358 25 12MB
Indonesian Pages [115] Year 2023
Bila orang hendak sungguh-sungguh memajukan peradaban, maka kecerdasan pikiran dan pertumbuhan budi harus sama-sama dimajukan.
PEREMPUAN PEREMPU TANGGUH dan INSPIRA INSPIR ATIF
PENDARAN CAHAYA KONGRES PEREMPUAN INDONESIA 1928
EDITOR Yusuf Susilo Hartono Mayang Sari PENULIS Sonya Hellen Sinombor Hanni Sofia Willy Hangguman Heryus Saputro Samhudi
- R.A. Kartini -
Budoyo Pracahyo
PARA PEREMPUAN PENDARAN CAHAYA
PEREMPUAN TANGGUH dan INSPIRATIF PENGARAH Ratna Susianawati, Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Lenny N. Rosalin, Deputi Bidang Kesetaraan Gender Titi Eko Rahayu, Staf Ahli Bidang Penanggulangan Kemiskinan Agung Putri Astrid, Staf Khusus Menteri Samuel Wattimena, Staf Khusus Menteri Fakih Usman, Inspektur NARA SUMBER AHLI Prof. Dr. Ir. Wiendu Nuryanti, M.Arch., Ph.D. Prof. Dr. Siti Musdah Mulia, M.A., APU. Prof. Dr. R. Siti Zuhro, M.A. Ninuk Mardiana Pambudy Yusuf Susilo Hartono KOORDINATOR Lisa Ayodhia EDITOR Yusuf Susilo Hartono WAKIL EDITOR/PENYELARAS BAHASA Mayang Sari PENULIS Sonya Hellen Sinombor Hanni Sofia Willy Hangguman Heryus Saputro Samhudi Budoyo Pracahyo DESAIN DAN FOTOGRAFER Kasih Octoriza Dhodi Syailendra Muller Mulyadi Raka Denny ADMINISTRASI Tabitha
Diterbitkan oleh: Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia, Desember 2023
KONGRES PEREMPUAN INDONESIA 1928
Pengantar Editor
A
pa yang terjadi pada perempuan Indonesia, dalam rentang waktu selama 95 tahun, sejak Kongres Perempuan Indonesia (KPI) I di Yogyakarta 1928, ketika Indonesia belum lahir bahkan, hingga sekarang? Pertanyaan reflektif itu tiba-tiba menggema dan mengentak, dalam dada kami pada suatu hari beberapa bulan lalu di Jakarta. Yang dimaksud kami di situ, adalah para perempuan yang karena profesinya, keilmuan, dan passion-nya membuat selalu memikirkan kemajuan dunia perempuan; juga laki-laki yang juga concern pada perempuan, lantaran rasa hormat pada ibu, pemilik surga di bawah telapak kakinya. Dari satu pertanyaan itu, lahir banyak jawaban, dari berbagai sudut pandang, mulai dari yang filosofis, teoretis hingga praksis. Salah satu jawaban konkret adalah penerbitan buku 95 Perempuan Tangguh dan Inspiratif, yang sekarang berada di tangan Anda. Buku terbitan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia ini, sebagai kado spesial Hari Ibu 2023, dibimbing langsung oleh Ibu Menteri Bintang Puspayoga dan jajaran. Penggarapannya melibatkan para
wartawan, penulis, aktivis perempuan, dan akademisi perempuan yang selama ini melakukan kerja-kerja pemajuan perempuan. Titik berangkat memilih 95 nama perempuan tangguh dan menginspirasi itu, justru dengan terlebih dahulu menengok ke belakang, menyusuri jejak sejarah KPI I-IV dan rumusan-rumasannya, sekaligus untuk mendapatkan bayangan kriteria sosok perempuan seperti apa yang diperlukan dalam buku ini. Gambaran yang diperoleh, dari KPI I (Yogyakarta,1928) yang menjadi permulaan bersatunya perempuanperemuan Indonesia, antara lain memutuskan hal-hal penting, antara lain soal wadah perkumpulan wanita, penerbitan surat kabar perempuan sebagai alat komunikasi, dan pencegahan
perkawinan anak. KPI II (Jakarta, 1935) antara lain mengamanatkan pembentukan perserikatan Kowani (Kongres Wanita Indonesia), dan pencanangan kewajiban semua wanita Indonesia menjadi “Ibu Bangsa”. KPI III (Bandung, 1938) muncul tuntutan persamaan hak antara kaum pria dengan wanita, yang harus didasarkan pada kodrat dan kewajiban masing-masing. Selain itu, disetujuinya Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perkawinan Modern, dan disepakatinya 22 Desember sebagai Hari Ibu. KPI IV (Semarang, 1941) mengusulkan bahasa Indonesia sebagai mata pelajaran sekolah menengah atas dan memberikan hak politik pada perempuan. Indonesia yang merdeka empat tahun kemudian setelah KPI ke-4 (terakhir), membentang luas dari Sabang sampai Merauke. Di dalamnya memiliki keragaman suku, agama, ras, golongan. Juga keragaman sosial budaya, sumber daya alam dan lingkungan alam yang luar biasa. Dalam konteks hasil-hasil Kongres Perempuan Indonesia, hingga saat ini rumusannya masih terus aktual, khusunya perkawinan anak masih marak, belum semua perempuan menikmati kesetaraan
Lebih dari itu, munculnya realitas di luar rumusan, misalnya pandemi Covid-19, menguatnya teknologi yang menguasi hajat hidup manusia dan mengakibatkan disrupsi, perdagangan orang, narkoba, perubahan iklim, kerusakan lingkungan, dan lain lain. yang menimbulkan peluang sekaligus tantangan serius terutama bagi perempuan. Bertolak dari itu semua, kemudian kami melakukan penjaringan, baik melalui media sosial (open call) terjaring 300 lebih pendaftar, dan usulan dari para wartawan tim penulis, serta para ahli yang menjadi narasumber, masuk sekitar 200-an nama. Dari jumlah itu, dilakukan proses seleksi dan verifikasi, sampai akhirnya diputuskan oleh Tim Penetapan. Itu pun ada saja masalah di lapangan sehingga memerlukan kebijakan secara arif. Walhasil, proses seleksi hingga penetapan tersebut, berpegang pada lima kriteria pokok : 1) perempuan Indonesia (termasuk di dalamnya difabel) berusia miminum 20 tahun yang mengembangkan kegiatan dengan capaian tinggi, luar
biasa, dan menjadi sumber inspirasi bagi masyarakat dan bangsa; 2) tidak berperilaku yang bertentangan dengan nilai-nilai luhur Pancasila, terutama komitmen terhadap kebhinekaan dan keberagaman; 3) konsisten pada nilai-nilai kemanusiaan terutama nilai kesetaraan gender serta upaya-upaya pemajuan bangsa; 4) tidak terlibat korupsi, narkoba, dan berbagai bentuk pidana kekerasan lainnya, dan 5) tidak menganut radikalisme, ekstrimisme dan terorisme. Maka, ke-95 Perempuan Tangguh dan Inspiratif ini, bisa disebut sebagai para perempuan “Pendaran cahaya” Kongres Perempuan Indonesia, yang berkecimpung di bidang Politik dan Kebangsaan; Perlindungan dan Advokasi Perempuan, Anak dan Perdagangan Orang, HAM; Pemberdayaan Perempuan, Anak, Difabel, dan Masyarakat; Birokrat; Pendidikan, Kajian, Penelitian, Literasi, Sains, dan Teknologi; Wartawan dan Media Massa; Keagamaan; Kesehatan; Lingkungan, Pertanian, Pariwisata, dan Kuliner; Seni dan Budaya; Mode, Rias, dan Kecantikan; dan Milenial Inspiratif. Dalam buku ini, mendahului narasi 95 Perempuan Tangguh dan Inspiratif ini, disajikan tinjauan sejarah seputar Kongres
Perempuan Indonesia 1928, dan beberapa sosok perempuan “serba pertama”, sebagai bentuk apresiasi. Kami menyadari bahwa 95 Perempuan Tangguh dan Inspiratif ini hanya sebagian kecil dari begitu banyaknya perempuan Indonesia yang hebat di luar sana. Oleh karena itu, dengan terbitnya buku ini, yang menyajikan cerita dan langkah besar dari masing-masing tokohnya, diharapkan mendorong terbitnya buku “Seri Perempuan Indonesia” atau “Seri Ibu Bangsa”. Tentu Indonesia akan menjadi lebih baik, di tengah surga kesetaraan. Mohon maaf atas segala kekurangan. Terima kasih kepada Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dan jajaran, kepada 95 Perempuan Tangguh dan Inspiratif, kepada Tim Penetapan, Tim Penulis, dan Tim Indonesia Maju, atas kerja samanya.
Salam cinta untuk semua perempuan. Selamat Hari Ibu. Jakarta, Hari Ibu, 22 Desember 2023 Yusuf Susilo Hartono
... 5 ... 7 ... 10 ... 13 ... 15 ... 21 ... 25
POLITIK DAN KEBANGSAN: Prof. (H.C.) Dr. (H.C.) Hj. Diah Permata Megawati Setiawati Soekarnoputri Dr. (H.C.) Puan Maharani
... 26 ... 28
PERLINDUNGAN DAN ADVOKASI: PEREMPUAN, ANAK, PERDAGANGAN ORANG, DAN HAM Dr. Dra. Budi Wahyuni, M.M., M.A. Dewi Rana Amir, SH. M.Si. Elizabeth Christina O. Marantika Pdt. Marieta N.G.Sahertian M.Th. Ija Syahruni Irna Riza Yuliastuty, S.Sos. Dra. Jull Takaliuang Lita Anggraeni Masnu’ah Nani Zulminarni Nursyahbani Katjasungkana Rukka Sombolinggi Soraya Sultan, M.Si. Sjamsiah Achmad Tawaja Ramzia Djangoan Triwiningsi Namaka Tsaniatus Solihah
... 30 ... 32 ... 34 ... 36 ... 38 ... 40 ... 42 ... 44 ... 46 ... 48 ... 50 ... 52 ... 54 ... 56 ... 58 ... 60 ... 62
PEMBERDAYAAN PEREMPUAN, ANAK, DIFABEL, DAN MASYARAKAT Agni Malagina Aria Indrawati, S.H. Evi Tampakatu Dr. Ir. Hj. Giwo Rubianto Wiyogo, M.Pd. Khoirun Nisa’ Sri Mumpuni Dra. Retno IG Kusuma, M.Kes., Psikolog
... 64 ... 66 ... 68 ... 70 ... 72 ... 74
DAFTAR ISI
di tengah masyarakat patriarki, kewajiban semua perempuan menjadi Ibu Bangsa masih sekadar wacana.
Pengantar Editor Para Perempuan Pendaran Cahaya KPI 1928 Daftar Isi Sambutan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Hari Ibu, Harinya Para Perempuan Ber–Kongres Para Ibu Bangsa dalam Lintasan Sejarah Mereka yang Menetapkan 95 Perempuan Tangguh & Inspiratif
DAFTAR ISI
... 76 ... 78 ... 80
PENDIDIKAN, KAJIAN, PENELITIAN, LITERASI, SAINS, DAN TEKNOLOGI Prof. dr. Adi Utarini, M.Sc, MPH, Ph.D. Butet Manurung Prof. Dr. Emy Susanti, Dra., M.A. Galuh Larasati Prof. Dr. Sulistyowati Irianto Prof. dr. Herawati Supolo-Sudoyo, M.S., Ph.D. Prof. Dr. Drh. Ni Luh Putu Indi Dharmayanti, M.Si. Prof. Dr. Pratiwi Pujilestari Sudarmono Ph.D., Sp.M.K.(K) Prof. Premana Wardayanti Premadi, Ph.D. Dr. Puspita Lisdiyanti, M. Agr. Chem. Raudlatun, M.Pd.I. Prof. (Emeritus) Dr. Saparinah Sadli Dr. Tri Mumpuni Dr. Hj.Yuspiani, M.Pd.
... 82 ... 84 ... 86 ... 88 ... 90 ... 92 ... 94 ... 96 ... 98 ... 100 ... 102 ... 104 ... 106 ... 108
WARTAWAN, MEDIA, DAN LEMBAGA PERS Najwa Shihab, S.H., LL.M Dr. Ninik Rahayu, S.H.,M.S. Pia Alisjahbana Rosianna Silalahi
... 110 ... 112 ... 114 ... 116
KEAGAMAAN Prof. Dr. Amany Burhanuddin Lubis, Lc. M.A. Badriyah Fayumi Bhiksuni Bhadra Sudhitanti Juli Pdt. Dr. Henriette Tabita Hutabarat Lebang, M.A. Dr. Komang Sri Marheni, S.Ag., M.Si. Dr. (H.C) Dra. Hj. Khofifah Indar Parawansa Lies Mustafsirah Marcoes-Natsir, M.A. Nisya Saadah Wargadipura Nur Rofiah Sinta Nuriyah Wahid Dr. Siti Noordjannah Djohantini, M.M., M.Si. Pendeta Sonia Parera-Hummel Dr. Umi Waheeda, S.Psi, M.Si.
... 118 ... 120 ... 122 ... 124 ... 126 ... 128 ... 130 ... 132 ... 134 ... 136 ... 138 ... 140 ... 142
... 144 ... 146 ... 148 ... 150 ... 152 ... 154 ... 156 ... 158 ... 160 ... 162
LINGKUNGAN, PERTANIAN, PARIWISATA, DAN KULINER Aleta Kornelia Baun Farwiza Farhan Fifie Rahardja Petronela Merauje Redempta Tete Bato Rhidian Yasminta Wasaraka Rr. Dra. Hj. Sisca Soewitomo, M.A.
... 164 ... 166 ... 168 ... 170 ... 172 ... 174 ... 176
SENI BUDAYA Anita Gathmir Kaicil, S.E. Arahmaiani Christine Hakim Dr. Ciwuk Musiana Yudhawasthi, M.Hum. Laksmi Pamuntjak Mira Lesmana Ratna Riantiarno Retno Maruti Titiek Puspa
... 178 ... 180 ... 182 ... 184 ... 186 ... 188 ... 190 ... 192 ... 194
MODE, RIAS, DAN KECANTIKAN A.A. Ayu Ketut Agung, Dr., Dra., MM. Ghea Pangabean Dr. Hj. BRA Mooryati Soedibyo, SS, M.Hum. Martha Tilaar Dr. (H.C) Dra. Hj. Nurhayati Subakat
... 196 ... 198 ... 200 ... 202 ... 204
MILENIAL INSPIRATIF Alamanda Shantika, S.Kom., S.Si. Arsilia Arsy Djuliandi Ayunda Faza Maudya, BA, MA, MBA Ni Nengah Widiasih Brigadir Polisi Satu (Briptu) Renita Ismayanti
... 206 ... 208 ... 210 ... 212 ... 214
DAFTAR ISI
BIROKRAT Retno L.P. Marsudi Sri Mulyani Indrawati, S.E., M.Sc., Ph.D. Siti Nurbaya Bakar
KESEHATAN Hj. Andi Rabiah Dr. Baby Jim Aditya, M.Psi. Carina Citra Dewi Joe, Ph.D. Dr. Emi Nurjasmi, M.Kes. Ir. Hj. Hevearita Gunaryanti Rahayu, M.Sos. Ida Ayu Rusmarini dr. Andi Nafsiah Walinono Mboi, Sp.A., M.P.H. Naomi Sampeangin Prof. Dr. dr. Luh Ketut Suryani, Sp.K.J.(K). Rizka Ayu Setyani, S.S.T., M.P.H.
SEPATAH KATA
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
Assalamualaikum Wr. Wb. Syalom, Om Swastyastu, Namo Buddaya, Salam Sehat untuk kita semua,
H
ari Ibu diperingati setiap tahun, 22 Desember, oleh seluruh perempuan dan masyarakat Indonesia. Tepat 95 tahun yang lalu, sebuah peristiwa penting terjadi, yaitu diselenggarakannya kongres perempuan Indonesia yang pertama selama tiga hari. Ini kali pertama para perempuan, yang tergabung dalam kelompok dan organisasi, bertemu dan menyepakati untuk bersatu memperjuangkan kemajuan perempuan dan anak-anak guna mempersiapkan Indonesia Merdeka.
Foto: Raka Denny
Terhadap kongres itu, sambutan masyarakat luas saat itu begitu besar. Lebih dari 1000 perempuan berkumpul. Acara tersebut juga diapresiasi oleh berbagai kalangan. Bahkan Pemerintah Hindia Belanda kala itu turut mengapresiasi sebagai sumbangsih perempuan pribumi untuk turut memikirkan nasib perempuan di tengah masyarakat. Dampak sesungguhnya jauh lebih besar. Setelah kongres tersebut, kaum perempuan tidak lagi berpangku tangan menunggu nasibnya berubah. Melainkan bersiap menyingsingkan lengan, bahu-membahu, memberikan tekad, dan komitmen untuk turut menyelesaikan
masalah-masalah yang membuat perempuan terbelakang, sehingga tidak mampu mendidik anak-anaknya dengan baik. Perempuan sepakat untuk mengubah nasibnya dengan melakukan berbagai program pemberantasan buta huruf, perbaikan ekonomi, kesehatan, serta menggalang dukungan lebih luas bagi perempuan untuk bisa bersekolah. Atas usaha perempuan tersebut itulah, kegigihan dan kerja keras para perempuan dalam keikutsertaannya memperjuangkan kemajuan perempuan untuk Indonesia Merdeka, Bung Karno, Presiden Republik Indonesia memberikan apresiasi dan menetapkan peristiwa kongres tersebut sebagai Hari Nasional Non-Libur, Hari Ibu melalui Keputusan Presiden RI No. 316 Tahun 1959. Kini setelah 95 tahun berlalu, sudah begitu banyak kemajuan yang dicapai perempuan. Tetapi itu tidak berarti perempuan hanya bisa berpangku tangan menunggu orang lain mengubah nasibnya. Sampai hari ini kita masih membutuhkan kepeloporan perempuan untuk menjawab persoalan-persoalan yang mendera perempuan Indonesia. Kepeloporan itu hanya mungkin apabila kaum perempuan saling belajar satu sama lain, saling membantu, dan saling mendukung. Oleh karenanya sungguh saya mengapresiasi begitu banyak perempuan yang dengan keberanian dan
kegigihan telah mempelopori berbagai langkah yang memajukan perempuan. 95 perempuan yang ada dalam buku ini merupakan para perempuan yang berani menembus rintangan yang seringkali dialami perempuan. Namun sesungguhnya sejumlah ini masih sedikit dari begitu banyak perempuan yang telah berpeluh mengorbankan harta, tenaga, bahkan keluarga. Hal terpenting tentunya adalah kita dapat belajar dari para perempuan ini, tentang kiprahnya dan mungkin menimbulkan inspirasi untuk berbuat yang sama dan untuk memecahkan masalah di tempat masing-masing. Semoga buku ini bermanfaat. Semoga catatan singkat para perempuan yang ada dalam buku ini dapat turut menyemangati kita semua untuk terus memelihara semangat Kongres Perempuan Indonesia dan mewariskan kepada generasi berikut.
Selamat Hari Ibu! Perempuan Berdaya, Anak Terlindungi, Indonesia Maju
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI
Bintang Puspayoga
Hari Ibu, Harinya Para Perempuan Ber–Kongres PENULIS: AGUNG PUTRI ASTRID, STAF KHUSUS MENTERI PPPA
M
asih banyak orang percaya bahwa perempuan, wanita, adalah jenis kelamin yang tugasnya mengasuh anak dan merawat keluarga. Lantas apa yang harus kita katakan tentang perempuan semisal Laksamana Keumala Hayati yang memimpin laskar Inong Bale, menyerang armada Cornelis de Houtman dan duel di atas geladak kapal hingga pedangnya menghunjam ulu hati Cornelis de Houtman? Juga tentang Ratu Kalinyamat, Nyi Ageng Serang, Sultanah Syafiatudina, dan masih banyak lagi. Tiap manusia, semakin dewasa, khususnya perempuan, mampu mengembangkan naluri pengasuhan serta perawatan. Naluri mengasuh ini pertamatama tidak dibatasi hanya dalam urusan keluarga batih. Dalam tradisi bangsa Austronesia, keluarga punya arti lebih luas dari ayah, ibu dan anak. Berasal dari kata Jawa Sansekerta, kawula dan warga, ‘keluarga merupakan ikatan batin di antara anggotanya yang sedarah, sesuku, seagama’. Solidaritas batiniah kelompok kekerabatan ini dipelihara lewat pengasuhan dan perawatan bersama, dan perempuan ada di dalamnya. Perempuan Nusantara yang bernenek moyang bangsa Austronesia, memiliki peran luas dan beraneka, selain peran domestik, melekat dalam dirinya peran sosial, ekonomi, politik.
Foto: Dokumentasi KPPPA
Oleh sebab itu, bukanlah kesamaan lahiriah dengan laki-laki yang menjadi tuntutan perjuangan perempuan. Raden Ajeng Kartini telah merumuskan dengan apik soal sebenarnya; bahwa bangsa Jawa terbelakang, lemah lunglai menghadapi negara kolonial, karena bangsa Jawa mempertahankan adat kolot yang membelakangkan perempuan. Baginya perempuan harus ber-ilmu, sebagai prasyarat lahirnya bangsa yang maju. Tuntutan emansipasi Kartini mengena ke jantung feodalisme dan kolonialisme. Seruan Kartini menjadi terang bagi geliat perempuan berorganisasi. Berdirilah Poetri Mardika tahun 1912, tokoh penggerak organisasinya adalah R.A Sutinah, Rr. Rukmini. Selain itu terdapat organisasi seperti Jong Java Meiskering, Young Javanese Girls Circle, Wanita Oetomo, Aisyiah, Poetri Indonesia, Wanita Katolik, Wanito Muljo, Jong Islamieten Bond. Keberhasilan Kongres Pemuda sebulan sebelumnya meneguhkan RA Soekonto, Nyai Hadjar Dewantara dan Soejatin dari Poetri Indonesia untuk mendorong persatuan nasional bagi organisasi-organisasi perempuan, sehingga terselenggaralah Kongres Perempuan Indonesia I pada 22 Desember 1928. Kongres ini menjadi langkah pertama kaum perempuan masuk dalam perjuangan modern. Perempuan dari berbagai ras, suku, agama bersatu dan
menyepakati dibentuknya organisasi, atau Perikatan Perkumpulan Perempuan Indonesia yang ditopang oleh organ surat kabar perempuan. Kongres juga menyepakati diadakannya beasiswa dan pendidikan kepanduan bagi perempuan serta mencegah perkawinan anak. Kepada pemerintah kolonial, kongres menuntut disediakannya sekolah-sekolah perempuan, jaminan sosial bagi janda dan anak serta jaminan pensiun. Kepada pengadilan agama kongres menuntut kepastian hukum dalam proses talak. Segala agenda perjuangan dan tuntutan ini memperlihatkan lebih jauh bahwa Kongres telah meletakkan fondasi hakhak warga bagi negara modern Indonesia. Pada kongres selanjutnya, kaum perempuan makin menuntut terlibat mengurus bangsa. Kongres Perempuan II (1935) menyepakati dibentuknya badan penyelidik perburuhan perempuan untuk memastikan jaminan pengupahan sekaligus menegaskan diri bahwa semua perempuan Indonesia wajib menjadi Ibu Bangsa dengan tugas mempersiapkan bangsa Indonesia; meningkatkan aksi pemberantasan buta huruf, memperluas dukungan dari mitra organisasi kepemudaan, serta menyelidiki kedudukan perempuan dalam agama Islam. Pada Kongres III (1938), perempuan menuntut partisipasi politik hak untuk memilih dan dibuatnya hukum perkawinan serta membentuk komisi
Para Ibu Bangsa dalam Lintasan Sejarah PENULIS: I GUSTI AGUNG AYU RATIH (DIREKTUR INSTITUT SEJARAH SOSIAL)
perkawinan untuk membahas naskah rancangan UU perkawinan yang disusun oleh Maria Ulfah Santoso. Adapun pada kongres IV (1941) untuk pertama kali diserukan tuntutan keterwakilan perempuan dalam dewan rakyat dan Foto: Dokumentasi KPPPA dewan kota. Kongres juga letak peran perempuan Indonesia sebagai mendesak bahasa Indonesia masuk Ibu Bangsa. sebagai mata pelajaran sekolah serta membentuk badan pekerja untuk Dengan menerjemahkan problem memajukan perempuan, seperti Badan pengasuhan, pendidikan, perawatan, serta Pekerja Pemberantasan Buta Huruf, keberdayaan ekonomi sebagai problem Badan Penyelidik Masalah Tenaga Kerja kebangsaan, kaum perempuan yang Perempuan, Badan Pekerja Masalah berkongres telah memperkaya unsur-unsur Perkawinan Hukum Islam, Badan Pekerja Perbaikan Ekonomi Perempuan Indonesia. dari nasionalisme Indonesia. Sehingga di masa revolusi kemerdekaan tokoh-tokoh Kongres Perempuan menyadari bahwa perempuan yang berkongres juga tidak turut serta memperjuangkan kemerdekaan ragu-ragu terjun ke kancah pertempuran, berarti menyiapkan tata kelola kehidupan di garis belakang mengumpulkan logistik sosial sebuah negara merdeka, negara maupun di garis terdepan memikul modern yang tidak feodal dan tidak senjata. Nasionalisme dan patriotisme kolonial. Maka sudah sejak kelahirannya, perempuan Indonesia tidak surut hingga kongres ini sadar bahwa ada urgensi tahun-tahun sesudah kemerdekaan. mengangkat soal-soal yang selama ini Namun perubahan besar politik Indonesia tersembunyi dalam ruang privat rumah pertengahan tahun 60-an telah berdampak tangga yang diteriakkan Kartini di ruang surutnya peran publik perempuan. pingitannya, harus dijawab dengan kebijakan publik. Sayang, kongres, hingga Berlawanan dengan patriotisme yang IV, belum sampai menyepakati pertengahan abad ke-20, Orde Baru sikap atas isu poligami. Namun semangat justru mengembalikan perempuan ke menghapus keterbelakangan yang selama rumah dengan mengawasi kegiatan ini dianggap sebagai soal domestik organisasi sambil menegaskan kedudukan menjadi esensi semangat perempuan perempuan sebatas pendamping suami menyiapkan sebuah bangsa dan di sini melalui dukungan pada organisasi istri
pegawai negeri, tentara; dan polisi. Kemampuan perempuan mengambil peran publik diperlemah hingga benar-benar surut. Bahkan keberadaan tokoh-tokoh perempuan turut meredup terkesampingkan. Dalam rentang panjang perempuan di tengah gelombang pasang tersebut, ada perempuan yang gigih dan konsisten mengambil peran penting memperjuangkan semangat Kongres Perempuan Indonesia. Mereka mengambil risiko tidak populer, atau terus menerus diawasi pemerintah saat itu. Ketika pemerintahan Orde Baru berakhir, ini membuka jalan abagi perempuan kembali kepada kiprah asalinya, yaitu mengurus bangsa sebagai Ibu Bangsa. Saat ini seruan kongres masih terus bergema: penghapusan perkawinan anak, menentang poligami, pemajuan ekonomi perempuan, keterwakilan perempuan dalam politik, pendidikan, kesetaraan upah, dan kesehatan. Oleh karena itu, peringatan Hari Ibu menjadi momen mengawal cita-cita perempuan Indonesia, sebagai Ibu Bangsa. Momen menjaga agar kaum perempuan tidak surut kembali menjadi terbelakang. Peringatan hari ibu adalah peringatan tentang soal-soal perempuan sebagai soal kebangsaan, dan soal bangsa sebagai soal perempuan. Peringatan Hari Ibu bukan Mother’s Day. ■
S
ebelum Kongres Perempuan Indonesia pertama diselenggarakan pada 22 Desember 1928 sudah cukup banyak perempuan dari berbagai penjuru Hindia Belanda yang aktif bergerak memajukan perempuan dan rakyat pada umumnya. Jalan mereka tidak mudah. Zaman itu belum terbiasa menerima perempuan berkiprah di luar rumah, apalagi di bidang-bidang yang dianggap sebagai bidang laki-laki, seperti kedokteran dan hukum. Tetapi para perempuan dengan mimpi yang melampaui zamannya gigih mendesak dan mencari jalan untuk mewujudkan cita-cita mereka, bahkan
hingga ke luar wilayah Nusantara. Mereka mengalami diskriminasi karena mereka perempuan dan bumiputra. Mereka harus bekerja lebih keras untuk memperlihatkan bahwa mereka mampu. Yang mereka pegang erat sebagai alat berunding adalah: perempuan itu dapat menjadi ibu dan hanya ibu yang cerdas, sehat, dan berdaya yang akan melahirkan manusia baru bagi Indonesia. Jalur-jalur perintis yang dibuka oleh para Ibu Bangsa ini memberi kesempatan bagi lebih banyak perempuan dari generasi berikutnya untuk merambah wilayah yang hampir sepenuhnya dihuni laki-laki:
kepolisian dan ketentaraan. Walaupun masih sesekali kita dengar, “Untuk apa perempuan sekolah tinggi-tinggi? Akhirnya toh ke dapur juga”, perempuan lebih percaya diri mengabaikan dan melawan ungkapan yang mengecilkan mereka. Mereka melakukan kerja-kerja di masyarakat sebagai ibu, istri, atau manusia perempuan saja tanpa atributatribut yang diasosiasikan dengan kondisi biologis maupun status pernikahan mereka. Peradaban Indonesia hari ini sebagian dibangun oleh kejernihan budi dan tangan-tangan cekatan perempuan dari masa ke masa.
Tokoh-tokoh Perempuan dalam Sejarah Maria Emilia Thomas (Marie Thomas) Dokter perempuan pertama Lahir: Likupang (Minahasa), 17 Februari 1896 Pendidikan: STOVIA (School tot Opleiding van Inlandsche Artsen) Marie Thomas adalah murid perempuan pertama yang diterima di STOVIA, sekolah kedokteran untuk kaum bumiputra, di Batavia (Jakarta) pada 1912. Usianya pada saat itu masih 16 tahun. Ia mendapat beasiswa dari SOVIA, lembaga yang didirikan oleh sekelompok perempuan Belanda di Batavia untuk mendukung pendidikan bagi dokter dan perawat perempuan. Salah satu pendirinya, apoteker Charlotte Jacobs, adalah saudari kandung Dr. Aletta Jacobs, tokoh feminis dan dokter perempuan Belanda pertama, yang mendesak pemerintah kolonial untuk membuka STOVIA bagi perempuan. Saat itu ada 180 murid laki-laki dan Marie satu-
satunya perempuan. Baru dua tahun kemudian ada satu perempuan lagi, juga dari Minahasa, Anna Warouw, yang diterima di sekolah tersebut. Pendidikan kedokteran Marie tempuh selama 10 tahun dan ia mengambil spesialisasi kebidanan dan kandungan. Prestasinya yang hebat membuatnya segera diterima di rumah sakit pusat pemerintah, CBZ (sekarang RS Dr. Tjipto Mangoenkoesoemo), dan di jawatan kesehatan pemerintah lainnya. Ia bertugas di kota-kota besar seperti Medan dan Manado, dan sempat pula mengabdikan ilmunya di rumah sakit Budi Kemuliaan, yang didirikan SOVIA. Namun, ia juga berusaha menjangkau perempuan-perempuan di kota-kota kecil yang tidak mendapatkan layanan kesehatan. Ia merasa bahagia saat ada perempuan dari desa meminta pertolongan darinya untuk melahirkan. Ia menikah dengan kawan kuliahnya di STOVIA, Dr. Mohamad Joesoef, yang berasal
dari Solok, Minangkabau. Setelah menikah ia bekerja sebagai dokter pemerintah di Padang. Kepeduliannya terhadap kesehatan reproduksi perempuan tidak berhenti. Ia salah satu tokoh awal yang memperkenalkan alat kontrasepsi, seperti IUD, di Sumatera dan di berbagai penjuru negeri. Ia mendirikan sekolah kebidanan pertama di Bukittinggi (sekolah kebidanan kedua di Hindia Belanda). Pada 1932, ia kembali ke Batavia dan bergabung dengan organisasi politik nasionalis Persatoean Minahasa yang diketuai oleh Dr. Sam Ratulangie, anggota Volksraad. Ia meninggal karena serangan jantung dalam usia 70 tahun pada 1966. Mesin pencari Google memberi penghormatan kepada Dr. Marie Thomas pada hari ulang tahunnya yang ke-125 pada 2021 untuk “dedikasi tanpa pamrih terhadap kehidupan orang lain yang membuka jalan bagi perempuan Indonesia untuk mengejar ilmu kesehatan dan pendidikan tinggi”.
Maria Ulfah Santoso Menteri perempuan pertama, ahli hukum perempuan pertama Lahir: Serang, 18 Agustus 1911 Pendidikan: Meester in de Rechten (Mr.), Leiden University, Leiden Penghargaan: • Satya Lencana Karya Satya tingkat II • Satya Lencana Peringatan Perjuangan Kemerdekaan • Bintang Mahaputra Utama Kelas III Maria Ulfah atau biasa dipanggil Itje lahir di tengah keluarga menak di Banten. Ayahnya adalah Bupati Kuningan; sedangkan ibunya dari keluarga terpandang Djajadiningrat. Sejak kecil ia sudah tertarik pada soalsoal yang berkaitan dengan ketidakadilan terhadap perempuan. Karena ayahnya pejabat pemerintah kolonial, Itje memperoleh kesempatan belajar di sekolah-sekolah Belanda di Batavia. Ayahnya sebenarnya mendorong dia untuk menjadi dokter, tetapi ia jauh lebih tertarik pada masalah hukum. Ketika ayahnya melanjutkan studi ke Negeri Belanda, Itje memutuskan untuk masuk sekolah hukum di Leiden University. Ia menjadi perempuan Indonesia pertama yang memperoleh gelar Meester in de Rechten (Mr.) dari universitas tersebut. Di Belanda Itje berkenalan dengan Sutan Sjahrir dan Mohammad Hatta dan tertarik ke dunia politik. Sekembalinya ke Indonesia, ia aktif dalam Kongres Perempuan Indonesia dan dengan tekun berbagi pengetahuan tentang aturanaturan hukum yang dapat melindungi hak-hak perempuan dalam perkawinan. Ia berperan besar untuk menengahi perselisihan pendapat mengenai poligami di antara organisasiorganisasi perempuan dengan mengusulkan badan-badan mediasi, seperti Biro Konsultasi Perkawinan dan Badan Perlindungan Perempuan Indonesia dalam Perkawinan. Setelah Indonesia merdeka, Itje terlibat sebagai
anggota BPUPKI dan ikut merumuskan Batang Tubuh UUD 1945. Ia adalah menteri perempuan pertama di republik ini ketika ia dipilih menjadi Menteri Sosial dalam Kabinet Sjahrir pada 1946. Setelah ia tidak menjadi menteri, ia aktif mendorong terbitnya UU Perkawinan yang berpihak kepada perempuan di parlemen. Rancangan undang-undang yang lebih dikenal dengan Naskah Soemari ini tidak berhasil lolos di parlemen karena tentangan dari partai-partai yang keberatan dengan pasalpasal yang memberi perempuan hak lebih besar untuk menentukan talak dan menentang poligami. Sampai akhir hidupnya, Maria Ulfah terus membaktikan dirinya bagi perlindungan hak-hak perempuan lewat tulisan dan keterlibatannya dalam Kowani dan organisasiorganisasi sosial lainnya. Ia meninggal dalam usia 77 tahun pada 1988.
