangandaran serta langkah apa yang harus dilakukan untuk mengantisipasi ancaman potensi bencana, seperti Banjir, Longsor, Gempa Bumi maupun Kebakaran. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan juga disertai materi tentang praktek penyelamatan dan pemindahan korban saat terjadi bencana atau sesudah bencana oleh BPBD dan dilanjutkan dengan materi simulasi dan praktek penanganan kebakaran menggunakan peralatan oleh Tim Damkar. BPBD juga bekerja sama dengan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) untuk mengeluarkan peringatan dini waspada potensi hujan yang dapat disertai kilat/petir dan angin kencang pada pagi hingga malam hari di wilayah Kabupaten Pangandaran. BPBD Kabupaten Pangandaran juga secara berkala menghimbau masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap ancaman pohon tumbang, longsor dan banjir disekitar wilayah masing-masing.

156

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

Gambar 81. Peta Wisata Pangandaran Sumber: Dinas Pariwisata & Kebudayaan Kabupaten Pangandaran, 2021

Selain BPBD, Dinas Pariwisata & Kebudayaan juga memiliki andil dalam “Mewujudkan Pangandaran Sebagai Daerah Tujuan Wisata Dunia Yang Berbasis Lingkungan, Alam Dan Budaya” dengan beberapa implementasi seperti peningkatan kualitas aparatur dan sumber daya manusia Pariwisata dan Kebudayaan yang profesional, peningkatan kualitas aksesibilitas, amenitas dan atraksi wisata, mewujudkan sapta pesona dan promosi pariwisata, menjalin kemitraan dengan pemangku kepentingan dan budaya serta pelaku usaha, peningkatan pemberdayaan masyarakat dan pengembangan ekonomi kreatif untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, serta pemanfaatan, pelestarian, pemberdayaan,

157

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

pengembangan cagar budaya, kepurbakalaan dan seni budaya, dan menumbuh kembangkan potensi seni budaya sebagai peluang investasi wisata. Dinas Pariwisata dan Kebudayaan selain menyediakan data-data terkait pariwisata juga turut mendukung antisipasi masyarakat terhadap potensi bencana yang bisa saja terjadi di Kabupaten Pangandaran karena memang berada di sisi selatan yang berbatasan langsung dengan laut dengan menginformasikan kondisi cuaca di website Dinas Pariwisata dan Kebudayaan serta berkoordinasi dengan pihak terkait seperti BPBD dan Diskominfo untuk mampu memberikan informasi yang berguna untuk masyarakat dan wisatawan yang mengunjungi Kabupaten Pangandaran.

Gambar 82. Update Cuaca yang dilakukan oleh BPBD dan Disparbud Sumber: BPBD dan Disparbud, 2021

158

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

Bencana yang terjadi di Kabupaten Pangandaran menyebabkan pelaku-pelaku usaha harus melakukan upaya untuk bertahan (resilience). Setelah dilakukan wawancara, didapatkan bahwa PHRI yang merupakan organisasi berorientasikan kepada pembangunan dan peningkatan kepariwisataan, dalam rangka ikut serta melaksanakan pembangunan nasional serta merupakan wadah pemersatu dalam memperjuangkan dan menciptakan iklim usaha yang menyangkut harkat dan martabat pengusaha yang bergerak dalam bidang jasa pariwisata juga memerlukan penyesuaian karena adanya faktor kebencanaan yang ada di Kabupaten Pangandaran. PHRI melakukan pembinaan dan mengembangkan badanbadan usaha yang bergerak di bidang jasa perhotelan, usaha jasa makanan dan minuman serta lembaga pendidikan pariwisata serta mengembangkan potensi kepariwisataan nasional secara serasi, seimbang, selaras antara pemerintah swasta dan masyarakat. PHRI menyebutkan bahwa mitigasi bencana harus dilakukan secara berkala, melibatkan seluruh pemangku kepentingan di kawasan wisata, mulai dari pekerja hotel hingga para pedagang di kawasan wisata. Pengelola pariwisata memerlukan pelatihan karena masyarakat melakukan kehidupan sehari-hari berada di wilayah sekitar pantai sehingga diperlukan pelatihan yang intensif agar mampu mengantisipasi adanya bencana. Bentuk upaya pencegahan lainnya yang dilakukan PHRI yaitu telah menerima kunjungan pihak swasta untuk penyediaan sistem peringatan dini kebencanaan di tiap-tiap hotel dan para pengusaha menyambut baik jika kerjasama terwujud. Dilakukan juga pelatihan kepada karyawan serta pemilik hotel terkait bagaimana antisipasi dan tindakan yang harus dilakukan ketika ada peringatan bencana. Mekanisme pemulihan pasca bencana, adanya kerjasama dengan kemitraan dengan swasta/ CSR untuk daerah terdampak. Untuk pemulihan pada sektor ekonominya yakni 1. Mengenai pemulihan, kerkaca pada kejadian covid-19 dimana adanya terintegrasi pasca bencana sampai pemulihan ekonomi, secara konseptual untuk pemulihan ekonomi tidak ada pemulihan secara khusus, namun adanya tahapan-tahapan secara penganggaran.

159

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

2.

3.

Untuk CSR sendiri memang untuk bencana belum terorganisir, namun untuk diluar bencana sudah ada forum organisasi CSR yang sudah dibuat berisi dari pengusaha membuat forum yang mensinergikan dari prioritas daerah. Selain itu terkadang SCR langsung kepada BPBD memberikan bantuan secara langsung pada bencana seperti pertamina, BI, dan untuk CSR yang lain terkadang tidak terencana namun langsung biasanya membawa bantuan barang/logistik

Program dari BPBD yakni adanya edukasi bencana dari tahun 2017-sekarang 1. Anak TK mitigasi (ATM) 2. Wisata edukasi bencana goes to school (WEGTS) 3. Silaturrahmi empati berbagi edukasi bencana (si embed) 4. Bunda belajar mitigasi (BBM) 5. Forum kesiapsiagaan dini masyarakat (FKDM) 6. Wahana edukasi kebakaran 7. Hotel tangguh bencana (Hotana) Mencermati sistem sederhana yang telah dibuat, pengembangan selanjutnya dari sistem dinamis ialah menampilkan sistem kompleks. Fungsinya untuk menampilkan unsur-unsur (variabel) yang menyusun sistem sederhana dalam satu kesatuan yang kompleks. Sistem kompleks ini kemudian menjelaskan secara detail relasi dan kebertautan masing-masing unsur penyusun. Penjelasan ini biasanya terkait dengan mekanisme dan derajat relasi yang ditentukan pada saat pembuatan sistem tersebut. Untuk lebih ringkasnya, relasi yang menghubungkan setiap unsur menunjukkan kekuatan sistem itu sendiri. Berikut sistem kompleks yang telah dibuat dan siap untuk di simulasikan.