Laili Roesad Duta besar perempuan pertama Lahir: Padang, 12 September 1916 Pendidikan: Meester in de Rechten (Mr.), Rechthogeschool, Batavia Penghargaan: Bintang Jasa Utama (1995) Laili termasuk salah satu perempuan bumiputra yang beruntung dapat bersekolah dan berkarier di bidang yang dianggap bidang laki-laki. Ayahnya adalah seorang wedana yang bekerja untuk PID, polisi rahasia pemerintah kolonial, dan kemudian menjadi residen Sumatra Barat. Tampaknya Laili menjadi tertarik terhadap politik dan hukum karena memperhatikan ayahnya bekerja. Tetapi ibunya, wanita Minangkabau pertama yang belajar di sekolah dasar Belanda, MULO, yang menyemangati untuk mencari ilmu setinggitingginya. Ia lulus dari Rechthogeschool di Batavia pada 1941 dan memperoleh gelar Meester in de
Rechten (Mr.). Sebetulnya ia ingin menjadi hakim tetapi institusi peradilan yang ada tidak memperbolehkan perempuan menjadi hakim. Ia hanya bisa menjadi pegawai saja di Raad van Justitie (Dewan Kehakiman) di Padang. Setelah republik ini berdiri, karier Laili beralih ke bidang hubungan internasional. Temannya semasa kuliah, diplomat Mohammad Roem, mendorong Laili untuk bekerja di Departemen Luar Negeri. Sejak awal 1950-an Laili beberapa kali menjadi anggota delegasi Indonesia di sidang-sidang umum PBB. Laili kemudian menjadi konselor untuk Perutusan Tetap di PBB yang bertugas membantu Soedjarwo Tjondronegoro sebagai Duta Luar Biasa dan Menteri Berkuasa Penuh. Laili sempat mengikuti kursus tentang hukum internasional di London selama dua tahun. Pada 1959, ia ditunjuk menjadi Duta Besar Belgia dan Luxemburg. Ia memperoleh tanda jasa dari Pemerintah Belgia dan Luxemburg. Di masa Pemerintahan Suharto ia diutus menjadi Duta Besar Austria pada 1967-1970. Ia juga menjadi anggota Dewan Gubernur Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) yang bermarkas di Wina, Austria. Sebagai diplomat kawakan, Laili berpartisipasi dalam berbagai konferensi internasional yang membicarakan hukum diplomatik dan masalah tuntutan kemerdekaan rakyat Papua Barat. Ia tutup usia pada 2003.
Auw Tjoei Lan Pemberantas perdagangan perempuan dan anak-anak Lahir: Majalengka, 17 Februari 1889 Penghargaan: Ridder in de orde van Oranje Nassau Auw Tjoei Lan atau sering dikenal sebagai Nyonya Kapitan Lie Tjian Tjoen terlahir di Majalengka pada 17 Februari 1889 dari keluarga Tionghoa ternama yang sudah lama hidup di Nusantara. Ayahnya adalah pemimpin masyarakat Tionghoa di Majalengka, sekaligus
pengusaha kebun tebu dan pabrik gula yang sangat dermawan. Sejak remaja, Tjoei Lan sudah membantu orang tuanya dalam berbagai kegiatan amal untuk menolong kaum gelandangan, tuna netra dan tuna wisma dengan menyediakan makanan dan tempat penginapan secara cuma-cuma.
miskin, sekolah bagi anak-anak yatim piatu, dan sekolah tata busana. Atas jasa-jasanya memerangi perdagangan perempuan dan mengatasi persoalan kemiskinan, Tjoei Lan memperoleh medali kehormatan Ridder in de orde van Oranje Nassau dari Ratu Wilhelmina pada 24 Agustus 1925.
Pendidikan dasar Tjoei Lan dimulai saat ayahnya memanggil guru privat ke rumah. Ia lalu melanjutkan sekolah di Bogor. Ia mulai tertarik mengurus masalah perdagangan perempuan setelah ia menikah dengan Kapitan Lie Tjian Tjoen dari Batavia. Ia bertemu dengan Dr. Zigman yang mengurus panti asuhan Roemah Piatoe Ati Soetji. Dr. Zigman menceritakan tentang nasib para perempuan dari Tiongkok dan Macau yang diperjualbelikan sebagai pekerja seks atau pembantu. Tjoei Lan langsung tertarik untuk terlibat. Dia mulai menggalang dana dari kalangan atas Batavia untuk mendukung kerja-kerja Ati Soetji. Kadang-kadang ia harus menjemput perempuan-perempuan malang yang bersembunyi dari mucikari dan membawa mereka ke tempat aman. Ia juga melakukan penyelidikan terhadap jaringan perdagangan perempuan dari Tiongkok ini.
Auw Tjoei Lan yang tidak pernah mengenal lelah akhirnya meninggal dunia dalam usia 76 tahun pada 19 September 1965. Ribuan orang mengantarkan kepergiannya. Roemah Piatoe Ati Soetji yang sudah berubah nama menjadi Yayasan Hati Suci masih bertahan dengan rumah penampungan dan sekolah-sekolahnya hingga hari ini.
Tentunya pekerjaan ini tidak mudah. Tjoei Lan mendapat ancaman dari mucikari yang bekerja dalam jaringan jual beli perempuan ini. Untunglah hubungan baiknya dengan Gubernur Jendral Limburg Stirum dan istrinya memberi perlindungan ekstra dan dukungan fasilitas yang memadai baginya. Ia berhasil membeli sebuah rumah di daerah Kebon Sirih untuk kantor pusat Ati Soetji, serta menampung para perempuan yang terlantar dan yatim piatu. Ia berlanjut dengan membuka fasilitas serupa untuk laki-laki juga pada tahun 1925. Di akhir 1930-an Tjoei Lan sudah membangun 2 panti asuhan, tempat penampungan mantan pekerja seks dan pelatihan bagi perempuan dari keluarga
Suwarni Pringgodigdo Pendiri organisasi Istri Sedar Lahir: Cibatok (Bogor), 31 Maret 1910 Suwarni sebenarnya lahir di tengah keluarga terpandang. Ayahnya adalah bangsawan dari Kesultanan Cirebon. Namun, karena ayahnya memilih untuk menikah dengan perempuan keturunan Tionghoa, ia harus meninggalkan keluarga besarnya. Dengan kemampuan dana terbatas, ayahnya bertekad untuk menyekolahkan anak-anaknya ke tempattempat pendidikan yang terbaik. Untuk sekolah dasar ia masuk Sekolah Kartini di Bogor. Kebetulan nenek-kakek Suwarni dari pihak ibunya cukup berada dan bersedia membiayai sekolahnya sampai ia lulus dari MULO. Sejak kecil Suwarni sangat suka membaca buku-buku yang berat. Ia menikmati karya Multatuli, Max Havelaar, ketika ia masih berusia 12 tahun. Kebiasaan membaca ini berlanjut hingga ia dewasa dan membentuk pandangan-pandangannya yang boleh dikatakan melampaui zamannya. Ia membaca buku-buku tentang pejuang-pejuang feminis di Eropa dan Amerika Serikat, seperti Aletta
Jacobs (Belanda) dan Emmeline Pankhurst (Inggris). Suwarni juga tertarik pada politik sejak ia masih di MULO. Ia bergabung dengan Jong Java bagian perempuan di Bogor. Ia juga adalah salah satu dari 10 perempuan yang hadir di Kongres Pemuda II yang melahirkan Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928. Keberaniannya berpendapat dan berdebat secara terbuka menarik perhatian tokoh-tokoh nasionalis seperti Soekarno dan Sjahrir. Ia menjadi ketua organisasi Putri Indonesia cabang Bandung dan menghadiri berbagai rapat-rapat politik sebagai wakil perempuan. Dalam setiap Kongres Perempuan Indonesia, Suwarni selalu menegaskan posisinya yang anti-poligami. Ia juga mendesak agar organisasi-organisasi perempuan terlibat dalam politik anti-kolonial dan gerakan nasionalis. Pada 1930 ia mengubah Putri Indonesia menjadi Istri Sedar untuk mewujudkan citacita mendidik perempuan dan anak-anak bumiputra dari kalangan bawah. Organisasi ini mendirikan sekolah-sekolah yang tidak mendapat subsidi dari pemerintah kolonial di berbagai tempat di Jawa. Lewat buletin Sedar, ia menyebarkan pandangan-pandangannya tentang pentingnya pendidikan politik nasionalis kerakyatan bagi perempuan dan kritik terhadap sistem pendidikan kolonial yang diskriminatif. Segera setelah kemerdekaan Suwarni ditunjuk menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung. Ia juga menjadi anggota Majelis Konstituante sebagai wakil dari Partai Sosialis Indonesia (PSI) dari hasil Pemilu 1955. Suwarni meninggal dunia dalam usia tidak terlalu tua, 57 tahun, akibat penyakit diabetes yang dideritanya cukup lama.
Jeanne Mandagi Jendral Polisi perempuan pertama Lahir: Manado, 2 April 1937 Pendidikan: Fakultas Hukum, Universitas Indonesia Akademi Kepolisian Jeanne Mandagi adalah perwira perempuan yang gemar belajar di mana saja. Setelah menyelesaikan pendidikan dasarnya di Manado, ia merantau ke Jakarta untuk melanjutkan sekolah di SMAK Santa Ursula, lalu ke Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Ia ternyata tertarik untuk menjadi polisi walaupun ia tahu tantangannya besar. Maka, pada 1963 ia sekolah lagi di Akademi Kepolisian dan setelah lulus ia diangkat menjadi Polisi Wanita. Tak lama berselang, ia melanjutkan lagi pendidikannya di bidang hukum dengan mengambil kursus peradilan militer.
Pekerjaan ini sangat menantang. Saya berjanji akan membuktikan kalau seorang perempuan bisa menjadi polisi yang hebat. Pengetahuannya tentang hukum sipil dan militer membawa Jeanne ke jenjang karier yang terus meningkat. Pada 1966 ia ditunjuk menjadi Kepala Seksi Hukum di Polda Maluku. Rupanya reputasi Jeanne di Maluku menarik pihak pimpinan kepolisian di Jakarta. Ia ditugaskan menjadi Kepala Seksi Pembinaan Anak-anak, Pemuda dan Wanita di Polda Metro Jaya dan juga menjadi Hakim Mahkamah Militer untuk wilayah Jakarta dan Banten. Dalam menangani anak-anak dan pemuda, Jeanne melihat ada persoalan besar dengan narkoba di kalangan ini. Ia mulai menekuni bidang pencegahan penyalahgunaan obatobatan terlarang. Ia kembali belajar tentang
hal ini dengan mengikuti kursus-kursus yang diselenggarakan lembaga-lembaga internasional, seperti PBB. Pengetahuan barunya membawa Jeanne ke Mabes Polri untuk bertugas di bidang reserse narkotika. Pada tahun 1980 Jeanne kembali mengikuti pendidikan kepolisian di Sekolah Staf dan Komando ABRI untuk diangkat sebagai kolonel. Ia masih terus menekuni bidang penanganan kejahatan narkotika hingga ditunjuk sebagai Narcotics Desk Officer untuk wilayah ASEAN. Ia juga diminta untuk menjadi Koordinator Ahli di Badan Narkotika Nasional (BNN) dan ikut mendirikan pusat rehabilitasi pecandu narkoba, Yayasan Pamardi Siwi. Pada 1991 Jeanne diangkat menjadi brigadir jenderal dan dipercayai untuk memimpin Divisi Penerangan di Mabes Polri. Di kalangan kepolisian Jeanne dikenal sebagai sosok intelektual yang rajin dengan pandangan-pandangan yang bijak dan bernas. Sampai menjelang akhir hidupnya ia masih dimintai pendapat oleh pimpinan tertinggi Polri. Ia meninggal dunia dalam usia 80 tahun pada tahun 2017.
Surastri Karma Trimurti Menteri Perburuhan pertama, jurnalis, pejuang kemerdekaan dan hak-hak perempuan Lahir: Boyolali, 11 Mei 1912 Pendidikan: Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia Penghargaan: Satya Lencana Peringatan Perjuangan Kemerdekaan (1961) Bintang Mahaputra tingkat V (1961) Satya Lencana Perintis Pergerakan Kemerdekaan (1965) Anugerah Adam Malik bidang Sastra (1989) Tetua Wartawan dari PWI Pusat (1999) Surastri tidak pernah membayangkan akan menjadi pejuang. Ia lahir besar di tengah
keluarga priyayi yang berusaha menghindar dari politik anti-kolonial. Ayahnya seorang asisten wedana yang bekerja untuk pemerintah Hindia Belanda. Posisi ini memungkinkan Surastri untuk mendapatkan pendidikan yang cukup baik sampai ia lulus dari sekolah kepandaian putri Meisjes School di Jebres, Solo. Ia sempat menjadi guru sekolah-sekolah serupa di Boyolali, Klaten, dan Banyumas tetapi ia merasa tidak puas hanya mengajar anak-anak perempuan priyayi. Ia lebih tertarik menghadiri pertemuan-pertemuan yang diselenggarakan organisasi-organisasi baru seperti Budi Utomo. Perkenalannya dengan dunia politik diawali saat ia berusia 20 tahun. Ia menghadiri rapat umum Partindo dan mendengarkan pidato Soekarno tentang pentingnya menggalang kekuatan rakyat untuk melawan kolonialisme, imperialisme dan kapitalisme. Ia pun bergabung dengan Partindo. Soekarno juga yang mendorong Surastri untuk menulis tentang sejarah Indonesia di koran Fikiran Rakyat yang diterbitkan Partindo. Itulah pertama kali ia memegang mesin ketik dan menjadi jurnalis. Sejak saat itu tidak ada langkah mundur baginya. Menjadi jurnalis membawa Surastri berhadapan dengan ancaman kekuasaan kolonial. Keluarganya pun khawatir dan berusaha mencegah langkah-langkahnya yang terlalu berani. Surastri memutuskan untuk membuat nama samaran dengan menambahkan Karma Trimurti dan meninggalkan keluarganya. Ia pindah ke Yogyakarta dan tinggal dengan teman-teman sesama pejuang. Ia kemudian lebih dikenal sebagai Trimurti atau Yu Tri. Tulisan-tulisannya membawa dia ke penjara demi penjara, baik di masa kolonial Belanda maupun pendudukan Jepang. Bahkan ia harus membawa putra pertamanya yang masih berusia 4 bulan ke penjara Bulu,
Semarang. Akan tetapi Trimurti tidak gentar. Ia menerbitkan sekian majalah yang berulangkali di-breidel. Ia juga aktif mendirikan organisasiorganisasi yang mempedulikan hak-hak buruh perempuan dan perempuan kelas bawah pada umumnya, seperti Persatuan Marhaeni Indonesia, Barisan Buruh Wanita, dan Gerakan Wanita Indonesia Sedar. Trimurti adalah salah satu perempuan yang menjadi saksi saat Soekarno dan Hatta membacakan Proklamasi Indonesia pada 17 Agustus 1945. Begitu Indonesia sepenuhnya merdeka, Trimurti ditunjuk menjadi Menteri Perburuhan dalam kabinet Amir Sjarifoeddin. Ia juga pernah diminta Soekarno menjadi Menteri Sosial tetapi ia menolak karena ia ingin menyelesaikan studinya di Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia. Trimurti terus aktif menulis dan bergabung dalam berbagai organisasi sampai ia meninggal pada usia 97 tahun. Namanya diabadikan oleh para wartawan muda yang bergabung dalam Aliansi Jurnalis Independen sebagai anugerah SK Trimurti Award sejak 2008. Penghargaan ini bertujuan untuk melestarikan semangat dan prinsip perjuangan SK Trimurti di kalangan aktivis perempuan atau jurnalis perempuan.
Dhalia: Pejuang Film Nasional Keberhasilan kerja sama sejumlah individu dan organisasi dalam dan luar negeri merestorasi film Usmar Ismail, Lewat Djam Malam (1954), membawa wajah Dhalia dan aktingnya menembus zaman milenial. Dhalia, aktor sandiwara dan film kelahiran Medan pada 10 Februari 1925, sejak pertama kali terjun dalam dunia film (1940) selalu tampil sebagai tokoh perempuan ‘baik-baik’. Dalam Lewat Djam Malam, ia memerankan tokoh Lah, seorang pekerja seks komersial, dan berhasil membuat penonton bersimpati, bukan hanya terhadap kerapuhannya, namun
juga mimpinya. Tak sia-sia, dalam Festival Film Indonesia I (1955), Dhalia dianugerahi Piala Citra kategori Pemeran Utama Wanita Terbaik. Dhalia memang tak segan mengambil risiko bahkan jika langkahnya membuatnya tidak populer dan kehilangan tawaran bermain film. Sejak gegap gempita kemenangannya di FFI, Dhalia memilih posisi sentral di tengah pergulatan arah pengembangan industri perfilman dan praktik seni drama nasional. Pasca-revolusi kemerdekaan sebagian pelaku perfilman membayangkan akan lahir industri perfilman nasional yang kuat dan mampu memproduksi karya film yang menyumbang pada pembangunan kebudayaan bangsa. Dhalia, yang mengawali kariernya sebagai pemain sandiwara pada 1930-an, adalah salah satu yang meyakini hal ini. Akan tetapi, cita-cita mereka berhadapan dengan tidak adanya strategi kebudayaan negara yang berpihak pada perfilman nasional. Film hanya dipandang sebagai sumber devisa, terutama film impor yang lebih mendatangkan uang dibanding film domestik. Sebagai ilustrasi, pada 1950, 23 film nasional harus bersaing dengan lebih dari 800 film impor yang diproduksi dengan dana yang lebih besar dan peralatan yang lebih canggih. Dua tahun kemudian 50 film domestik berhadapan dengan lebih dari seribu film impor. Ini melahirkan ketidakpuasan di kalangan pelaku industri perfilman domestik. Bagi Dhalia, isu utamanya adalah perlindungan terhadap hak dan kesejahteraan para aktor dan buruh perusahaan film serta martabat film nasional. Walaupun gagasan mereka sama, para pelaku perfilman ternyata tidak mampu melahirkan kesepakatan tuntutan maupun gagasan jalan keluar. Kadang kala respons mereka bertentangan satu sama lain sehingga menimbulkan konflik dan saling curiga. Dhalia, sebagai satu dari segelintir aktor perempuan yang berani menyuarakan persoalan ini secara terbuka menjadi sasaran
kritik pihak yang berlawanan pendapat. Ia dituduh hendak mempolitisir dunia film. “Soalnya, saya kasih komentar di koran,” kata Dhalia dalam wawancara dengan majalah Tempo (30/7/1977). “Maunya mereka kalau jadi bintang film ya kerjanya main saja. Tidak perlu kasih komentar segala. Saya ini kepingin seperti Myrna Loy, aktris Hollywood yang juga jadi stenografer di PBB.” Selama satu dekade, Dhalia tak mendapat tawaran bermain film, salah satu alasan mengapa ia memfokuskan diri bermain dan menyutradarai sejumlah pertunjukan sandiwara. Selama itu pula, Dhalia tidak berhenti mengorganisir pada pelaku film yang sependapat dengannya. Baru pada 1970-an Dhalia kembali muncul di layar lebar. Betapapun tak pernah lagi menjadi pemeran utama, FFI tidak dapat berpaling dari kemampuan akting Dhalia. Pada 1981 dan 1982 namanya kembali dikumandangkan masuk dalam nominasi Piala Citra kategori Pemain Pembantu Wanita Terbaik. Dhalia tidak pernah berhenti berperan di depan layar hingga akhir hayatnya pada 14 April 1991.
Nyai Khairiyah, pendiri madrasah putri pertama di Haramain, Saudi Arabia Nyai Khairiyah adalah seorang ulama perempuan yang besar perhatiannya pada kemajuan perempuan. Ia lahir tahun 1808 di Jombang, Jawa Timur, sebagai putri kedua Kyai Hasyim Ashari, pendiri Nahdlatul Ulama. Khairiyah memperoleh pendidikan langsung dari ayahnya di lingkungan Pondok Pesantren Tebu Ireng. Pendidikan keulamaannya makin mendalam setelah menikah dengan kyai kebanggaan ayahnya, Kyai Machsum Ali, seorang ulama besar yang dikenal dengan kepandaian dalam ilmu agama serta penguasaan ilmu Falak dan gramatika Arab. Atas perintah ayahya, Khairiyah bersama suaminya merintis pondok pesantren di desa
PEREMPUAN TANGGUH dan INSPIRATIF
Seblak. Pesantren ini tumbuh besar sehingga Nyai Khairiyah merintis pesantren putri. Saat itu pesantren untuk putri masih asing. Tetapi Nyai Khairiyah meyakini bahwa perempuan haruslah terdidik, karena ia bertanggung jawab mendidik anak-anaknya. Selang beberapa tahun kemudian suaminya wafat dan ia memimpin sendiri pondok itu. Syaikh Muhaimin al-Lasemi, seorang ulama dari Lasem, yang waktu itu berdiam di Haramain, Saudi Arabia kemudian meminangnya. Syaikh Muhamimin al-Lasemi adalah salah satu dari sedikit ulama Indonesia yang diterima sebagai pengajar di Masjidil Haram. Setelah menikah Nyai Khairiyah pindah ke Haramain, Saudi Arabia, dan menitipkan kedua anaknya kepada ayah ibunya. Kepindahan ke Haramain membuka jalan bagi Nyai Khairiyah untuk mengembangkan pendidikan lebih luas lagi. Saat itu kaum Jazid di Haramain sepakat mendirikan Madrasah Dar al-Ulum, madrasah khusus untuk warga nusantara. Khairiyah mendorong agar didirikan madrasah khusus perempuan juga. Maka berdirilah Madrasah Kuttabul Banat, madrasah perempuan pertama di Arab Saudi. Atas jasanya ini Pemerintah Arab Saudi memberi penghargaan baginya. Tahun 1956, Soekarno menemui Nyai Khairiyah saat menunaikan ibadah haji dan memintanya untuk mengembangkan pendidikan di Indonesia. Ia kembali ke tanah air setelah 21 tahun tinggal di Haramain dan memimpin Pondok Pesantren Seblak. Ia mendirikan madrasah berjenjang, perpustakaan, dan membuka pendidikan usia dini, koperasi, dan poliklinik. Kepada para santri putri ia mewajibkan baca koran setiap hari. Nyai Khairiyah mendorong terbentuknya majelis-majelis ta’lim di desa-desa. Di tengah penolakan ulama atas program KB, Nyai Khairiyah justru mendukungnya agar
perempuan bisa memberikan pendidikan yang bermutu kepada anak-anaknya. Ia juga menentang mengajarkan kitab Uqud al-Lujain yang ditulis oleh Syaikh Nawawi al-Bantani, tentang hak-hak perempuan dan laki-laki dalam perkawinan karena terlalu berpihak pada laki-laki. Menurutnya bila laki-laki berbicara tentang hak perempuan, biasanya dipersulit. Kitab itu harus ditandingi dengan kitab lain, yang ditulis oleh perempuan supaya perempuan mendapatkan haknya secara proporsional. Nyai Khairiyah wafat tahun 70-an. Nyai Khairiyah memang bukan satu-satunya ulama perempuan. Ada Syaikah Fatimah binti Abdulssamad al Palimbani dan Syaikah Rahmah al Yunusah yang menjadi pengajar terkemuka di Haramain. Tetapi hanya Nyai Khairiyah yang berhasil mendirikan madrasah perempuan pertama di Haramain.
The Sin Nio, pejuang Revolusi Kemerdekaan Tak banyak yang diketahui tentang latar belakang tokoh yang sering disebut Srikandi Tionghoa ini. Pembicaraan tentang perempuan pemberani ini baru muncul di media massa beberapa tahun lalu, terutama sejak program Seri Monolog “Di Tepi Sejarah” mengangkat kisah The Sin Nio lewat suara pemeran Laura Basuki. Satu hal yang menjadi perhatian besar adalah nasib sang pejuang yang mengenaskan di negeri yang ia merdekakan. Sin Nio berasal dari Bondowoso. Berdasarkan cerita keluarganya, ia terlibat dengan perjuangan mempertahankan republik yang baru merdeka ketika desanya menjadi target serangan pasukan Belanda. Awalnya, seperti kebanyakan perempuan di masa itu, ia bertugas di bagian logistik untuk mempersiapkan makanan bagi para prajurit yang bertempur di garis depan. Lama kelamaan ia merasa geraknya terbatas di dapur umum saja. Ia ingin
Mereka Yang Menetapkan
berpartisipasi langsung di garis depan juga. Tidak banyak perempuan yang dapat bergabung di garis depan, apalagi dari kalangan Tionghoa. Sin Nio mencari akal agar ia dapat diterima dalam pasukan petempur. Ia memotong pendek rambutnya, memakai seragam laki-laki, dan mengganti namanya menjadi Mochamad Moeksin. Kaum republikan di masa itu cenderung mencurigai orang Tionghoa sebagai mata-mata Belanda. Sin Nio diterima dalam Kompi I, Batalyon 4, Resimen 18. Ia menyelinap sebagai satusatunya perempuan di batalyon tersebut. Modalnya bertempur hanyalah golok, tombak, dan bambu runcing. Belakangan ia berhasil merampas senapan Lee Enfield dari tentara Belanda yang ia taklukkan. Sin Nio juga ikut merawat para prajurit yang terluka di bagian medis. Apapun tugas yang ia terima, ia laksanakan dengan sebaik-baiknya. Setelah Indonesia sepenuhnya merdeka Sin Nio diangkat Presiden Soekarno menjadi brigadir jendral dan ditunjuk sebagai Duta Besar untuk Aljazair. Namun, kecemerlangan ini hanya sementara. Sejak 1973, ia berusaha memperjuangkan statusnya sebagai veteran perang kemerdekaan agar ia dapat pensiun dan tunjangan hidup yang memadai. Pada 1976 ia mendapat surat pengakuan dari Mahkamah Militer di Yogyakarta tetapi surat tersebut tidak mencantumkan hak untuk memperoleh pensiun. Beberapa tahun kemudian akhirnya pensiun keluar sebesar Rp28.000 per bulan. Sin Nio mencoba hidup apa adanya dengan pensiun yang ia peroleh. Pada 1983 keluarganya mendatangi Sin Nio di Jakarta. Ia tinggal di sebuah bedeng di pinggir rel kereta api dekat Stasiun Juanda bersama dengan kaum miskin kota lainnya. Pejuang yang oleh kaum milenial dikenal sebagai “Mulan Indonesia” ini meninggal dunia dalam keadaan terlantar pada 1985.■
21
Ketika diberi kabar namanya masuk dalam 95 Perempuan Tangguh dan Menginspirasi, reaksi para kandidat bermacam-macam. Ada yang langsung sumringah bersyukur, mikir dulu baru mau, dan ada yang menolak. Ada pula yang ok, setelah itu tidak bisa dikontak. Sementara waktu yang sempit, terus saja bergulir menuju batasnya. Begitulah sekelumit dinamika yang mewarnai proses kerja Tim Seleksi, dan Tim Penetapan, dalam menjalankan amanah Kementeria PPPA. Lebih jauh, baca dan dengarlah pengakuan lima anggota Tim Penetapan; yang terdiri dari Prof. Dr. Musdah Mulia, M.A., (cendekiawan, perempuan ulama, dan pejuang kemanusiaan), Prof. Ir. Wiendu Nuryanti, M. Arch., Ph.D., Guru Besar Arsitektur dan Perencanaan Fakultas Teknik UGM, Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (2011–2014), Prof. Dr. R. Siti Zuhro, M.A., Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Politik – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Ninuk Mardiana Pambudy, Redaktur Senior Harian Kompas, dan Yusuf Susilo Hartono, wartawan kebudayaan dan Pengurus PWI Pusat (2008–2023). Karena alasan teknis grafis, bukan gender, nama terakhir dimasukkan pada Tim Penyusun.
Prof. Dr. Musdah Mulia, M.A.
D
ikenal luas sebagai intelektual, perempuan ulama dan sekaligus pejuang kemanusiaan yang kritis dan sangat humanis. Aktif di berbagai organisasi perempuan dan profesi, seperti Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia dan Women Shura Council. Tercatat sebagai perempuan pertama meraih gelar doktor dalam bidang Pemikiran Politik Islam di UIN Jakarta (1997). Perempuan pertama yang dikukuhkan LIPI sebagai Profesor Riset bidang Lektur Keagamaan (1999). Bersama Gus Dur, Djohan Effendi, dan sejumlah pemuka agama mendirikan ICRP untuk penguatan literasi dan dialog agama demi merajut perdamaian. Produktif menulis buku, seperti Ensiklopedia Muslimah Reformis,
dan menerima banyak penghargaan, baik nasional maupun internasional. “Buku ini berusaha memotret karya dan perjuangan perempuan Indonesia sejak Kongres Perempuan I tahun 1928. Dijumpai begitu banyak
perempuan tangguh dan menginspirasi dalam rentang waktu selama 95 tahun. Namun, tak semuanya dapat ditampilkan dalam lembaran yang sangat terbatas. Kehadirannya diharapkan merepresentasikan tokoh perempuan dari berbagai bidang kehidupan, suku, agama dan kepercayaan serta mempertimbangkan wilayah geografisnya. Selain itu, memberikan perhatian kepada sejumlah perempuan yang selama ini berjuang dalam kesenyapan di wilayah terpencil sehingga luput dari pemberitaan media. Harapan saya, semoga perjuangan mereka menginspirasi perempuan lainnya untuk bangkit dan tangguh menyuarakan keadilan gender demi kemajuan peradaban Indonesia di masa depan.”■
22
PEREMPUAN TANGGUH dan INSPIRATIF
PEREMPUAN TANGGUH dan INSPIRATIF
Prof. Ir. Wiendu Nuryanti, M. Arch., Ph.D.
G
uru Besar Arsitektur dan Perencanaan Fakultas Teknik UGM tersebut, telah menggeluti dunia arsitektur, budaya dan pariwisata lebih dari 30 tahun. Berlatar pendidikan Universitas Gadjah Mada (S-1), University of Wisconsin USA (S-2), dan Surrey and Bournemouth University England (S-3). Aktif dalam berbagai pemberdayaan perempuan melalui Forum Pemberdayaan Perempuan Indonesia (FPPI), Ketua Yayasan Hari Ibu-Kowani dan Indonesia Women Center (IWC). Ketika menyelesaikan tugasnya sebagai Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (2011–2014), menerima penghargaan Bintang Maha Putra Utama,
Piagam Kehormatan Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono. Wiendu adalah Ketua Panselnas Kota Kreatif –UNESCO dan salah satu Dewan Juri Sayembara Desain Ibu Kota Nusantara (IKN). “Menentukan pilihan 95 perempuan dalam buku ini pastilah pekerjaan tidak mudah, karena begitu banyak perempuan yang tangguh dan terus menginspirasi Indonesia di sekitar kita... Selain capaian puncak dari berbagai bidang yang dimilikinya, yang pasti mereka adalah sosok-sosok pekerja keras, pekerja cerdas dan ikhlas yang mampu berpikir di luar
kepentingan dirinya sendiri. Mereka tidak pantang menyerah. Sesungguhnya hakikat dari kekuatan perempuan Indonesia adalah ketika perempuan-perempuan Indonesia mendeklarasikan tekad dan kesatuan jiwa persatuan untuk menuju merdeka. Pada 22 Desember 1928 ketika para wanita Indonesia berkongres tersebut, sebenarnya merupakan rahim lahirnya Bangsa Indonesia. Oleh karenanya, peran perempuan Indonesia bukan sebatas sebagai ibu-ibu hebat dalam bidangnya, namun lebih dari itu adalah sebagai Ibu Bangsa.” ■
23
Prof. Dr. R. Siti Zuhro, M.A.
P
eneliti Ahli Utama Pusat Riset Politik – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Selain sebagai peneliti juga sebagai anggota Tim Penjamin Mutu Reformasi Birokrasi Nasional (2020-2025) dan Ketua Tim Panelis Independen Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik (KIPP) Kemenpan RB sejak 2014, Ketua Majelis Pendidikan Tinggi KAHMI Universitas Insan Cita Indonesia (UICI) sejak 2022, Dosen Pasca Sarjana FISIP UMJ sejak 2006, dan Pengurus Pusat Masyarakat Ilmu Pemerintahan Indonesia (MIPI) sampai sekarang. Saat ini melakukan penelitian tentang daerah perbatasan dalam konteks desentralisasi dan otonomi daerah, dan penelitian tentang Relasi Antar-Aktor dalam Politik Beras. Sampai saat ini banyak buku
dan makalah yang sudah diterbitkan. Ia mendirikan dan membangun Desa Cerdas (Smart Village) 2016-2020 dan sejak 2021 mengembangkan dan membangun Desa Inovasi (Innovation Village), yang dimulai dengan membangun desa inovasi di Desa Laramo Kecamatan Lembo Kabupaten Konawe Utara Provinsi Sulawesi Tenggara. Sebuah pepatah populer mengatakan, “Di balik laki-laki sukses ada perempuan tangguh.” Pepatah tersebut jelas bukan pemanis bibir. Tetapi, sebuah pengakuan jujur. Objektif. Tidak mengada-ada. Sejarah mencatat, misalnya, nama-nama seperti, Eleanor Roosevelt, Margaret Thatcher, Indira Gandhi, Oprah Winfrey, Cut Nyak Dien, R.A. Kartini, Martha Christina Tijahahu, Maria Walanda
Maramis, Nyai Ahmad Dahlan, dan Fatmawati. Perempuan-perempuan tangguh tersebut selalu hadir di setiap masyarakat, setiap masa, dan di semua bidang kehidupan. Lebih dari itu, dalam setiap krisis para perempuan selalu tampil menjadi “malaikat penyelamat” bagi banyak keluarga, Menjadi tentara cadangan (reserve army of labour) tangguh. Buku ini menampilkan sekelumit kecil (95) contoh perempuan tangguh di berbagai bidang kehidupan. Kehadiran buku ini penting disambut para perempuan, khususnya, untuk menjadi pemantik lahirnya ribuan perempuan tangguh. Tuhan menjadikan perempuan bukan sebagai subordinate laki-laki, melainkan sebagai partner dan kompetitor yang konstruktif. Selamat membaca.” ■
Ninuk Mardiana Pambudy
S
aat ini adalah Redaktur Senior Harian Kompas setelah sebelumnya menjadi Pemimpin Redaksi Harian Kompas (20182020). Karier sebagai wartawan dimulai pada tahun 1984 di harian yang sama. Menangani berbagai bidang liputan, mulai dari bidang ekonomi, ilmu pengetahuan dan teknologi, kesehatan, gaya hidup dan masyarakat urban, hingga isu gender dan kelompok minoritas. Pernah mewawancarai, antara lain, pemenang Nobel bidang ekonomi Joseph Stiglitz, pendiri The Body Shop Anita Roddick, desainer Karl Lagerfeld, dan Prof. Saparinah Sadli. Lulus sarjana pertanian dari Institut Pertanian Bogor pada tahun 1983, Ninuk menyelesaikan pendidikan magister dari
Pusat Kajian Wanita Fakultas PascaSarjana Universitas Indonesia tahun 2003. Saat ini, antara lain, menjadi anggota Dewan Pakar Kaukus Perempuan Politik Indonesia, anggota Dewan Pakar Perhimpunan Agronomi Indonesia, anggota tim penyusun Indeks Kebebasan Pers 2023 Dewan Pers, dan Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri Persatuan Wartawan Indonesia (2023–2028). “Upaya Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak menerbitkan buku ini patut dihargai, meskipun harus diakui belum memenuhi harapan semua pihak. Buku ini memuat profil singkat 95 perempuan Indonesia untuk memeringati 95 tahun Kongres Perempuan I tahun 1928. Sosok yang
ditampilkan sebagian besar dimaksudkan mewakili wajah perempuan Indonesia saat ini dari berbagai daerah dan lapisan. Terutama sekali dimunculkan perempuanperempuan yang jarang atau bahkan belum tampil di panggung nasional, tetapi kerja mereka di lapangan nyata bagi pemajuan kesetaraan dan keadilan gender. Untuk dapat mencapai cita-cita Indonesia sebagai negara maju pada 2045, pembangunan dalam arti luas harus mengikutkan semua orang, tidak boleh ada yang tertinggal, termasuk perempuan dan anak. Mudah-mudahan buku ini dapat membukakan pengetahuan dan cakrawala pemikiran kita tentang apa yang telah kita capai dan mana yang masih harus diperjuangkan kini dan di masa depan”. ■
POLITIK DAN KEBANGSAAN PERLINDUNGAN DAN ADVOKASI: PEREMPUAN, ANAK, PERDAGANGAN ORANG, DAN HAM PEMBERDAYAAN PEREMPUAN, ANAK, DIFABEL, DAN MASYARAKAT BIROKRAT PENDIDIKAN, KAJIAN, PENELITIAN, LITERASI, SAINS, DAN TEKNOLOGI WARTAWAN, MEDIA, DAN LEMBAGA PERS KEAGAMAAN KESEHATAN LINGKUNGAN, PERTANIAN, PARIWISATA, DAN KULINER SENI DAN BUDAYA MODE, RIAS, DAN KECANTIKAN MILENIAL INSPIRATIF
PEREMPUAN TANGGUH dan INSPIRATIF
27
POLITIK DAN KEBANGSAAN
Sebagai pemimpin, Megawati memiliki visi dan misi yang memperjuangkan empat pilar berbangsa dan bernegara... PENULIS: MUSDAH MULIA
S
iapa yang tak kenal Megawati Soekarnoputri? Dia adalah perempuan pertama yang menjabat Wakil Presiden dan kemudian menjadi Presiden di negara yang jumlah penduduknya keempat terbesar di dunia sekaligus mayoritas Muslim terbanyak. Megawati telah membuktikan dirinya sebagai perempuan tangguh, survival, dan inspiratif, bahkan menunjukkan kemampuannya memimpin PDI Perjuangan selama lima periode.
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI Presiden Perempuan Pertama di Indonesia
Foto: www.instagram.com/p/CmeCf09JCxp/
Meski dia putri seorang presiden sekaligus proklamator, namun pencapaiannya ke posisi puncak tersebut tidaklah mudah. Dia memimpin Indonesia di saat negeri ini baru lepas dari rezim Orde Baru yang represif dan menerapkan kebijakan depolitisasi perempuan. Tambahan lagi, di era awal reformasi tersebut kelompok Islam fanatik menguasai panggung politik dengan semangat anti demokrasi, dan sangat menentang kepemimpinan perempuan. Setelah tumbangnya Orde Lama (1966), keluarga Soekarno memilih menghindari panggung politik dan hidup sebagai masyarakat biasa. Nama Megawati sebagai politisi baru terdengar pada 1986. Dia mengawali karir politiknya dengan masuk PDI, satu-satunya partai yang tegas mengusung ideologi Soekarno. Dia menempuh karirnya melalui jalan terjal berliku. Masuknya Megawati ke PDI membuat partai itu mendapatkan tambahan kursi yang signifikan pada Pemilu 1987. Ketidaksukaan Orde Baru akan popularitas Megawati justru membuatnya makin dicintai orang banyak. Dia adalah simbol perlawanan terhadap Orde Baru. Kongres PDI 1993 memilih Megawati sebagai Ketua Umum (periode 1993-
1998). Pada 1996, lawan politiknya dengan dukungan pemerintah menggelar kongres Medan yang memilih Soerjadi sebagai ketua umum. Akan tetapi, setelah itu pucuk pimpinan PDI terbelah: PDI Soerjadi dukungan pemerintah dan PDI Megawati yang didukung akar rumput. Meski tak pernah sepi dari terpaan badai politik yang puncaknya terlihat dalam Peristiwa 27 Juli. Megawati tetap bertahan membangun partainya dengan basis kekuatan rakyat (wong cilik). Lengsernya Soeharto (1998) membawa angin perubahan. Megawati keluar dari PDI, dan mendirikan PDI Perjuangan untuk bertarung pada Pemilu 1999. Tahun 1999 partainya memenangkan Pemilu, namun Megawati tidak terpilih menjadi Presiden akibat ditentang PPP dan kelompok Islam konservatif dengan alasan semata karena dia perempuan. Sementara di Parlemen, dia terganjal manuver poros tengah yang dimotori Amien Rais. Dia tidak putus asa, tetap gigih berjuang melalui lobi-lobi politik tanpa kekerasan dan akhirnya terpilih sebagai Presiden kelima pada 2001. Sebagai pemimpin, Megawati memiliki visi dan misi yang memperjuangkan empat pilar berbangsa dan bernegara: Pancasila 1 Juni 1945, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan tetap menjaga keutuhan NKRI. Selain itu, dia juga mempopulerkan tiga pilar Trisakti, yakni berdaulat secara politik, berdikari secara ekonomi, dan berkepribadian secara budaya. Dia menjadi Presiden RI ketika kondisi di Indonesia belum stabil akibat krisis multidimensional (1997-1998).
Selama pemerintahannya menghadapi tiga masalah utama: pelanggaran hak asasi manusia yang perlu ditangani secara tegas, tingkat pengangguran yang tinggi dan buruknya perekonomian akibat resesi global, serta penurunan kewibawaan sistem hukum yang menimbulkan tantangan dalam menegakkan keadilan. Setidaknya, ada tiga prestasi Megawati, yaitu mendirikan KPK untuk pemberantasan korupsi; mendirikan Mahkamah Konstitusi agar masyarakat umum dapat mengajukan gugatan terhadap undang-undang yang dirasa tidak sesuai konstitusi serta menguji hasil pemilu atau pilkada, suatu hal yang mustahil dilakukan di era Orde Baru; dan menyelenggarakan Pemilu Presiden Langsung sehingga presiden terpilih mendapatkan legitimasi lebih kuat di mata rakyat. Rezim Megawati berhasil menyelenggarakan pemilu presiden secara demokratis tahun 2004. Meskipun kalah dalam pemilu tersebut, namun Megawati telah mengukir namanya dalam sejarah Indonesia sebagai pemimpin yang konsisten menegakkan prinsip demokrasi.■ Prof.(H.C.) Dr.(H.C.) Hj. Diah Permata Megawati Setyawati Soekarnoputri Lahir : Yogyakarta, 23 Januari 1947 Pendidikan: Fakultas Psikologi UI (tidak tamat). Fakultas Pertanian Unpad Bandung (tidak tamat). Jabatan: • Ketua Umum PDI Perjuangan (1999–sekarang) • Ketua Dewan Pengarah Badan Riset dan Inovasi Nasional (2021–sekarang) • Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (2017–sekarang) • Presiden Republik Indonesia ke-5 (23 Juli 2001–20 Oktober 2004) • Wakil Presiden Republik Indonesia ke-8 (20 Oktober 1999–23 Juli 2001) • Ketua Umum PDI versi Kongres Luar Biasa (KLB) PDI di Surabaya (1993–1996) • Anggota Fraksi PDI DPR RI Komisi IV (1986–1997)
PEREMPUAN TANGGUH dan INSPIRATIF
29
Saat ini perlu kesadaran persamaan akses dan peran laki-laki maupun perempuan atas dasar prinsip persamaan derajat, dalam semua wilayah, dan tataran kehidupan publik.
PUAN MAHARANI
PENULIS: BUDOYO PRACAHYO
N
ama lengkapnya Puan Maharani Nakshatra Kusyala Devi. Kerap disapa Puan Maharani. Lahir di Jakarta pada 6 September 1973 dari pasangan tokoh nasional, Taufik Kiemas yang pernah menjadi Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI dan Megawati Soekarnoputri, Presiden Ke-5 yang juga Ketua Umum DPP PDI Perjuangan.
Perempuan Pertama
Foto: www.instagram.com/p/CwZ2MjoP8Sd/
Ketua DPR
Cucu dari Presiden pertama RI sekaligus Proklamator Soekarno ini sudah mengenal dunia politik sejak usia muda dan menjadi inspirasi kaum perempuan di negeri ini. Kini dia menjabat Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk periode 2019-2024 dan tercatat sebagai perempuan pertama yang memimpin parlemen sepanjang sejarah Indonesia. Pengalamannya terasah ketika dipercaya menjadi Ketua Bidang Politik dan Hubungan Antar-Lembaga yang memiliki peran strategis di PDI Perjuangan. Sempat duduk di Komisi VI DPR yang mengawasi BUMN, Perdagangan, Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, serta anggota badan kelengkapan dewan BKSAP (Badan Kerja Sama AntarParlemen). Tercatat, Puan memimpin pengesahan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) pada Rapat Paripurna DPR. Ini menjadi salah satu bukti peran dan keberpihakan Puan kepada kaum perempuan Indonesia. Puan juga menjadi inisiator RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA) yang akan menjadi bentuk perlindungan terhadap perempuan dan
anak-anak Indonesia sebagai generasi penerus bangsa. Saat menjadi Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Puan gencar mendorong terpenuhinya 30 persen perempuan dalam parlemen dan melakukan pemberdayaan perempuan dalam Program Keluarga Harapan (PKH) sehingga lebih mandiri secara ekonomi. Puan pun tercatat sebagai pendorong gerakan gotong royong saat Pandemi Covid-19 melanda Indonesia. “Melalui kerja bersama, saling bantu membantu, hulupis kuntul baris, yang merupakan jiwa dan kepribadian bangsa Indonesia, membuktikan kemampuan kita dalam menghadapi Pandemi Covid-19,” ujarnya, beberapa waktu lalu. Lebih dari itu, kemampuan Puan memimpin diakui dunia internasional, salah satunya Pukyong National University (PKNU), Korea Selatan, yang menganugerahkan gelar Doktor Honoris Causa. “Doktor Kehormatan dari Universitas Pukyong, merupakan penghargaan tidak saja bagi saya, namun juga bagi kepemimpinan perempuan di Indonesia, bagi kontribusi DPR terhadap pembangunan Indonesia, dan bagi eratnya hubungan kedua negara,” kata Puan usai menerima Doktor Kehormatan dari Universitas Pukyong, Korea Selatan. Bahkan, dalam Sidang Umum Parlemen se-ASEAN atau ASEAN Inter-
Parliamentary Assembly (AIPA) Agustus 2023 di Jakarta, Puan menekankan pentingnya memberikan porsi kepada kaum perempuan untuk berkecimpung di segala bidang. “Saat ini perlu kesadaran persamaan akses dan peran bagi laki-laki maupun perempuan atas dasar prinsip persamaan derajat, dalam semua wilayah, dan tataran kehidupan publik.” kata Puan.■ Dr. (H.C.) Puan Maharani Lahir : Jakarta, 6 September 1973 Pendidikan : S-1 Ilmu Komunikasi, FISIP, Universitas Indonesia Aktivitas : • Ketua DPR RI, 2019–2024 • Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, 2014–2019 • Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPR RI, 2009–2014 • Anggota DPR RI, Anggota Komisi VI, 2009–2014 • KNPI di Bidang Luar Negeri • Anggota DPR RI Komisi I Bidang Pertahanan, Intelijen, Hubungan Luar Negeri, Komunikasi dan Informatika, 2012–2014 • Ketua DPP PDI Perjuangan Politik dan Hubungan Antarlembaga, 2010–2015 • Anggota Badan Kerjasama Antar Parlemen/ BKSAP DPR RI, 2009–2014 • Anggota DPR RI Komisi VI bidang BUMN, Perdagangan, Perindustrian, Investasi, Koperasi, UKM dan Standarisasi Nasional, 2009–2012 • Ketua DPP PDI Perjuangan Bidang Perempuan dan Anak, 2005–2010 Penghargaan Antara Lain: • Menteri Termuda dalam Kabinet Kerja Jokowi-JK (MURI), 2015 • Perempuan Pertama yang menjabat Menteri • Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (MURI), 2015 • Democracy Award, Rakyat Merdeka Online, 2016 • Gelar Kehormatan Doktor Honoris Causa dari Universitas Diponegoro, 2020 • Gelar Doktor Honoris Causa bidang Ilmu Politik, Pukyong National University (PKNU), Korea Selatan, 2022
PERLINDUNGAN DAN ADVOKASI: PEREMPUAN, ANAK, PERDAGANGAN ORANG, DAN HAM
PEREMPUAN TANGGUH dan INSPIRATIF
BUDI WAHYUNI Perempuan Punya Otonomi Atas Tubuhnya
Mimpiku...perempuan punya otonomi atas tubuhnya, perempuan tidak mati sia-sia karena proses reproduksi.
PENULIS: SONYA HELLEN SINOMBOR
J
ika ada orang yang mendedikasikan dirinya selama puluhan tahun dalam membangun dan menyuarakan perspektif gender dan hak asasi perempuan, anak dalam hak kesehatan seksual dan reproduksi (HKSR), Budi Wahyuni adalah salah satunya. Di setiap ruang dan kesempatan, aktivis pegiat hak asasi manusia (HAM), peneliti, dan akademisi ini, selama lebih dari 40 tahun, hadir mendiskusikan dan menyosialisasikan pentingnya perempuan memperhatikan HKSR. Perhatiannya pada isu HKSR dimulai semenjak tahun 1980, saat ia bergabung dalam Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI). Budi kemudian dipercaya sebagai Direktur PKBI selama lima tahun. Dari PKBI, ia kemudian menjadi Peneliti P2GP (Perlukaan dan Pemotongan Genitalia Perempuan) bekerja sama dengan Komnas Perempuan dan Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan (PSKK) UGM, serta menjadi Konselor Kesehatan Reproduksi dan Seksualitas di PKBI dan LBH APIK Yogyakarta. Semenjak tahun 2018 hingga kini, Budi menjadi pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada Yogyakarta, membuka cara berpikir mahasiswa agar bisa melihat isu kesehatan dan reproduksi
Foto: Muller Mulyadi
31
sebagai bagian penting dalam kehidupan masyarakat, terutama perempuan. Koordinator Indonesia Women CenterYayasan Hari Ibu Kowani di Yogyakarta ini, juga kerap menjadi ahli dalam persidangan kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan dan LBT (Lesbian, Biseksual, dan Transgender). Budi kemudian menjadi komisioner Komisi Nasional Antikekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan). Ia terus meneriakkan pentingnya pengetahuan HKSR bagi seluruh perempuan di Tanah Air. Saat purna di Komnas Perempuan, Budi terus setia membela hak-hak perempuan. Mewakili Pusat Studi Wanita UGM, awal September 2023, dia memberikan keterangan ahli untuk sejumlah kasus. “Saya masih melakukan pendampingan, konseling, dan penelitian tentang kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan kekerasan seksual,” paparnya saat hadir di perayaan Ulang Tahun ke-25 Komnas Perempuan, di Jakarta, medio November 2023. Bagi Budi, situasi perempuan Indonesia saat ini belum berubah signifikan. Pasalnya, hingga kini angka kematian ibu (AKI) dan stunting Indonesia masih tinggi. Kasus-kasus KDRT, kekerasan seksuai dan kekerasan berbasis gender online (KBGO) dan pernikahan anak,
masih terus mengancam perempuan di berbagai ruang dan waktu. “Secara mobilitas perempuan ke mana-mana, aktif di berbagai kegiatan tapi tetap powerless,” tegas Budi. Hingga kini, di mata Budi, pemberdayaan perempuan belum seperti yang diharapkan. Pendidikan yang tinggi buat perempuan belum mampu mengantarkan perempuan menjadi pemimpin yang kritis untuk masa depan perempuan. “Mimpiku...perempuan punya otonomi atas tubuhnya, perempuan tidak mati sia-sia karena proses reproduksi,” harap Budi. ■
Dr. Dra. Budi Wahyuni, MM., MA. Lahir : Yogyakarta, 23 Mei 1958 Pendidikan : • S-3 Public Health, UGM Yogyakarta, 2005 - 2011 • S-2 Magister Management (MM), UGM Yogyakarta, 1995 - 1997 • S-2 Master of Medical Anthropology, Universiteit Van Amsterdam (UVA), 1999 - 2000 • S-1, Fakultas Ekonomi, UPN Veteran Yogyakarta 1977 - 1984 Aktivitas: • Peneliti dan Pegiat HAM, Bidang Perspektif Gender dan Hak Asasi Perempuan, Anak dalam Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi (HKSR). • Wakil Ketua Komnas Perempuan (2015 - 2019). • Dosen Fakultas Kedokteran UGM, Program Doktor dan Magister Studi Kebijakan (2018 - 2023) • Direktur PKBI Yogyakarta (1994 - 1999), • Konselor Kesehatan Reproduksi dan Seksualitas (2002-saat ini)
32
PEREMPUAN TANGGUH dan INSPIRATIF
DEWI RANA AMIR Pendamping Perempuan Penyintas Bencana
dan Korban Kekerasan
PEREMPUAN TANGGUH dan INSPIRATIF
Negara tidak boleh gagal mendokumentasikan pengalaman kekerasan berbasis gender yang dialami oleh perempuan PENULIS: SONYA HELLEN SINOMBOR
B
agi masyarakat di Sulawesi Tengah, Dewi Rana, bukanlah sosok yang asing. Di mana ada kekerasan terhadap perempuan dan anak serta kelompok rentan, Dewi bersama para aktivis perempuan akan bergerak dan bersuara lantang, termasuk berunjuk rasa.. Bahkan, saat bencana gempa, tsunami, dan likuifaksi di Palu dan sekitarnya, Dewi dan organisasi perempuan di Palu mendampingi perempuan dan anak korban sejak tanggap darurat hingga pasca-bencana. Ketika mahasiswa, sekitar tahun 1997 Dewi mulai tertarik belajar di Perkumpulan Bantaya, organisasi yang aktif bergerak di akar rumput, terutama di komunitas petani dan masyarakat adat di dataran tinggi Sulteng. Dari sana dia belajar banyak soal perjuangan komunitas untuk mempertahankan hak atas tanahnya. Dewi tak pernah lupa, ketika berkunjung ke masyarat adat di perbatasan Sulawesi Tengah dan Sulawesi Barat yang menjadi korban pemindahan wilayah, dia sangat terharu melihat seorang ibu di tempatnya menginap yang setiap malam mengeluarkan sarung Mbesa (yang hanya dipakai saat upacara adat, tidak dijual, dan kepemilikannya turun temurun). Sang ibu melapisi bagian bawah tempat tidur mereka sebagai rasa hormat pada rombongan Dewi yang datang membantu kesulitan mereka.
Foto: Dokumentasi Pribadi
33
Pengalaman kultural itu begitu membekas dalam ingatan Dewi, hingga dia bergabung dengan organisasi LIBU Perempuan tahun 2002. Sejak itulah dia aktif mendampingi korban, mendorong kepemimpinan perempuan di tingkat akar rumput, membangun jaringan belajar perempuan lintas komunitas, serta mendampingi perempuan korban di dalam dan luar pengadilan. Dewi tumbuh menjadi aktivis yang kuat dalam kerja pendampingan dan advokasi korban kekerasan, serta terlibat dalam proses advokasi kebijakan bersama pemerintah daerah. “Banyak cerita yang membuat pekerjaan ini bagi kami luar biasa,” papar Dewi. Misalnya, saat pendampingan korban kekerasan seksual dan kekerasan dalam rumah tangga, yang sejak awalnya datang ingin mengakhiri hidup, hingga akhirnya bangkit kembali semangat hidupnya. “Bagi kami pendamping, saat korban datang kembali dengan keceriaan, rasanya kami berhasil melewati masa sulit bersama. Hal terbaik dalam proses pendampingan kasus kekerasan seksual adalah ketika penyintasnya menemukan cara untuk berdiri dan menata hidupnya, itu proses ke arah ketangguhan diri,” ujar penerima N-PEACE AWARD 2019 kategori Untold Story itu.
Mendampingi korban bukanlah hal yang mudah bagi Dewi. Ia pernah menangis histeris, ketika mendampingi korban kasus KDRT di pengungsian; seorang ibu yang hamil tua melahirkan tanpa bantuan siapa pun. Sang ibu menaruh anaknya di kamar hunian sementara, lalu dalam kondisi berdarah pergi mencari beras karena kelaparan dan ingin menyusui. “Harapan saya negara tidak boleh gagal mendokumentasikan pengalaman kekerasan berbasis gender yang dialami oleh perempuan. Karena serangan pada tubuh perempuan adalah serangan pada kemanusiaan itu sendiri” tegas Dewi. ■
Dewi Rana Amir, SH. M.Si. Lahir : 10 Mei 1973 Pendidikan : • Magister Sains dari Program Kajian Gender Universitas Indonesia, 2013 • Sarjana Hukum dari Universitas Tadulako Palu, 1998 Aktivitas : • Perkumpulan LIBU Perempuan atau Lingkar Belajar untuk Perempuan (2017 - saat ini) • Staf Ahli Mitigasi Risiko GBV Kementerian PUPR pada Kegiatan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca Bencana di Sulawesi Tengah ( 2021 – saat ini) • Koordinator Provinsi Program Penguatan Akses Keadilan, Kerjas ama Bappenas dan (2015 – 2016) • Direktur perkumpulan Bantuan Hukum Bantaya (2002 – 2006).
PEREMPUAN TANGGUH dan INSPIRATIF
35
Tingginya angka kekerasan seksual di Kota Ambon membuat kami di ‘Gasira’ cemas PENULIS: SONYA HELLEN SINOMBOR
J
ika ada perempuan dari wilayah Indonesia bagian timur yang berteriak lantang menyuarakan hentikan kekerasan terhadap perempuan dan anak serta kelompok rentan, Elizabeth Christina Octovina Marantika yang biasa dipanggil Lies Marantika adalah salah satunya. Tak hanya berkiprah di daerahnya, sebagai perempuan berlatar belakang pendidikan teologia, Lies juga ikut mewarnai kerjakerja perlindungan perempuan di tingkat nasional.
ELIZABETH MARANTIKA Pendeta, Akademisi, dan Aktivis Pembela HAM Foto: Dokumentasi Pribadi
Selama lebih dua dekade, dia mendedikasikan dirinya dalam isu perempuan dan anak, serta agama, perdamaian, dan hak asasi manusia. Bahkan setelah dua periode menjadi komisioner Komisi Nasional Antikekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), Pendeta Gereja Protestan Maluku yang ditahbiskan pada tahun 1980 itu pulang ke Ambon. Ia mencurahkan perhatiannya untuk membela perempuan dan anak korban bersama lembaga Gasira (Lembaga Kajian, Advokasi dan Layanan untuk Pemenuhan Hak Asasi Perempuan), dan hingga kini dia menjadi fasilitator dan narasumber terkait “Pendidikan tentang Kekerasan terhadap Perempuan Sebagai Pelanggaran terhadap HAM” bagi para pendamping korban kekerasan terhadap perempuan di Ambon dan Maluku Tengah.
“Saya mulai intens terlibat di isu perempuan, sejak saya menjadi anggota Kelompok Kerja Perempuan Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia,” ujar Lies dalam percakapan akhir November 2023. Perhatian Lies pada kemunusiaan tumbuh saat kuliah di STT Jakarta, –dia berjumpa dengan aktivis HAM Asmara Nababan yang saat itu menjadi Direktur Yakoma PGI– kemudian menjadi Sekjen Komnas HAM. “Ketika Komnas Perempuan didirikan oleh Presiden BJ Habibie, Bang Asmara meminta saya menjadi Komisioner Komnas Perempuan,” paparnya. Ketika pertama kali terpilih sebagai komisioner Komnas Perempuan, Lies dipercaya menjadi Ketua Sub-Kom Pendidikan dan Kampanye Publik. Saat terpilih kembali sebagai komisioner Komnas Perempuan periode 2003-2006. Lies dipercaya lagi menjadi Ketua SubKom Pendidikan dan Kampanye Publik. Selama di Komnas Perempuan, Lies menjadi Wakil Koordinator Tim Monitoring Kekerasan terhadap Perempuan dalam Konflik Maluku, di Ambon pada tahun 2002–2003, serta ditugaskan sebagai Pelapor Khusus untuk Monitoring Pelanggaran HAM terhadap Perempuan dalam Konflik Poso tahun 1998-2005. “Saya memimpin Gugus Tugas Komnas Perempuan untuk Poso.
Menurut saya dua kerja besar ini menjadi pengalaman terbaik buat saya,” ungkap Lies. Pengalaman di Komnas Perempuan terus meneguhkan langkah Lies memimpin lembaga Gasira mendampingi perempuan korban di Maluku. “Sebetulnya tingginya angka kekerasan seksual di Kota Ambon membuat kami di Gasira cemas,” papar Lies. Selain aktivis, Lies adalah akademisi yang mengajar studi Islamologi, dan menjadi dosen di sejumlah kampus. Sejak 2017 sampai sekarang dia menjadi dosen tidak tetap mata kuliah Agama-agama dan HAM; Teologi Agama-Agama, pada Sekolah Tinggi Agama Kristen Protestan Negeri dan dan Institut Agama Kristen Negeri Ambon. ■ Elizabeth Christina Octovina Marantika Lahir : Letti, Maluku, 10 Oktober 1956 Pendidikan : • Doktor Teologi, The South East Asia Graduate School of Theology (1998) • Master of Teology, The South East Asia Graduate School of Theology bekerja sama dengan Hamburg University di Hamburg – Jerman (1986) • S-1 pada Sekolah Tinggi Teologi (STT) Jakarta (1981), Aktivitas : • Direktur Gasira (Lembaga Kajian, Advokasi dan Layanan untuk Pemenuhan Hak Asasi Perempuan), berkedudukan di Ambon, 2023 • Komisioner, Komnas Perempuan periode 1998- 2002 dan 2003-2006. • Anggota Majelis Pekerja Harian PGI (2009-2014). • Wakil Ketua Sinode Gereja Protestan Maluku (GPM), Ambon (2010-2015).
PEREMPUAN TANGGUH dan INSPIRATIF
37
Sampai hari ini kami tetap bekerja keras, dan tetap melayani di kargo. Kenapa kami lakukan, karena kami sebagai hamba Tuhan PENULIS: SONYA HELLEN SINOMBOR
D
Foto: Dokumentasi Pribadi
i Nusa Tenggara Timur (NTT), masyarakat terutama kalangan gereja mengenalnya sebagai mama pendeta, yang aktif dalam jaringan perdamaian dan keadilan. Namun, semenjak delapan tahun yang lalu, Pendeta Emmy Sahertian lebih dikenal sebagai tokoh kemanusiaan, karena aktif terlibat dalam Jaringan Solidaritas Kemanusiaan Untuk Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) bagi masyarakat NTT.
EMMY SAHERTIAN “Pendeta Kargo” Penjemput Jenasah PMI Korban TPPO
Sejak tahun 2016, Emmy yang merupakan Pendeta Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) menjadi inisiator jaringan pelayanan penjemputan jenazah pekerja migran Indonesia (PMI) di bagian kargo Bandar Udara El Tari Kupang, bersama beberapa pendeta dan suster. Sejak tahun 2018, Emmy juga tergabung dengan Zero Human Trafficking Network (ZTN) di Indonesia. Pendeta Emmy bahkan mendapat julukan “Pendeta Kargo,” atau “Penjemput Jenazah PMI” karena menyambut dan mengurus jenazah PMI yang dipulangkan dari luar negeri, dan membawa ke kampung halaman mereka. Sebagian besar adalah PMI ilegal, korban TPPO. Hingga kini hampir setiap saat Emmy dan kawan-kawan pendeta dan suster
terus menerima kargo berisi jenazah warga NTT korban TPPO. “Pada tahun ini, kami masih terima jenazah dan jumlah tertinggi, 141 jenazah. Yang kami khawatir akan datang mengalir lagi, yang lain lagi. Itu menjadi indikator bahwa TPPO masih berlangsung di NTT,” ujar Emmy kepada dengan penulis, awal Desember 2023. Emmy mulai terlibat dalam pendampingan dan advokasi kasus TPPO di NTT, sekitar tahun 2013 saat kembali ke Kupang, setelah menyelesaikan tugas gerejanya di Jakarta. Saat ikut terlibat dalam penanganan kasus sarang burung walet di Medan yang melibatkan beberapa anak remaja dan perempuan dari NTT, dia kemudian mengetahui ada bagian kargo jenazah di Bandar Udara El Tari Kupang. “Saya merasa shock, kaget karena ternyata banyak sekali PMI yang pulang dalam keadaan meninggal. Sejak itu ada beberapa jenazah kami sambut karena mereka adalah umat dari GMIT,” ujar Emmy yang mendapati hampir 100 persen jenazah yang datang adalah PMI yang diberangkatkan nonprosedural. Bahkan, menurut Emmy, selama lima tahun (2016‒2021) lebih dari 400 jenazah PMI yang dipulangkan. “Pernah dalam
sehari kami harus menerima dua sampai empat jenazah sekaligus,” ujar Emmy. Bergerak dalam jaringan anti TPPO bukan hanya menguras tenaga dan perasaan, tetapi menghadapi teror dari mafia TPPO. “Sampai hari ini, kami tetap bekerja keras, dan tetap melayani di kargo. Kenapa kami lakukan, karena kami sebagai hamba Tuhan dan hati nurani kami sebagai orang NTT melihat perbudakan modern itu menyakitkan. Sehingga kami tetap setia,”ujar Emmy.■
Pdt. Marieta N.G.Sahertian, M.Th. Nama Panggilan: Emmy Sahertian Lahir : Kupang, 27 Desember 1957 Pendidikan : • S-3 Sekolah Tinggi Filsafat &Teologi Jakarta, 2000 • S-1 Sekolah Tinggi & Filsafat Teologi Jakarta,1983 • D-3 Fakultas Teologi Universitas Artha Wacana, • Akademi Teologi Kupang, 1979 Aktivitas: • Pendeta Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) - (sejak 1980, sudah emeritus) • Anggota inti Aliansi Nasional Bhinneka Tunggal Ika-untuk isu-isu keberagaman dan kebangsaan (2007-hingga kini) • Koordinator Jaringan Solidaritäs Kemanusiaan untuk Korban Perdagangan Orang di NTT (2014 hingga kini) • Anggota Jaringan Nasional Zero Human Trafficking Network (2018 hingga kini).
PEREMPUAN TANGGUH dan INSPIRATIF
IJA SYAHRUNI
39
Ada tren setelah UU Perkawinan yang baru terbit, malah permohonan dispensasi nikah makin tinggi.
Cegah Perkawinan Anak, Libatkan Lingkaran Remaja
PENULIS: WILLY HANGGUMAN
I
ja Syahruni terkejut ketika membaca hasil penelitian bahwa Provinsi Sulawesi Barat menjadi provinsi nomor satu di Indonesia dengan kasus perkawinan anak, bahkan untuk beberapa tahun berturutturut. Padahal mencegah perkawinan anak merupakan salah satu “perintah” Kongres Perempuan Indonesia I, 1928. Fakta itu mendorong Ija yang seharihari menjadi Direktur Eksekutif Yayasan Karampuang terpanggil untuk ikut mencegah meningkatnya perkawinan anak pada tahun 2017. Ia menjadi pelatih untuk fasilitator pencegahan pernikahan anak, dan aktif mengadvokasi kebijakan pemerintah hingga perubahan cara pandang masyarakat terhadap kawin anak.
Foto: Dokumentasi Pribadi
“Salah satu sistem yang kami bangun adalah membentuk Pokja Pencegahan Perkawinan Anak di Kabupaten Mamuju dan mendorong partisipasi remaja agar aktif sebagai garda terdepan kampanye perlindungan perkawinan anak,” ungkap Ija. Program ini berhasil dilaksanakan di 2 provinsi, 5 kabupaten, dan melibatkan lebih dari 1.000 remaja. Mamuju kemudian menjadi kabupaten terbaik dalam mencegah perkawinan anak pada 2018. Sungguh bukan pekerjaan gampang untuk meyakinkan masyarakat di sana
untuk mencegah perkawinan anak. Ija merasakan beratnya advokasi dua tahun pertama, yaitu dari 2017 sampai dengan 2019. Ija menyebut dua tahun di sana sebagai tahun yang menantang. “Regulasi belum mendukung saat itu. Regulasi masih membolehkan anak usia 16 tahun menikah,” katanya. Barulah kemudian pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 sebagai perubahan atas Undang-undang (UU) Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan dengan batas umur minimal perkawinan wanita dipersamakan dengan batas minimal umur perkawinan pria, yaitu 19 (sembilan belas) tahun. Ija mencatat ada yang menarik di Sulawesi Barat, usai undang-undang baru perkawinan berlaku. “Ada tren setelah UU Perkawinan yang baru terbit, malah permohonan dispensasi nikah makin tinggi,” ungkapnya. Alasan dispensasi macam-macam seperti sudah terlanjur hamil. Tantangan lain, pemerintah setempat saat itu masih melihat perkawinan anak sebagai masalah keluarga. “Kalau orang tuanya sudah menyetujui, ya, ngapain lagi kita urus kayak begitu. Dan bila anak perempuan sudah menikah maka anak tidak lagi menjadi tanggungan orang tuanya tetapi suaminya,” Ija menirukan reaksi masyarakat.
Lantas apa yang harus dilakukan? Ija dan timnya melakukan pendekatan dari sisi kesehatan karena paling logis bagi masyarakat. Misalnya, ada kejadian ibu yang kawin usia muda melahirkan dan anaknya meninggal entah karena komplikasi atau sebab lainnya. “Itulah yang kemudian kita jadikan perhatian bahwa ini adalah dampak yang ingin kita hindari dari perkawinan anak. Jadi, memang pada tahap awal banyak mengalami hambatan atau tantangan,” katanya. Upaya Ija mencegah perkawinan anak dengan melibatkan remaja lewat Lingkaran Remaja memberikan hasil yang positif. “Ada anak yang masuk Lingkaran Remaja, setelah mendapat banyak masukan, akhirnya memutuskan untuk menunda perkawinan,” ujar Ija yang juga sukses dengan Gerakan Kembali Bersekolah pada tahun 2011–2019.■ Ija Syahruni Usia: 38 Tahun Pendidikan: Sarjana Kelautan Universitas Hasanuddin, 2009 Pengalaman Kerja • Direktur Eksekutif Yayasan Karampuang • Manajer Program Kerja Sama Yayasan Karampuang dengan UNICEF untuk Bidang Perlindungan Anak • Tim Kelompok Kerja Pencegahan Perkawinan Anak di Kab. Mamuju Penghargaan • Terbaik Indonesia’s SDGs Action Award Kategori • Organisasi Masyarakat Sipil, 2022 • Penghargaan Kementerian Sosial RI dalam Rehabilitasi Korban Pascagempa dan Tsunami Sulawesi Tengah, 2018.
PEREMPUAN TANGGUH dan INSPIRATIF
41
Kita adalah manifestasi dari perspektif kita sendiri tentang bagaimana memandang diri kita. Kita harus maju sebagai perempuan dan pemimpin. PENULIS: WILLY HANGGUMAN
I
rna Riza Yuliastuty adalah seorang aktivis perempuan di bidang penghapusan kekerasan terhadap perempuan, anak, kesetaraan gender, disabilitas, dan antikorupsi di Provinsi Bengkulu.
Foto: Dokumentasi Pribadi
Minat Irna Riza untuk terlibat dalam aktivitas sosial tumbuh sejak duduk di bangku kuliah. Apalagi hal itu cocok dengan program studi yang dipilihnya, yakni Jurusan Kesejahteraan Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Bengkulu.
IRNA RIZA YULIASTUTI
Srikandi Mitra Penyandang Disabilitas
Setelah selesai kuliah, ia memutuskan menjadi pekerja sosial dan meningkatkan kompetensinya sebagai pekerja sosial tersertifikasi profesional yang dikeluarkan oleh Lembaga Sertifikasi Pekerja Sosial tahun 2001. Saat baru masuk kuliah tahun 1996, ia memutuskan bergabung dengan Centra Citra Remaja Raflesia unit kegiatan Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia Bengkulu untuk melakukan pendampingan teman sebaya dalam isu Hak Atas Kesehatan Reproduksi (HKSR) dan anak jalanan. “Waktu itu, saya ikut melakukan pendampingan pekerja seks komersial (PSK) dan waria di daerah stadion Bengkulu. Kabar itu sampai ke orang tua saya. Orang tua saya memarahi saya dan mereka sampai menangis,” tuturnya.
Irna lantas menemui orang tuanya dan menjelaskan apa yang dilakukannya. Bahkan ia mengajak orang tuanya datang ke Bengkulu untuk melihat kegiatannya. “Saat tiba di tempat pendampingan, para pekerja seks komersial dan waria menyapa saya dengan ramah. Orang tua saya pun jadi mengerti apa saya lakukan,” tuturnya mengenai awal kegiatan sosialnya. Bersama 8 orang rekannya, ibu tiga anak itu mendirikan Yayasan Cahaya Perempuan Womens Crisis Center (CPWCC) tahun 2000. Ini lembaga pelayanan dan pendampingan untuk perempuan dan anak korban kekerasan di Provinsi Bengkulu. Di CP-WCC ia dan koleganya pernah mengalami teror. Kisahnya, yayasan itu baru saja menolong seorang perempuan korban kekerasan seks dan membawa korban ke rumah singgah yang juga menjadi kantor yayasan. “Kantor kami dikepung, diteror, dilempari oleh pelaku dan orang-orangnya. Kami jadi was-was dan terus bertahan,” tuturnya. Ia mengungkapkan pelaku kekerasan seksual adalah orang yang berkuasa di Bengkulu saat itu. Pengalaman tersebut mengajarkan Irna dan rekan-rekannya untuk memisahkan kantor CP-WCC dengan rumah singgah. “Sekarang rumah singgah kami pisahkan
dari kantor Cahaya Perempuan dan tempatnya kami rahasiakan. Pengalaman itu membuat kami memasang terali pengamanan yang rapat di kantor kami,” tutur Irna yang menjadi Sekretaris Koalisi Perempuan Indonesia Bengkulu pada 2010–2018. Belakangan berkembang Irna memberikan perhatian kepada penyandang disabilitas. Ia menjadi Dewan Penasehat DPD Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia (HWDI) Bengkulu. Tahun 2017, Irna membentuk Forum Disabilitas Provinsi Bengkulu untuk membuktikan komitmen terhadap perlindungan dan pemenuhan hak kelompok rentan yang ada di provinsi itu. Irna melakukan pengorganisasian dan advokasi untuk mengubah kondisi penyandang disabilitas di provinsi itu menjadi lebih baik. Perjuangannya itu mendapat apresiasi sampai ia dijuluki srikandi penyelamat disabilitas. “Kami berusaha menjadi mitra penyandang disabilitas,” pungkasnya. ■ Irna Riza Yuliastuty, S.Sos. Lahir : Palembang, 7 Juli 1977 Pendidikan : S1 Universitas Bengkulu, 2001 Profesi: Pekerja Sosial Organisasi : • Yayasan Cahaya Perempuan-Womens Crisis Center Provinsi Bengkulu, 2000– sekarang • Koalisi Perempuan Indonesia Provinsi Bengkulu, 2010-2018 • Perkumpulan Mitra Masyarakat Inklusif Provinsi Bengkulu, 2017–sekarang.