160

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

Gambar 83. CLD Sistem Pengembangan Pariwisata Daerah

Pemekaran 10 kecamatan di Kabupaten Ciamis menjadi Kabupaten Pangandaran pada tahun 2012 menjadi awal baru bagi masyarakat pesisir selatan Pangandaran. Pemekaran wilayah yang melahirkan otonomi baru barimplikasi pada banyak sektor. Bagi masyarakat Pangandaran yang wilayah tempat tinggalnya di wilayah pesisir memiliki harapan besar terhadap penyelenggaraan pemerintah otonom yang baru pada berbagai sektor kehidupan, utamanya adalah sektor pariwisata. Seperti diketahui sektor pariwisata memerlukan perhatian lebih karna memiliki potensi ekonomi kesejahteraan yang memadai, serta dapat pula menjadi andalan sektor bagi perekonomian Kabupaten Pangandaran. Sehingga pembentukan Kabupaten Pangandaran dengan dasar pembangunan sektor pariwisata yang lebih baik menjadi masuk akal untuk dikembangkan. Pada model sistem berikut, loop pertama dibentuk dengan unsur 4A. unsur-unsur ini merupakan hasil studi literatur dan temuan lapangan yang telah dilakukan. Unsur pertama yang menjadi patokan dalam pembangunan pariwisata adalah institusi, yang dalam konteks ini terdapat 3 aktor terkait dari 3 struktur baik pada wilayah formal dan lokal yang ada. Ketiga aktor berikut adalah Bappeda sebagai representasi formal yang merencanakan pembangunan pada segala sektor di Kabupaten Pangandaran, termasuk didalamnya ialah pariwisata. Kedua ada Dinas

161

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

Pariwisata sebagai pelaksana pembangunan serta pelayanan masyarakat terkait legislasi dan administrasi pada bidang pariwisata. Ketiga dalam hal ini adalah Kompepar, yaitu elemen masyarakat lokal sebagai pengembang dan pelaku pariwisata di Kabupaten Pangandaran. Sinergitas dalam bentuk relasi ketiga aktor berikut yang direncanakan sebagai daya ungkit atraksi yang ada di Kabupaten Pangandaran. Seperti diketahui atraksi yang ada di Kabupaten Pangandaran sangat beragam, mulai dari atraksi pemandangan seperti yang ada di Pantai Batu Hiu, Pantai Karapyak dan Pantai Pangandaran. Spot untuk surfing, berenang dan naik perahu seperti di Pantai Batu Karas dan Green Canyon. Atraksi berikut ini yang akan meningkatkan jumlah kunjungan wisata ke Pangandaran. Jumlah kunjungan wisata ke Pangandaran secara eksisting sebenarnya mengalami penurunan pada tahun 2020-2021 yang diakibatkan oleh pandemi covid 19. Penurunan jumlah kunjungan wisata ini sangat berpengaruh pada penggunaan amenitas yang berkurang dan menyebabkan kerugian yang cukup besar. Sehingga pembangunan pariwisata menjadi terhambat. Pembangunan pariwisata yang baik harus melibatkan dan mempertimbangkan kondisi aksesibilitas daerah dan kawasan wisata. Pada kasus di wilayah Pangandaran aksesibilitas wilayah terpantau cukup baik. Hal ini dapat dilihat pada kondisi jalan nasional yang cukup baik, walaupun ada beberapa kerusakan di beberapa titik. Kondisi jalan kearah wisata juga cukup baik. Kerusakan ditemukan pada jalan kearah Pantai Batu Hiu, Pantai Batu Karas dan Green Canyon. Untuk integrasi transportasi menurut observasi yang dilakukan masih kurang baik, seperti stasiun kereta api yang tidak berfungsi, bandara yang belum banyak rute dan pelabuhan yang hanya untuk sektor perikanan, hanya ditemui terminal yang berfungsi. Hal ini dapat dipahami karna wilayah Pangandaran berada di pesisir selatan yang perlu pembaharuan pada konteks integrasi transportasi. Aksesibilitas yang baik selanjutnya akan meningkatkan kunjungan wisata yang sudah tersedia. Peningkatan kunjungan wisata berimplikasi pada tiga unsur yang lain dalam sistem ini, yakni pada PAD kabupaten dan aktivitas perekonomian masyarakat pada sekitar daerah wisata. Pada implikasi pertama

162

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

yang dijelaskan berikut pada unsur aktivitas ekonomi masyarakat yang membentuk loop baru. Aktivitas ekeonomi yang meningkat seiring dengan jumlah kunjungan pariwisata yang meningkat yang juga berpengaruh pada kesejahteraan masyarakat. Unsur kesejahteraan ini dipengaruhi oleh kesehatan masyarakat yang meningkat yang dibuktikan dengan angka harapan hidup. Kesehatan yang meningkat menyebabkan kualitas pekerja yang baik yang selanjutnya punya pengaruh pada tingkat pendidikan yang meningkat pula. Kesejahteraan masyarakat yang meningkat melalui sektor pariwisata secara tidak langsung akan meningkatkan kualitas penyelenggaraan pemerintahan. Hal ini didukung dengan peningkatan aktivitas ekonomi serta peningkatan PAD melalui dukungan kunjungan wisata ke Pangandaran. Walaupun patut diwaspadai ada beberapa hal yang perlu diberi intervensi lebih demi kelancaran pariwisata, yakni faktor Pangandaran sebagai daerah rawan bencana. Apalagi dalam riwayatnya Pangandaran seringkali mengalami gempa bumi, banjir dan Tsunami. Secara eksisting faktor bencana diperkuat dengan belum pulihnya situasi semenjak munculnya pandemi covid 19 sampai sekarang ini. Merujuk pada causal loop diagram yang telah diuraikan diatas, langkah selanjutnya adalah membuat simulasi ke stock flow diagram (SFD). Langkah berikut merupakan proses selanjutnya dari CLD yang telah teruji kesahihannya. Data-data yang menyusun didapatkan dari proses analisis kualitatif yang telah dilakukan, meliputi data-data wawancara mendalam kepada Bappeda dan Dinas Pariwisata Kabupaten Pangandaran serta Kompepar (pokdarwis) di kawasan obyek wisata. Wawancara berikut dilakukan secara langsung datang ke lokasi (offline) maupun secara daring (online). Wawancara dilakukan sebanyak dua kali secara daring dan satu kali secara langsung. Selain wawancara, data yang dipakai untuk membuat SFD adalah focus group discussion (FGD). Langkah ini dilakukan secara langsung dengan pihak Bappeda pada tanggal 11 Oktober bertempat di ruang rapat Bappeda Kabupaten Pangandaran. Selain itu FGD kedua dilakukan dengan Kepala Dinas Pariwisata dan jajaran yang bertempat di ruang

163

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

Kadin Dispar Kabupaten Pangandaran di tanggal yang sama. Langkahlangkah kualitatif berikut kemudian dibandingkan dengan data kuantitatif yang sudah tersedia dan didapatkan dalam proses penelitian. Data-data ini berupa Laporan Sakip, APBD, PAD, IKM dan data-data pendukung yang bersifat kuantitatif lainnya. Formulasi dari perbandingan data-data yang didapat secara kualitatif dan kuantitatif berikut kemudian di elaborasi dan dibuat menjadi dasar membentuk CLD yang tersusun dari dua subsistem. Pertama ada subsistem pembangunan pariwisata yang terdiri dari unsur Atraksi Pariwisata (Banana Boats, Surfing, Perahu, Panjang Garis Pantai), Ancillary, Amenitas, Aksesibilitas dan Institusi (peran struktur formal, lokal dan swasta). Sedangkan yang kedua terdiri dari subsistem kesejahteraan masyarakat yang terdiri dari unsur Pendidikan (angka lama sekolah dan harapan lama sekolah), kualitas tenaga kerja (employment) dan kesehatan (angka harapan hidup). Dari uraian subsistem berikut dibentuklah sistem yang secara kompleks disusun dari unsur-unsur kecil berikut. Susunan CLD yang telah di simulasikan dalam bentuk SFD dapat dilihat dalam gambar berikut ini.