PEREMPUAN TANGGUH dan INSPIRATIF
43
Bekerja di persoalan kemanusiaan tidak bisa hanya memberikan separuh hati dan waktu, tetapi harus full
JULL TAKALIUANG Perempuan Pejuang HAM dari Sulawesi Utara
PENULIS: SONYA HELLEN SINOMBOR
P
erempuan di Lingkar Tambang. Demikian salah satu julukan yang diberikan masyarakat kepada Jull Takaliuang, perempuan aktivis lingkungan dan hak asasi manusia, dari Sulawesi Utara (Sulut). Sosoknya dikenal sebagai perempuan yang tidak gentar menyuarakan persoalan masyarakat marginal dan korban kekerasan di Sulut. Hampir dua dekade, alumni Jurusan Sastra Indonesia, Unsrat Manado ini terjun dalam dunia advokasi kasuskasus lingkungan, pelanggaran hak asasi manusia, dan kasus-kasus anak berhadapan dengan hukum, serta kasus kekerasaan terhadap anak. Bagi masyarakat Sulut, Jull adalah perempuan tangguh, yang berani melawan korporasi penambang di daerah nyiur melambai.
Foto: Dokumentasi Pribadi
Pilihannya berjuang bersama para korban kekerasan bukan tanpa risiko. Berbagai teror dan ancaman atas nyawanya, tidak membuat Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Sulut ini gentar, termasuk ketika menjadi tahanan rumah saat mengadvoksi salah satu kasus. Delapan tahun lalu, kerja-kerja kemanusian Jull mendapat perhatian dunia internasional. Pada tahun 2015, Jull menerima penghargaan N-Peace Awards 2015 dalam kategori Untold Stories: Woman Transforming their Communities. Penghargaan diberikan Perserikan Bangsa-Bangsa pada Jull, karena dia dinilai sebagai perempuan yang memperjuangkan perdamaian dan
menciptakan perubahan dari akar rumput hingga tingkat nasional. Perjalanan advokasinya dimulai sejak tahun 2004 ketika dia terjun mengadvokasi masyarakat terutama anakanak dan perempuan yang menjadi korban pencemaran lingkungan di Teluk Buyat, Minahasa. Bersama Yayasan Nurani Minaesa, Jull mendampingi para korban melakukan pengobatan gratis. “Saat itu, banyak sekali perempuan yang mengalami keracunan, karena terkontaminasi logam berat yang berdampak pada penderitaan luar biasa. Mereka mengalami kelumpuhan, benjolan gatal-gatal, kesehatan reproduksi terganggu, anak-anak lahir disabilitas, bahkan ada anak-anak yang mengalami kemunduran intelektual,” cerita Jull kepada penulis, Minggu (2/12/2023). Melihat kondisi tersebut, Jull pun bergerak mencari jaringan sampai ke Jakarta. Alhasil lembaga-lembaga hak asasi manusia seperti Komnas HAM dan lembaga-lembaga perlindungan anak datang ke Buyat, serta pemerintah pusat pun turun tangan membantu para korban pencemaran. Setelah kasus Buyat, sejumlah lingkungan pun diadvokasi Jull. Seiring dengan itu, Jull pun mendampingi para nelayan memperjuangkan hak mereka, serta mengorganisasikan nelayan tradisional di Sulut yang memiliki pesisir membentuk organisasi nelayan tradisional Sulut.
Di kampung halamannya, Jull juga memberikan perhatian atas kasus lingkungan hingga kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. Sejak tahun 2021 hingga kini, Jull aktif melakukan advokasi untuk menyelamatkan Pulau Sangihe melalui sebuah Gerakan Save Sangihe Island (SSI) dari ancaman kehancuran lingkungan apabila PT Tambang Emas Sangihe (TMS) akan beroperasi. Sebagai Ketua LPA, Jull hadir membela anak-anak termasuk korban kekerasan. Ketika menerima laporan tentang kekerasan pada anak, Jull langsung bergerak, mengadvokasinya sampai pelaku dihukum, dan korban mendapat keadilan. Jull mengakui, tidak mudah mengadvokasi kasus-kasus kekerasan pada anak. Dampaknya tidak hanya dirasakan oleh anak korban, tetapi juga menggoncangkan keluarganya. Menurut Jull, bekerja di persoalan kemanusiaan tidak bisa hanya memberikan separuh hati atau separuh waktu buat mereka tetapi harus memberi diri secara full, dan itu membutuhkan pengorbanan yang luar biasa,” tandas Jull. ■ Dra. Jull Takaliuang Lahir : Kabupaten Sangihe, 31 Juli 1969 Pendidikan : Jurusan Sastra Indonesia, Universitas Sam Ratulangi, lulus 1992 Aktivitas : Direktur Eksekutif Yayasan Suara Nurani Minaesa 1998–sekarang.
PEREMPUAN TANGGUH dan INSPIRATIF
45
Kami tidak akan berhenti sampai kapan pun untuk membebaskan PRT dari perbudakan modern
LITA ANGGRAINI
PENULIS: SONYA HELLEN SINOMBOR
Berjuang Membebaskan PRT dari Perbudakan Modern
S
etiap orang punya pilihan hidup. Begitu juga dengan Lita Anggraini. Alumnus Universitas Gajah Mada Yogyakarta ini selama sekitar tiga dekade mendedikasikan hidupnya untuk memperjuangkan nasib para Pekerja Rumah Tangga (PRT). Ia menempuh jalan yang tidak biasa bagi banyak orang, berdiri, dan bersuara bersama perempuan marginal.
Foto: Dokumentasi Pribadi
Lita melepas semua pilihan bekerja di tempat yang menawarkan gaji tinggi. Ia menyusuri lorong sunyi yang tidak banyak dilirik aktivis. Bagi Lita berada di barisan perempuan-perempuan yang selama ini mengalami perbudakan modern bukanlah sebuah pengorbanan, melainkan sebuah panggilan.
ke jalan, menggelar aksi damai, hingga merantai kaki dan mogok makan berharihari di depan gerbang Gedung MPR/DPR/ DPD Jakarta.
membentuk kesadaran masyarakat pun mengalir dari masyarakat dan media.Tinggal selangkah lagi UU PRT disahkan,” kata Lita.
Terombang-ambingnya RUU PPRT di tangan para wakil rakyat, sesungguhnya menunjukkan perspektif orang tentang ketidakadilan yang dialami PRT berbedabeda. “Itu berarti perlu dan sangat penting diperjuangkan karena betapa mengakarnya dan demikian kuatnya bias kelas, ras, gender maka perlu kita membongkarnya walaupun untuk mendapat pengakuan sangat sulit, “ ujarnya.
Sebelum mendirikan JALA PRT, lulus kuliah Lita bergabung dalam Forum Diskusi Perempuan Yogyakarta (FDPY) yang berubah menjadi Organisasi Rumpun Tjoet Njak Dien (RTND). Pada tahun 1997, selain menginisiasi peraturan daerah (perda) perlindungan PRT, Lita mendorong lahirnya organisasi-organisasi PRT di komunitas-komunitas tempat PRT tinggal.
“Saya bersyukur diberi kesempatan menjalani hal ini. Karena ini adalah perjuangan yang harus dilakukan dengan cinta, sehingga tidak ada kata jenuh,” papar Lita, Koordinator Nasional Jaringan Advokasi Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT) dalam perbicangan dengan penulis, awal Desember 2023 di Jakarta.
Lita bertekad akan berjuang hingga akhirnya UU PPRT disahkan. Kendati tubuhnya sempat mengalami gangguan sakit pun, semangatnya tak pernah padam. “Sejarah melepas perbudakan berlangsung ratusan tahun. Untuk itu, kami tidak akan berhenti sampai kapan pun membebaskan PRT dari perbudakan modern. Perjuangan ini memerlukan ketahanan mental, stamina hati, dan lain-lain,” ujar Lita yang sejak SMA tergerak menolong PRT anak.
Karena cinta itulah, Lita tak pernah lelah memperjuangkan Rancangan UndangUndang Perlindungan PRT (RUU PPRT) yang sudah hampir 20 tahun tersandera proses legislasinya di DPR. Demi menggolkan RUU PPRT, Lita bersama PRT, para aktivis berulangkali turun
Lita meyakini suatu saat perjuangan melepas PRT dari perbudakan modern akan berujung dan UU PPRT akan disahkan DPR. “Kami melihat perubahan sudah terjadi di DPR, dari yang awalnya tidak diterima, jadi RUU Inisiatif. Dukungan untuk mengedukasi dan
Sejak1997, Lita membentuk Serikat Pekerja Rumah Tangga (SPRT), dia juga mendirikan Sekolah PRT. Hingga tahun 2023, terdapat Serikat PRT dan Sekolah di Medan, Jakarta, Tangerang Selatan, Semarang, Yogyakarta, Makassar, dengan jumlah anggota Serikat PRT mencapai 13.637 orang. ■ Lita Anggraini Lahir : Semarang, 22 Oktober 1969 Pendidikan Terakhir: Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Gadjah Mada (lulus 1994) Aktivitas: • Pendiri dan Koordinator Nasional JALA PRT tahun 2004–sekarang • Pendiri dan Ketua Perkumpulan RUMPUN, 2005–2011 • Pendiri Sekolah PRT RUMPUN, 2003 • Pendiri Institut PRT Sapulidi, 2010–sekarang • Ketua Badan Pelaksana RUMPUN Tjoet Njak Dien, 2000–2005, 2011 - sekarang
PEREMPUAN TANGGUH dan INSPIRATIF
47
Perempuan nelayan bisa memahami jika dia terjebak dalam pola kekerasan.
MASNU’AH
PENULIS: SONYA HELLEN SINOMBOR
K
etika berbicara tentang perempuan nelayan maka orang akan merujuk pada sosok Masnu’ah, Sekretaris Jenderal Persaudaraan Perempuan Nelayan Indonesia (PPNI). Pelopor komunitas perempuan nelayan “Puspita Bahari” di Kabupaten Demak, Jawa Tengah ini, dikenal sebagai salah satu perempuan tangguh yang lahir dari tingkat akar rumput.
Pemimpin Perempuan
Nelayan di Nusantara
Lahir dari keluarga nelayan dan bertumbuh serta hidup di wilayah pesisir. Sejak kecil hingga dewasa menyaksikan ketimpangan terhadap anak perempuan, perempuan yang akrab disapa Nuk ini, bangkit menggerakkan perempuan nelayan untuk menghapus praktik-praktik ketidakadilan gender yang selama ini merugikan perempuan di daerahnya.
Foto: Dokumentasi Pribadi
“Saya melihat banyak perempuan mengalami ketidakadilan, contohnya seperti anak perempuan yang tidak memiliki kesempatan setara untuk mendapatkan pendidikan dibandingkan anak laki-laki,” ujar Masnu’ah, awal Desember 2023. Dari situlah, Masnu’ah bergerak mencari solusi untuk mengubah kondisi perempuan nelayan menjadi sosok mandiri, terdidik, dan terorganisasi. Tahun 2005, bersama dengan beberapa orang dan jaringan, Masnu’ah membentuk Komunitas Puspita Bahari di Desa Morodemak, Kecamatan Bonang, Demak, Jawa Tengah.
Komunitas tersebut berkembang menjadi wadah bagi gerakan perempuan nelayan di akar rumput, untuk memperjuangkan hak-hak perempuan nelayan. “Kami sama-sama belajar mengenali bentukbentuk dari ketidakadilan gender ataupun kekerasan sehingga perempuan nelayan bisa memahami jika dia terjebak dalam pola kekerasan,” ujar Masnu’ah yang kisahnya diangkat dalam film dokumenter Perempuan Pembela HAM yang dibuat Yayasan Perlindungan Insani Indonesia dan Institut for Women Empowerment tahun 2021. Di Puspita Bahari, perempuan nelayan mengolah produk perikanan dalam bentuk kerupuk, terasi, dan abon. Mereka pun membentuk koperasi. Untuk memutus rantai kekerasan terhadap perempuan dan anak di pesisir Demak, Masnu’ah dan kawan-kawan mendirikan Posko Paralegal yang bekerja sama dengan LBH APIK Semarang. Gaung perjuangan Masnu’ah dan perempuan nelayan mendapat dukungan berbagai pihak. Pada tahun 2010, KIARA (Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan) mengajak Puspita Bahari dan kelompok perempuan nelayan lain untuk menginisiasi Persaudaraan Perempuan Nelayan Indonesia (PPNI) di Buton, Sulawesi Tengara. PPNI beranggotakan 16 kelompok perempuan nelayan yang tersebar di 12 Provinsi di Indonesia, yang sebagian pekerjaannya melaut seperti nelayan umumnya.
Semenjak itulah, Puspita Bahari dan PPNI berjuang untuk mendapatkan pengakuan bagi perempuan nelayan, agar tertulis di kolom Kartu Tanda Penduduk (KTP) mereka yang selama ini tertulis pekerjaan ibu rumah tangga. Perjuangan setahun membuahkan hasil, tahun 2019 sebanyak 31 perempuan nelayan diakui statusnya sebagai nelayan, menyusul asuransi perlindungan nelayan. “Untuk pertama kalinya di Indonesia, perempuan nelayan dan laki-laki mendapatkan perlindungan yang sama, tanpa ada diskriminasi,” tandas Masnu’ah yang menerima Anugerah Saparinah Sadli 2018. Untuk sampai pada pengakuan, bukan tanpa tantangan, aktivitas Penerima Frans Seda Award 2014 (Pejuang Kemanusian ) dari Unika Atmajaya ini, kerap dianggap sebagai gerakan yang melawan dan menentang kodrat. Namun, dia memilih tidak menyerah. Masnu’ah berharap seluruh perempuan nelayan di Tanah Air bisa mendapatkan identitas pekerjaan perempuan nelayan. ■ Masnu’ah Lahir : Rembang, 4 Juli 1974 Pendidikan : • SD - SDN Tasikagung Rembang, 1987 • Paket B setara SMP – PKBM WB Smart, 2017 • Paket B persamaan SMA-PKBM WB Smart, 2020 Riwayat Organisasi: • Sekretaris Jenderal Persaudaraan Perempuan Nelayan Indonesia (PPNI)–Sekarang • Preswil Koalisi Perempuan Indonesia Jawa Tengah , 2013–sekarang • Komunitas Perempuan Nelayan Puspita Bahari, 2005–sekarang.
PEREMPUAN TANGGUH dan INSPIRATIF
NANI ZULMINARNI
49
Setiap perempuan dapat mengembangkan seluruh potensi kemanusiaannya… PENULIS: HANNI SOFIA
N
ani Zulminarni menyebut dirinya sebagai feminis dan aktivis. Ia terjun menghadapi permasalahan perempuan khususnya daerah-daerah pelosok di tingkat akar rumput sejak 1987. “Saya mengidentifikasikan diri sebagai pengorganisir masyarakat. Saya juga mengidentifikasikan diri saya sebagai seorang feminis,” ujar penerima Lotus Leaderships Award itu.
Langkah Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga
Foto: Dokumentasi Pribadi
Pada 2001, Nani mendirikan PEKKA (Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga) yang berfokus pada pemberdayaan kepala keluarga perempuan yang termiskin dari yang miskin. Melalui PEKKA, ia mendukung perempuan yang mengepalai keluarga termasuk janda meninggal dan bercerai, perempuan terlantar dan korban poligami, mereka yang suaminya disabilitas atau sakit, dan perempuan lajang agar menyadari kemampuan dan kontribusi penting mereka dalam keluarga dan masyarakat. Seiring waktu kepeduliannya pada persoalan perempuan kian kuat ketika ia mengalami sendiri ujian hidup. Ia pernah kesulitan mendapatkan pekerjaan karena mengenakan jilbab, sampai akhirnya bisa membangun karier namun harus kehilangan pekerjaan karena stigma buruk tentang perceraian yang dialaminya. “Saat bercerai, saya melalui proses pengadilan yang sangat pahit. Soal perceraian itu sendiri, lalu soal perebutan hak asuh anak,” kata penerima Saparinah Sadli Award 2010 itu.
Ia tak ingin hal serupa terjadi pada perempuan di pelosok yang tak berkesempatan mengeyam pendidikan tinggi, minim akses informasi, dan terjerat stigma negatif. “Saya fokus mencari jalan keluar dari semua bentuk hambatan. Saya percaya manusia terbaik adalah yang paling berguna buat sesama,” kata penerima Sarinah Award itu.
perekonomian lokal komunitas. Ada pula 40 pusat pembelajaran masyarakat (Center PEKKA) yang melayani desadesa, pelatihan kejuruan, dan pendidikan anak usia dini untuk perempuan akar rumput. Melalui pemberdayaan hukum, juga dikembangkan keterampilan paralegal untuk mengedukasi perempuan desa.
Dari situlah PEKKA terbentuk sebagai rencana awal Komnas Perempuan untuk mendokumentasikan kehidupan janda di wilayah konflik lewat Program Pengembangan Kecamatan (PPK). Bagi penerima Global Fairness Award 2014 itu, hal tersebut menjadi salah satu pencapaian terbesar hidupnya karena ia berhasil mentransformasi rasa sedih, luka, dan marah menjadi energi positif untuk melakukan perubahan sistemik bagi kehidupan sesama perempuan yang bernasib sama.
Pada 2016, Nani bersama tim PEKKA mendirikan Akademi Paradigta Indonesia (API) yang melayani perempuan desa potensial untuk dilatih sebagai pemimpin. Hingga akhir 2023 telah lulus lebih dari 6.000 perempuan kader desa dari 21 provinsi. Seiring dengan itu, Nani mendirikan beberapa jaringan dan LSM yang mempromosikan hak-hak perempuan.
Melalui PEKKA, hingga 2023 Nani dan timnya telah mendampingi lebih dari 84.000 perempuan kepala keluarga. Melalui pemberdayaan ekonomi, bersama PEKKA, Nani mengembangkan koperasi simpan pinjam yang menjadi sumber keuangan anggota Serikat PEKKA di berbagai wilayah. Hingga awal 2023 telah berkembang 75 koperasi primer dan 19 koperasi sekunder yang kemudian membentuk Induk Koperasi tingkat nasional. Selain itu juga dikembangkan PEKKA-MART sebagai rantai pasok
Penerima Inspiring Woman Award 2008 itu memimpikan seluruh perempuan Indonesia dapat menikmati kehidupan yang merdeka, sejahtera, berkeadilan, dan bermartabat. “Setiap perempuan dapat mengembangkan seluruh potensi kemanusiaannya; terbebas dari rasa takut di mana pun dia berada, terbebas dari ketergantungan pada orang lain terkait tubuh, pikiran, dan perasaannya,” katanya ■ Nani Zulminarni Lahir : Ketapang, 10 September 1962 Jabatan : • Pendiri dan Ketua Yayasan Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga (PEKKA), Ketua Komite Pendidikan Nasional Akademi Paradigta • Direktur Ashoka Asia Tenggara Pendidikan: • S-2 Sosiologi di North Carolina State University AS • S-1 Fakultas Perikanan IPB.
PEREMPUAN TANGGUH dan INSPIRATIF
51
Ada banyak kemajuan yang dicapai perempuan Indonesia, tetapi masih terlalu kecil dibanding dengan jumlah penduduk perempuan PENULIS: SONYA HELLEN SINOMBOR
N
ursyahbani Katjasungkana merupakan salah satu sosok perempuan aktivis dan advokat yang melegenda. Lebih dari empat puluh tahun dia terjun menjadi perempuan pembela hak asasi manusia, berada di garda terdepan memimpin organisasi perempuan, membela perempuan dan kelompok rentan yang menjadi korban kekerasan dan ketidakadilan.
NURSYAHBANI KATJASUNGKANA Perempuan Aktivis dan Advokat, Pelopor Kesetaraan Gender
Foto: Facebook Nursyahbani Katjasungkana
Hingga kini sosok Nursyahbani menjadi ikon perempuan aktivis di Indonesia. Komitmennya yang tak kunjung pudar dalam menyampanyekan kesetaraan dan keadilan gender, serta penegakan hak asasi perempuan di masa kini. “Dalam perjalanan itu, saya melihat dan merasakan, ada banyak kemajuan yang dicapai perempuan Indonesia, tetapi masih terlalu kecil dibanding dengan jumlah penduduk perempuan,” papar Nursyahbani pada Desember 2023. Meski kebijakan sudah cukup memadai, masih ada kesenjangan dalam mengakses pendidikan, pekerjaan, dan profesi. “Trennya memang meningkat, tetapi sangat lambat, sementara tren kekerasan dan diskriminasi terhadap perempuan justru naik. Kita juga belum berhasil menurunkan angka kematian ibu dan balita, serta anak stunting dan perkawinan anak,” tegas Nursyahbani.
Profesi advokat yang dijalaninya sejak tahun 1980-an menjadi pintu masuk bagi Nursyahbani untuk mendorong perubahan dalam penegakkan hukum agar berperspektif adil gender,serta mengadvokasi sejumlah UU yang berperspektif adil gender, dan berpihak pada perempuan korban, seperti UU Penghapusan KDRT. Nama Nursyahbani tidak asing lagi di kalangan para aktivis di Tanah Air. Selain menjadi Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta selama dua periode (1987-1993), perempuan yang akrab disapa Mbak Nur ini menjadi pemimpin pertama di sejumlah organisasi perempuan. Pada tahun 1995, Nur bersama dengan enam perempuan advokat di Jakarta, mendirikan Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (APIK) dengan LBH APIK sebagai pilot project, dengan Nur sebagai direktur yang pertama. Selain bantuan hukum, LBH APIK juga menggelar pelatihan teori dan praktik hukum feminis, serta mendorong reformasi sistem hukum dan kebijakan yang berperspektif gender di Indonesia. Saat ini LBH APIK memiliki 18 kantor di Indonesia. Kiprahnya sebagai aktivis juga membawa Nur terpilih sebagai anggota MPR Fraksi Utusan Golongan (1999 ̵ 2004) dan pada
tahun 2004 terpilih sebagai anggota DPR (2004–2009). Kegigihan dan komitmennya dalam pembelaan perempuan di Indonesia mendapat penghargaan publik di dalam dan luar negeri. Salah satunya, pada tahun 2006, Nur dinominasikan sebagai salah satu dari Seribu Penerima Hadiah Nobel Perdamaian. Setelah melewati perjalanan yang panjang menjadi aktivis, Nur tetap berharap kesetaraan dan keadilan gender makin cepat terwujud di Indonesia, sebagaimana mandat Pasal 5 Konvensi Penghapusan Diskriminasi terhadap Perempuan. ■ Nursyahbani Katjasungkana Lahir : Jakarta, 7 April 1955 Pendidikan: • Fakultas Hukum Universitas Airlangga – lulus 1979 • Gelar Doktor Kehormatan dari Pusat Studi Oriental dan Afrika Universitas London atas dedikasinya dalam masalah HAM dan Feminisme dengan gelar LLD (25 Juli 2019) • Beasiswa dan diploma tentang Menjembatani Riset dan Kebijakan dari Pusat Epidemiology Universitas Nasional Australia serta diploma untuk Perbandingan Hukum Internasional tentang Gender dan Orientasi Sexual dari Leiden University (2012) Aktivitas : • Ketua Dewan Pembina Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (2015–sekarang) • Kordinator Nasional Asosiasi LBH APIK Indonesia (2010–2020) • Sekretarias Jenderal Koalisi Perempuan Indonesia yang pertama (1998–2003). • Komisioner Komisi Nasional Anti-Kekerasan terhadap Perempuan (1998–2005).
PEREMPUAN TANGGUH dan INSPIRATIF
RUKKA SOMBOLINGGI
53
AMAN adalah jalan hidup saya
Perempuan Pemimpin Masyarakat Adat
PENULIS: SONYA HELLEN SINOMBOR
J
ika baru pertama kali bertemu langsung dengan Rukka Sombolinggi, orang mungkin tidak ada yang mengira dia adalah Pemimpin Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN). Penampilannya sederhana, namun bicaranya sangat lugas. Di setiap momen, suaranya selalu lantang dan menggelegar, dan sedikit pun tak ada kesan gentar di wajahnya.
Foto: Dhodi Syailendra
Rukka adalah perempuan pertama yang menjadi Sekretaris Jenderal AMAN. Kehadirannya memberi warna tersendiri bagi komunitas masyarakat adat di Nusantara yang jumlahnya hampir 2.500 anggota dengan populasi sekitar 20 juta dari total warga masyarakat adat di seluruh Indonesia yang diprediksi mencapai 40-70 juta orang. Di usia AMAN yang ke-24 tahun, organisasi ini memiliki tiga organisasi sayap, yaitu Persekutuan Perempuan Adat Nusantara (PEREMPUAN) AMAN, Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN), dan Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN). Dua badan otonom, yaitu Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA) dan Yayasan Pendidikan Masyarakat Adat Nusantara (YPMAN), serta lembaga ekonomi Credit Union Pancoran Kehidupan (CU Randu) dan Koperasi Produsen AMAN Mandiri (KPAM). Tahun 2023 merupakan periode kedua kepemimpinan Rukka di AMAN. Sejak awal memimpin Rukka berteriak lantang
meminta negara hadir bagi masyarakat adat yang teralienasi dari kehidupan bangsa Indonesia, dan mendorong pengesahan UU Masyarakat Adat. Rukka juga mengkritik KUHP yang baru disahkan DPR, yang dianggap menjadi ancaman bagi masyarakat adat. AMAN melakukan pemetaan wilayah adat, edukasi, dan advokasi, memperkuat solidaritas dengan berbagai gerakan petani dan lingkungan seperti Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), dan komunitas lokal lainnya. Dengan semua dinamika kepemimpinannya, perempuan yang sering tampil dengan pakaian adat Toraja ini, justru tertawa ketika ditanya bagaimana bisa jadi Sekjen AMAN. “Kisah saya di AMAN sangat tidak heroik,” katanya pada penulis, awal Desember 2023. Kendati dilahirkan dari pasangan pemimpin masyarakat adat, Rukka justru baru benar-benar melebur dengan AMAN saat dia selesai kuliah. Itu pun setelah dipaksa ibunya hadir dalam pertemuan Jaringan Pembelaan Hak-hak Masyarakat Adat (JAPHAMA) di Bogor. Setelah di AMAN, Rukka menyadari masyarakat adat banyak berurusan dengan UU dan HAM. Namun, mengapa dia bertahan di AMAN sampai sejauh ini? Semua itu bermula ketika dia menangani kasus masyarakat
adat, suku tertua di Moronene, Pulau Kabaena, Sulawesi Tenggara, yang diusir dari kampung kuno dalam sebuah operasi sapu jagat karena tempat itu dinyatakan sebagai Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai. Sejak itulah dia bertekad tetap berdiri bersama masyarakat adat. “Itulah yang menjadi titik balik, mengapa saya terus berada di jalan ini. Saya dibaptis dengan api,” tegas Rukka seraya menegaskan, berada di masyarakat adat dia justru sedang membela dirinya sendiri. Karena itu, dengan semua tantangan yang dihadapinya sebagai Pemimpin AMAN, tidak terlintas sedikit pun untuk ‘menyerah’. Bahkan ketika melihat orang akan menyerah, dia justru berkata “ayo bertarung terus”. Ia juga percaya, perempuan adat akan hadir menjadi benteng perjuangan terakhir ketika yang lain sudah menyerah.■ Rukka Sombolinggi Lahir : Toraja, 15 Oktober 1973 Pendidikan : • Master in International Development Studies (MAIDS), Faculty of Political Science, Chulalongkorn University, Bangkok, Thailand (2009) • S-1 Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar, Sulawesi Selatan (1997) Aktivitas : • Sekretaris Jenderal AMAN (Periode 2017–2022; 2022–2027) • Member Global Board of Directors, Indigenous Peoples Rights International/IPRI (2018) • Member Guiding Committee, Pawanka Fund 2014–Maret 2017
PEREMPUAN TANGGUH dan INSPIRATIF
55
Panggilan jiwa sebagai relawan kemanusiaan menyebabkan saya seperti tak punya waktu dan ruang untuk bersedih bahkan sekadar menangis PENULIS: SONYA HELLEN SINOMBOR
Selain korban meninggal, bencana yang kemudian dikenal sebagai Bencana Pasigala yang berdampak luas Kota Palu, Kabupaten Sigi, dan Kabupaten Donggala, termasuk Kabupaten Parigi Mautong itu menyebabkan banyak korban mengalami luka parah yang menyebabkan disabilitas. Puluhan bahkan ratusan ribu mengungsi, dan terpaksa tinggal di tendatenda pengungsian yang kecil dengan fasilitas dan makanan yang terbatas.
Foto: Dokumentasi Pribadi
Bagi Penyintas Bencana
Perempuan Relawan Kemanusiaan
SORAYA SULTAN
B
encana alam gempa bumi, tsunami, dan likuifaksi di Sulawesi Tengah pada 28 September 2018, yang menelan ribuan korban meninggalkan berbagai persoalan bagi para penyintas bencana, terutama perempuan dan anak-anak serta kelompok rentan seperti warga penyandang disabilitas dan lanjut usia.
Pada situasi tersebut, anak-anak dan perempuan menjadi kelompok rentan dari berbagai kekerasan. Kondisi tersebut menggerakkan aktivis perempuan, Soraya Sultan. Di tengah trauma yang masih membayanginya, aktivis yang akrab disapa Aya ini memilih tidak berdiam diri dan bersedih. Lima hari setelah bencana, dia segera mengorganisasikan teman-temannya yang tergabung dalam Kelompok Perjuangan Kesetaraan Perempuan Sulawesi Tengah (KPKPST). Mereka mendirikan posko penerimaan bantuan di halaman kantor KPKPST. “Panggilan jiwa sebagai relawan kemanusiaan yang tidak terelakkan, menyebabkan saya seperti tak punya
waktu dan ruang untuk bersedih bahkan sekadar menangis,” katanya dalam percakapan dengan penulis, Minggu, 10 Desember 2023. Saat jaringan telepon normal, Aya pun langsung mengontak teman-temannya dari organisasi lain yang selama ini menjadi jejaring dalam kerja-kerja kemanusiaan KPKPST. Bersamaan dengan itu, mereka memulai pendataan awal situasi perempuan dan anak di tenda-tenda pengungsian, dilanjutkan membangun posko layanan pengaduan perempuan dan anak di pengungsian. “Saya dan kawan-kawan relawan lainnya berbagi tugas dan peran. Kami melakukan pendampingan kasus kekerasan terhadap perempuan di pengungsian yang didominasi dengan kasus kekerasan dalam rumah tangga, perselingkuhan hingga berbagai praktik kekerasan seksual,” kata Aya yang sejak mahasiswa telah menjadi aktivis. Berbagai temuan kekerasan ditemui Aya. Temuan tersebut ditindaklanjuti dan dilaporkan kepada pihak terkait, sehingga mendapat penanganan. Pendampingan penyintas bencana dilakukan hingga tahap rehabilitas dan rekonstruksi bencana. Aya memulai kerja-kerja kemanusiaan saat dia membentuk organisasi perempuan KPKPST. Pada tahun 2000, ketika konflik kemanusiaan berlatar belakang SARA terjadi di Kabupaten Poso, bersama tim KPKPST dia memulai kerja-kerja sosial
dengan menjadi relawan kemanusiaan di pengungsian Poso. Mereka mendampingi para perempuan penyintas, termasuk korban kasus kekerasan seksual oleh aparat TNI/Polri yang menjalankan operasi keamanan di Poso. Ketika sejumlah aktivis perempuan mundur saat mengadvokasi kasus yang berhadapan dengan oknum aparat keamanan, Aya memilih tetap bertahan, dan berjuang bersama para perempuan dan anak yang menjadi penyintas. Dia pun membangun jaringan penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak dari level desa hingga kabupaten, sehingga mendapat dukungan dari sejumlah kalangan. Sejalan dengan itu, Aya mengorganisir perempuan menjadi agen perdamaian. Perjalanan panjang sebagai aktivis perempuan, mengantarnya menjadi legislator perempuan pada usia 31 tahun, di Kabupaten Donggala pada Pemilu 2009 hingga 2014. Kini setelah lebih dari dua dekade menjadi aktivis dan relawan kemanusiaan, Aya mengakui perjuangannya masih panjang. ■ Soraya Sultan, M.Si. Lahir : Makassar, 17 Desember 1978 Pendidikan : S-2 Sosiologi, Universitas Tadulako, 2012 Aktivitas : • Sekretaris Jenderal Perhimpunan Kelompok Perjuangan Kesetaraan Perempuan Sulawesi Tengah (KPKPST) tahun 2003–sekarang • Koordinator Jaringan Kelompok Perjuangan Kesetaraan Perempuan Sulawesi Tengah (KPKPST) tahun 2001–2003.
PEREMPUAN TANGGUH dan INSPIRATIF
57
PENULIS: SONYA HELLEN SINOMBOR
H
ingga saat ini, sejarah mencatat baru ada satu perempuan asal Indonesia yang pernah bekerja di Markas Besar Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), yakni Sjamsiah Achmad. Selama sebelas tahun, Sjamsiah yang merupakan peneliti di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) di bekerja untuk PBB yang berkantor di New York dan Vienna. Sjamsiah awalnya dipercaya sebagai Officer for Science and Technology, United Nation Headquarters New York, pada tahun 19781983, kemudian dia dipercayakan sebagai Senior Program Officer Division for the Advancement of Women, United Nations Office at Vienna pada 1983‒1988.
“Barangkali the only one. Kalau tidak salah, sampai hari ini belum ada (perempuan Indonesia bekerja di Kantor PBB) yang profesional, ya. Kalau sekretaris ada sih,” ujar Sjamsiah yang prihatin karena hingga kini jumlah orang Indonesia yang bekerja di PBB sangat sedikit, padahal Indonesia termasuk negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia. Foto: Dokumentasi Pribadi
Bekerja di Kantor PBB
Perempuan Indonesia Pertama yang
SJAMSIAH ACHMAD
Penduduk Indonesia masuk terbesar di dunia, tetapi kenapa tidak banyak yang bekerja di Markas PBB?
Bagaimana menjadi perempuan Indonesia pertama di Kantor PBB? Saat berbincang dengan penulis pada 2 Desember 2023, Sjamsiah menuturkan semuanya berawal dari materi pidato yang disusunnya yang
dibacakan Ketua LIPI di sebuah forum internasional didengar oleh Direktur Sains dan Teknologi, Markas Besar PBB. Isi pidato intinya menyatakan mestinya sains dan teknologi untuk memperbaiki kehidupan rakyat jelata bukan hanya untuk bertanding mendapatkan penghargaan Nobel. Belakangan, Direktur Sains dan Teknologi PBB datang ke Indonesia menemui ketua LIPI untuk mengajak bekerja di PBB. Namun ketua LIPI mengatakan yang menyusun pidato tersebut adalah Sjamsiah. Akhirnya Sjamsiah diminta bekerja di PBB, setelah mendapat izin dari Presiden Soeharto. “Janjinya satu tahun, tetapi baru tiga bulan saya sudah diproses, akhirnya tambah lagi setahun, dua tahun, akhirnya 11 tahun,” ujarnya. Untuk bekerja di Markas PBB, menurut Sjamsiah, syaratnya harus fasih berbahasa Inggris dan Prancis. Sjamsiah fasih berbahasa Prancis yang dipelajarinya saat menjadi Kepala Biro Internasional LIPI. Hingga kini Sjamsiah menjadi ikon bagi LIPI dan perempuan Indonesia. Sebab, selain di Kantor PBB, Sjamsiah juga mewakili Indonesia duduk sebagai Anggota Komite CEDAW (Convention on The Elimination of All Forms of Discrimination Against Women). “Waktu
itu istilah gender belum dikenal,” ujar Sjamsiah yang menjadi komisioner Komnas Perempuan selama dua periode. Komite ini merupakan badan yang mengawal pelaksanaan Konvensi CEDAW oleh setiap negara yang telah meratifikasi perjanjian internasional tersebut. Anggota komite dipilih setiap 4 tahun sekali, terdiri dari 23 orang ahli di bidangnya yang ditunjuk oleh setiap negara peserta konvensi. Kini pada usianya yang melewati 90 tahun, Sjamsiah yang dijuluki ‘Matahari Dari Sengkang-Wajo’ ini, tetap energik dan tetap menyempatkan diri hadir di diskusi Komnas Perempuan atau pun organisasi perempuan. Ia tak pernah menolak membagikan pengalaman dan pengetahuannya kepada para aktivis perlindungan perempuan dan HAM.■
Sjamsiah Achmad Lahir : Sengkang, 10 Maret 1933 Pendidikan : Master of Elementery School Supervision di New York University, Amerika Serikat-1962 Aktivitas : • Staf Kantor PBB (1978–1988) • Anggota Komite CEDAW tahun 2001–2004 • Komisioner Komnas Perempuan (periode 2003–2006 dan periode 2007–2009). • Kepala Biro Hubungan Internasional LIPI, pada tahun 1967–1978.
PENULIS: SONYA HELLEN SINOMBOR
PEREMPUAN TANGGUH dan INSPIRATIF
59
Pemberdayaan tidak hanya memenuhi dimensi fisik sarana dan prasarana saja, namun juga terhadap dimensi mental… PENULIS: HANNI SOFIA
T
awaja Ramzia Djangoan mendampingi perempuan korban kekerasan seksual di pulau terluar Indonesia. Ia merintis terbentuknya LBH Perempuan dan Anak di Maluku Utara. Semuanya bermula ketika perempuan dari Suku Bugis-Wajo itu mendapati kondisi yang tidak menguntungkan di Morotai, Maluku Utara, yakni adanya tradisi membayar denda bagi pelaku kekerasan seksual. Perempuan yang akrab disapa Ona itu berupaya membalikkan keadaan menjadi lebih baik. Kegelisahan Ona memuncak ketika melihat kemiskinan berwajah perempuan yang hidup di wilayah perbatasan. Ia merumuskan mimpi dalam satu kalimat sederhana yakni ingin agar kelompok marginal yang ada di pulau-pulai kecil, daerah perbatasan Morotai makin berdaya, mandiri, sejahtera, dan tak ada satu pun yang tertinggal. Mandiri secara ekonomi inilah yang akan membuat mereka lebih mudah terbebas dari kekerasan seksual dan kemiskinan.
TAWAJA RAMZIA DJANGOAN
Menghapus Wajah Kemiskinan Perempuan
Foto: Dokumentasi Pribadi
di Tapal Batas NKRI
“Perempuan, penyandang disabilitas, dan lansia merupakan kelompok marginal di desa-desa terpencil yang mengalami hambatan dalam berekspresi, bersuara, dan mengajukan pendapat sehingga mereka terpinggirkan dan tidak memiliki akses pada penentuan kebijakan desa,” kata Ona. Minimnya pada akses informasi makin memperparah keadaan sehingga kaum marginal makin tidak paham keadaan dan cenderung menerima kondisinya karena menjadi dianggap lumrah saja terjadi
adanya. Keputusan pembangunan desa yang diambil pun seringkali mengabaikan keberadaan kaum marginal sehingga mereka tidak mendapatkan manfaat dari pembangunan desa. Ona pun berjuang keras untuk menyuarakan aspirasi kaum marginal dengan mendirikan Sekolah Perempuan pada 2022 agar bisa menjadi wadah pembelajaran di tingkat komunitas. Sekolah Perempuan bertujuan untuk mengembangkan kepemimpinan perempuan agar memiliki kesadaran kritis, kepedulian, solidaritas, serta komitmen untuk melakukan perubahan di kalangan masyarakat. “Pemberdayaan tidak hanya memenuhi dimensi fisik sarana dan prasarana saja, namun juga terhadap dimensi mental mereka sebagai seorang warga masyarakat yang membutuhkan aktualisasi diri dan akses ekonomi,” kata Ona. Ona menggandeng Institut Kapal Perempuan untuk mengedukasi kaum marginal tentang pentingnya kepemilikan identitas, menyampaikan pendapat, hingga pendidikan feminisme agar terbentuk kesadaran kritis dan sensitif gender. Konsep edukasi itu kemudian menjadi model pembelajaran untuk mencetak pemimpin perempuan akar rumput melalui pengembangan Sekolah Perempuan sebagai strategi pemberdayaan di Morotai. “Dalam upaya memperkuat gerakan pendidikan perempuan ini, saya mengembangkan model pendidikan untuk
perempuan. Pendidikan Adil Gender (PAG) untuk perempuan marginal yang mengintegrasikan proses peningkatan pemikiran kritis, keahlian hidup, dan pengorganisasian perempuan dalam komunitas,” kata Ona. Ia berharap langkah kecil itu mampu meningkatkan daya tawar perempuan di dalam hubungannya dengan suami, keluarga, dan komunitas. Dengan kata lain, perempuan tidak hanya terlibat aktif dalam proses pengambilan keputusan di ranah domestik dan publik tetapi juga memiliki kontrol atas tubuhnya sendiri serta atas keluarga dan komunitasnya. Upaya pengembangan analisis dan aksi untuk mengentaskan kemiskinan perempuan tersebut terus berlanjut hingga kini. Salah satu strategi yang diperkenalkan oleh Ona adalah pengembangan pendidikan alternatif untuk melawan pemiskinan perempuan. Pendidikan perempuan dikembangkan menjadi sebuah proses pembelajaran yang memberdayakan, bertujuan mengembangkan inisiatif-inisiatif perempuan untuk menyejahterakan diri, keluarga, dan komunitasnya.■
Tawaja Ramzia Djangoan Lahir : Manado, 12 Desember 1972 Pendidikan : • S-3 Sosiologi, Unversitas Muhammadiyah Malang, 2020 • S-2 (PSP) Universitas Samratulagi Manado, 2013 • S-1, Tarbiyah) STAIN/IAIN, Manado, 2000 Pekerjaan : Dosen Universitas Pasifik Morotai Jabatan : Direktur LBH Perempuan dan Anak
PEREMPUAN TANGGUH dan INSPIRATIF
61
Kawin tangkap bagi saya adalah peristiwa kemanusiaan yang meresahkan sekaligus merugikan bagi perempuan,
PENULIS: WILLY HANGGUMAN
T
atkala masih berusia sekitar enam atau tujuh tahun, Triwiningsi Anamakka pernah menyaksikan sendiri peristiwa kawin tangkap di tanah kelahirannya, Sumba Tengah, Nusa Tenggara Timur. Peristiwa itu sempat membuatnya takut cukup lama. “Perasaan saya takut. Sejak saat itu saya jadi takut melihat laki-laki bertubuh besar dan tinggi karena pelakunya waktu itu orangnya besar. Saya juga takut melihat parang. Saya baru mulai tidak merasa takut, saat saya sudah SMA,” tutur Triwiningsi. Wining, begitu ia biasa dipanggil, mengakui peristiwa tersebut masih tersimpan dalam ingatannya dengan baik dan membangkitan kesadaran bahwa praktik kawin tangkap tidak sesuai lagi dengan paham kesetaraan gender.
Menghapus Praktik Kawin Tangkap di Pulau Sumba
Foto: Dokumentasi Pribadi
TRIWININGSI ANAMAKKA
“Kawin tangkap bagi saya adalah peristiwa kemanusiaan yang meresahkan, sekaligus merugikan perempuan. Kawin tangkap bukanlah budaya, melainkan praktik yang sengaja dilegalkan untuk menindas. Praktik ini adalah praktik diskrimininasi,” tegasnya. Itu sebabnya, Wining langsung bereaksi keras ketika tahu ada seorang perempuan muda asal Wailawa, Sumba Tengah, ditangkap secara paksa oleh sekelompok laki-laki asal Sumba Barat pada pertengahan Mei 2022.
Gadis itu diangkat di atas pick up berwarna hitam. Ia terbaring, sementara tangan dan kepalanya dipegang oleh para lelaki penangkap. Tidak cukup itu, mereka merekam video dan terlihat perempuan itu menjerit kesakitan, menangis, dan berusaha melawan. Namun apa daya ia makin dihimpit oleh tangantangan perkasa para lelaki itu. Singkat cerita, kasus itu kemudian didudukkan secara adat dan diselesaikan secara kekeluargaan. Wining langsung menulis surat terbuka di akun medsosnya kepada Bupati Sumba Tengah agar segera menyelesaikan masalah itu secara hukum. Surat terbukanya itu, kemudian ramai dikutip oleh media yang ada di NTT. Praktik kawin tangkap di Sumba dilakukan dengan cara “menculik” perempuan yang akan dijadikan istri. “Sekarang pelaku kawin tangkap datang dengan mobil pick up atau damtruk dan kemudian membawa perempuan yang mau dijadikan istri secara paksa, ” katanya. Pro-Kontra Kawin Tangkap Usai kuliah, Wining kembali ke Manua Kalada, Mamboro, Sumba Tengah. Ia berusaha berdialog dengan para tetua adat, pemerintah, dan juga gereja untuk mencari titik temu untuk mengatasi kawin tangkap tersebut.
Memang, soal kawin tangkap masih ada pro-kontra yang kuat. Bahkan tetua adat yang ditemuinya memintanya agar tetap hati-hati saat menjalankan edukasi melalui jelajah kampung. “Saya menyadari risiko itu. Sekarang kalau keluar rumah, saya tidak pernah pergi sendirian. Saya selalu ditemani ibu, bapak, atau kerabat saya,” tuturnya. Namun Wining telah bulat hati mendedikasikan diri untuk melawan praktik kawin tangkap sejak tahun 2019 bersama Komunitas Jaringan Perempuan Muda Sumba yang didirikannya.■
Triwiningsi Anamakka Lahir : Manua Kalada, Mamboro, Sumba Tengah, NTT, 1 Januari 1996 Pendidikan : • Ilmu Sosial dan Ilmu Komunikasi Sosiologi, Universitas Satya Wacana Salatiga Aktivitas : • Pendiri Komunitas Jaringan Perempuan Muda Sumba Karya Buku : • Sebuah Refleks: Mencatat dari Pinggir, Yogyakarta: Penerbit Deepublish Budi Utama 2023 • Perempuan Bicara, Purwokerto: Penerbit Pena Persada, 2023 • Milenial Mencari Ada, Yogyakarta: Penerbit Jejak Pustaka, 2021 • Mozaik Pandemi Covid-19, Purwokerto: Penerbit Pena Persada, 2020 Penghargaan: • Terbaik 1 Indonesia SDGs Action Award 2022 kategori Organisasi Masyarakat Sipil • Brand Ambassador Maju Indonesia, 2020
PEREMPUAN TANGGUH dan INSPIRATIF
63
Saya lebih tenang ketika lebih diterima oleh masyarakat, lebih banyak orang terbantu, dan menurut saya itu tujuan hidup saya.
TSANIATUS SOLIHAH
PENULIS: BUDOYO PRACAHYO
S
aat meninggalkan jabatan sebagai manajer keuangan di sebuah perusahaan swasta, teman-teman Tsaniatus Solihah menganggapnya sebagai keputusan gila. Sebab, kebanyakan orang keluar kerja untuk mencari pendapatan yang lebih besar, tetapi perempuan yang akrab disapa Ika itu, malah menjadi relawan yang memperjuangkan akses pendidikan bagi anak-anak jalanan di Kota Semarang, Jawa Tengah.
Pendamping
Rakyat Miskin Kota
Foto: Dokumentasi Pribadi
“Perusahaan memang bukan dunia saya. Saya lebih tenang ketika lebih diterima oleh masyarakat, lebih banyak orang terbantu, dan menurut saya itu tujuan hidup saya,” kata Ika. Ika memang dikenal sebagai pendamping rakyat miskin kota. Salah satu kiprahnya adalah memperjuangkan nasib puluhan anak jalanan korban revitalisasi Pasar Johar di Semarang. Ika kemudian melakukan pendekatan kepada Pemerintahan Kota Semarang untuk melihat secara langsung kondisi anakanak dan keluarga miskin itu. Akhirnya, bersama-sama dengan dinas terkait melakukan upaya untuk merelokasinya ke Pondok Boro, semacam rusun di Kota Semarang. Kini, sekitar 40 kepala keluarga bisa tinggal secara gratis di rumah susun itu. Tak cukup itu, setelah direlokasi, Ika juga melakukan pendampingan agar mereka
bisa mendapatkan hak sebagai warga negara, mulai dari Kartu Tanda Penduduk, Akte Kelahiran, jaminan kesehatan, mengajukan ke dinas pendidikan agar difasilitasi sekolah di sekitar tempat tinggalnya, edukasi kesehatan, bahkan program nikah massal. Di Pondok Boro, Ika dan kawan-kawan memberikan pemberdayaan buat anakanak agar berani berbicara di depan orang lain, berani menyampaikan pandangannya, menceritakan apa yang mereka rasakan, dan mengenali lingkungan. Dia juga mengajarkan konsep rumah, sehingga ketika anakanak pergi harus pulang ke rumah itu dan membersihkan rumah agar nyaman. Kemudian, mengajarkan mereka mempunyai keluarga yang harus disayangi dan dicintai. Belasan tahun mendampingi anak terpinggirkan bukan menjadi penanda prestasi yang dibanggakan Ika. Baginya, apa yang dilakoni untuk anak tersingkirkan masih jauh dari harapan. Untuk itu, Ika mengembangkan Program Jaring Mimpi yang bertujuan demi kelanjutan pendidikan anak. Program Jaring Mimpi adalah mengembalikan anak ke sekolah. Jadi, mereka yang tidak sekolah dikembalikan ke sekolah dan dipertahankan sampai lulus. Upaya ini dipertahankannya dengan memberikan konseling untuk anak dan
keluarga. Ini dilakukannya untuk memberi motivasi agar sekolah itu penting, memberikan kesadaran, dan membuat keluarga mendukung anak bersekolah. Jaring mimpi adalah program penyadaran jangka panjang buat anak-anak. “Dari mimpi inilah yang kemudian menjadi program bagi anak-anak untuk bisa mewujudkan mimpi-mimpinya,” katanya. Bagi Ika, ketika anak-anak miskin kota tidak punya akses pendidikan maka mereka tidak akan lepas dari kehidupan jalanan. Ini yang kemudian Ika dan teman-teman relawan menyadari, bahwa kalau orang tua anak-anak jalanan tidak bisa diubah, maka lebih baik memilih fokus membantu anak-anaknya. “Minimal anak-anak yang kita bantu, sehingga satu generasi nanti akan menjadi anak-anak yang lebih baik daripada orang tuanya,” pungkasnya. ■ Tsaniatus Solihah Lahir
: Pemalang, 2 Mei 1984
Pendidikan: Sarjana Ekonomi Jabatan: • Presidium Jaringan Nasional Indonesia Against Child Trafficking, 2012–2015 • Direktur Yayasan Setara, 2015–2017 • Koordinator Advokasi Forum Peduli Anak Jalanan Kota Semarang, 2017 - 2020 Penghargaan: • Tokoh Peduli Anak Jalanan, Kementerian Sosial, 2017 • Perempuan Hebat Kota Semarang, Pemkot Semarang, 2018.
65
Apa yang kami cari di Lasem itu adalah ilmu pengetahuan untuk memperkaya wawasan minat saya, yaitu pecinan Nusantara, leluhur saya, dan berkah Tuhan.
AGNI MALAGINA
PENULIS: BUDOYO PRACAHYO
A
gni Malagina, merupakan pendiri Komunitas Kesengsem Lasem yang memberdayakan masyarakat Lasem, Rembang, Jawa Tengah, melalui pendidikan informal tentang cagar budaya dan warisan budaya takbenda, khususnya batik lasem. Pengetahuan tentang Kawasan Cagar Budaya dan Batik Lasem memiliki tantangan khusus baginya, seperti kurangnya pemahaman terkait Cagar Budaya dan sejarah Batik Lasem.
Pegiat Perempuan Batik Lasem
“Yang kami kerjakan adalah sesering mungkin melakukan sosialisasi pendidikan Cagar Budaya dan sejarah Batik Lasem dengan berbagai cara, termasuk edukasi melalui medsos, seperti Instagram @kesengsemlasen maupun laman www.lasemheritage.org,” ujar Agni.
Foto: Dokumentasi Pribadi
PEMBERDAYAAN PEREMPUAN, ANAK, DIFABEL DAN MASYARAKAT
PEREMPUAN TANGGUH dan INSPIRATIF
Dalam 8 tahun ini, kiprah Agni tertuju pada perempuan, karena 92 persen pelaku di sektor batik adalah perempuan yang menjadi tulang punggung keluarga. “Kami tidak menekankan pelestarian pada pariwisata, namun bagaimana aset budaya cagar budaya dan batik lasem memiliki dimensi ekonomi yang jika dilestarikan akan menyejahterakan,” katanya. Agni dan kawan-kawan kemudian mengembangkan batik melalui Program Kartini Bangun Negeri, sebuah program pelestarian dan revitalisasi batik lasem
yang melibatkan insan muda kreatif, seperti pembatik, desainer, dan penjahit. Kegiatan ini diharapkan dapat berdampak pada 1.035 orang pekerja batik, seperti yang terdata pada tahun 2022. Adapun kegiatan pendidikan informal Cagar Budaya yang dilakukan sejak tahun 2017 hingga saat ini diharapkan dapat berdampak pada penduduk terdampak Kawasan Cagar Budaya, yakni peringkat kabupaten dan sedang menuju peringkat nasional, pada area seluas 258 hektare, yaitu kurang lebih 20.347 orang seperti dikutip dari data BPS 2021. “Apa yang kami cari di Lasem itu adalah ilmu pengetahuan untuk memperkaya wawasan minat saya, yaitu pecinan Nusantara, leluhur saya, dan berkah Tuhan,” ungkap Agni. Ikhwal Agni kesengsem lasem dimulai pada tahun 2015. Ketika itu, dia berjumpa dengan dua perempuan lanjut usia yang mempersilakan masuk ke rumah dan memeluknya pada pertemuan pertama. “Keramahan mereka membuat saya terpana. Setelah pertemuan itu saya mendapati kawasan yang saya kunjungi, Lasem, adalah kawasan yang harus dilestarikan,” ungkap Agni. Lebih dari itu, pada tahun 2018 Agni mengetahui dari Ibunya bahwa nenek
moyangnya adalah orang Tionghoa yang berasal dari Lasem. Namun, Agni tidak atau belum berhasil menemukan rumah kuno tempat nenek moyangnya tinggal dan memiliki perusahaan batik. Hanya saja, dia percaya energi leluhurnya masih ada dan energi itu menariknya sejak awal datang ke Lasem. “Salah satu harapan saya adalah ikut bersama teman-teman di Lasem untuk melestarikan kawasan cagar budaya lasem dan batik lasem sekaligus ingin berbakti pada tanah leluhur,” ujarnya. ■
Agni Malagina Lahir : Bandung, 26 Desember 1979 Pendidikan : • Program Magister Humaniora, Ilmu Sastra, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, 2004 • Program Sarjana, Program Studi Cina, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, 1999 Aktivitas : • Staf Pengajar Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, 2004–sekarang • Tim Leader Pendampingan Pengembangan Desain Batik Lasem Bank Indonesia Yayasan Lasem Heritage, 2022–sekarang • Anggota Tim Percepatan Pengembangan Wisata Sejarah, Budaya, Religi, Seni Tradisi, Kementerian Pariwisata, 2018–2020 • Pendiri Yayasan Lasem Heritage, 2018-sekarang • Pendiri Komunitas/Kelompok Kesengsem Lasem, 2016–sekarang • Penulis tetap Kompas Gramedia Group: National Geographic Indonesia, Intisari, 2015–sekarang.
PEREMPUAN TANGGUH dan INSPIRATIF
67
Saya telah berusaha memberi contoh, apa yang dapat dilakukan untuk mengatasi situasi.
PENULIS: SONYA HELLEN SINOMBOR
Kalau ada perempuan yang pernah
memimpin Persatuan Tuna Netra Indonesia (Pertuni), Aria Indrawati adalah satu-satunya. Bahkan saat ini, Aria tercatat sebagai perempuan tunanetra yang memimpin dua periode organisasi yang memiliki 3,5 juta anggota di Indonesia. Pertuni memiliki pengurus DPD di 37 Provinsi dan DPC di 227 kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Pada Munas VII Pertuni tahun 2014, dia berhasil meraih suara terbanyak, mengalahkan enam kandidat lainnya yang semuanya laki-laki. Sebelum Aria menjadi Ketua Umum DPP Pertuni, dalam sejarah Pertuni semenjak berdiri tahun 1966, belum pernah ada perempuan yang memimpin. “Namun, Allah mentakdirkan saya untuk tugas tersebut. Dalam proses Munas, popularitas saya meningkat, karena pelbagai pandangan yang saya sampaikan dalam diskusi-diskusi,” papar Aria dalam wawancara dengan penulis, akhir November 2023.
Perempuan Tunanetra Pertama,
Pemimpin Pertuni
Foto: Muller Mulyadi
ARIA INDRAWATI
Aria didorong pengurus DPP Pertuni mencalonkan diri sebagai Ketua Umum Pertuni karena saat menjadi pengurus DPP, dia berpengalaman mengelola “Higher Education Project” yang mengadvokasi beberapa perguruan tinggi untuk menyediakan layanan pendukung berbasis teknologi bagi mahasiswa
tunanetra, dengan membentuk pusat layanan untuk mahasiswa penyandang tunanetra. Bagi Aria, selama dua dekade bersama DPP Pertuni, dia belajar dan memahami Indonesia. Di periode pertama kepemimpinan Aria juga Undang-Undang No. 8 tahun 2016 tentang “Penyandang Disabilitas” disahkan pemerintah. “Saya tahu apa yang harus saya katakan pada pemerintah dan DPR, berdasar fakta, dan solusi alternatif yang dapat ditempuh. Saya telah berusaha memberi contoh, apa yang dapat dilakukan untuk mengatasi situasi,” kata Aria yang menjadi tunanetra sejak lahir, dengan gangguan penglihatan lemah (low vision) permanen. Selain dalam negeri, Aria juga berkiprah di kancah internasional, mewakili Indonesia antara lain, di World Blind Union (WBU), International Council of Education for People with Visual Impairment (ICEVI), UN ESCAP; serta mengunjungi dan belajar dari pelbagai negara terkait isu disabilitas. “Semua kesempatan yang saya miliki, saya manfaatkan menjadi momentum untuk terus belajar dan tumbuh,” ujar Aria, yang tahun 2021 kembali terpilih menjadi Regional President ICEVI East Asia. Bagi Aria, menjadi penyandang disabilitas netra sejak lahir, ditolak di
sekolah-sekolah reguler sejak sekolah dasar hingga kuliah, tidak membuatnya pasrah dan menyerah. Saat SD dia bersekolah di SLB. Di SMP dan SMA dia akhirnya diterima di sekolah reguler, meskipun sempat ditolak. Kampus negeri menolaknya, dan Aria kuliah di perguruan tinggi swasta hingga menyandang sarjana hukum. Penolakan saat menempuh pendidikan dan ketiadaan fasiltias pendukung yang dibutuhkan justru memicu semangatnya untuk mendorong disabilitas sekolah. Pada tahun 1994, ia bergabung dengan Pertuni Jawa Tengah, dan menemukan tempat untuk berjuang, berupaya, menyuarakan aspirasi tunanetra, bersamasama teman sesama tunanetra. Ia kemudian mengenal Yayasan Mitra Netra, lembaga nirlaba tempat dia berkarya sambil tetap aktif di Pertuni.“The more we give, the more we get”, katanya. ■
Aria Indrawati, S.H. Lahir : Surabaya, 29 Januari 1965 Pendidikan : • S-1, Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus, Semarang Aktivitas: • Ketua umum Persatuan Tuna Netra Indonesia (Pertuni) dua periode (2014–2019 dan 2019–2024) • Regional president ICEVI East Asia (periode 2016– 2020 dan 2021–2024) • Anggota Regional Executive Committee ICEVI Asia Timur (sejak 2010–sekarang
PEREMPUAN TANGGUH dan INSPIRATIF
69
Saya bahagia kalau mereka (anak-anak dan perempuan) bisa melewati masa trauma, dari saat kasus dilaporkan sampai kasus selesai, dan pelaku divonis. PENULIS: BUDOYO PRACAHYO
B
Foto: Dokumentasi Pribadi
erumah di wilayah konflik bukan mimpi Evi Tampakatu. Menyaksikan operasi militer berjilid-jilid juga bukan kemauannya. Akan tetapi, kenyataan ini tak bisa dihindari oleh perempuan kelahiran Poso, Sulawesi Tengah, tanggal 6 Januari 1976 ini. Malah, kondisi daerahnya yang meninggalkan banyak luka itu memicunya untuk merelakan diri menjadi pendamping bagi perempuan dan anak korban kekerasan.
EVI TAMPAKATU
Mengabdi untuk Anak dan Perempuan Korban Kekerasan
Itu pun dilakukan setelah coba-coba masuk sekolah perempuan. Dia tertarik karena tak perlu ijazah. Tak dinyana, usai pendidikan singkat, dia malah direkrut menjadi staf kemudian ditunjuk menjadi koordinator program Rumah Perlindungan Perempuan dan Anak (RPPA). Tanpa pelatihan, Evi juga langsung ditugaskan mendampingi salah satu narapidana perempuan kasus narkoba yang diperkosa di tahanan oleh seorang polisi. Beruntung, banyak kawan-kawan aktivis yang mengawal kasus itu sehingga Evi bisa masuk ruang persidangan. Evi sesungguhnya malu melanjutkan kerja-kerja melindungi perempuan dan anak. Alasannya, karena latar pendidikannya hanya sekolah lanjutan pertama. Tetapi, melihat tingginya angka kekerasan yang terjadi dan banyak korban
adalah masyarakat yang awam hukum dan tidak mampu, Evi diam-diam mulai membaca buku-buku paralegal. “Saya melakukan kerja-kerja pendampingan untuk korban itu mulai tahun 2013 sampai sekarang,” akunya. Dari situasi konflik sosial Poso dan menjadi peserta program RPPA menjadikan Evi berkomitmen untuk terus mendampingi korban-korban kekerasan berbasis gender. Kini, Evi mendampingi korban kekerasan bukan hanya wilayah Poso tetapi juga di kabupaten-kabupaten tetangga. Komitmen Evi mendampingi anak dan perempuan tak diragukan lagi. Densus Anti Teror 88 Polri pernah menggandengnya untuk kegiatan deradikalisasi di Dusun Tamanjeka, Poso. Evi juga pernah mendorong Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak (PPA) mengadakan program Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak (DRPPA) di daerah korban radikalisme, tepatnya Dusun Tamanjeka, Desa Masani, Poso Pesisir. Evi pun sering berkolaborasi dengan aktivis hak asasi manusia untuk advokasi kasus-kasus lahan di Poso. Selain itu, Evi pernah menjadi Koordinator Dian Interfidei Jogja di Poso dengan isu lintas iman, pluralisme
dan keberagaman, manajer koperasi di Lembaga Koperasi Relawan Merah Putih Indonesia, Ketua Ormas Relawan Merah Putih Poso sekaligus Ketua Satgas PPA Relawan Merah Putih Poso, Sekretaris Lembaga Adat Kelurahan Tegalrejo, dan Ketua Majelis Ta’lim Anisa Asoka Kelurahan Tegalrejo. Di dunia pendidikan, Evi juga mendirikan Taman Pendidikan Al Quran untuk anak anak tingkat sekolah dasar. Selain itu, ia ikut mendirikan Taman Pendidikan Al Qur’an, kelompok pengajian ibu-ibu atau Majelis Ta’lim Anisa Asoka di Kelurahan Tegalrejo.■ Evi Tampakatu Lahir : Poso, Sulawesi Tengah, 6 Januari 1976 Pendidikan : Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 3 Poso Aktivitas : • Mendampingi Korban Kasus-kasus Kekerasan Perempuan dan Anak • Staf Lembaga Penguatan Masyarakat Sipil (LPMS) Poso • Co Founder Kandepe Topelinja • Ketua Posko Pengaduan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan • Mendirikan Taman Pendidikan Agama (TPA) untuk anak dan ibu Dasawisma • Koordinator Rumah Perlindungan Perempuan dan Anak (RPPA) Mosintuwu, Poso • Berkolaborasi dengan Densus Anti Teror 88 Polri untuk Deradikalisasi, khususnya di Dusun Tamanjeka, Desa Masani, Poso Pesisir, Kabupaten Poso • Paralegal Yayasan LBH Apik Sulawesi Tengah di Poso.
PEREMPUAN TANGGUH dan INSPIRATIF
GIWO RUBIANTO WIYOGO
71
Kowani lahir dari sejarah panjang semenjak kongres pertama dan diilhami oleh perjuangan kaum perempuan sebelumnya
Membawa Kowani Beradaptasi Menjawab Zaman
PENULIS: SONYA HELLEN SINOMBOR
P
erempuan Indonesia harus mendapatkan persamaan hak dalam setiap bidang kehidupan berbangsa dan bernegara. Ruang kesetaraan harus dibuka bagi perempuan, agar bebas berekspresi, mengutarakan mimpinya, mewujudkan ide kreatifnya, menyalurkan bakat, dan berkarya seperti halnya laki-laki. “Karena itulah, perempuan Indonesia harus memiliki prinsip hidup yang kuat, dan menjadi perempuan yang cerdas kodrati, cerdas tradisi, cerdas sosial, dan cerdas profesi,” ujar Giwo Rubianto Wiyogo, akhir November 2023, saat menjawab pertanyaan penulis, apa harapannya sebagai perempuan Indonesia.
Foto: Ocha
Pengalaman panjang di berbagai organisasi semenjak usia muda, menjadi presiden direktur dan komisaris di enam perusahaan, membawa Giwo Rubianto Wiyogo terpilih sebagai Ketua Umum Kowani. Hampir dua dekade memimpin federasi organisasi perempuan pertama di Indonesia, menempa Giwo menjadi sosok perempuan pemimpin yang adaptif dengan berbagai situasi dan kondisi. Bersama 102 organisasi perempuan dan 97 juta anggota Kowani, Giwo membawa Kowani melintasi waktu, beradaptasi dengan perkembangan teknologi dan informasi yang berkembang cepat, dan hadir dalam berbagai kegiatan nasional maupun internasional.
Pada akhir Oktober 2023, Kowani menggelar ASEAN Confederation of Woman’s Organizations (ACWO) Forum & Expo 2023 di Jakarta yang diikuti lebih dari 10 negara anggota ASEAN dan Women20, serta 1.000 perwakilan organisasi dan komunitas perempuan di Tanah Air. Kowani bekerja sama Lemhanas RI menyiapkan perempuan pemimpin melalui Pelatihan pada Program Pendidikan Reguler Angkatan. Kemandirian ekonomi dan kesehatan perempuan mendapat perhatian khusus. Kowani menggelar program deteksi dini kanker payudara yang diikuti 2.500 anggota Kowani dari berbagai kota. Giwo menunjukkan jiwa kepemimpinan nasional, pada perempuan yang beragam latar agama, profesi, pendidikan, suku, dan budaya. “Masalah dan tantangan perempuan memang sangat unik. Perlu mempunyai seribu tangan untuk menggapai kehidupan yang dari lahir sampai tumbuh dewasa harus menghadapi berbagai persoalan dan rintangan, karena kodrat perempuan,” ujar Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia, periode 2004–2007. Memimpin organisasi perempuan terbesar di Indonesia tak membuat Giwo berada di menara gading. Dia kerap turun ke bawah, berjuang bersama perempuan
akar rumput, termasuk memperjuangkan RUU Perlindungan Perlindungan Pekerja Rumah Tangga. Sebelumnya ia ikut memperjuangkan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) hingga disahkan menjadi UU. Bicara soal Kongres Perempuan Pertama Indonesia pada 22 Desember 1928 atau dikenal sebagai Hari Ibu, Inisiator Gerakan Ibu Bangsa untuk Pencegahan dan Percepatan Penurunan Stunting ini menegaskan, sejarah Kowani tidak bisa dipisahkan dengan kongres tersebut. Sebab, Kowani lahir dari sejarah panjang semenjak kongres pertama dan diilhami oleh perjuangan kaum perempuan sebelumnya.■ Dr. Ir. Hj. Giwo Rubianto Wiyogo, M.Pd. Nama lahir : Sri Woerjaningsih Lahir : Bandung, 8 Mei 1962 Pendidikan : • Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta, S-3 Jurusan Manajemen Pendidikan, 2014 • Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta, S-2 Jurusan Manajemen Pendidikan, 2009 • Sarjana Arsitektur Landscape Universitas Trisakti, 1989 • Sarjana Pendidikan IKIP Jakarta, 1985 Aktivitas : • Ketua Umum Kongres Wanita Indonesia (Kowani), 2014–sekarang • Ketua Umum Berkarya Pengusaha Wanita (BPW) Indonesia, 2022–sekarang • Ketua Umum Pita Putih Indonesia (PPI), 2015– sekarang • Ketua Umum Gerakan Wanita Sejahtera, 2000– sekarang.
PEREMPUAN TANGGUH dan INSPIRATIF
73
Kita harus membangun ekosistem untuk wirausaha muda agar mereka mandiri. PENULIS: HANNI SOFIA
K
hoirun Nisa’ Sri Mumpuni bersama beberapa rekannya mendirikan Kitong Bisa Enterprise, sebuah start up sosial yang mendidik dan memberdayakan masyarakat terpinggirkan khususnya perempuan dan pemuda di Indonesia Timur.
KHOIRUN NISA’ SRI MUMPUNI Pembuka Gerbang Wirausaha bagi Anak Muda di Pelosok Negeri
Foto: Dokumentasi Pribadi
Perempuan yang menguasai lima bahasa mencakup Inggris, Jerman, Turki, Korea, dan Indonesia itu, membangun pola pikir wirausaha dan skill di kalangan perempuan dan anak muda di wilayah terluar, terdepan, dan tertinggal terutama di Papua. Kakeknya adalah seorang veteran pendidikan yang hampir 30 tahun hidup di Papua pedalaman sehingga ia paham betul kondisi masyarakat di wilayah itu karena kerap kali mendapatkan cerita dari sang kakek. Jadi, meski ia lahir di Jakarta, namun perempuan muda dengan prinsip hidup jujur, berkelanjutan, dan berbagi sekecil apapun itu kemudian tergugah untuk menginisiasi program kepemudaan dan berangkat ke Papua pada 2017 untuk memulai pilot project Kitong Bisa Enterprise dengan dukungan Pemerintah Australia. Baginya, pencapaian terbesar dalam hidup adalah ketika dirinya dapat memberikan dampak positif yang besar bagi sekitar. Pendirian Kitong Bisa dilatarbelakangi karena ia prihatin melihat banyak pemuda menganggur di Papua. Sampai saat ini, Kitong Bisa Enterprise sudah menggelar
banyak bootcamp di antaranya di Fakfak, Sorong, Jayapura, dan Merauke untuk menumbuhkan pola pikir kewirausahaan kepada ratusan pemuda Papua. Selain itu juga ia sempat mengajak anak-anak muda di Aceh mengikuti bootcam serupa. Peserta bootcamp sebagian masih duduk di bangku SMK, sebagian lagi telah menamatkan sekolah menengah. Secara berkala, ia berkeliling ke empat kota di Papua dan Papua Barat untuk menggelar berbagai pelatihan kewirausahaan. Bersama rekannya, ia juga mendirikan learning center. Bahkan pada 2019, sukses membuka Business Hub di Kota Sorong. “Kita harus membangun ekosistem untuk wirausaha muda agar mereka mandiri,” katanya. Ia membina para talenta lokal dengan menggunakan tiga tahap pendekatan yakni raise awareness yang dilakukan melalui bootcamp selama tiga hari. Kemudian pembinaan product development melalui mentoring; dan pembinaan pemasaran produk. Prosesnya dilakukan melalui kerja sama dengan sejumlah instansi termasuk perguruan tinggi. Khoirun mendorong perempuan dan anak muda untuk memproduksi dan menjual merchandise berupa, tas, dompet, aksesoris, botol minum, t-shirt, dan lainlain. Sebagian besar hasil karya mereka dipesan secara khusus sesuai keinginan pembeli. Tak hanya itu, wirausaha binaannya bahkan mulai memproduksi
kosmetik dan skin care berbahan dasar buah merah, tanaman endemik Papua. Program lain yang digarap adalah From Trash to Cash, yaitu bisnis mengolah sampah di Sorong, Papua Barat, bekerja sama dengan bank sampah setempat. Selain itu, ada binaannya yang meluncurkan komik khusus dalam bahasa Inggris yang dipadu dengan istilah-istilah lokal Papua. Ia kini aktif di Yayasan Khouw Kalbe yang juga sedang berkolaborasi dengan KPPPA dan UNFPA Indonesia menawarkan program beasiswa untuk mencegah perkawinan anak. Program beasiswa yang diberi nama Bestari (Beasiswa untuk Anak Perempuan Indonesia) diluncurkan sebagai akses bagi perempuan untuk berkarya dan berdaya sehingga terwujud kondisi yang inklusif, agar tidak ada lagi kekerasan terhadap perempuan dan anak. “Kita harus memberikan kesempatan anak muda khususnya perempuan untuk mengakses pembelajaran yang berkualitas,” katanya.■ Khoirun Nisa’ Sri Mumpuni Lahir : Jakarta, 23 Juli 1994 Penghargaan: Wirausaha Muda Berprestasi 2020, Pemenang Indonesia Development Forum 2019 Kiprah : Mendidik dan memberdayakan perempuan dan pemuda di Indonesia Timur Jabatan : Pendiri Kitong Bisa Enterprise Papua, Strategic & Program Specialist Khouw Kalbe Pendidikan : • S-1 Australian National University • S-2 University of Melbourne.