Model Simulasi Stock Flow Diagram (SFD) Setelah pembuatan model causal loop diagaram (CLD) dilakukan, langkah selanjutnya ialah melakukan simulasi dengan menggunakan Stock & Flow Diagram (SFD). SFD ini digunakan sebagai pengembangan dari CLD yang digambarkan dalam dua variabel, yakni variabel stock (level) dan flow (rate). SFD ini kemudian digunakan untuk merepresentasikan aktivitas pada suatu lingkar umpan-balik (Coyle, 1996b; Eisler, 2015; M. R. K. Muluk, 2007). Sebagai penjabaran rinci dari CLD, SFD berikut sangat memperhatikan pengaruh waktu terhadap keterkaitan antar variabel, sehingga nantinya setiap variabel mampu menujukkan akumulasi untuk variabel level dan variabel yang menjadi laju aktivitas sistem pada setiap periode waktu yang ditentukan.

164

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

Gambar 84. Stock Flow Diagram

Dari gambar berikut terdapat empat stock pada simulasi SFD yang telah dilakukan. Empat stock berikut adalah ketahanan pariwisata, penyelenggaraan urusan pariwisata, jumlah wisatawan dan perekonomian daerah. Terdapat tiga unsur secara rate yang mempengaruhi perekonomian daerah (in flow) Pangandaran, yakni Employment, PAD dan GDP. Sedangkan peningkatan atau pengurangan jumlah wisatawan juga berpengaruh secara tidak langsung pada perekonomian daerah. selain itu perekonomian daerah ini pastinya memiliki keterkaitan dan supporting secara langsung pada pemerintahan daerah, yang secara empiris merupakan dampak dari pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB). Pada stock kedua yakni terkait dengan penyelenggaraan urusan pariwisata terdapat dua elemen yang berpengaruh (in flow), yaitu elemen pemerintah daerah dan pembangunan pariwisata. Sedangkan pada aliran keluar atau keterpengaruhan stock pada elemen lain terdiri dari dua aliran, pertama pengaruhnya terhadap kebijakan pariwisata yang selanjutnya juga mempengaruhi pembangunan pariwisata. Kedua, pengaruhnya pada daya dukung pariwisata yang terdiri dari empat konsep (4A), yakni amenities,

165

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

ancillary services, attraction dan accessibility. Gabungan dari keempat konsep berikutlah yang secara langsung memberikan peluang dan potensi dalam menaikkan jumlah wisatawan di Pangandaran. Ini pun akan terealisasi secara bertahap dengan dukungan pembangunan pariwisata. Selanjutnya, pada stock ketiga yaitu tentang jumlah wisatawan hanya terdapat satu elemen yang yang mempengaruhinya (in flow) yaitu daya dukung pariwisata (4A). Akan tetapi pada sisi pengaruhnya pada elemen lain terdapat tiga, satu pengaruh secara langsung yaitu pada pembatasan pariwisata, sedangkan dua pengaruh secara tidak langsung pada perekonomian daerah dan ketahanan pariwisata (tourism resilience). Bahwa kemudian pembatasan pariwisata ini sangat berkorelasi dengan jumlah wisatawan, ini menjadi suatu keniscayaan yang diarahkan oleh dalih kerusakan lingkungan secara fisik maupun sosial. Kerusakan berikut timbul berkat elemen bencana yang kurang dipertimbangkan dalam membangun pariwisata. Bahkan pada tempo sekarang yang masih menghadapi bencana sosial dan kehidupan semacam pandemi covid 19. Terakhir pada stock keempat yaitu ketahanan pariwisata terdapat tiga elemen yang mempengaruhinya, dua elemen secara langsung yaitu ketahanan masyarakat (community resilience) dan ketahanan bisnis (business resilience). Satu elemen yang mempengaruhi secara tidak langsung adalah jumlah wisatawan. Sedangkan pada out flow yaitu terkait pengaruh terhadap elemen lainnya terdiri dari dua aliran. Pertama pada pengaruhnya terhadap organizational resilience (badan usaha pariwisata) dan kedua pada kerusakan lingkungan. Ini menjadi faktor penting tekait ketahanan pariwisata. Bahwa pariwisata harus mempertimbangkan aspek lingkungan itu mutlak dan perlu tindak lanjut yang pasti. Secara keberlanjutan ini juga akan menguntungkan bagi pelaku wisata dan perencana pariwisata, sehingga pariwisata menjadi tetap lestari dan tetap menguntungkan dari sisi ekologis.

Interprestasi Behaviour Over Time (BOT) dan Leverage Aspek paling penting dalam melakukan simulasi model dinamis guna menghasilkan model yang efektif untuk real world, maka perlu interpretasi perilaku dinamis (BOT) yang muncul. Analisis perilaku 166

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

dinamis memungkinkan pengguna model untuk mengubah parameter sesuai dengan kebutuhan maupun keinginan. Secara konseptual pandangan mengenai hasil analisis perilaku dinamis dapat dicermati dengan melihat efektivitas partsisipasi tiap elemen serta posisi mekanisme partisipasi aktual dalam ladder of empowerment (M. R. K. Muluk, 2007). Interpretasi dari behaviour over time (BOT) berikut adalah dari simulasi model yang telah dilakukan. Dalam upaya pembangunan pariwisata di Kabupaten Pangandaran dalam intervensi pada empat tahun pertama didapatkan bahwa terjadi peningkatan secara exponential growth apabila model CLD dan SFD berikut dipergunakan dalam mekanisme BOT. Peningkatan terbesar terlihat pada kebijakan pemerintah yang mulai meningkat pada termin dua setengah tahun setelah intervensi. Kemudian dilanjutkan oleh pembangunan pariwisata akan mengalami peningkatan setelah kurang lebih tiga tahun masa intervensi, dan akan mencapai puncak serta bertahan secara teratur setelah empat tahun masa intervensi. Secara konseptual angka 1 pada garis perilaku dinamis menunjukkan kondisi awal sebelum intervensi dilakukan. Angka 2, 3 dan seterusnya merupakan kondisi pasca intervensi dilakukan.

Gambar 85. Interpretasi Behaviour Over Time (BOT)

167

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

Pada tahap selanjutnya, sebagai upaya meningkatkan efektivitas model maka diperlukan faktor pengungkit dari tiap elemen dari model yang telah dibuat. Untuk mentjari faktor pengungkit dalam simulasi dan BOT berikut dilakukan dengan uji leverage. Uji berikut mengambil posisi pada 2 stock, yakni penyelenggaraan urusan pariwisata dan kunjungan wisatawan. Pada level atau stock penyelenggaraan urusan pariwisata dilakukan intervensi pada setiap elemen dengan total intervensi pada 15 elemen. Pola intervensi ini dilihat dari nilai akhir intervensi pada stock penyelenggaraan urusan pariwisata dengan angka 1,244 dikurangi dengan nilai akhir dari elemen kesejahteraan yang bermacam-macam, pola ini kemudian di intervesikan dengan waktu selama 1,5 tahun untuk semua elemen. Hasil dari uji leverage ini menunjukkan ada dua elemen yang dapat menjadi leverage pada model berikut. Pertama, dengan menggunakan elemen pembangunan pariwisata dengan angka 1.931 yang diperoleh dari nilai akhir penyelenggaraan urusan pariwisata yang dikurangi nilai kesejahteraan dengan angka 3.175 dengan intervensi selama 1,5 tahun. Kedua, dengan angka yang sama menggunakan elemen kebijakan pariwisata dengan perhitungan yang sama, didapatkan angka 1.931 sebagai angka kenaikannya. Kedua perhitungan berikut dapat disimpulkan sebagai faktor efektivitas model dengan sifat lavergae naik. Pengujian leverage ini dapat dilihat dalam tabel berikut ini.

Gambar 86. Leverage Sistem Pengembangan Pariwisata

168

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

Hasil uji leverage kedua dilakukan dengan mengambil stock kunjungan wisatawan ke Pangandaran. Simulasi leverage menggunakan pola pengurangan dari nilai pada elemen kunjungan dengan angka 137.428 yang dikurangi dengan nilai akhir intervensi kunjungan yang beragam dan intervensi dilakukan pula selama 1,5 tahun. Merujuk pada tabel 105 berikut ini, pembangunan pariwisata dan kebijakan pariwisata masih menjadi elemen yang paling menentukan dalam model pembangunan pariwisata yang dihasilkan. Kedua elemen berikut menghasilkan nilai Gap yang sama setelah intervensi dilakukan, yaitu menujukkan angka 93.574 dengan sifat leverage naik. Untuk lebih jelasnya dapat diperhatikan pada tabel uji leverage berikut ini.

Gambar 87. Leverage Kunjungan Wisatawan

Pengujian intervensi berikut juga mempertimbangkan unsur-unsur yang mengurangi atau diperkirakan dapat menghambat pembangunan pariwisata di Kabupaten Pangandaran (limiting factors). Kondisi ini misalnya seperti letak geografis Kabupaten Pangandaran yang berada di pesisir selatan Pulau Jawa yang rawan bencana. Hal ini dapat dibuktikan dengan riwayat bencana Kabupaten Pangandaran dalam 50 tahun terakhir yang terjadi bencana banjir, gempa bumi dan tsunami. Selain bencana walaupun secara tidak langsung menghambat, kondisi Kabupaten Pangandaran sebagai Daerah Otonom Baru (DOB) menyebabkan pembangunan harus dilakukan dengan penuh perhatian. Perlu intervensi dan strategi yang tepat dalam upaya pembangunan pariwisata yang tepat sesuai dengan potensi alam Pangandaran.

169

6 PENUTUP

K

abupaten Pangandaran terus berbenah sejak ditetapkan menjadi DOB di tahun 2012. Sikap terus berbenah dipilih sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas layanan publik dan mempercepat pembangunan ekonomi daerah. Dua tujuan itu merupakan cita-cita dasar dari pemekaran wilayah Kabupaten Pangandaran. Kualitas layanan publik dianggap akan lebih baik melalui otonomi dalam kerangka desentralisasi. Desentralisasi pada dasaranya memberikan otonomi kepada kesatuan masyarakat dalam batas wilayah Kabupaten Pangandaran. Kesatuan masyarakat direpresentasikan pemerintah daerah itu diberi keleluasaan untuk mengatur, memberi, menciptakan layanan mereka sendiri. Keleluasaan itu memberi ruang pemerintah daerah untuk mengelola wilayah sesuai konteks masing-masing. Konsekuensi logis dari otonomi daerah ialah peran yang diemban pemerintah daerah jauh lebih besar daripada sebelumnya. Sebab, sesuai unsur kedua dalam desentralisasi, DOB memikul power dan responsibility dari pemerintah pusat. Predikat DOB Kabupaten Pangandaran mengandung harapan percepatan pembangunan ekonomi daerah. Percepatan pembangunan ekonomi setidaknya memiliki pra-syarat yang harus dipenuhi. Salah

171

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

satu pra-syarat itu ialah pembangunan infrastruktur. Infrastruktur yang memadai mampu menunjang sirkulasi ekonomi di daerah. Pengembangan infrastruktur juga diharapkan menarik investasi untuk pembangunan sosial, ekonomi, budaya, lingkungan di Kabupaten Pangandaran. Lambat laun pertumbuhan ekonomi merupakan keniscayaan dari sirkulasi ekonomi yang tiada henti bergerak. Penggalian potensi Kabupaten Pangandaran merupakan salah satu upaya berbenah dari pemerintah daerah. Sekaligus cara pemerintah daerah untuk menjawab tantangan sebagai DOB. Pemerintah daerah merumuskan bahwa pariwisata merupakan salah satu potensi yang bisa dikembangkan di Kabupaten Pangandaran. Perumusan potensi itu didasarkan pada dua hal. Pertama, potensi pariwisata dipengaruhi oleh kondisi khas geografis Kabupaten Pangandaran. Kedua, didasarkan pada PP nomor 50 tahun 2011 tentang RIPPARNAS yang menyatakan bahwa Kabupaten Pangandaran masuk ke KSPN. PP RIPPARNAS itu diterjemahkan ke peraturan turunan berupa Perda kabupaten Pangandaran nomor 7 tahun 2018 tentang RIPPARDA. Merujuk kebijakan RIPPARNAS diperoleh bahwa potensi pariwisata Kabupaten Pangandaran ada di wisata bahari dan wisata minat khusus. Sedikitnya ada delapan puluh empat wisata alam bahari dan wisata minat khusus di Kabupaten Pangandaran. Semua objek wisata tersebut menyebar di tiap-tiap kecamatan, meski jumlah penyabaran masih belum merata. Peraturan turunan RIPPARDA merinci penyebaran potensi wisata di Kabupaten Pangandaran. Wilayah Kabupaten Pangandaran diklasifikasi menjadi empat kategori yang lebih spesifik. Pertama, KSPD Pangandaran dan sekitarnya yang mencakup wilayah kecamatan Pangandaran, Cijulang, Sidamulih, Parihi, dan Cimerak. Kedua, KSPD Cimerak dan sekitarnya yang mengidentifikasi wilayah kecamatan Sidamulih, kawasan wisata Karang Tirta-Cikalong. Ketiga, KPPD Langkaplancar Cigugur, yang meliputi kecamatan Parigi, kawasan wisata pantai Batu Hiu-CitumangSantirah. Dan keempat, KPPD Kalipucang Mangunjaya, yang merujuk ke kecamatan Cijulang termasuk Margacinta, Green Canyon-Green CoralPondok Patra, Pantai Batukaras.