PEREMPUAN TANGGUH dan INSPIRATIF
75
Impian saya sebagai Psikolog, bisa berpartisipasi membangun masyarakat Indonesia yang tangguh secara mental. Juga Anak dan Perempuan di Indonesia yang bebas dari kekerasan.
RETNO IG KUSUMA Psikolog Anak Disabilitas
PENULIS: BUDOYO PRACAHYO
R
etno IG Kusuma merupakan seorang Psikolog yang telah berdedikasi dalam bidang psikologi anak, remaja, dan dewasa sejak tahun 1993. Dari awal karier sangat peduli pada anak-anak disabilitas dan berkebutuhan khusus maupun anakanak serta perempuan korban kekerasan. Retno juga melakukan asesmen, intervensi dan pendampingan psikologis pada anak dan remaja penderita kanker, HIV, jantung dan korban perundungan, maupun yang mengalami berbagai gangguan seperti autisme, ADHD, maupun disabilitas.
Foto: Dokumentasi Pribadi
Selain itu, Retno melakukan psikoedukasi kesehatan mental pada berbagai kalangan masyarakat tentang pola parenting yang sehat, guru agar menginspirasi, konseling pranikah, pasutri dalam merawat perkawinannya, karyawan agar berintegritas, pensiunan dan lansia agar sejahtera. Juga pengembangan diri maupun membangun karakter kepemimpinan pada remaja. “Psikolog memegang peranan penting sebagai fasilitator kesehatan mental masyarakat, baik secara preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Masyarakat masih memerlukan pembangunan mental agar lebih peduli dengan berbagai dinamika kehidupan dan mengembangkan cipta, cita, dan cinta yang sehat serta positif
secara holistik (sosial, emosional, kultural, dan spiritual),” kata Retno yang aktif dalam kegiatan sosial melalui YPAC Bali. Retno menegaskan bahwasannya setiap orang terlahir sebagai kertas putih, maka sangatlah penting melatih kekayaan mental alami yang dimiliki, hanya menyimpan serta menulis hal-hal baik untuk kehidupannya. “Jika ada coretan maka dengan keyakinan akan tuntunanNya, perlu mengasah keikhlasan agar bisa menghapusnya, memaknai goresan yang terjadi, dan menggantikan dengan cara berpikir penuh syukur,” papar pengurus Yayasan Sayangi Bali, yang menangani bayi atau anak terlantar dan adopsi itu. Retno sebagai Humas Pengurus Pusat Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI) berharap agar pemerintah mendukung para profesional memfasilitasi pendidikan berkelanjutan bagi orang dewasa (orang tua) dalam menghadapi generasi penerus dan menyiapkan Generasi Emas Indonesia maupun membangun fasilitas yang sehat serta membuka ruang kompetitif bagi anak dan remaja. “Impian saya sebagai psikolog, bisa berpartisipasi membangun masyarakat Indonesia yang tangguh secara mental sehingga berbagai kasus bisa dihadapi dengan cara adaptif. Juga anak dan
perempuan yang bebas kekerasan,” papar Retno sehubungan dengan pengalamannya sebagai Konsultan Psikologi dan Saksi Ahli kasus KDRT anak dan perempuan di Bali. Retno merupakan alumnus Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada yang mengembangkan karier di wilayah Bali. Selain aktif sebagai ASN dan Kepala SubPsikologi Instalasi Rehabilitasi Medik di RSUP IGNG Prof. Ngoerah Denpasar Bali, Retno juga aktif sebagai trainer dan motivator di Instansi Pemerintah, BUMN, dan swasta. ■
Dra. Retno IG Kusuma, M.Kes, Psikolog Lahir : Klaten, Jawa Tengah, 15 Februari 1969 Pendidikan : • Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada, 1987–1992 • Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Udayana, 2015–2017 Aktivitas : • Humas PP Himpunan Psikologi Indonesia (Himpsi) 2018–2026, Ketua HIMPSI Wilayah Bali, 2010–2018 • Founder Yayasan Pradnyagama, Pusat Latihan dan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus, 2004–sekarang • Founder PT Pradnyagama, Pusat Layanan Psikologi, 1997–sekarang • Psikolog di RSUP IGNG Prof. Ngoerah Denpasar Bali, 1995–sekarang • Dewan Pengawas & Ketua Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) Bali, 1997–sekarang • Pengurus Yayasan Sayangi Bali (Bayi/Anak Terlantar & Adopsi) • Ketua Bidang 3 YKI Bali Koordinator & Pembina Yayasan Kanker Anak Bali.
77
Investment in women means a better and brighter future for all.
RETNO L.P. MARSUDI
PENULIS: SONYA HELLEN SINOMBOR
S
ejarah Indonesia mencatat, Retno Marsudi sebagai perempuan pertama yang menduduki jabatan Menteri Luar Negeri Indonesia. Kehadirannya memberi warna tersendiri selama dua periode pemerintahan Presiden Joko Widodo. Semenjak dilantik pada tanggal 27 Oktober 2014, diplomat peraih Penghargaan “Agen Perubahan” dari PBB untuk Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan (UN Women) tahun 2017 ini menjadi garda terdepan Pemerintah Indonesia dalam menangani berbagai persoalan warga negara Indonesia di luar negeri.
Foto: Dokumentasi Pribadi
BIROKRAT
PEREMPUAN TANGGUH dan INSPIRATIF
Perempuan Menlu Pertama Indonesia
Retno bergabung dalam Kemenlu pada tahun 1986, saat jumlah perempuan yang menjadi diplomat masih sangat sedikit, sekitar sepuluh persen. Ia mengawali karier di Departemen Luar Negeri sebagai staf di Biro Analisa dan Evaluasi untuk kerja sama ASEAN. Setelah itu dia merintis karier diplomatnya dari Kedutaan Besar Indonesia (KBRI) untuk Australia di Canberra (1990-1994), Den Haag (1997-2001) kemudian dipercayakan sebagai Direktur Kerjasama Intra dan Antar Regional Amerika dan Eropa (2001-2003), berlanjut Direktur Eropa Barat (2003-2005). Di usia yang masih relatif belia, yakni 42 tahun, Retno dipercaya menjadi Duta Besar Republik Indonesia untuk Kerajaan Norwegia dan Republik Islandia,
pada tahun 2005‒2008. Setelah itu dia menjabat Direktur Jenderal Amerika dan Eropa tahun 2008‒2012), dan kembali menjadi Dubes RI untuk Kerajaan Belanda pada tahun 2012‒2014. Meski banyak orang menilai, dunia diplomat bukanlah hal yang mudah bagi perempuan, dalam sebuah wawancara dengan Kompas, Retno menegaskan dalam praktik, perempuan justru memiliki banyak kekuatan yang mendukung diplomasi, seperti loyalitas, ketelitian, kesabaran, dan kehati-hatian. Pengalaman sebagai Menlu selama dua periode, makin meneguhkan tekad Retno bahwa perjuangan untuk mendapatkan kesetaraan harus terus dilakukan Indonesia melalui pelaksanaan politik luar negeri. Misalnya, Indonesia aktif dalam isu Women, Peace and Security. “Indonesia berada di garis depan dalam memperjuangkan hak-hak pendidikan perempuan Afghanistan. Indonesia terus membantu capacity building bagi para pengungsi Palestina. Indonesia juga berada di garis depan untuk memperjuangkan makin banyaknya partisipasi perempuan dalam proses perdamaian,” ujar Retno, dalam perbincangan, akhir November 2023. Bahkan, atas inisiatif Pemerintah Indonesia, sejak beberapa tahun lalu, telah terbentuk South East Asia Women
Mediators and Negotiators. Retno pun terus mengupayakan lingkungan kerja di Kemenlu untuk “ramah” gender. Hal itul ditunjukan lewat sejumlah kebijakan yang dibuat untuk menjamin kesetaraan mulai dari kebijakan penempatan diplomat (pasangan suami istri) sampai penyediaan fasilitas day care di Kemenlu. ”Karakter kerja sebagai diplomat memang memiliki tantangan tersendiri bagi perempuan. Namun demikian, tantangan tersebut bukan tidak bisa dilakukan,” ujar Menlu yang memberi perhatian khusus para perempuan pekerja migran Indonesia, dan perempuan korban perdagangan manusia modus pengantin pesanan itu. Peraih berbagai penghargaan internasional ini berharap investasi pendidikan dan memberi kesempatan kepada perempuan adalah investasi yang sangat berharga bagi kemajuan bangsa dan negara. “Oleh karena, kita harus terus melakukan investasi tersebut. Investment in women means a better and brighter future for all,” ujarnya. ■ Retno Lestari Priansari Marsudi lahir : Semarang, 27 November 1962 Pendidikan : • Jurusan Ilmu Hubungan Internasional, Universitas Gadjah Mada,1985 • Pendidikan di Haagse Hogeschool, Den Haag, Belanda Aktivitas : Menteri Luar Negeri 2014–2019 dan 2019–2024.
PEREMPUAN TANGGUH dan INSPIRATIF
79
Di mana pun Anda berada, apa pun posisi Anda, selalu berusahalah untuk mendorong batas-batas yang ada, meskipun hanya satu inci.
PENULIS: WILLY HANGGUMAN
T
atkala Presiden Joko Widodo melantiknya menjadi Menteri Keuangan RI (Menkeu) pada tahun 2016, banyak yang berpendapat Sri Mulyani Indrawati (SMI) adalah orang yang tepat untuk duduk di sana.
SRI MULYANI INDRAWATI Ibu Saya, Panutan Saya
Foto: Dokumentasi Pribadi
Sri Mulyani
Saat terpilih sebagai presiden untuk periode kedua, Joko Widodo kembali menunjuknya sebagai Menkeu. Sebelumnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga memilihnya menjadi Menkeu tahun 2005. Sebagai Menkeu, prestasinya diakui dunia. Penghargaan “Best Minister in the World” diperolehnya pada World Government Summit di Dubai tahun 2018. Sebelumnya ia dinobatkan sebagai Menteri Keuangan Terbaik Asia oleh Emerging Markets Forum pada Sidang Tahunan Bank Dunia dan IMF tahun 2006. Tatkala pertama ditunjuk menjadi Menkeu tahun 2005, ia menjadi perempuan pertama Indonesia yang memimpin Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang sebelumnya selalu dipimpin oleh laki-laki. Menkeu adalah posisi yang secara historis sebelumnya selalu diduduki oleh lakilaki. Oleh karena itu, sebagai Menkeu perempuan pertama, ia harus mampu
menjawab persepsi dan keraguan apakah perempuan mampu menjadi Menkeu. “Saya memiliki panutan sejak kecil, yaitu ibu saya yang merupakan perempuan hebat, memiliki putra-putri 10 namun tetap maju terus dalam pendidikan. Profesor dan pendidik serta berkiprah aktif di masyarakat,” paparnya. Ibunya almarhumah Prof. Dr. Retno Sriningsih Satmoko adalah Guru Besar Fakultas Ilmu Pendidikan Unnes. Menurut SMI, jadi pemimpin perempuan harus ekstra peka. Misalnya, sesuatu yang dilakukan oleh pemimpin lakilaki dipersepsikan positif, namun bila dilakukan perempuan dianggap negatif. “Seperti sikap tegas yang dianggap positif bagi laki-laki, namun dianggap bossy bila dilakukan perempuan. Aktif berpendapat dianggap percaya diri sebagai lakilaki, namun sering dianggap bawel jika dilakukan perempuan,” ungkapnya. Saat pertama menjadi Menkeu tahun 2005, ia melakukan reformasi birokrasi yang mengubah organisasi bidang keuangan secara masif. Ketika dilantik menjadi Menkeu untuk kedua kalinya tahun 2016, ia sudah memiliki reputasi dan rekam jejak dalam memimpin organisasi Bank Dunia dan pernah menjadi Menkeu.
Reputasi dan rekam jejak itu menjadi salah satu faktor yang mendukung kepercayaan pasar dan masyarakat kepada Pemerintah dalam menjalankan langkahlangkah yang luar biasa melalui program PEN (Pemulihan Ekonomi Nasional) saat menghadapi krisis dunia akibat pandemi COVID-19 (2020–2022). Sri Mulyani berharap, pemberdayaan perempuan dapat terus dioptimalkan dengan menciptakan kesempatan yang sama untuk berkembang bagi laki-laki dan perempuan.■
Sri Mulyani Indrawati, S.E., M.Sc., Ph.D. Lahir : Bandar Lampung, 26 Agustus 1962 Pendidikan • Sarjana Ekonomi dari Universitas Indonesia, 1986 • Master of Science of Policy Economics dari University of Illinois Urbana Champaign, AS, 1990 • Ph.D. of Economics dari University of Illinois Urbana Champaign, AS, 1992 Jabatan • Menteri Keuangan RI, 2005 - 2010 dan 2016 - sekarang • Pelaksana Tugas Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, 2008 • Executive Director IMF mewakili 12 negara di Asia Tenggara, 2002 • Direktur Pelaksana Bank Dunia, 2010 Penghargaan • Menteri Keuangan Terbaik Asia untuk tahun 2006 dari Emerging Markets Forum • “Best Minister in the World” pada World Government Summit di Dubai, 2018 • “Finance Minister of the Year - East Asia Pacific” dari Global Markets, 2018 .
PEREMPUAN TANGGUH dan INSPIRATIF
81
Perempuan dan laki-laki memiliki peran yang setara dan berkontribusi secara adil dalam pelestarian lingkungan.
SITI NURBAYA BAKAR
PENULIS: SONYA HELLEN SINOMBOR
S
iti Nurbaya Bakar merupakan sosok perempuan pertama kali yang memimpin Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), selama dua periode berturut-turut. Dikenal sebagai birokrat yang tegas, Siti hadir memberi warna tersendiri bagi lingkungan birokrasi yang didominasi laki-laki.
Perempuan Pertama
Jauh sebelum memimpin KLHK Siti Nurbaya memulai kariernya sebagai pegawai negeri di Pemerintah Provinsi Lampung tahun 1979, hingga menjadi Kepala Bappeda. Ketekunan dan keuletannya membawa Siti pada puncak karier sebagai Menteri LHK.
Pemimpin Kementerian Kehutanan dan
Lingkungan Hidup
Foto: Dokumentasi Pribadi
Selama hampir satu dekade memimpin KLHK, Siti membuat sejumlah terobosan melalui kebijakan dan program yang mendukung kesetaraan gender, dalam konteks pelestarian lingkungan dan kehutanan. “Pada tahun 2022 ada 63 kegiatan yang responsif gender dengan anggaran Rp 398,9 miliar,” kata Siti menjawab pertanyaan penulis, pada akhir November 2023. KLHK melakukan Program Pemberdayaan Perempuan dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA), yang melibatkan perempuan secara langsung dalam pengelolaan SDA, program perhutanan sosial, konservasi hutan, pelestarian lingkungan, dan pengelolaan taman nasional, termasuk membuka ruang partisipasi perempuan
dalam proses pengambilan keputusan terkait kebijakan lingkungan. “Kami menerapkan pengarusutamaan gender dalam perencanaan dan pelaksanaan proyek-proyek lingkungan untuk penilaian dampak gender, serta memastikan proyek-proyek tersebut memberikan manfaat yang adil dan setara bagi perempuan dan laki-laki,” ujar Peraih Pegawai Negeri Sipil Teladan 2004 itu. Bicara soal inovasi, KLHK menerapkan penyusunan Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria (NSPK) lembaga diklat yang responsif gender. Contohnya, penyelenggaraan Festival Gender yang melahirkan 1.000 gender champion di lingkungan KLHK dan 40 gender leaders yang mempunyai komitmen tinggi terhadap Pengarusutamaan Gender. Bagi Siti Nurbaya, kapasitas perempuan merupakan hal yang penting. “Seperti pepatah lama mengatakan ‘Whatever women do, they must do twice as man to be thought half as good’. Jadi, kita kaum perempuan memang harus punya kapasitas yang baik dan lebih unggul. Tentu saja juga harus ada kesempatan yang diberikan,” tegas Siti yang memberi kesempatan pada perempuan untuk ikut rekrutmen jabatan publik terutama Pejabat Tinggi Madya dan Pejabat Tinggi Pratama. Buah kepemimpinan Siti bisa terlihat dari sejumlah penghargaan yang diterima
KLHK. Pada tahun 2021, KLHK untuk kedua kalinya menerima Anugerah Parahita Eka Praya (APE) Kategori Mentor. Soal Kongres Perempuan Indonesia tahun 1928, bagi Siti kongres tersebut merupakan tonggak penting sejarah perjuangan perempuan di Indonesia untuk mendapatkan hak-hak politik dan sosial yang setara dengan kaum pria. Meskipun pada saat itu belum berhasil mencapai hak politik secara menyeluruh, kongres ini menjadi langkah awal yang penting. Sebab, selain budaya patriarki ada sejumlah tantangan yang dihadapi perempuan seperti peran stereotip gender dan peran tradisional sering kali masih melekat dalam perempuan di sektor lingkungan dan kehutanan. “Mimpi dan harapan atas kesetaraan gender di bidang lingkungan hidup dan kehutanan mencakup visi sebuah masa depan dengan peran perempuan dan laki-laki memiliki kesetaraan dan berkontribusi secara adil dalam pelestarian lingkungan,” ujar Siti. ■ Siti Nurbaya Bakar Jakarta, 28 Agustus 1956 • S-3 Fakultas Perencanaan Sumberdaya Alam Institut Pertanian Bogor Aktivitas • Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Periode (2014–2019) dan (2019–2024) • Sekretaris Jenderal Dewan Perwakilan Daerah RI, 2006 • Sekretaris Jenderal Departemen Dalam Negeri (2001–2004)
PENDIDIKAN, KAJIAN, PENELITIAN, LITERASI, SAINS, DAN TEKNOLOGI
PEREMPUAN TANGGUH dan INSPIRATIF
83
Peneliti harus mampu berkomunikasi untuk meyakinkan berbagai pihak dengan bersikap positif.
PENULIS: HANNI SOFIA
A
ADI UTARINI Mendunia Melalui Riset Teknologi
Foto: Luthfan Fauzan
Wolbachia
di Utarini adalah profesor dan peneliti dari Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan UGM yang dinobatkan sebagai salah satu dari 100 orang paling berpengaruh di dunia versi TIME pada 2021. Namanya mengharumkan Indonesia berkat penelitian tentang nyamuk Aedes aegypti dan kontribusi hasil risetnya yang mampu menurunkan kasus dengue (demam berdarah) di Yogyakarta.
masyarakat dengan menurunkan kejadian dengue. Berkat penelitiannya, Indonesia menjadi negara pertama yang melakukan uji klinik lapangan dengan sampel terbesar di dunia menggunakan desain penelitian berstandar emas. Bersama tim World Mosquito Programme (WMP) Yogyakarta, Prof. Uut sukses menurunkan kejadian dengue di Yogyakarta hingga 77 persen. Rawat inap di rumah sakit akibat dengue pun menurun hingga 86 persen.
Perempuan yang akrab disapa Prof. Uut itu memimpin uji coba perintis dari suatu teknologi inovasi untuk mengendalikan dengue di Indonesia. Tekniknya menggunakan nyamuk Aedes aegypti yang diinokulasi dengan bakteri Wolbachia. Di tubuh nyamuk, bakteri alami ini mampu menghambat replikasi virus Dengue, sehingga mencegah penularan virus tersebut ke manusia. Cara pelepasan nyamuk dilakukan melalui penitipan ember berisi telur nyamuk yang diletakkan dalam jarak tertentu selama satu periode waktu di rumah penduduk serta fasilitas umum.
Tak cuma Indonesia yang bangga pada dia. Filantropis Melinda Gates pun mengagumi sosoknya, yang disampaikannya secara khusus dengan memajang fotonya di sebuah postingan di akun Instagram pribadinya @ melindafrenchgates. Sebelumnya, dia didapuk Nature Research sebagai 10 orang yang dianggap paling berpengaruh dalam membantu pengembangan ilmu pengetahuan pada 2020.
Teknologi nyamuk ber-Wolbachia ini telah melalui uji efikasi dan selesai pada Agustus 2020. Bersama timnya, Prof. Uut kemudian menerapkan teknologi ini di Kabupaten Sleman dan Bantul untuk melengkapi program pengendalian dengue yang dilakukan pemerintah. Hasil studi ini membuahkan terobosan berarti yang bermanfaat nyata bagi
Selain bidang akademik, ibu dari Putri Karina Larasati itu hobi bermain piano dan berolahraga. Beberapa konser musik amal digelarnya, antara lain konser Life, Passion, and Music Vol 1-3 (2018, 2021, 2022) dan konser penggalangan dana abadi riset DIPI. Baginya musik dan olahraga merupakan upaya untuk menciptakan kehidupan yang seimbang. Istri mendiang Prof. Iwan Dwiprahasto itu dikenal pendiam namun persuasif. Ia mampu membangun kerja tim yang sangat baik yang melibatkan peneliti
multidisiplin dengan perspektif dan cara pandang yang beragam. Ia mengakui bahwa perjalanan panjang penelitian itu bukanlah sesuatu yang mudah. “Tantangan bisa datang dari mana saja. Oleh karenanya, peneliti harus mampu berkomunikasi untuk meyakinkan berbagai pihak dengan bersikap positif. Saya percaya bahwa sesuatu yang baik pasti akan diberi pertolongan dan ditunjukkan jalannya oleh Tuhan,” tuturnya. Ia adalah sosok yang mencurahkan upaya terbaiknya dalam melakukan sesuatu. Wajar jika perjuangannya bersama tim penelitian WMP Yogyakarta menuai hasil yang memuaskan. Sebelum menerima apresiasi internasional, ia sangat bangga dengan penghargaan Habibie Award (2019) dari Indonesia. Apalagi penelitian yang dilakukan juga didanai oleh filantropis Indonesia, yaitu Yayasan Tahija. “Penghargaan dan apresiasi jangan sampai membuat kita lengah dan sombong,” ucapnya.■
Prof. dr. Adi Utarini, M.Sc, MPH, Ph.D. Lahir : Yogyakarta, 4 Juni 1965 Pendidikan : • Doctor of Philosophy (STINT dan TDR Awards, 1999–2002) Umea University, Swedia • Master of Public Health (STINT Award, 1997–1998) • Master of Science dari University of College London, Inggris (1993–1994) • Fakultas Kedokteran UGM (1988–1989)
PEREMPUAN TANGGUH dan INSPIRATIF
85
Butet Manurung mendapat Ramon Magsaysay Award tahun 2014 atas upayanya meningkatkan kualitas hidup masyarakat adat. PENULIS: WILLY HANGGUMAN
S
aur Marlina Butet Manurung atau Butet Manurung adalah penggagas berdirinya Sokola Rimba tahun 2003 bagi Orang Rimba atau Suku Anak Dalam yang tinggal di Hutan Bukit Duabelas, Jambi.
Perjuangannya meningkatkan kualitas komunitas adat Orang Rimba telah ditulisnya dalam buku Sokola Rimba. Kisahnya itu telah diangkat dalam film garapan Riri Riza dan Mira Lesmana tahun 2013 dengan judul yang sama.
Kini Sokola Rimba telah berubah nama menjadi Sokola Institut dan Sokola itu telah hadir di 17 komunitas adat yang dirugikan akibat warga komunitasnya masih belum bisa membaca, terancam pranata sosial dan sumber daya alamnya oleh dunia luar, dan masyarakatnya masih menyayangi adatnya.
Butet mendapat Anugerah Ramon Magsaysay Award tahun 2014 atas upayanya meningkatkan kualitas hidup masyarakat adat di Indonesia lewat kegiatan Sokola Institut itu. Ramon Magsaysay Award disebut-sebut sebagai Hadiah “Nobel” Asia.
Butet mengatakan tiap Sokola memiliki keunikan masing-masing sesuai dengan kondisi tiap komunitas adat. Sokola Rimba, misalnya, memberdayakan masyarakat adat Jambi melawan perambah hutan.
BUTET MANURUNG Sokola Rimba dan Indiana Jones Foto: Facebook Saur Marlina Manurung
Adapun Sokola Pesisir berusaha memberdayakan masyarakat adatnya agar melek dalam menghadapi pengebom ikan atau memaksimalkan hasil panen rumput laut. Butet juga turun mengajar baca-tulis bagi masyarakat adat melalui Sokola Wailago di Maumere, NTT. Intinya, Butet ingin memerdekakan masyarakat adat dari pembodohan dan pemiskinan. Sokola Institut telah menjangkau sekitar 10 ribu masyarakat adat di Nusantara.
Jauh sebelum itu, ia juga telah mendapat penghargaan dari majalah bergengsi Time yang menyebutnya sebagai “Hero of Asia 2004”. Banyak penghargaan prestisius yang telah diterima Butet. Berada di tengah masyarakat adat di tengah hutan rimba telah menjadi impian Butet sejak kecil. Ia rajin menonton film serial TV Indiana Jones. Ia ingin seperti Indiana Jones yang gemar bertualang ke alam bebas dan membantu komunitas adat untuk mempertahankan diri serta tanggal di tengah hutam rimba. Tokoh idolanya Dr. Henry Walton Jones, Jr., yang disebut Indiana Jones, seorang profesor arkeologi. Mimpi menjadi Indiana Jones tak pernah padam dalam dirinya. Ketika tamat dari jurusan antropologi dan jurusan bahasa Indonesia di Unpad, ia
berharap bisa mendapatkan pekerjaan seperti idolanya itu. Mimpi jadi seperti Indiana Jones mulai terwujud ketika ia membaca iklan dari sebuah LSM Warsi yang membutuhkan antropolog untuk mengajar Suku Anak Dalam di Bukit Duabelas, Jambi, tahun 1999. Butet langsung jatuh hati membaca iklan itu. Lamarannya diterima. Mimpi jadi Indian Jones segera terwujud. Ternyata Indiana Jones di dunia nyata tidak semudah di layar kaca. Butet sempat ditolak, namun tak pernah menyerah. Orang Rimba akhirnya memanggilanya “Ibu Guru Butet”. ■ Saur Sarlina Manurung Lahir :Jakarta, 21 Februari 1972 Pendidikan : • Kepemimpinan Global dan Kebijakan Publik di Harvard Kennedy School Boston, Amerika, 2012 • Gelar Magister Antropologi Terapan dan Pembangunan Partisipatif” dari Universitas Nasional Australia, Canberra, 2011 • Program Studi Antropologi dan Sastra Indonesia di Universitas Padjadjaran Penghargaan • Ramon Magsaysay Award, 2014 • Anugerah Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2015 • Ernst and Young Indonesia Social Entrepreneur of the Year, 2012 • Young Global Leader, 2009, • Time Magazine’s Hero of Asia, 2004 Buku: Sokola Rimba, Jakarta: Penerbit Kompas, 2013.
PEREMPUAN TANGGUH dan INSPIRATIF
87
Sumbangan besar akademisi bagi bangsa adalah menghasilkan manusia yang mempunyai kesadaran, wawasan, dan perspektif tentang gender. PENULIS: BUDOYO PRACAHYO
E
my Susanti adalah peraih gelar profesor pertama di Indonesia dalam bidang Sosiologi Gender. Ia resmi dikukuhkan sebagai Guru Besar Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Airlangga, Surabaya, Jawa Timur pada 8 Juli 2017.
EMY SUSANTI
Fokus pada Studi Gender dan Inklusi Sosial
Foto: Dokumentasi Pribadi
Sepanjang karier, kiprah Prof. Emy secara konsisten memusatkan perhatiannya pada isu kesetaraan gender atau inklusi sosial. Perjalanan ini dimulai pada tahun 1987, ketika ia terpilih sebagai salah satu dari delapan akademisi yang dikirim Pemerintah Indonesia belajar tentang women’s studies and development selama empat bulan di Belanda.
Anak Indonesia (ASWGI) selama dua periode, yaitu sejak 2015 hingga 2023. Kini, ASWGI beranggotakan 105 PSW/ GA perguruan tinggi negeri, swasta, dan perguruan tinggi agama di seluruh Indonesia. Emy juga mengawali berdirinya lembaga pelayanan terpadu untuk pencegahan dan penanganan kekerasan pada perempuan dan anak sebagai hasil studi PSG Unair dan pilot project pada tahun 2000. Kemudian, pada 2003 oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak dikembangkan sebagai lembaga yang wajib ada di Indonesia.
Sepulangnya dari Belanda, Emy mendapat tugas untuk mendirikan pusat studi wanita di tempatnya mengajar, Universitas Airlangga. Pada 1990, Emy mendirikan Pusat Studi Wanita, yang pada 2010 berubah menjadi Pusat Studi Gender dan Inklusi Sosial (PSGIS).
Saat ini, lembaga itu menjadi unit pelayanan di bawah Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana di Provinsi, Kabupaten, dan Kotamadya yang aktif menerima pengaduan dan menangani kasus-kasus kekerasan perempuan dan anak.
Istri Bupati Sidoarjo periode 20002018 ini juga menginisiasi berdirinya asosiasi pusat studi gender. Tujuannya, untuk penguatan jaringan dan mengkomunikasikan hasil-hasil penelitian serta kajian dalam bidang gender sebagai masukan kebijakan pemerintah. Atas prakarsanya, dia didapuk menjadi Ketua Asosiasi Pusat Studi Wanita, Gender dan
Konsistensinya pada isu kesetaraan gender tidak lepas dari awal mengenyam pendidikan S-1 program studi Sosiologi di Universitas Indonesia. Dia juga aktif pada kajian wanita dan ikut melakukan penelitian di Pusat Studi Wanita UI. Skripsinya pun tentang perempuan. Emy mengambil studi S-2 di Flinders University, Adelaide, Australia, juga
tentang sosiologi gender. Kemudian, dia melanjutkan program S-3 di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta dan meraih gelar doktor bidang sosiologi gender pertama di Indonesia. Baginya, kian banyak lulusan perguruan tinggi yang mempunyai kesadaran, wawasan, serta perspektif gender merupakan peristiwa penting dalam hidupnya. Sebab, perjuangan akademisnya telah menghasilkan manusia yang tidak mengeksploitasi, tidak menyudutkan, dan tidak membatasi kehidupan perempuan dan anak. “Sumbangan besar akademisi bagi bangsa adalah menghasilkan manusia yang mempunyai kesadaran, wawasan, dan perspektif tentang gender,” pungkas Emy. ■ Prof. Dr. Emy Susanti, Dra., M.A. Lahir : Pacitan, Jawa Timur, 1958 Pendidikan: • S-3 Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, 1998 • S-2 Flinders University, Adelaide, Australia, 1993 • S-1 Sosiologi Universitas Indonesia, 1977 Jabatan : • Guru Besar Sosiologi Gender di Departemen Sosiologi, FISIP Universitas Airlangga • Pendiri dan Ketua Umum Asosiasi Pusat Studi Wanita, Gender dan Anak Indonesia 2015-2023 • Dewan Pakar dan Pengurus Asosiasi Program Studi Sosiologi Indonesia 2014-sekarang • Ketua Pusat Studi Gender dan Inklusi Sosial Unair, 2004-sekarang • Pengajar Departemen Sosiologi, FISIP Unair, 1984-sekarang Penghargaan : Satya Lencana Karya Satya XX dari Presiden Indonesia
PEREMPUAN TANGGUH dan INSPIRATIF
GALUH LARASATI
89
Membangun ikatan kasih sayang dalam keluarga melalui buku dan bahasa ibu.
PENULIS: WILLY HANGGUMAN
Sinau Seneng-Seneng
K
etika membuka perpustakaan baca di Desa Karangrejo, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Galuh Larasati mendapat “komplain” dari seorang ayah. “Setelah Ibu membuka perpustakaan ini, anak saya sekarang selalu minta dibacakan buku sebelum tidur malam,” kata ayah itu seperti dikutip Larasati.
Anak-anak di Borobudur
Larasati tersenyum mendengar komplain itu. Tentu saja komplain itu membahagiakannya karena itu adalah bukti bahwa upayanya menumbuhkan kecintaan terhadap buku mulai tumbuh dalam diri anak-anak di Borobudur. Bagi Atik, begitu ia biasa disapa, buku adalah jendela ke dunia luas. “Saya berusaha mendekatkan anak-anak pada buku tanpa saya memaksa mereka untuk membaca. Buku bergambar banyak sekali agar mereka mengerti ada banyak buku bagus-bagus,” tuturnya.
Foto: Dokumentasi Pribadi
MENDIRIKAN SEKOLAH GRATIS Prihatin dengan kondisi masyarakat sekitar tempat kelahirannya, selain perpustakaan, Atik mendirikan sekolah gratis untuk anak-anak, yakni Sekolah Kasih-I CARE Nusantara bersama Yayasan Asih Asah Asuh Nusantara di Desa Karangrejo, Borobudur.