172

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

Semua potensi tersebut apabila dikelola dan dikembangkan bisa menciptakan multiplier effect. Dalam kerangka ini, multiplier effect menunjuk pada situasi sejauh mana pengeluaran wisatawan akan menstimulasi pengeluaran lebih lanjut atau sirkulasi aktivitas ekonomi di sektor selain pariwisata. Pendapatan ekonomi daerah hanyalah dampak sampingan dari stimulasi pengeluaran wisatawan di Kabupaten Pangandaran. Wisatawan yang berkunjung akan memberikan dampak langsung ketika wisatawan itu mengkonsumsi apa-apa saja yang adadisediakan di Kabupaten Pangandaran. Pengeluaran wisatawan diterima langsung oleh masyarakat melalui unit usaha atau pengelola berupa pembelian tiket, wahana, parkir, toilet, jasa travel, penginapan, cendera mata, sampai konsumsi makanan dan minuman. Apabila pemasukan tiaptiap kantong ekonomi di masyarakat meningkat, maka diikuti dengan peningkatan pendapatan daerah. Dampak tidak langsung dari multiplier effect bisa berbentuk pembayaran pajak, kebersihan, dan retribusi. Akumulasi pendapatan daerah ada di PAD atau besaran pemasukan daerah. Jumlah di PAD menggambarkan tingkat otonomi daerah itu. Apabila menunjukkan angka yang cenderung tinggi, bisa diartikan bahwa ketergantungan Kabupaten Pangandaran pada pemerintah pusat berkurang. Dari situ Kabupaten Pangandaran dianggap mampu melakukan desentralisasi fiskal. Pengembangan pariwisata bisa menjadi sumber PAD di Kabupaten Pangandaran. Setidaknya daerah ini sudah berpredikat otonom dan memiliki beragam potensi wisata. Dua hal itu merupakan modal penting menuju kemandirian daerah. Dengan status otonom, pemerintah daerah mempunyai wewenang untuk merencanakan, mengimplementasikan, mengevaluasi pengembangan pariwisata. Mereka bisa mengelola secara penuh sumber daya di Kabupaten Pangandaran. Sebagai DOB bolehlah kita berharap agar pemerintah daerah Kabupaten Pangandaran teguh menerapkan paradigma pengembangan pariwisata berkelanjutan. Paradigma itu, sampai hari ini, setia untuk menyeimbangkan pembangunan daerah wisata yang menyeimbangkan aspek ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan. Memang penerapannya tidak akan mudah. Akan selalu muncul tantangan baru yang sering kali

173

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

tak terduga. Tantangan baru itu tentu tidak mengabaikan tantangan yang lebih ‘klasik’ terkait kolaborasi stakeholders. Pada akhirnya, realitas DOB dan pariwisata adalah bagian dari realitas sosial yang lebih luas. Ada banyak dimensi dalam satu fenomena pariwisata ataupun daerah otonom hasil dari kebijakan desentralisasi. Praktisi, masyarakat, pemerintah, akademisi berkebebasan untuk melihat lapisan demi lapisan fenomena sosial itu dari sudut pandang apapun dan dengan pendekatan apapun. Kebebasan cara pandang dan pendekatan itu membuka peluang dinamika yang konstruktif dalam usaha menyejahterakan kehidupan bersama.

174

DAFTAR PUSTAKA

Amiruddin, F. (2020). Imbas Corona, Kunjungan Wisata ke Pangandaran di Penghujung Tahun Anjlok. Detik.Com. arthur maass. (n.d.). Badarab, F., Trihayuningtyas, E., & Suryadana, M. L. (2017). Strategi Pengembangan Destinasi Pariwisata di Kepulauan Togean Provinsi Sulawesi Tengah. Tourism and Hospitality Essentials (THE) Journal, 7(2), 97–112. Bungin, B. (2005). Metodologi Penelitian Kuantitatif: Komunikasi, Ekonomi, dan Kebijakan Publik Serta Ilmu-ilmu Sosial Lainnya. Kencana Prenada. Byrne, D. (2005). Social exclusion: Second edition (Issue 1). Chang, P. R. (Ed.). (2007). Tourism Management in The 21 Century. Nova Science Publishers Inc. Checkland, P., & Poulter, J. (2010). Soft Systems Methodology. In Systems Approaches to Managing Change: A Practical Guide. https://doi. org/10.1007/978-1-84882-809-4 Cooper, C. (2016). Essentials of Tourism (2nd ed.). Pearson Education Limited. Cooper, C., Fletcher, J., Fyall, A., Gilbert, D., & Wanhill, S. (2004). Tourism: Principles and Practices. In Tourism (pp. 32–70). Cooper, E. F.-S. & C. (2019). Introduction: Innovation and the Future of Tourism. In E. F.-S. & C. Cooper (Ed.), The Future of Tourism Innovation and Sustainability. Coyle, R. G. (1996a). Introduction to system dynamics. In System Dynamics Modelling. https://doi.org/10.1007/978-1-4899-29358_1 Coyle, R. G. (1996b). System dynamics applied to defense analysis: A literature survey. Defense Analysis, 12(2). https://doi.org/10.1080/ 07430179608405690 Dhalyana, D., & Adiwibowo, S. (2015). PENGARUH TAMAN WISATA ALAM PANGANDARAN TERHADAP KONDISI SOSIAL

175

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

EKONOMI MASYARAKAT (Studi: Desa Pangandaran, Kecamatan Pangandaran, Kabupaten Ciamis, Provinsi Jawa Barat). Sodality: Jurnal Sosiologi Pedesaan, 1(3), 182–199. https://doi.org/10.22500/ sodality.v1i3.9402 Eisler, R. (2015). A Conversation with Peter Senge: Transforming Organizational Cultures. Interdisciplinary Journal of Partnership Studies, 2(1). https://doi.org/10.24926/ijps.v2i1.98 Fauzi, P., & Syaeful Bakhri, A. A. A. (2019). Pembangunan Pariwisata di Kabupaten Pangandaran Pasca Pemekaran. Jurnal Ekonomi Dan Perbankan Syariah, 11, 77–94. https://doi.org/10.24235/amwal. v11i1.4250 Gebbie, T.-H. T. & P. J. (2007). Market Segmentation of Australian Tourists in Vietnam: An Application of The Holsat Model. In P. R. Chang (Ed.), Tourism Management in The 21 Century. Nova Science Publishers Inc. Goeldner, Charles & Ritchie, B. (n.d.). Tourism Principles, Practices, Philosophies. Hardjosoekarto, S. (2012a). Construction of Social Development Index as a Theoretical Research Practice in Action Research by Using Soft Systems Methodology. Systemic Practice and Action Research, 25(6), 493–509. https://doi.org/10.1007/s11213-012-9237-9 Hardjosoekarto, S. (2012b). Soft System Methodology. In Soft System Methodology (Metode serba Sistem Lunak). Hottola, P. (Ed.). (2009). Tourism Strategies and Local Responses in Southern Africa. CAB International. Kimbu, A. N., & Ngoasong, M. Z. (2013). Centralised decentralisation of tourism development: A network Perspective. Annals of Tourism Research, 40(1), 235–259. https://doi.org/10.1016/j. annals.2012.09.005 Leiper, N. (1979). The framework of tourism. Towards a definition of tourism, tourist, and the tourist industry. Annals of Tourism Research, 6(4), 390–407. https://doi.org/10.1016/0160-7383(79)90003-3

176

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

Lew, J. M. C. and A. A. (Ed.). (2018). Tourism, Resilience and Sustainability: Adapting to Social, Political and Economic Change. Routledge. Makagansa, H. R. (2008). Tantangan Pemekaran Daerah. FusPad. Mason, P. (2019). Tourism planning and management: Concepts and issues. Tourism Impacts, Planning and Management, 87–111. https://doi.org/10.4324/9780080877631-7 Muluk, M. R. (2020). An Analysis of Catchment for the Archipelagic Area within Mainland-dominated Local Government. https://doi. org/10.2991/aebmr.k.200301.011 Muluk, M. R. K. (2007). Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah: Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berfikir Sistem. In Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah: Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berfikir Sistem. Muluk, M. R. K. (2009). Peta Konsep Desentralisasi dan Pemerintahan Daerah. ITS Press. Nawangsari, D., Muryani, C., & Utomowati, R. (2018). Pengembangan Wisata Pantai Desa Watu Karung dan Desa Sendang Kabupaten Pactan Tahun 2017. Jurnal GeoEco, 4(1), 31–40. Ning Retnaningsih., I Made Samiana., Halomoan Pulungan., W. P. S. (Ed.). (2008). Penataan Daerah (Territorial Reform) dan Dinamikanya: Dinamika Politik Lokal di indonesia. Persemaian Cinta Kemanusiaan. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia. (2011). Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2011 Tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional Tahun 2010 - 2025. Presiden Republik Indonesia, 1–80. Raco, J. (2018). Metode penelitian kualitatif: jenis, karakteristik dan keunggulannya. https://doi.org/10.31219/osf.io/mfzuj Rhodes, R. A.. (1992). Encyclopedia of Government and Politics. In Analyzing American Democracy. https://doi.org/10.4324/9781003164432-13 Richard Sharpley and David J. Telfer (Ed.). (2015). Tourism and Development: Conceptsand Issues (Second). Channel View Publications.

177

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

Salasa, M. Y. F., & Ismail, T. (2018). Analisis Pengaruh Attraction, Accessibility, Amenities, dan Ancillary Terhadap Kepuasan Wisatawan Pantai Tiga Warna Malang. Jurnal Ilmiah FEB, 7(1), 1–8. Sen, A. (2000). Devleopment as freedom. In Borzoi Book (p. 384). Shantiuli, T., & Sugiyanto, C. (2008). The Challenge of Tourism Development after decentralization in Lombok Island, West Nusatenggara, Indonesia. Sharpley, L. P. & R. (Ed.). (2005). The Management of Tourism. SAGE Publications Ltd. Sharpley, R. (Ed.). (2021). Routledge HAndbook of The Tourist Experience. Routledge. Smith, B., C. (1985). Decentralisation: The Territorial Dimension of the State. Allen & Unwin. Smith, B. C. (1985). Decentralization: The Territorial Dimension of the State. George Allen & Unwin. Sugiama, A. G. (2011). Ecotourism: Pengembangan Pariwisata Berbasis Konservasi Alam. Guardaya Intimarta. Sutheeshna Babu., Sitikantha Mishra., B. B. P. (n.d.). Tourism Development Revisited: Concepts, Issues, and Paradigms (B. B. P. Sutheeshna Babu., Sitikantha Mishra. (Ed.)). Response Books. Timothy, G. L. & D. (2011). Tourism & Transport. Goodfellow Publishers Limited. Tribe, J. (2004). The Economics of Recreation (Third). Elsevier. Wheeler, F. P., & Checkland, P. (2000). Systems Thinking, Systems Practice: Includes a 30-Year Retrospective. The Journal of the Operational Research Society, 51(5). https://doi.org/10.2307/254200 Xu, G. (1999). Tourism and Local Economic Development in China: Case Studies of Guilin, Suzhou and Beidaihe. Routledge. Yakymchuk, A., Popadynets, N., Valyukh, A., Skrypko, T., & Levkov, K. (2021). Rural “green” tourism as a driver of local economy development in the process of decentralization of power. Agricultural and Resource Economics: International Scientific E-Journal, 7(1 SE-), 232–259. https://doi.org/10.51599/are.2021.07.01.12 178

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

Yüksel, F., Bramwell, B., & Yüksel, A. (2005). Centralized and decentralized tourism governance in Turkey. Annals of Tourism Research, 32(4), 859–886. https://doi.org/https://doi.org/10.1016/j. annals.2004.09.006 Yüksel, F., & Yüksel, A. (2000). DECENTRALISED TOURISM ADMINISTRATION : IS IT THE WAY FORWARD?

179

LAMPIRAN TENTANG METODE PENELITIAN BERPIKIR SISTEM (SYSTEM THINKING) Penelitian ini menggunakan pendekatan cara berfikir sistemik (system thinking) untuk melihat dan mengukur pembangunan pariwisata di Kabupaten Pangandaran. Sebagai langkah awal untuk pemahaman kerangka berfikir sistem, maka perlu dipahami terlebih dahulu apa yang dimaksud sistem itu sendiri. Sejatinya sistem telah banyak digunakan pada berbagai literatur yang beragam. Sistem sendiri dijelaskan sebagai satu kesatuan terkait relasi antar unsur di sebuah obyek pada batas tertentu untuk mencapai tujuan (Eisler, 2015; Hardjosoekarto, 2012a; M. R. K. Muluk, 2007; Wheeler & Checkland, 2000). Definisi berikut berimplikasi pada penentuan kata kunci dalam kerangka berfikir sistem, yaitu keseluruhan, relasi, unsur, obyek dan batas tujuan. Unsur dimaknai sebagai benda yang bersifat konkret maupun abstrak yang menyusun obyek sistem. Kinerja dari masing-masing unsur menentukan fungsi dari sistem itu sendiri. Unsur-unsur yang ada dalam suatu sistem ini biasanya dipahami sebagai subsistem. Identifikasi unsur-unsur yang terlibat dalam pembangunan pariwisata Kabupaten Pangandaran yakni, unsur kualitas kesejahteraan masyarakat dan unsur daya saing pariwisata melalui 4A 1I (Badarab et al., 2017). Sedangkan aspek keseluruhan dipahami sebagai ikatan atau relasi yan dibangun oleh unsur-unsur berikut menjadi sebuah sinergi yang menunjukkan kekuatan sebuah sistem. Relasi yang dibangun pada unsur (subsistem) daya saing pariwisata tentunya meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Keterikatan dan pertautan 2 unsur berikut pula yang nantinya membentuk model pembangunan pariwisata. Kata kunci berikutnya adalah obyek, yang dimaknai sebagai fokus dari perbaikan sistem yang dibuat. Dalam konteks penelitian ini obyek fokus perhatian adalah pembangunan pariwisata Kabupaten Pangandaran sebagai Daerah Otonom Baru (DOB). Obyek ini tentunya memiliki ruang lingkup sebagai batas suatu sistem. Batas dari obyek ini adalah lokus