Orang Romawi berkata “nomen est omen”, nama adalah tanda. Nama “I CARE” merupakan singkatan dari “Integrity, Collaboration, Accuracy, Responsibility, and Excellent” yang menjadi filosofi sekolah ini. Sekolah informal itu diselenggarakan usai anak-anak pulang sekolah. Konsepnya berbentuk pasar, yaitu “Sinau Seneng-seneng” untuk mengembalikan budaya, bahasa, dan tradisi Jawa yang mulai memudar. Ketika anak-anak makin akrab dengan minimarket, Atik justru berjuang menarik mereka untuk mengenal pasar tradisonal. Di pasar mereka bisa belajar banyak dari kehidupan nyata. Di sekolah ini, mereka bisa belajar membatik, menggambar, bahasa Inggris, mengenal budaya etnis lain, dan sejumlah keterampilan untuk menyongsong masa depan lebih baik bagi anak-anak di Borobudur. “Di sekolah ini tidak ada ujian seperti di sekolah formal. Dalam mengelola sekolah ini kami membuat anak-anak senang belajar, tanpa tekanan. Ya, sinau seneng-seneng; ‘belajar dengan gembira’,” ungkapnya. Bagaimana Atik membiayai semua kegiatannya tersebut? Awalnya ia membiayai secara mandiri, namun
sekarang sudah didukung oleh Yayasan Asih Asah Asuh Nusantara. Atik dikenal sebagai seorang penulis berlatar belakang perhotelan dan pariwisata sejak 1994 dan terakhir sebagai Public Relations Manager di Hyatt Regency Yogyakarta. Novelnya Nawang, Putri Malu dari Jawa, telah diterjemahkan dalam bahasa Inggris dan dipamerkan di Frankfurt Book Fair 2015. Tak hanya pendidikan, ia juga punya perhatian besar pada isu lingkungan. Tahun 2020 ia menanam 1.111 pohon gayam guna konservasi air di Borobudur untuk menandakan 11 tahun ia berkarya. ■ Galuh Larasati Lahir : Borobudur, 2 Februari 1973 Pendidikan : SMAN 1 Magelang Kegiatan : Pendidikan Sekolah Kasih - I CARE Nusantara Karya Buku • El: Benih Kasih Sayang yang Tertanam dengan Baik Akan Bertumbuh, Jakarta: Andi Offset, 2022 • Melati (novel dalam bahasa Jawa), Jakarta: Penerbit Bestari, 2018 • Nawung, Putri Malu dari Jawa (novel), Yogyakarta: Galang Pustaka, 2013 Penghargaan: • Anugrah Puan Nusantara (Perempuan Tangguh Masa Pandemi COVID-19) oleh Forum Pemberdayaan Perempuan Indonesia, 2021 • Honor List International Board on Book for Young People (IBBY) untuk buku Melati atas rekomendasi KPBA, 2018 • Best Book untuk novel Nawung, Putri Malu dari Jawa , Bibliotique Made Melani, 2013
PEREMPUAN TANGGUH dan INSPIRATIF
91
Tak lelah menyuarakan berbagai praktik ketidakadilan yang dialami perempuan dan anak, serta kelompok rentan. PENULIS: SONYA HELLEN SINOMBOR
K
endati hampir seabad berlangsung, Kongres Perempuan Indonesia I tahun 1928 yang diperingati sebagai Hari Ibu –hingga kini orang masih saja salah kaprah, menganggap sebagai hari peringatan Mother’s Day–. Hal itu mendorong Sulistyowati Irianto, Guru Besar Antropologi Hukum Fakultas Hukum UI, tiga tahun yang lalu pada 22 Desember 2020, Sulistyowati menulis artikel di Harian Kompas berjudul “Kesalahpahaman Hari Ibu”
SULISTYOWATI IRIANTO Keluar dari Menara Gading, Bersuara untuk Keadilan Foto: Dokumentasi Pribadi
Sulistyowati mempertanyakan, “Apakah narasi sejarah kita kehilangan sejarah gerakan perempuan, sehingga kita tak mempelajarinya di sekolah, dan teralienasi darinya? Kongres Perempuan I pada 22 Desember 1928 di Yogyakarta itulah yang kita peringati. Bukan peringatan Mother’s Day di kalangan masyarakat Barat yang memuliakan peran domestik ibu mereka”. Profesor yang akrab disapa Mbak Sulis itu mengingatkan bahwa bangsa Indonesia terbukti mampu melalui segala cobaan berat berkat gerakan masyarakat sipil, termasuk perempuan. Namun, perempuan juga melawan negara ketika rakyat tak terlindungi. Selain rajin menulis di media massa, Sulis dikenal sebagai sosok guru besar yang kritis dan berani, serta tak lelah menyuarakan berbagai praktik ketidakadilan yang dialami perempuan dan anak, serta kelompok rentan. Gelar profesor tidak membuat Sulis jumawa.
Dia justru keluar dari zona ‘keagungan” dan aktif dalam gerakan perempuan dan pembela HAM, membagi ilmunya, menguatkan dengan analisis akademik dalam dokumen atau naskah untuk kepentingan advokasi. Misalnya dalam kasus Mary Jane, perempuan buruh migran dari Filipina yang dihukum mati karena tuduhan sebagai pengedar narkoba, Sulis terlibat advokasi bersama Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat. Mary terbukti korban perdagangan orang hingga akhirnya eksekusi matinya dibatalkan. Sejak tahun 1998, profesor dalam bidang “Antropologi Hukum” dan “Hukum dan Gender” ini, tak ragu ikut turun ke jalan bersama dengan gerakan masyarakat sipil dan perempuan dalam banyak kasus, meneriakkan protes masyarakat terhadap berbagai peristiwa. Bagi Sulis, mahasiswa harus dipersiapkan sebagai manusia yang berkarakter, dan diajarkan tentang nilai kebaikan dan kepatutan, serta etika moral. “Saya bekerja dalam keseharian seperti itu melalui bidang keilmuan yang saya tekuni, yaitu pertama antropologi hukum dan kedua studi gender dan hukum,” paparnya. Antropologi hukum mempelajari bagaimana hukum bekerja dalam masyarakat dan masyarakat merespons hukum, atau bahkan menciptakan
hukumnya sendiri ketika hukum negara dirasa tidak adil. Sementara studi gender dan hukum mempelajari berbagai persoalan yang dihadapi perempuan yang bersumber pada hukum atau kebijakan yang diskriminatif dan tidak adil terhadap perempuan. “Melalui kedua ilmu yang saya tekuni itu, saya melakukan riset dan menulis publikasi agar masyarakat luas mendapatkan penjelasan akademik tentang persoalan yang dihadapi,” ujar Sulis yang Pidato Pengukuhan Guru Besarnya berjudul: “Meretas Jalan Keadilan bagi Kaum Terpinggirkan dan Perempuan” itu. Keluar dari menara gading membuat Sulis sering teralienasi dari teman-teman akademisinya. “Saya jalan terus saja, karena menyatakan sikap sangat penting, dan berdiam diri adalah bentuk tidak tanggungjawab dari seorang akademisi terhadap masyarakatnya,” tegas Sulis.■ Prof. Dr Sulistyowati Irianto Lahir : Jakarta, 1 Desember 1960 Aktivitas : Pengajar Antropologi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia Pendidikan: • S-3 Antropologi Hukum, Universitas Indonesia • S-2 Antropologi Hukum, Universitas Leiden • S-1 Administrasi Negara, Fisipol UGM Penghargaan: • Award “Cendekiawan Berdedikasi” dari Kompas, 2014 • Soetandyo Wignjosoebroto Award dari Universitas Airlangga, 2015.
PEREMPUAN TANGGUH dan INSPIRATIF
HERAWATI SUPOLO-SUDOYO
93
Sains bukan permainan anak laki-laki, juga bukan permainan anak perempuan. Sains adalah permainan semua orang
Perempuan Ahli Genetika Manusia
PENULIS: SONYA HELLEN SINOMBOR
T
ahun 2004, pascabom bunuh diri di depan Kedutaan Besar Australia di Jakarta, hanya dalam 13 hari polisi mengungkap pelakunya, berkat peran dukungan Lembaga Biologi Molekuler Eijkman. Namun tidak banyak yang tahu, di balik pengungkapan kasus yang menggunakan dasar-dasar DNA forensik, ada perempuan ahli genetika manusia, Herawati Supolo Sudoyo dan timnya.
Foto: Dokumentasi Pribadi
Ketika itu, Herawati masih menjabat Deputi Riset Fundamental Eijkman Institute, sekaligus sebagai kepala Laboratorium DNA Forensik dan Peneliti Utama di Laboratorium Keanekaragaman Genom dan Penyakit –yang mengkhususkan diri pada DNA mitokondria sebagai penanda genetik yang kuat untuk studi populasi. Bagaimana Herawati menjadi ahli genetika manusia? Herawati yang akrab disapa Hera mengaku mulai tertarik dengan sains dan memantapkan diri mengembangkan karier di bidang penelitian setelah lulus dari Fakultas Kedokteran UI. Ketertarikan itu datangnya tidak sekejap, tetapi menguat seiring dengan perjalanan waktu. Termasuk, ketika dia memutuskan bekerja di laboratorium karena memberinya waktu lebih banyak dengan anaknya. “Saya kira secara alamiah, saya menerapkan fungsi saya sebagai perempuan karier, juga seorang ibu, suatu peran ganda yang
saya ambil dan membuat bahagia,” ujar penerima Habibie Award (2008) dan Australian Alumni Award of Scientific and Research Inovation (2008) itu. Kedekatan Herawati dengan genetika manusia, berawal saat dia studi doktoral di Universitas Monash, Australia. Ia bergabung dalam proyek penelitian baru tentang mitokondria manusia yang dipimpin oleh Profesor Sangkot Marzuki, ilmuwan Indonesia yang mengajar di Bagian Biokimia dan Biologi Molekul Universitas Monash. Pada tahun 1992, Sangkot Marzuki dipanggil pulang ke Indonesia oleh Menteri Negara Riset dan Teknologi BJ Habibie untuk menghidupkan kembali Lembaga Eijkman yang mati suri. Herawati yang baru selesai studi diajak bergabung untuk merintis kajian biologi molekuler di Indonesia. Ia kemudian membentuk kelompok ilmiah dan laboratorium sendiri –cikal bakal terbentuknya Pusat Genom Indonesia pada 2018. Genom merupakan keseluruhan informasi genetik yang dimiliki oleh tiap sel atau organisme, dalam hal ini populasi di Indonesia. Bertepatan Peringatan 95 Tahun Kongres Perempuan Indonesia, Herawati berharap menarik lebih banyak perempuan dan mempertahankan dalam dalam bidang sains, teknologi, rekayasa,
dan matematika (STEM). “Yang membanggakan, partisipasi perempuan Indonesia dalam sains sudah cukup banyak sekarang dalam berbagai bidang,” ujar Herawati yang sejak tahun 2005, menjadi juri dari L’oreal UNESCO for Women in Science yang memberikan penghargaan pada ilmuwan muda yang berkontribusi pada dunia sains perempuan. Bagi Hera sains bukan permainan anak laki-laki, juga bukan permainan anak perempuan. Sains adalah permainan semua orang “Sains akan menempatkan kita di mana sekarang dan ke mana kita akan bertolak”. ■
Prof. dr. Herawati Supolo-Sudoyo, M.S., Ph.D Lahir : Pare, 2 November 1951 Pendidikan: • S-1 Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,1977 • S-2 Fakultas Pascasarjana di Universitas Indonesia,1985 • S-3 Universitas Monash,1991 Aktivitas : • Principal Investigator, Mochtar Riady Institute for Nanotechnology, starts on January 4, 2022 • Honorary Associate Professor, The University of Sydney, Sydney Medical School, Australia. 22 March 2011 – now. • Deputy Director, Eijkman Institute for Molecular Biology for Fundamental Research 1992– 2021 • Teaching staff of School of Medicine University of Indonesia, Jakarta until now
PEREMPUAN TANGGUH dan INSPIRATIF
95
Kebutuhan akan riset dan inovasi di bidang kesehatan sangat tinggi, khususnya untuk membangun ketahanan bidang kesehatan pascapandemi. PENULIS: HANNI SOFIA
P
rof. Dr. drh. Ni Luh Putu Indi Dharmayanti M.Si. adalah profesor dan pakar virologi dan biologi molekuler virus. Fokus utama penelitiannya adalah emerging dan re-emerging diseases, zoonotic diseases, virology, molecular biology, vaccinology, immunology terutama penyakit Avian Influenza yang telah digeluti sejak 2004. Indi, panggilannya, adalah salah satu dari sedikit periset perempuan yang meneliti virus influenza dari segi molekuler maupun biologis. Risetnya memungkinkan prediksi terhadap tingkat keganasan dan mutasi virus, termasuk virus influenza reasoortant dan langkahlangkah untuk memprediksi kemungkinan virus berpotensi menjadi penyebab pandemi.
Pengabdian Peneliti Perempuan pada Dunia Riset Virologi
Foto: Dokumentasi Pribadi
NI LUH PUTU INDI DHARMAYANTI
Dalam mengendalikan penyakit influenza zoonosis, Indi telah berhasil mengembangkan beberapa inovasi vaksin influenza pada unggas. Inovasi yang dihasilkannya telah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat dan peternak. Penelitian lain yang ditekuni mencakup virus Nipah, Virus West Nile, Virus Ebola, Virus Swine Flu H1N1, Newcastle Disease Virus (NDV), Infectious Bronchitis Virus (IBV), Virus Corona, Virus SARS-Cov 2, dan penyakit eksotik lainnya. Karena kepakarannya, Indi menjadi narasumber baik tingkat nasional maupun internasional di bidang penyakit virus zoonosis.
Sejak kecil hingga tamat SMA di Banyuwangi, Jawa Timur, Indi berasal dari keluarga yang sederhana. Ibunya seorang guru, ayahnya seorang pegawai BUMN. Indi kecil selalu jatuh cinta terhadap buku. Ibunya merupakan sosok guru yang juga gemar membaca, sehingga kebiasaan itu menjadi teladan baik bagi Indi kecil yang suka meminjam dan membaca buku-buku di perpustakaan sekolah. Lingkungan yang membentuknya untuk dekat dengan ilmu menjadi bekal yang baik saat dirinya menjadi seorang peneliti. Tanda-tanda menjadi peneliti sebenarnya sudah tampak sejak dirinya masih duduk di bangku SMA. Akan tetapi, Indi belum menyadari apa yang banyak dilakukannya di sekolah saat itu, ternyata berkaitan dengan apa yang menjadi takdirnya saat ini. Perjalanan sebagai peneliti virus makin terasah ketika terjadi wabah flu burung pada 2003. Dengan kemampuan dan pengalamannya di bidang virologi molekuler memantapkan Indi sebagai salah satu peneliti flu burung dan menjadikannya perwakilan yang diundang secara khusus untuk berbicara pada forum APEC di Amerika Serikat. Sepanjang karier sebagai peneliti virus, Indi telah menghasilkan 149 karya tulis ilmiah dalam bentuk buku, jurnal, prosiding, dan makalah. Ia memiliki
H-Index 20 dalam Google scholar, menghasilkan 2 patent granted, 1 Rahasia Dagang, 7 paten terdaftar lainnya, serta 1 Hak Cipta. Indi aktif sebagai trainer, pembicara Avian Influenza di berbagai forum internasional, dan aktif sebagai dosen pembimbing dan penguji. Sebagai Kepala Organisasi Riset Kesehatan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Indi berharap para periset perempuan berkontribusi menghasilkan riset yang memberikan solusi, sehingga dapat diimplementasikan dan bermanfaat bagi masyarakat. “Kebutuhan akan riset dan inovasi di bidang kesehatan sangat tinggi, khususnya untuk membangun ketahanan bidang kesehatan pascapandemi, mengingat berbagai kebijakan akan tepat diputuskan jika berlandaskan pada suatu penelitian,” katanya. ■
Prof. Dr. Drh. Ni Luh Putu Indi Dharmayanti, M.Si. Lahir : Banyuwangi, 10 Mei 1972 Pendidikan • S-3 Biomedis, Universitas Indonesia • S-2 Bioteknologi, Universitas Gadjah Mada • S-1 Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga) Penghargaan: • Anugerah Hak Kekayaan Intelektual Produktif Tahun 2020 untuk Vaksin Bivalen Avian Influenza (AI) • Penghargaan Menteri Pertanian sebagai Peneliti Berprestasi Pertanian tahun 2020, 2015, 2006.
PEREMPUAN TANGGUH dan INSPIRATIF
97
Banyak orang bilang pendaratan di bulan itu tidak ada gunanya, bahwa itu misi yang begitu mahal dan sia-sia. Tetapi pengetahuan yang menyertai manusia hingga bisa sampai ke angkasa itu tak bisa hilang.
PENULIS: HANNI SOFIA
P
ratiwi Sudarmono menorehkan sejarah sebagai astronot perempuan pertama di Asia. Namanya masuk dalam buku Notable Muslims yang ditulis oleh Natana Delong-Bas dan disebutkan bahwa Pratiwi adalah muslimah pertama yang mengangkasa.
PRATIWI SUDARMONO
Kisah Astronot Perempuan Pertama di Asia
Foto: Dokumentasi Pribadi
Pratiwi lahir di Bandung namun ia adalah keturunan bangsawan Jawa dari Kesultanan Surakarta Hadiningrat. Sulung dari enam bersaudara itu hidup dalam stigma budaya Jawa yang terkenal penuh aturan terutama bagi perempuan, namun ia selalu membuktikan diri mampu mewujudkan impiannya yang mungkin mustahil bagi sebagian orang, termasuk menjadi astronot. Sebelum menjadi calon astronot yang bergabung di NASA, ia adalah seorang dokter mikrobiologi. Pratiwi memulai kariernya di bidang kesehatan masyarakat pada 1984. Ia didanai WHO untuk meneliti Biology Salmonella Typhi sehingga dihasilkan alat diagnosis dan vaksin yang lebih cepat dan murah. Ia mengembangkan sistem dan manajemen kesehatan bagi masyarakat yang tinggal di pedesaan untuk melawan penyakitpenyakit tropis melalui manajemen penyakit yang baik, termasuk metode pencegahan, diagnosis dini, dan terapi efektif. Hasil dari penelitiannya digunakan dalam kampanye Gerakan Ramah Ibu Indonesia
untuk mengurangi angka kematian bayi dan ibu melalui manajemen infeksi dan dilaksanakan di seluruh desa di Indonesia sebagai kebijakan nasional. Pada 1985 Pratiwi terpilih sebagai wakil Indonesia untuk menjalankan misi NASA (National Aeronautics and Space Administration) di Wahana Antariksa atau Space Shuttle. Misi itu rencananya akan dilaksanakan pada 24 Juni 1986 dengan menggunakan pesawat ulangaling Columbia. Dalam misi ini, Pratiwi bertugas sebagai Spesialis Muatan untuk pesawat tersebut. Pratiwi terpilih dari 207 kandidat dengan 25 di antaranya adalah perempuan. Namun misi itu dibatalkan karena pada 28 Januari 1986, pesawat ulang-alik Chalenger milik Amerika Serikat (AS), STS-51-L yang hendak menjalankan misi lain meledak di udara dalam 73 detik setelah diluncurkan pada ketinggian 15–16 km dan mengakibatkan 7 kru meninggal dunia. Insiden tersebut membuat NASA membatalkan beberapa penerbangan ke luar angkasa selanjutnya, termasuk agenda penerbangan Columbia yang seharusnya membawa Pratiwi pada 24 Juni 1986. Satelit B-3 akhirnya diluncurkan dengan Roket Delta tanpa menyertakan astronot Indonesia. Impian Pratiwi dan bangsa
Indonesia yang ingin menyaksikan salah satu putri terbaiknya terbang ke luar angkasa pun pupus. Walaupun demikian, Pratiwi tetap dikirim ke AS untuk menempuh pelatihan spesialis muatan pada Februari–Mei 1986 dan sempat melakukan pemotretan dengan atribut astronot. Setelah itu, ia kembali menekuni aktivitas di kampus UI. Pada 1994 hingga 2000, ia menjabat sebagai Ketua Departemen Mikrobiologi Fakultas Medis Universitas Indonesia. Kemudian pada 2002, ia mengikuti program Sarjana Fulbright New Century di AS. Pratiwi diangkat sebagai Profesor Kehormatan dalam bidang Mikrobiologi Fakultas Kedokteran UI pada Februari 2008, dan terus mengabdikan dirinya untuk pendidikan, kesehatan, dan keilmuan.*■ Prof. Dr. Pratiwi Pujilestari Sudarmono Ph.D., Sp.M.K.(K) Lahir : Bandung, 31 Juli 1953 Pendidikan: • S-3 Biologi Molekuler, Universitas Osaka, Jepang,1984 • S-2 Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, 1977 • S-1 Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Penghargaan: • GE Indonesia Recognition for Inspiring in STEM Award, 2019 • Peneliti terbaik UI serta ilmuwan Mikrobiologi Teladan, 1986
PEREMPUAN TANGGUH dan INSPIRATIF
PREMANA WARDAYANTI PREMADI
99
… dengan berwelas-asih dan berdaya nalar tinggi, perempuan akan menjadi guru pertama, guru alami, yang mumpuni untuk membekali anak bangsa. PENULIS: MAYANG SARI
P
rof. Premana Wardayanti Premadi, Ph.D. merupakan astronom perempuan pertama di Asia yang memperoleh gelar kehormatan Honorary Fellowship dari Royal Astronomical Society (RAS) Januari 2023 lalu. Pengakuan atas kontribusi luar biasa di bidang sains ini pernah pula diterima oleh Albert Einstein dan Stephen Hawking.
Mendidik Welas Asih dan Nalar Tinggi
Ahli astrofisika Indonesia yang namanya diabadikan menjadi nama asteroid, 12937 Premadi ini, banyak berperan dalam pengembangan astronomi di Indonesia dan dunia melalui berbagai penelitian kosmologi dan penelitian dan inovasi dalam pendidikan.
Foto: Dhodi Syailendra
Nana, demikian sapaannya, mengembangkan kurikulum astronomi di ITB, memimpin Himpunan Astronomi Indonesia, mendirikan UNAWE Indonesia, mendirikan BSCR; suatu wadah komunikasi yang membangun dialog antara agama dan sains untuk menata ulang kepercayaan bangsa Indonesia pada nilai-nilai luhur bangsanya sejalan dengan kemajuan iptek. Pendidikan bagi Prof. Nana merupakan fundamen penting dalam membentuk nalar saintifik untuk menjadi bangsa yang cerdas dan paham akan tempat dan amanahnya di alam semesta.
Untuk itu, Kepala Observatorium Bosscha ini, mendirikan UNAWE Indonesia yang bertujuan untuk memperkenalkan pengetahuan dasar astronomi kepada anak usia 4‒10 tahun yang masih bebas dari bias kognitif. Melalui wadah terintegrasi ini, anak-anak dapat mengenal indahnya semesta dan bagaimana alam bekerja. “Di sini, kami mengajak anakanak untuk mengobservasi, menikmati, dan menyadarkan bahwa ada hubungan antara mereka dan benda-benda langit yang mereka lihat,” tuturnya. Nalar saintifik membantu kita berefleksi. “Kita jadi lebih mengenal diri dengan bercermin pada tetangga kita. Saya menyadari ini dari perspektif astronomi, yaitu bahwa kita memahami bumi kita dengan lebih baik setelah mengenali planet-planet lain. Pemahaman yang membuahkan respek dan saling melindungi,” tegasnya. Karya terbaru Inspiring Women in STEM ini, di bidang astronomi adalah menjadikan astronomi sebagai pintu masuk untuk dunia Science Technology Engineering Arts Mathematics (STEAM), dengan fokus pada energi bersih dan sumber energi terbarukan, serta sistem pengelolaan air di wilayah terpencil di Timor.
Terkait Hari Ibu, khususnya peran perempuan, ilmuwan kaliber dunia ini mengatakan “… perempuan perlu mengambil kesempatan untuk mengembangkan diri dan berkontribusi secara profesional. Selain haknya, itu juga kewajibannya sebagai separuh dari sumber daya manusia dunia. Yang lebih fundamental, dengan berwelas-asih dan berdaya nalar tinggi ia akan menjadi guru pertama, guru alami, yang mumpuni untuk membekali anak bangsa.”■ Prof. Premana Wardayanti Premadi, Ph.D. Lahir : Surabaya, 13 Juli 1964 Pendidikan: • S-3, Fisika, University of Texas at Austin, AS, 1996 • S-1, Astronomi, Institut Teknologi Bandung, Indonesia, 1988 Aktivitas antara lain: • Guru Besar FMIPA ITB Bandung • Kepala Observatorium Bosscha, 2018–2023 • Ketua Indonesian Astronomical Society (HAI), 2001–2010 • Pendiri dan Ketua Bandung Society for Cosmology and Religion (BSCR), Universe Awareness (UNAWE) Indonesia, Indonesian ALS Foundation Penghargaan: • Royal Astronomical Society, UK: Honorary Fellow, 2023 • Inspiring Women in STEM, 2019 dan 2021 • Asteroid Premadi 12937 3024 P-L: Newly Named Asteroids, IAU Minor Planets Circular, 2017 • One of the Persons of the Year, Majalah Tempo, 2004 Karya Tulis di antaranya: • Premadi, P., 2020, “Astronomy as Entrance to STEAM Capacity Building”, Cambridge University Press. • Premadi, P. W., Nugroho, D. H., Jaelani, A. T., 2021, “Properties of the Environment of Galaxies in Clusters of Galaxies CL 0024+1654 and RX J0152.7”, Journal of Mathematics and Fundamental Sciences.
PEREMPUAN TANGGUH dan INSPIRATIF
PUSPITA LISDIYANTI Menggali Sumber
Ekonomi dari Dunia Mikrobiologi
Saya ingin terus memperbanyak koleksi mikroba mengingat betapa kayanya keragaman jenis makhluk hidup di alam Nusantara yang bisa dimanfaatkan untuk menemukan obat, enzim, ataupun senyawa baru. PENULIS: HANNI SOFIA
P
uspita Lisdiyanti adalah pakar mikrobiologi perempuan yang populer sebagai ahli taksonomi bakteri, aktinobakteri, dan arkea pada Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Saat pandemi Covid-19, perempuan yang akrab disapa Lilis itu menjabat sebagai Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 di LIPI (sebelum menjadi BRIN) yang bertanggung jawab mengoordinasikan seluruh sumber daya peneliti untuk percepatan penananganan Covid-19. Lilis mempelajari bioteknologi dan biologi molekuler, khususnya pada mikroba, di Tokyo University of Agriculture and Technology, Jepang pada 1988-1992 dengan beasiswa S-1 dari Pemerintah Indonesia, yaitu Overseas Fellowship Program (OFP) Angkatan Ketiga. Sejak saat itu, Lilis menekuni biologi molekuler termasuk perekayasaan genetik. Setelah pulang ke Indonesia pada 1992 dan mengabdi di LIPI, Lilis mendapati ternyata belum banyak ditemukan jenis mikroba dari alam Indonesia yang dikenal kaya keanekaragaman alam. Lilis pun bekerja keras membawa kebaruan dalam keragaman bakteri asam asetat. ”Sebelumnya, hanya diketahui dua jenis bakteri asam asetat, tetapi saya
Foto: Dokumentasi Pribadi
101
menemukan 2 marga baru dan 9 jenis baru bakteri ini. Bakteri ini ternyata bisa juga ditemukan di perut nyamuk dan bunga, sebelumnya diyakini hanya ada pada asam cuka,” tuturnya. Lilis berhasil menerima Young Scientist Award dari Japanese Society of Culture Collection pada 2004. Saat itu, ia merupakan peneliti luar Jepang pertama dan peneliti perempuan kedua penerima penghargaan ini. Di kalangan akademisi Jepang, kepakaran Lilis diakui dengan sebutan sensei (guru), mengingat peraih gelar doktor tergolong jarang di negara itu. Setelah kembali ke Indonesia pada 2004 bersama tim dan kolaborator, berturutturut ia menemukan 1 marga baru aktinobakteri, 16 jenis baru aktinobakteri, 1 marga baru arkea, dan 2 jenis baru arkea dari alam Indonesia. Penemuan marga dan jenis baru ini berkontribusi besar pada perkembangan ilmu dan pengetahuan global. Lilis dan timnya menghasilkan 5 paten tersertifikasi dan 8 paten terdaftar. Paten proses mikroba yang dapat menghasilkan enzim-enzim penghasil pangan fungsional seperti inulin transferase, mananase, xilanase telah diperoleh. Fermentasi kakao menggunakan 3 jenis mikroba unggul hasil temuannya juga telah
dimanfaatkan masyarakat. Bahkan inovasinya untuk memanfaatkan bakteri pada ilmu geologi menjadi inisiatif bagi terbukanya bidang baru, yaitu geomikrobiologi dengan ditemukannya bakteri dari tanah Papua dan Satonda penghasil urease tinggi untuk biogrouting. Ibu tiga anak itu juga berperan aktif dalam merancang pembangunan infrastruktur riset berkelas dunia di Indonesia. Gedung Biobank InaCC, Gedung Biosafety Level 3 BRIN, dan Gedung Genomik di Kawasan Sains dan Teknologi Soekarno di Cibinong merupakan hasil pemikirannya bersama tim. Istri Haryo Pramono itu menulis ratusan karya tulis ilmiah (KTI) dan naskah akademik Peraturan Presiden RI. Penerima Habibie Prize Bidang Bioteknologi 2020 itu mengetuai riset kolaborasi internasional untuk 2024 ̵ 2028 di bidang biosirkular ekonomi yang memanfaatkan mikroba untuk mengonversi limbah pertanian menjadi biofuel dan biopolimer sehingga dapat mereduksi gas rumah kaca. ■ Dr. Puspita Lisdiyanti, M. Agr. Chem. Lahir
: Yogyakarta, 14 Agustus 1967
Penghargaan: • Peneliti Unggul LIPI (2005), • 100 Perempuan Peneliti Berprestasi di Indonesia dari KPPPA dan Komnas Indonesia untuk UNESCO (2010)
PEREMPUAN TANGGUH dan INSPIRATIF
103
Ini saya lakukan agar perempuan tidak menjadi korban kekerasan, poligami, kekerasan ekonomi, dan kekerasan verbal.
RAUDLATUN Penggerak Ibu-ibu dan
Remaja Madura
PENULIS: BUDOYO PRACOYO
R
audlatul bersemangat menjadi penggerak pendidikan bagi remaja dan keterampilan untuk kaum ibu di desanya, Matanair, Rubaru, Sumenep, Pulau Madura, Jawa Timur. Setelah melihat anak-anak perempuan dikawinkan di usia sekolah. Padahal mereka itu masih sangat perlu untuk melanjutkan pendidikan. Sementara kaum ibu hanya bercengkrama sehingga tidak produktif, di tengah budaya patriarki. Berbekal ijazah Sarjana Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2006, ia sempat menjadi aktivis mahasiswa dan pelatihan yang diadakan Rahima, sebuah lembaga swadaya yang bergerak dengan isu utama penegakan hak-hak perempuan dengan perspektif Islam. “Ini saya lakukan agar perempuan tidak menjadi korban kekerasan, poligami, kekerasan ekonomi, dan kekerasan verbal. Ini juga yang membuat saya bangkit dan sangat bergairah untuk mendampingi ibu-ibu,” kata Raudlatul, biasa dipanggil Odax. Dia kemudian membentuk dua komunitas, yakni Lingkar Baca Swara Rahima dan Perempuan Kobher. Lingkar Baca Swara Rahima berfokus pada penguatan pengetahuan anak remaja; sedangkan Perempuan Kobher pada penguatan perempuan usia produktif.
Foto: Dokumentasi Pribadi
Kegiatan Lingkar Baca Swara Rahima membedah isi majalah Swara Rahima. Beberapa tema yang dikaji, misalnya
kepemimpinan perempuan atau pentingnya pendidikan bagi perempuan. Kajian dilakukan secara berkelompok dengan narasumber secara bergantian dan murid-murid menjadi peserta aktif. Adapun komunitas Perempuan Kobher yang dibentuk pada 2017, dilatarbelakangi oleh kosongnya kegiatan produktif perempuan muda di desa. Kobher dalam Bahasa Madura memiliki makna ‘sempat dan semangat’ atau singkatan dari Kelompok Ibu-ibu Cerdas. Nama Kobher juga terinspirasi dari kata-kata man jadda wajada yang berarti barang siapa yang bersungguh-sungguh maka ia akan mendapatkannya. “Makna inilah yang menjadi spirit bagi Perempuan Kobher dalam menjalankan kegiatannya di tengah keterbatasan yang ada,” cerita Odax, yang pernah menjadi guru Bahasa Arab sebuah SMA di Aceh Selatan pada 2011 hingga 2012. Kini, anggota Perempuan Kobher berjumlah 45 orang dengan rentang usia 20 hingga 45 tahun. Latar belakangnya petani, guru, penjual nasi, penjual kripik tempe, penjual pentol tahu, maupun ibu rumah tangga. “Beberapa kegiatan yang dilakukan, yakni pertemuan rutin membaca shalawat nariyah dan diskusi tematik, misalnya tentang pengelolaan keuangan keluarga, membangun keluarga sakinah, pencegahan kawin anak,” katanya.
Di Sumenep, Odax dikenal sebagai perempuan penggerak. Selain aktif mengajar dan memimpin yayasan pendidikan, menjadi dosen, dia aktif di Divisi Perempuan Lembaga Kajian Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) Nahdlatul Ulama (NU), pengurus Persatuan Guru NU, pengurus Ikatan Sarjana NU, dan pernah menjadi pendamping Program Pemberdayaan Keluarga Petani Tembakau dalam Upaya Peningkatan Kesejahteraan di 9 Kabupaten di Provinsi Jawa Timur, Lombok Timur dan Lampung Timur, 2013 ̵ 2015. ■
Raudlatun, M.Pd.I. Lahir: Sumenep, 10 Februari 1986 Pendidikan : • S-2 PAI-Fiqih IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2011 • S-1 Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2006 Aktivitas : • Guru Fikih dan Bahasa Arab MTs An-Najah Matanair Rubaru, 20006 • Divisi Perempuan Lembaga Kajian Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) NU Sumenep, 2008-2010 • Kepala M.A. An-Najah Matanair Rubaru, 2011 - 2012 • Kepala M.Ts. An-Najah Matanair Rubaru, 2012 - 2014 • Pendiri Perempuan Kobher Sumenep, 2017 - sekarang • Dosen Tetap STKIP PGRI Sumenep Jawa Timur, 2013-sekarang • Ketua Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual STKIP PGRI Sumenep, 2022 - 2024 • Ketua Lembaga Kemaslahatan Keluarga Nahdlatul Ulama (LKKNU) Sumenep, 2020-sekarang
PEREMPUAN TANGGUH dan INSPIRATIF
105
Ternyata aktif dalam studi Kajian Wanita, menguatkan minat dan perhatian saya terhadap isu dan kesetaraan gender.
PENULIS: MAYANG SARI DAN WILLY HANGGUMAN
SAPARINAH SADLI
Ibunya Para Aktivis Perempuan
Foto: Muller Mulyadi
R
umah dengan halaman asri dihiasi anggrek bulan dan kuping gajah di kawasan Jakarta Selatan itu hampir tak pernah sepi dari diskusi. Pagi itu ketika ditemui untuk wawancara, Saparinah Sadli, lansia tangguh yang merintis Komnas Perempuan 25 tahun lalu, sedang berkumpul di meja panjang ruang tengah bersama beberapa tokoh aktivis perempuan.
Pascasarjana bahkan S-1, ketika itu belum ada di lingkungan perguruan tinggi Indonesia.
Prof. Saparinah Sadli bisa dikatakan ibunya para aktivis perempuan. Perhatian pada pemberdayaan perempuan sebenarnya telah dimulainya dari kampus UI dengan pendekatan learning by doing. Salah satu langkahnya adalah menawarkan mata kuliah Psikologi Wanita untuk mahasiswa Fakultas Psikologi UI. Lalu ikut menyosialisasikan UU Nomor 7 Tahun 1984 tentang “Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita” (Convention On The Elimination of All Forms of Discrimination Against Women/CEDAW) kepada mahasiswa fakultas hukum di sejumlah daerah.
Kiprahnya dalam perjuangan gerakan perempuan makin mewujud ketika Ibu Sap menjadi anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (1996 ̵ 2000). Perempuan tangguh ini ikut dalam Koalisi Masyarakat Anti-Kekerasan terhadap Perempuan pada 16 Juni 1998 dan menginisiasi kampanye dengan tuntutan investigasi atas kerusuhan Mei 1998 serta kasus penyerangan seksual.
Rektor UI Prof. Sujudi (almarhum) pun akhirnya menunjuk Ibu Sap sebagai Ketua Program Studi Kajian Wanita Pascasarjana UI (1990). Studi di tingkat
“Ternyata aktif dalam studi Kajian Wanita, saya belajar berbagai masalah sekitar menjadi perempuan dan sekaligus menguatkan minat dan perhatian saya terhadap isu dan kesetaraan gender,” paparnya.