181

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

penelitian yang ada di Kabupaten Pangandaran. Kata kunci yang terakhir adalah tujuan, yakni kinerja sistem yang teramati dan sesuai dengan arah pengembangannya. Kinerja yang teramati berarti hasil yang dicapai berkat sistem tersebut, sedangkan kinerja sesuai arah pengembangan adalah hasil yang akan diwujudkan berkat kehadiran sistem. Dalam konteks penelitian ini tujuan yang dicapai adalah peningkatan kapasitas sistem pembangunan pariwisata di daerah otonom baru Kabupaten Pangandaran. Terdapat dua pendekatan dalam studi tentang berfikir sistem, yakni hard dan soft sysytem methodology (Checkland & Poulter, 2010; Eisler, 2015; Hardjosoekarto, 2012a). Kedua sistem berikut dibedakan berdasarkan kompleksitas masalah yang dihadapi. Hard system menghadapi masalah yang terdefiniskan dengan jelas dan terstruktur, sedangkan soft system menghadapi masalah yang tidak terdefinisikan dengan jelas (abstrak). Pembedaan hard system dan soft system diuraikan dalam tabel berikut ini. Tabel 4. Perbedaan HSM dan SSM pada kerangka berfikir sistem Attribute

HSM

SSM

Orientation

Systematic goal-seeking

Systematic learning

Roots

Simplicity paradigm

Complexity paradigm

Belief

System can be (engineered)

System can be “explored”

Belief

Model are of the world (ontologies)

Model are intelectuall construct

Belief

Closure is necessary

Inquiry is never ending

Belief

Finding solutions to problems

Finding accomodation to issues

Human Content

nonexistent

High

Question (s)

How

What and how

Suitability

Well-structured problems

Ill-structured problems

Sumber: adaptasi dari Khisty (1995) dalam (Hardjosoekarto, 2012b)

Pada tabel diatas, perbedaan fundamental terkait hard system dan soft system adalah bahwa hard system mengacu pada dunia yang mengandung

182

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

sistem (real world), sedangkan soft system mengacu pada metodologi yang sudah mengandung sistem itu sendiri. Hard system lebih diasosiasikan pada basis kuantitatif merujuk pada kandungannya dalam bentuk sistem dinamis dan soft system lebih kearah kualitatif. Walaupun terdapat perbedaan, kedua pendekatan ini dapat saling melengkapi (Checkland & Poulter, 2010; Wheeler & Checkland, 2000). Implikasinya adalah jika penelitian berupaya untuk mencari solusi maka hard system merupakan langkah yang tepat, namun bila tujuan penelitian adalah peningkatan wawasan dan tujuan pembelajaran maka soft system lebih tepat. Merujuk pada tema penelitian tentang model pengembangan pariwisata di Kabupaten Pangandaran, yakni bertujuan untuk memberikan rekomendasi serta solusi pembangunan pariwisata maka hard system digunakan. Metode dalam hard system yang digunakan dalam penelitian ini adalah sistem dinamis. Menurut Coyle sistem dinamis dapat menjadi pilihan utama sebagai pendekatan penelitian jika tujuannya adalah untuk mengidentifikasi perilaku dinamis pada suatu sistem. Selain itu juga digunakan dalam upaya mengubah keadaan saat ini menjadi keadaan yang diinginkan (Coyle, 1996a). Selanjutnya adalah berkenaan dengan fokus penelitian yang berfungsi sebagai pembatas studi, sehingga penelitian ini dilakukan dengan lebih terarah. Dalam penelitian kualitatif, fokus penelitian merupakan penetapan masalah pokok yang akan digali dalam penelitian dan menjadi pusat perhatian penelitian. Dalam penelitian ini, peneliti memberikan batasan fokus penelitian sebagai berikut. Pertama adalah pengembangan potensi pariwisata di daerah otonom baru, yang meliputi attraction, accessibilities, amenities, dan ancillary services. Kedua adalah model pengembangan potensi pariwisata di daerah otonom baru, yang mencakup existing dan recommended model. Berikutnya adalah tentang lokasi penelitian yang merupakan letak di mana penelitian dilakukan untuk memperoleh data dan informasi yang diperlukan. Dalam penelitian yang dilakukan ini, peneliti memilih lokasi yakni di Kabupaten Pangandaran. Karena terbentuknya Kabupaten Pangandaran menjadi Kabupaten Baru di Jawa Barat menjadikan kota

183

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

wisata yang terpisah dari Kabupaten Ciamis. Kabupaten Pangandaran dikenal sebagai kawasan berpotensi wisata, disebut demikian karena Kabupaten Pangandaran memiliki banyak objek wisata favorit baik oleh turis mancanegara maupun domestik. Selain itu, Kabupaten Pangandaran adalah daerah otonom terakhir yang dimekarkan di Pulau Jawa, sehingga amat tepat menjadi lokasi penelitian sesuai dengan topik kajian yang telah didesain. Berdasarkan jenis data yang diperlukan, maka teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan cara sebagai berikut. Pertama adalah observasi. Teknik ini menurut Raco (2018), merupakan aktivitas yang dilakukan oleh peneliti dengan cara turun langsung kelapangan untuk mengamati segala kegiatan individu-individu pada lokasi penelitian. Dalam pengamatan ini, peneliti dapat merekam/ mencatat baik dengan cara terstruktur maupun semi struktur di lokasi penelitian. Jenis observasi yang digunakan pada penelitian ini merupakan observasi partisipan. Dalam melakukan observasi, peneliti memilih halhal yang diamati dan mencatat hal-hal yang berkaitan dengan penelitian. Observasi dilakukan pada saat peneliti terjun ke lapangan untuk mengamati bagaimana pengembangan potensi pariwisata di daerah otonom baru di Kabupaten Pangandaran. Kedua adalah wawancara yang merupakan teknik paling penting dalam penelitian ini. Untuk jenis wawancara pada penelitian ini adalah wawancara terfokus dan terstruktur, di mana dalam wawancara ini dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara langsung kepada informan dengan berpedoman pada daftar pertanyaan (interview guide). Bentuk wawancara terbuka, yaitu partisipan berkomentar tentang peristiwa tertentu, mereka dapat mengusulkan solusi atau memberikan wawasan atas suatu peristiwa, menguatkan bukti dari sumber lain. Informan yang diwawancarai dalam penelitian ini antara lain: Pejabat pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Pangandaran; Pejabat pada Dinas Pariwisata Kabupaten Pangandaran; serta Pengurus Kelompok Masyarakat Penggerak Pariwisata (KOMPEPAR) Kabupaten Pangandaran.

184

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

Ketiga adalah teknik dokumentasi. Teknik ini dilaksanakan dengan mengumpulkan foto, gambar, dan catatan-catatan yang dikumpulkan selama pengambilan data lapangan dengan menggunakan alat-alat penunjang penelitian, seperti kamera, handphone, alat perekam, alat tulis, dan buku catatan. Sedangkan dokumen atau data sekunder yang dikumpulkan selama penelitian adalah: LKPJ Kabupaten Pangandaran Tahun 2020, RPJMD Kabupaten Pangandaran Tahun 2016-2021, RPJMD Kabupaten Pangandaran Tahun 2021-2026, LPPD Tahun 2020, RLPPD Tahun 2020, Perda Nomor 7 Tahun 2018 Tentang Ripparda 2018-2025, dan Datadata Indikator Makro Dinas Pariwisata Kabupaten Pangandaran. Keempat adalah Focus Group Discussion. Teknik ini dilakukan untuk mengungkapkan pemaknaan dari sebuah kelompok berdasarkan hasil diskusi yang terpusat pada suatu permasalahan tertentu. Ada dua tahapan dalam Focus Group Discussion (Bungin, 2005), yaitu: Tahap diskusi dengan melibatkan berbagai anggota Focus Group Discussion yang diperoleh berdasarkan kemampuan dan kompetensi formal serta kompetensi penguasaan fokus pembahasan Focus Group Discussion; dan Tahap analisis hasil Focus Group Discussion. Selanjutnya berkaitan dengan teknik analisis data berbasis systems thinking, khususnya adalah system dynamic. Teknik ini mengadopsi model mental yang menggambarkan bagian-bagian dalam sistem yang kompleks dengan menyatakan keterkaitan antar bagian, umpan balik, informasi, waktu tunda, sifat non linearitas dalam sub sistem. Manfaat sistem dinamik adalah untuk mensimulasikan sistem guna mendalami dan menguji perilakunya, serta dampak dari kebijakan, sehingga diharapkan dapat dihasilkan kebijakan yang berkualitas. Penggunaan sistem dinamik lebih ditekankan kepada tujuan-tujuan peningkatan pemahaman kita tentang bagaimana tingkah laku muncul dari struktur kebijaksanaan dalam sistem itu. Pemahaman ini sangat penting dalam perancangan kebijakan yang efektif. Dalam mensimulasikan model dinamik, terdapat dua hal utama yang perlu diperhatikan, yaitu adanya fenomena akumulasi dan umpan balik. Analisis dilakukan terhadap model dinamik yang merupakan representasi

185

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

terhadap masalah pada penelitian dengan fokus pengamatan pada perilaku yang terjadi akibat intervensi terhadap model. Berikut diberikan proses system thinking dan pemodelan dengan system dynamic.

Gambar 88. Stages of System Dynamic Approach Sumber: (Coyle, 1996a)

Langkah pertama yaitu menguraikan masalah yang terjadi dan mengidentifikasi mengapa masalah tersebut perlu dipecahkan. Beberapa tahapan berikutnya ialah pemahaman masalah dengan sistem yang ada, analisis kualitatif, simulasi model, pengujian model dan yang terakhir penentuan skenario model kebijakan. Tahapan awal secara operasional dalam penelitian ini ialah menganl masalah dan seberapa perlu masalah diselesaikan. Permasalahan pokok yang sudah teridentifikasi adalah mengapa pembangunan pariwisata Kabupaten Pangandaran belum terlaksana secara efektif dan belum memiliki dampak signifikan pada PAD sesuai dengan tujuan pemekaran wilayah dari Kabupaten Ciamis. Permasalahan berikutnya ialah skenario

186

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

kebijakan seperti apa yang dapat disusun untuk mewujudkan pembangunan pariwisata Kabupaten Pangandaran menjadi lebih efektif dan punya sumbangsih lebih pada PAD. Untuk menjawab permasalahan ini dapat dilihat pada tahapan penelitian lanjut berikut ini. Tahapan kedua penggambaran sistem dilakukan untuk memahami masalah secara sistematis. Pemahaman berikut dilakukan dengan memberikan deskripsi pada pada sistem dari permasalahan tersebut. Gambaran ini biasanya dikenal sebagai influence diagram atau juga biasa disebut causal loop diagram (CLD). Diagram ini merupakan deskripsi tentang beberapa kekuatan yang bekerja dalam sebuah sistem, terkait fenomena yang menjadi fokus kajian yakni pengembangan pariwisata Kabupaten Pangandaran. Diagram pengaruh ini disusun berdasarkan studi literatur yang telah diuraikan dengan basis konseptual penjabaran SDGs. Penjabaran ini berdasarkan poin “mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan, tenaga kerja penuh dan produktif dan pekerjaan yang layak bagi semua” dan poin “membangun infrastruktur yang tahan lama, mendukung industrialisasi yang inklusif dan berkelanjutan dan membantu perkembangan inovasi”.

Gambar 89. Influence Diagram Pembangunan Pariwisata

187

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

Selanjutnya pada tahap ketiga masuk pada langkah analisis kualitatif. Penggunaan analisis kualitatif diharapkan dapat memberikan gambaran secara komprehensif tentang masalah yang dihadapi. Pada tahapan analisis sistem dinamis langkah ini merupakan tahap paling penting untuk memperoleh hasil sesuai dunia nyata (realworld). Pada tahap ini peneliti menggunakan langkah bright ideas dengan mencari dan mengumpulkan data melalui observasi dan wawancara yang dilakukan pada informan yang sesuai. Walaupun menurut Coyle alangkah lebih tepat menggunakan pet theories untuk mendapatkan sumber-sumber terbaru yang memperluas jangkauan penelitian. Analisis data dilakukan bersamaan dengan pengumpulan data. Analisis kualitatif didasarkan pada reduksi data dalam penyajian data. Informasi yang dihimpun pada tahapan ini disajikan dengan sistematis, untuk mempermudah analisis data. Penyajian informasi dilakukan berdasarkan kategori informan, urutan waktu informasi, urutan peran yang didasarkan hasil analisis. Data-data yang disajikan di validasi dengan beberapa cara, melalui validasi internal dan triangulasi sumber pada saat turun lapangan. Pengumpulan data dilakukan dengan 4 tahapan, yaitu wawancara mendalam, FGD, observasi dan studi dokumentasi. Wawancara mendalam dilakukan pada Bappeda, Kompepar, Dispar dan beberapa tokoh pada setiap obyek pariwisata. FGD dilakukan 3 kali dengan peserta dari Bappeda dan Dinas Pariwisata. Oleh karena analisis kualitatif yang dilakukan tidak menghasilkan wawasan yang memadai untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi. Kegiatan selanjutnya masuk ke tahap empat yaitu simulasi model. Simulasi dilakukan dengan menyusun model simulasi berdasarkan CLD yang telah dibuat dan dikembangkan sesuai dengan kondisi empiris di lokasi penelitian. Model yang disusun menggunakan kerangka konseptual yang sama dengan model di tahap dua, namung menggunakan bahasa yang berbeda. CLD yang dihasilkan pada langkah ini selanjutnya dikonversi ke model simulasi agar dapat dipahami secara lebih cepat untuk tujuan pengembangan model itu sendiri. Tahap simulasi ini dapat dilanjutkan pada tahap validasi model (model testing). Ada dua langkah validasi, yaitu

188

Dinamika Sistem Pengembangan Pariwisata di Daerah Otonom Baru

validasi terstruktur dan validasi kinerja. Validasi struktur digunakan untuk memvalidasi CLD yang dibuat, sedangkan validasi kinerja digunakan untuk validasi stok aliran atau model simulasi yang telah dibuat. Pada tahap kelima yaitu menguji dan mendesain kebijakan yang dapat dilakukan setelah validasi model menampakkan hasilnya. Analisa sensitivitas digunakan sebagai awal dari proses pengujian dan perancangan kebijakan. Analisa ini dilakukan untuk mengetahui parameter mana yang paling sensitif terhadap kinerja sistem secara keseluruhan. Langkah berikutnya adalah mendesain kebijakan dan menguji sistem dengan mekanisme simulasi perubahan yang potensial dilakukan. Pengujian ini kemudian dinilai dengan penilaian kualitatif. Langkah ini menentukan perilaku sistem yang dibuat daripada upaya prediksi semata.

189