Koalisi itu bertemu Presiden Habibie dan sebagai tindak lanjutnya Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) dibentuk untuk menyelidiki kerusuhan Mei. TGPF menemukan 92 kasus kekerasan seksual di Jakarta, Medan, dan Surabaya. Berangkat dari penemuan itu, Saparinah mengusulkan pembentukan Komisi Nasional fokus pada isu perempuan. Merespons usul itu, Habibie membentuk Komnas Perempuan pada 9 Oktober 1998
dan menunjuk Saparinah sebagai ketua pertamanya (1998 ̵ 2004). Sosok inspiratif ini, merekam pengalaman hidup sejumlah perempuan sebayanya sebagai bentuk penghayatan subjektif tentang diri dalam memaknai hidup agar tetap sehat, mandiri, dan produktif di usia lanjut. ■ Prof. (Emeritus) Dr. Saparinah Sadli Lahir : Tegalsari, Jawa Tengah, 24 Agustus 1927 Pendidikan : S-3 Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (1985) Aktivitas : • Guru Besar Fakultas Psikologi Universitas Indonesia • Dekan Fakultas Psikologi 1976-1981 • Pendiri dan Ketua Program Studi Kajian Wanita, Pascasarjana UI, • Pendiri dan Ketua Komnas Perempuan, 1998 Karyanya antara lain: • Berbeda tetapi Setara: Pemikiran Tentang Kajian Perempuan, Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2010 • “Feminism in Indonesia in an International Context”, book chapter, 2002. • Menjadi Perempuan Sehat dan Produktif di Usia Lanjut, Jakarta: Publikasi Unusia, 2021. • Kartini Pribadi Mandiri, Subadio, Haryati dan Saparinah Sadli, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1990. Penghargaan: • “Cendekiawan Berdedikasi Harian Kompas”, 2009 • “The Asia Special Lifetime Achievement Award”, 2008 • “Anugerah Hamengkubuwono IX” dari Universitas Gadjah Mada, 2004 • Nabil Award, 2011 • Roosseno Award, 2017
PEREMPUAN TANGGUH dan INSPIRATIF
TRI MUMPUNI Melistriki Pelosok
Negeri, Menumbuhkan Potensi Ekonomi
Dengan adanya listrik diharapkan ekonomi masyarakat dapat terbangun, sekaligus membantu pemerintah melistriki desa-desa terpencil PENULIS: HANNI SOFIA
PENULIS: HANNI SOFIA
T
ri Mumpuni yang dijuluki sebagai wanita listrik ini, populer berkat kiprahnya dalam membangun Pembangkit Listrik Tenaga Mikro-Hidro (PLTMH) di sekitar 65 desa terpencil yang awalnya gelap gulita melalui Institut Bisnis dan Ekonomi Kerakyatan (Ibeka). Puni, panggilannya, bersama sang suami membangun PLTMH di wilayah yang belum terjangkau atau sulit dijangkau oleh PLN dengan memanfaatkan energi air di wilayah setempat untuk menggerakkan turbin. Langkahnya itu mengantarkan Puni masuk ke dalam daftar The World’s 500 Most Influential Muslim 2021 yang dikeluarkan oleh The Royal Islamic Strategic Studies Centre. Berkali-kali ia mendapatkan penghargaan karena upayanya membangun PLTMH. Ia mendapatkan Nobel atau Ashden Awards 2012 dari LSM Inggris yang terlibat dalam energi ramah lingkungan setelah setahun sebelumnya memboyong penghargaan Ramon Magsaysay. Dalam pertemuan wirausaha dari negaranegara Muslim yang bertajuk Presidential Summit on Entrepreneurship pada 27 April 2010, Presiden Amerika Serikat (AS) Barack Obama secara khusus menyebut nama Tri Mumpuni. Obama sangat menyukai konsep wirausaha sosial yang diusung Puni. Menurut Puni, banyak desa di Indonesia memiki sumber daya alam yang melimpah
Foto: Dokumentasi Pribadi
107
khususnya air, namun belum sepenuhnya dikembangkan sebagai sumber energi. “PLTMH merupakan model yang cukup menarik, saya ingin mengembangkannya di seribu desa di Indonesia dengan memanfaatkan sumber daya lokal untuk kemakmuran masyarakat, sekaligus membantu PLN agar tidak terlalu banyak membakar BBM,” katanya. Fokus wirausaha sosial yang diusung Tri Mumpuni bukan sekadar menyediakan penerangan untuk kebutuhan lokal. PLTMH yang dikembangkannya merupakan pembangkit listrik berbasis masyarakat, di mana 50 persen hasilnya dimiliki swasta atau investor, sementara 50 persen lainnya dimiliki masyarakat, yang dikelola lewat koperasi Menurut Direktur IBEKA tersebut, desa sebenarnya punya potensi dan menjadi kunci untuk membangun Indonesia. “Jadi, Indonesia itu bisa hebat dan kuat kalau desa itu betul-betul dibangun dengan cara yang benar. Desa itu punya sumber daya alam, desa itu punya semuanya,” katanya. Langkahnya juga patriotik karena menitikberatkan pada dukungan terhadap pemberdayaan perempuan melalui ketersediaan fasilitas dasar bagi mereka untuk mengembangkan diri. Menurutnya, teknologi harus memudahkan perempuan termasuk dalam memperoleh air bersih dan listrik berbasis energi terbarukan.
Menurut Puni, pemberdayaan masyarakat akan berhasil apabila ada keterlibatan aktif. Sebagai ibu tiga anak, ia memberi contoh konkret di IBEKA, masyarakat terlibat langsung dalam program penyediaan fasilitas umum yang mereka butuhkan. Beberapa program yang sudah dilakukan IBEKA menunjukkan, keterlibatan semua warga, kerja sama, dan gotong royong menjadi kunci sukses suatu program pemberdayaan di wilayah terpencil. Puni mengungkapkan, jika semua terlibat maka semua akan merasa memiliki. Puni sangat meyakini hal itu setelah 30 tahun keluar masuk desa untuk sebuah tujuan membangun ekonomi lokal. Salah satu yang ia wujudkan yakni program Patriot Desa yang dijalankan bersama Pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk mengajak para sarjana teknik terjun ke desa-desa membantu masyarakat menggarap potensi lokal.■ Dr. Tri Mumpuni Iskandar Lahir : Semarang, 6 Agustus 1964 Pendidikan: • Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) • Universidad da Costa Rica (1992) • Chiang Mai University, Thailand (1993) Jabatan: • Anggota Dewan Pengarah Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) • Anggota Komite Inovasi Nasional
PEREMPUAN TANGGUH dan INSPIRATIF
YUSPIANI
109
Penguatan literasi adalah kata kunci untuk perempuan Indonesia bisa maju tanpa melupakan pentingnya agama dan budaya.
Pegiat Literasi dan
Pendidik Kader Ulama
PENULIS: BUDOYO PRACAHYO DAN HERYUS SAPUTRO SAMHUDI
D
r. Hj. Yuspiani, M.Pd. merupakan salah satu perempuan pemikir muslim Sulawesi Selatan yang mempunyai kepedulian pada pendidikan kader ulama putri. Ini dilakukan karena tertantang untuk memberikan pemahaman dan pembinaan terhadap remaja putri yang kesehariannya beradaptasi dengan masyarakat Bugis, Makassar, yang masih patriarki.
Putri Makassar
Foto: Dokumentasi Pribadi
Aktivis Muslimat Nahdlatul Ulama (NU) ini juga intens membahas isu sosial, kemanusiaan, kesetaraan gender, bebas stunting, dan pemberdayaan perempuan. Keterlibatannya di Majelis Ulama Indonesia, Dewan Masjid Indonesia dan Pengurus Masjid Agung; mampu mewarnai organisasi keislaman yang maskulin dengan isu-isu kesetaraan, dialog agama, dan kemanusiaan universal. Kepeduliannya tidak lepas dari lingkungan keluarga yang memegang teguh nilai-nilai agama yang penuh kedamaian. Dia melihat salah satu problem masyarakat adalah maraknya pemahaman keagamaan yang tidak humanis, selalu melihat perbedaan sebagai sebuah ancaman. Pandangan keagamaan seperti ini cenderung membawa kepada sikap radikalisme dan kekerasan ekstrimisme. Kondisi ini bertentangan dengan Pancasila dan prinsip kebhinekaan Indonesia. “Itulah mengapa saya mengabdikan diri untuk memperkuat literasi keagamaan
melalui jalur pendidikan formal dan nonformal secara simultan,” ujarnya. Sebagai perempuan, Yuspiani mengaku tidak mudah untuk bisa sampai pada mensejajarkan diri dengan para kyai, tokoh, dan ulama. “Secara perlahan saya menjelaskan tentang beberapa fungsi masjid selain sebagai tempat salat dan zikir, juga berperan sebagai pusat pendidikan dan syiar Islam, untuk kesejahteraan dan kemaslahatan umat, termasuk mewujudkan pemberdayaan bagi perempuan serta perlindungan untuk anak,” paparnya. Yuspiani menegaskan bahwa penguatan literasi adalah kata kunci untuk perempuan Indonesia bisa maju tanpa melupakan pentingnya agama dan budaya. Setidaknya ada lima jenis literasi yang harus diperhatikan, yakni literasi keagamaan keislaman; literasi budaya agar masyarakat, khususnya perempuan tetap berpijak pada nilai-nilai kearifan lokal; literasi kebangsaan agar perempuan tetap mengerti nilai-nilai kebangsaan Indonesia; literasi ekonomi agar perempuan terbebas dari kemiskinan, dan literasi digital. Literasi digital ini penting. “Perempuan di masa depan harus mampu menguasai teknologi digital untuk mampu bersaing di pasar internasional. Sekaligus untuk mengikis berbagai kejahatan internet seperti KBGO (kekerasan berbasis gender online),” paparnya.
Penguatan literasi itulah yang membawa Yuspiani bergabung dalam komunitas organisasi Internasional seperti Science for Peace di Italia dan Cohesive Societies (CS) di Singapura. Yuspiani juga tercatat sebagai pendiri Forum Perempuan Pemimpin Makassar, sebuah organisasi perempuan yang diinisiasi oleh alumni 10 orang peraih penghargaan kategori Women Leadership Development for Islamic Women Leader, dari Konsulat Jenderal Australia Tahun 2017. Anggota forum ini adalah para perempuan pemimpin semua agama dan hingga saat sekarang eksis menyuarakan misi kemanusiaan, pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, pencegahan stunting, pemberdayaan lansia, dan penguatan kelembagaan pengarusutamaan gender dan anak.■ Dr. Hj. YUSPIANI, M.Pd. Lahir : 17 Juli 1971 Pendidikan : • S-3 Program Pascasarjana UIN Alauddin Makassar, 2012 • S-2 Manajemen Pendidikan. PPs Universitas Negeri Makassar (UNM), 2004 • S-1 Jurusan Tadris Matematika, Fakultas Tarbiyah IAIN Alauddin, 1992 Aktivitas di antaranya: • Wakil Sekretaris Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sulawesi Selatan • Pengajar Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar • Ketua Prodi Dirasah Islamiyah Program Doktor Pascasarjana UIN Alauddin Makassar Kepala Bidang Pendidikan Madrasah Kementerian Agama Sulawesi Selatan.
NAJWA SHIHAB
111
Bukan hanya dari sisi konten, kita dari dulu percaya bahwa harus ada ruang atau wadah bagi mereka untuk bergerak mengaktualisasikan diri.
Menjawab Kebutuhan Anak Muda
PENULIS: BUDOYO PRACAHYO
N
ajwa Shihab merupakan salah satu perempuan jurnalis Indonesia yang berpengaruh saat ini. Keandalannya sebagai jurnalis tampak saat wawancara, selalu lugas dan kritis terhadap narasumber. Inilah sebab programprogramnya selalu ditunggu masyarakat. Najwa dikenal masyarakat sejak menjadi presenter pada acara Mata Najwa. Program bincang-bincang berpengaruh di Indonesia ini, kerap mendapatkan penghargaan dari berbagai pihak. Pengakuan atas reputasi Najwa Shihab juga ditandai dengan berbagai penghargaan dari dalam dan luar negeri. “Mata Najwa” disukai banyak orang. Gaya wawancara Najwa yang lugas dan kritis, membuat diskusi dan perbincangannya dengan narasumber menjadi menarik. Najwa juga terkenal dengan riset yang mendalam saat membawakan acara. Foto: Facebook Najwa Shihab
WARTAWAN, MEDIA, DAN LEMBAGA PERS
PEREMPUAN TANGGUH dan INSPIRATIF
Najwa meniti karier sebagai jurnalis di Metro TV pada tahun 2000 dimulai dari reporter hingga menjadi Wakil Pemimpin Redaksi Metro TV hingga tahun 2017. Setelah itu, Najwa bersama dua rekannya mendirikan perusahaan media digital yang
mengelola sejumlah program dan konten di berbagai platform bernama Narasi atau PT Narasi Citra Sahwahita. Menurutnya, Narasi sejak awal targetnya anak muda. Konten-kontennya dirancang secara spesifik untuk menjawab kebutuhan anak muda. “Bukan hanya dari sisi konten, kita dari dulu percaya bahwa harus ada ruang atau wadah bagi mereka untuk bergerak mengaktualisasikan diri,” cerita Najwa yang akrab disapa Nana ini, beberapa waktu lalu. Nana menegaskan bahwa intinya anak muda jangan terus-terusan berada di zona nyaman kalau tidak mau ketinggalan zaman, terlebih lagi bagi perempuan. Bagi Nana, perempuan mempunyai peran besar dalam berbagai sektor dan tak seharusnya dipaksa memilih antara menjadi ibu rumah tangga atau perempuan karier. Sebab, semua perempuan yang berkarier, pasti memiliki peran ganda. “Perempuan yang berkarier itu pasti ada beban gandanya. Selain menyelesaikan pekerjaan, perempuan juga dituntut menyelesaikan hal-hal yang sifatnya domestik,” tandas Nana.
Dia kemudian menyatakan bahwa seberapa pun besarnya tantangan peran ganda yang dihadapi perempuan, pasti bisa melaluinya. “Karena saya sendiri tidak pernah merasa berkarya dan menjadi ibu, itu dua hal yang saling menegasi. Menurut saya, itu merupakan sesuatu yang dapat saling membuat bahagia, baik bekerja di luar rumah dan jadi ibu yang juga merawat anak-anaknya,” pungkasnya.■ Najwa Shihab, S.H., LL.M Lahir : Makassar, Sulawesi Selatan, 16 September 1977 Pendidikan : • S-2 Fakultas Hukum, Melbourne University Australia, 2008 • S-1 Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, 2000 Aktivitas: • Reporter hingga Wakil Pemimpin Redaksi Metro TV, 2000–2017 • Pembawa Acara “Mata Najwa” • Pendiri Perusahaan Media Digital “Narasi” • Penghargaan antara lain: • Alumni of The Year 2022 oleh Kedutaan Besar Australia • Forbes Inspiring Women, 2021 • Anugerah Konstitusi Muhammad Yamin, 2019 • Most Inspiring Women by Globe Asia, 2019 • Most Powerful Woman by Globe Asia, 2018 • Tokoh Publik Antikorupsi oleh ICW, 2017 • The Influential Woman of the Year Elle Magazine, 2016 • Presenter Televisi Terfavorit, 2015, 2017, 2019 • Most Progressive Figure Forbes Magazine, 2014 • Young Global Leader by The World Economic Forum, 2011
PEREMPUAN TANGGUH dan INSPIRATIF
113
Kepemimpinannya diharapkan akan mengubah wajah pers yang selama ini terkesan maskulin, menjadi lebih bernuansa feminin.
PENULIS: SONYA HELLEN SINOMBOR
“
Perempuan Pertama”. Demikian judul headline berita ETIKA terbitan Dewan Pers, Volume 37 Januari 2023 dengan mengangkat Laporan Utama “Nakhoda Perempuan Dewan Pers” yang mengulas soal sosok Ninik Rahayu, yang terpilih secara aklamasi sebagai ketua untuk sisa masa pengabdian 2023–2025, pada rapat pleno anggota Dewan Pers tanggal 13 Januari 2023 di Gedung Dewan Pers Jakarta.
NINIK RAHAYU
Perempuan Pertama Pemimpin Dewan Pers
Foto: Facebook Ninik Rahayu
Ninik menggantikan Azyumardi Azra yang wafat pada 18 September 2022. Terpilihnya Ninik sebagai ketua, dinilai sebagai era baru di Dewan Pers. Karena untuk kali pertama, Dewan Pers dipimpin oleh perempuan. Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang “Pers”, ketua Dewan Pers selalu dipimpin oleh laki-laki. Karena itulah, kepemimpinan Ninik, anggota Dewan Pers yang berasal dari unsur tokoh masyarakat diharapkan akan mengubah wajah pers yang selama ini terkesan maskulin, menjadi lebih bernuansa feminin. Sebelum di Dewan Pers, Ninik menjadi Anggota Ombudsman Republik Indonesia (ORI). Selain mengajar di beberapa kampus, Ninik adalah sosok aktivis perempuan dan anak, yang aktif menyuarakan kesetaraan dan keadilan gender, ikut mengadvokasi sejumlah UU yang terkait perlindungan perempuan
dan anak, termasuk UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual yang barus disahkan menjadi UU tahun 2022, dan menggelar Kampanye Penghapusan KDRT pada tahun 2023. Komitmennya pada perlindungan perempuan membawanya dua kali terpilih sebagai komisioner di Komisi Nasional Antikekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan). Oleh karena itu, Ninik berharap para pemimpin negara dan pemangku kepentingan, mempertimbangkan pengalaman spesifik perempuan sebagai kelompok masyarakat yang mengalami diskriminasi berbasis gender, dalam setiap kebijakan yang dibentuk, termasuk kepentingan anak, disabilitas, masyarakat yang hidup di bawah garis kemiskinan, dan masih kesulitan mengakses hasil pembangunan. “Uraian di atas mungkin terasa seperti mimpi. Namun menurut saya tidak demikian. Itu hendaklah menjadi cita-cita yang diperjuangkan dan diimplementasikan segenap komponen bangsa agar Indonesia mampu tampil sebagai bangsa yang beradab,” paparnya. Di tengah mengemban tugas sebagai Ketua Dewan Pers, Ninik mengungkapkan kegelisahannya lewat pertanyaan: “Apabila esensi demokrasi adalah kebebasan, keadilan, dan kesetaraan, mengapa UU KUHP, Revisi
Kedua UU Informasi dan Transaksi Elektronik, dan UU Cipta Kerja disahkan? Bukankah berbagai hasil kajian dan suara serak awak media sudah meneriakkan bahwa secara substantif UU KUHP dan Revisi Kedua UU ITE berpotensi mengkriminalkan masyarakat termasuk pers yang turut menjaga esensi demokrasi? Bukankah sebuah anomali kalau UU Cipta Kerja tetap diberlakukan di tengah jeritan para buruh yang potensial dirugikan dengan disahkannya UU ini? Bagaimana tujuan negara untuk melindungi segenap bangsa Indonesia akan tercipta sementara sudah banyak akademisi mengingatkan adanya disharmoni yang ditimbulkan UU ini?” ujar Alumni Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) Lemhannas RI Angkatan 52 tahun ini.■ Dr. Ninik Rahayu, S.H.,M.S. Lahir : Lamongan, 23 September 1963 Pendidikan : • S-3 Ilmu Hukum di Universitas Jember, 2018 • S-2 Universitas Airlangga, 1990 • S-1 Universitas Jember, 1986 • Peserta Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) Lemhannas RI Angkatan 52 tahun 2014 AKTIVITAS : • Ketua Dewan Pers (Sisa Periode 2022–2025) • Dosen Fakultas Hukum (1987–sekarang) • Tenaga Profesional Lemhannas RI (2021–sekarang) • Komisioner Komnas Perempuan (2006–2009 dan 2010–2014) • Pimpinan Ombudsman RI (2015–2021) • Tenaga Profesional Lemhannas RI (2021–sekarang) • Direktur Perkumpulan JalaStoria (sejak 2022)
PEREMPUAN TANGGUH dan INSPIRATIF
115
Femina untuk perempuan dewasa, dan gadis untuk para gadis, yang juga butuh bacaan sehat untuk menjangkau masa depan.
PENULIS: HERYUS SAPUTRO SAMHUDI
B
u Pia, sapaan akrabnya, dikenal luas sebagai tokoh wartawan perempuan, akademisi, dan pecinta seni budaya. Namanya identik dengan majalah perempuan, Femina dan Gadis. Meskipun masih banyak media lainnya yang dikelola di bawah payung Femina Group, di antaranya Ayahbunda, Dewi; juga dua stasiun radio bersegmentasi wanita, hingga rumah produksi.
Identik Majalah Perempuan
Foto: Dokumentasi Pribadi
PIA ALISJAHBANA
Menantu sastrawan dan budayawan Sutan Takdir Alisjahbana ini, bergandeng tangan dengan Mirta Kartohadiprodjo (adik suaminya, Sofjan Alisjahbana), Widarti Gunawan dan Atika Makarim (sahabat Mirta sekaligus junior Pia di Fakultas Sastra UI), melahirkan majalah Majalah Femina (1972) dan Majalah Gadis (1973), di sebuah garasi rumahnya di Jalan Sukabumi No. 36, Menteng, Jakarta Pusat, yang disulap sebagai kantor. Bermodal 15 juta rupiah, dari keluarga Alisjahbana. “Femina untuk perempuan dewasa, dan Gadis untuk para gadis, yang juga butuh bacaan sehat untuk menjangkau masa depan,” tutur Pia pada suatu kali. Selain menjadi role model bagi lahirnya majalah sejenis di Indonesia dan Malaysia, kedua majalah itu, telah membawa pengaruh besar pada para perempuan dewasa dan kaum remaja pada zamannya, terutama dalam hal mode dan gaya hidup global tetapi tetap meng-
Indonesia. Bahkan ajang lomba “Wajah Femina” dan “Gadis Sampul”, yang digelar setiap tahun, telah merangsang tumbuhnya industri mode dan foto model, peragawati, bintang iklan, hingga artis film, di antaranya masih berkiprah hingga kini. Pia dinobatkan sebagai sebagai sosok inspiratif bagi para perempuan Indonesia sekaligus menjadi orang pertama di Indonesia yang mendapatkan penghargaan dari Pemerintah Prancis. Anggota Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) ini, atas kontribusinya di media cetak, memperoleh penghargaan Lifetime Achievement dari Ernts & Young pada 2009. Menembus Zaman Putri dari pasangan Prof. Ir. R Soerdjomihardjo dan Hisnat Djajadiningrat ini adalah potret perempuan Indonesia yang berkacamata pers, berpikir sebagai seorang akademisi dan berhati pecinta seni budaya. Kesemuanya itu dipengaruhi oleh pendidikan, pergaulan, dan jalan hidupnya bersama keluarga cerdik pandai. Tahun 1952, Pia menjadi peserta New York Herald Tribune Youth Forum yang digelar 1949–1972. Tiap dua tahun, alumninya reuni di satu negara peserta. Pada 25 April 1955, Pia juga seorang dari 23 pendiri IMADA (Ikatan Mahasiswa Djakarta), cikal-bakal organisasi
kemahasiswaan non-kampus di Indonesia. Lulus dari Jurusan Kesusastraan Inggris Modern –Universitas Cornell, AS– tahun 1963, Pia menjadi dosen Fakutas Sastra UI. Ia mendirikan American Indonesia Exchange Foundation (AMINEF), suatu lembaga penyedia beasiswa bagi mahasiswa Indonesia untuk belajar di Amerika Serikat. Pia pernah menjadi Lektor Kepala Fakultas Universitas Indonesia dan Koordinator Pascasarjana Kajian Wilayah Amerika dan Fakultas Sastra UI. Selain itu, pernah menjadi Ketua Umum Ikatan Alumni Fakultas Sastra UI, pengurus Yayasan Kesenian Jakarta, pendukung pelestarian kekayaan budaya Indonesia melalui Yayasan Pusaka Indonesia, anggota Himpunan Keramik Indonesia, Ketua Dewan Penyantun Yayasan Budi Asih. Pia menulis memoar sebagai perempuan yang hidup sejak masa kemerdekaan sampai masa Reformasi dalam buku “Menembus Zaman”. ■ Pia Alisjahbana (Supia Latifah) Lahir : Bondowoso, Jawa Timur, 20 Juli 1933 Pendidikan : Jurusan Kesusastraan Inggris Modern-Universitas Cornell, USA,1963 Aktivitas : • Pendiri dan pengelola Majalah Femina dan Gadis • Pendiri American Indonesia Exchange Foundation (AMINEF) • Pendiri Jakarta Fashion Week tahun 2013 Penghargaan: • Lifetime Achievement dari Ernts & Young pada 2009 • The Chevalier dans l’Ordre de la Legion d’Honneur, dari Pemerintah Prancis, 2015
PEREMPUAN TANGGUH dan INSPIRATIF
ROSIANNA SILALAHI
117
Ada tanggung jawab yang harus diemban sekaligus. Menjaga nama baik Kompas yang penuh dengan idealisme kebangsaan, sekaligus Kompas TV harus hidup.
Berlayar di Antara Kebangsaan dan Pasar
PENULIS: YUSUF SUSILO HARTONO
R
osianna Silalahi, pada saat ini termasuk salah satu jurnalis televisi yang berpengaruh. Sebelum bergabung di Kompas TV, sebagai Pemimpin Redaksi sejak 2014 ‒ sekarang, pernah bekerja di Liputan 6 SCTV, sejak 1999 - 2009 dan menjadi Pemimpin Redaksi tahun 2005‒2009. Penampilannya yang kritis, nguber, kadang menguliti, justru disukai pemirsa televisi era kekebasan. Meski bagi narasumber tertentu, sikap itu merepotkan.
Foto: Muller Mulyadi
Penghargaan Panasonic Gobel Award 2004, 2005, 2006 dan 2007, sebagai Presenter Berita/News Talkshow, menjadi bukti kualitas dirinya sebagai reporter, presenter. Apalagi pada 2003, terpilih sebagai salah satu dari 6 jurnalis TV Asia yang mendapat kesempatan melakukan wawancara eksklusif dengan Presiden Amerika Serikat, George Bush di Gedung Putih, Washington DC. Hal itu makin meneguhkan kualitas dirinya sebagai jurnalis perempuan Indonesia. Pada saat Rosi diangkat sebagai Pemimpin Redaksi Kompas TV, menggantikan Taufik Miharja (alm.). “Saya ditarik Kompas TV, saat mereka ingin menjadikan Kompas TV sebagai televisi berita, sejalan dengan media cetaknya,” tuturnya dalam percakapan di Menara Kompas, awal Desember 2023. Yang selalu ia ingat, pada saat itu Pak Jacob Oetama, pendiri Kompas memegang pundak dia lalu berpesan,
“Memang ndak mudah, tetapi pasti bisa,” ujarnya menirukan almarhum. Pak Jacob benar, tahun 2014 ‒2015 Rosi mengaku merupakan tahun berat. Sebab Kompas TV sebagai TV lokal berjaringan, minim infrastruktur: tower, pemancar, dll. Namun di situlah naluri keperempuanannya ditantang. “Naluri perempuan itu kan tak mau menyerah pada keadaan. Lalu kita mengakalinya dengan memanfaatkan YouTube Channel. Setiap hari memposting apa saja, pokoknya Kompas TV harus hadir setiap hari. Alhamdulillah, puji Tuhan, mulai 2016 berangsur-angsur kita mendapat subscriber jutaan, hingga saat ini mencapai 15 ‒16 jutaan,” tutur istri Dino Gregozy Izaak sumringah. Rosi menyadari di tengah persaingan media dan media sosial, ada dua tanggung jawab besar yang harus diemban sekaligus. “Menjaga nama baik Kompas yang penuh dengan idealisme kebangsaan, dan sekaligus Kompas TV harus hidup,” ucapnya. Maka dalam memimpin Kompas TV, ibarat berlayar di antara idealisme kebangsaan dan pasar. Bicara tentang program, Rosi dan manajemen tetap mengedepankan program idealis. “Ada tentang Perempuan-Perempuan Nusantara. Sebuah program tentang jejak kepemimpinan perempuan di masa lalu.
Bagi industri, tentu program ini tidak mendapat rating yang baik, tetapi kami memilih untuk tetap memiliki program ini untuk mencerahkan penonton. Seperti program-program sebelumnya yang kami tayangkan,” tuturnya. Sebagai pemimpin perempuan, pihaknya melakukan affirmative action untuk memastikan perempuan mendapat kesempatan jenjang karier yang sama dengan laki-laki. “Saya kerap menemukan banyak di antara perempuan merasa belum cukup mampu, namun di sinilah saya ambil peran untuk ‘menjebloskan’ mereka. Perempuan mampu diberi tantangan lebih! Saya sebagai pemimpin hanya tinggal meyakinkan mereka untuk percaya diri”, tuturnya.■ Rosianna Magdalena Silalahi Lahir : Pangkalpinang, 26 September 1972 Pendidikan : • Sarjana Sastra Jepang Fakultas Sastra Universitas Indonesia • Beasiswa Chevening dari Kerajaan Inggris untuk kelas Transisi Demokrasi (2001) Jabatan : Direktur Pemberitaan Kompas TV (2014-sekarang) Pemimpin Redaksi Liputan 6 SCTV Pengalaman: • CNN Training di Hongkong, 2003 • Mewawancarai Presiden AS Jimmy Carter & George W.Bush • Mewawancarai Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad • Mewawancari Perdana Menteri Malaysia Mahatir Muhammad • Mewawancari Perdana Menteri Singapura Lee Kuan Yeu Penghargaan: • Panasonic Gobel Awards 2004, 2005, 2006 dan 2007 sebagai Presenter Berita/News Talkshow.
KEAGAMAAN
PEREMPUAN TANGGUH dan INSPIRATIF
119
Sudah saatnya untuk tidak mempermasalahkan keberadaan perempuan di ranah publik dan dalam kajian-kajian keagamaan. PENULIS: HANNI SOFIA
Foto: Dokumentasi Pribadi
A
AMANY LUBIS Rektor Perempuan Pertama UIN
Wujudkan Kesetaraan di Ranah Patriarki
many Lubis memecahkan rekor sebagai rektor perempuan pertama untuk UIN Syarif Hidayatullah Jakarta periode 2019 ̵ 2023. Pelantikan Amany menjadi momentum bersejarah karena untuk pertama kalinya sejak IAIN hingga menjadi UIN, dinahkodai seorang rektor perempuan. Tak hanya itu, bahkan ia juga tercatat sebagai rektor perempuan pertama untuk UIN seluruh Indonesia. Tak mengherankan jika putri pasangan Burhanuddin Lubis dan Nabilah Abdul Fattah itu mampu menyejajarkan dirinya dengan para koleganya yang sebagian besar laki-laki. Sebab, Amany selama ini dikenal memiliki cara berpikir yang tegas, komprehensif, integral, holistik, profesional, dan berpandangan universal. Sebagai dosen dengan jam terbang padat, Amany menulis banyak karya dan aktif menyuarakannya di berbagai forum internasional. Sampai saat ini, ia sudah menjelajahi 30 negara di lima benua. Beberapa perjalanan akademis yang pernah ia lakukan di antaranya ke Amerika Utara dan Kanada untuk Short Course for Women’s Studies pada 1997. Ia juga menghadiri kajian terkait perempuan dan keluarga ke berbagai negara seperti Mesir, Turki, Jepang, New Zealand, Maroko, Sudan, Lebanon, Iran, Turki, Yordania, dan Dubai. Pada 2002, Amany meraih gelar Doktor Pengkajian Islam/Sejarah Kebudayaan
Islam dan disertasinya dianggap terbaik kedua nasional di lingkungan Departemen Agama. Pada 2006, ia meraih gelar Profesor Politik Islam. Kemudian mendapatkan Satyalencana Karyabhakti 20 tahun pada 2016. Pada 2015–2020, Amany menjabat sebagai Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) bidang perempuan, remaja, dan keluarga. Ia berbicara membela ketidakadilan dan eksploitasi yang terjadi terhadap perempuan dan anak di berbagai forum. Atas jasanya tersebut, ia terpilih sebagai penerima UIN Woman Awards dari Pusat Studi Gender dan Anak UIN Jakarta. Selain aktif sebagai dosen, Amany tercatat sebagai anggota Board of Trustees Forum for Promoting Peace in Muslim Societies, Abu Dhabi pada 2016–2020. Jadi, tak heran jika ia sering mengisi seminar internasional dan aktif sebagai interpreter bahasa Arab ̵ Inggris ̵ Indonesia dalam forum internasional. Perempuan berdarah Mesir dan Tapanuli ini memiliki pandangan tegas tentang pengarusutamaan gender dalam pembangunan yang menurutnya harus diimplementasikan dengan menghilangkan ketidakadilan pada perempuan dalam mengakses kesehatan, pendidikan, dan keadilan gender. Termasuk untuk anak perempuan di bawah umur. “Ajaran agama manapun
memberikan peluang bagi perempuan untuk lebih berkiprah secara positif bagi keluarganya atau masyarakat,” ujar Amany. Kesetaraan gender, dalam benak Amany, merupakan unsur moderasi beragama yang pada ujungnya dapat membuat berbagai lapisan masyarakat lebih sejahtera. Kesetaraan gender mengikis dampak negatif dari disparitas dan ketidakhadiran perempuan dalam berbagai forum. Ia gigih menggaungkan moderasi beragama di Indonesia sekaligus pendidik yang mengedepankan budi pekerti dan karakter dalam keseharian. Berbagai asam garam kehidupan telah menempa Amany menjadi sosok multitalenta. Selain akademisi dan ilmuwan, ia juga ulama, daiyah, aktivis, motivator, penulis, jurnalis, interpreter, dan diplomat. Pencapaian karier tinggi bagi Amany bukan tujuan utama, sebab menurutnya proses panjang yang ditempuh lebih penting dan sangat mendewasakan.■
Prof. Dr. Amany Burhanuddin Lubis, Lc. M.A. Lahir : Kairo, Mesir, 22 Desember 1963 Pendidikan: • S-3 IAIN Jakarta (2009–2013) • S-2 IAIN Jakarta (2003–2009) • S-1 AL-AZHAR CAIRO (1982–1988).
PEREMPUAN TANGGUH dan INSPIRATIF
BADRIYAH FAYUMI
121
Keulamaan perempuan dan kepemimpinannya sudah saatnya diterima dengan baik oleh otoritas dan institusi agama di semua level, sampai mengakar di kalangan masyarakat
Perempuan Ulama Pengukir Kesetaraan Gender
PENULIS: HANNI SOFIA
S
ebagai pengasuh Pondok Pesantren Mahasina Darul Qur’an Wal Hadist, Badriyah Fayumi menerjemahkan feminisme ke dalam konteks yang sesuai dengan masyarakat dan tradisi Muslim Nusantara. Baginya, ulama perempuan memiliki peran yang sama dengan ulama laki-laki dalam memperkuat Islam washathiyah (moderat) di tanah air.
2013 di bidang kesetaraan gender dan perlindungan anak. Ia tercatat sebagai ulama perempuan yang banyak mengukir sejarah kesetaraan gender, termasuk menjadi mufasir (penafsir kitab) perempuan di tengah dominasi penafsir pria dan pemahaman sebagian orang yang masih menganggap mufasir teks-teks AlQuran harus laki-laki.
Badriyah bersama rekan seperjuangannya menggawangi Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) ke-1 dan ke-2, yang menjadi ruang perjumpaan pemikiran dan gerakan ulama perempuan pesantren, kampus, dan majelis taklim dengan aktivis, korban, dan pengambil kebijakan. Sebagai politisi, ia teguh memperjuangkan dan menyuarakan ideide kesetaraan gender agar perempuan bersama laki-laki setara dalam pemenuhan HAM dan demokrasi.
Sarjana terbaik IAIN Jakarta pada 1995 itu berprinsip semua hal yang dilakukannya atas dasar niat ibadah (kepada Allah) dan bentuk khidmah (untuk kemaslahatan manusia dan semesta). Badriyah selalu percaya citacita tidak pernah mati dan senantiasa menyukuri pencapaian dari perjuangan panjangnya. Impian kolektifnya bersama gerakan perempuan termasuk KUPI dan jejaringnya, yakni menggagas sekaligus mengawal cita-cita me-recognisi keulamaan perempuan. “Keulamaan perempuan dan kepemimpinannya sudah saatnya diterima dengan baik oleh otoritas dan institusi agama di semua level, sampai mengakar di kalangan masyarakat,” katanya.
Foto: Dokumentasi Pribadi
Badriyah adalah putri KH. Ahmad Fayumi Munji, seorang ulama besar, pengasuh Pondok Pesantren Raudlatul Ulum, Pati, sekaligus penganut tarekat Syathariyah dan tarekat Syadziliyah, ibunya Nyai Yuhanidz, seorang ulama perempuan daiyah dan pimpinan Muslimat NU di Pati. Ia bersama suami, KH. Drs. Abu Bakar Rahziz, M.A., berkolaborasi memperjuangkan Islam moderat dan inklusif di jalur kultural, pendidikan, maupun politik melalui Ponpes Mahasina. Badriyah meraih Ikaluin Award 2022 dan Anugerah Pendidikan Islam Kemenag
Badriyah juga ingin lebih banyak menulis kitab-kitab berbahasa Arab yang menjadi rujukan para santri dan masyarakat luas. Ia bertekad membumikan hingga mengakarluaskan sebuah kesadaran, budaya, dan tafsir agama yang berkeadilan gender di kalangan masyarakat, ruang publik, hingga lembaga pemerintah.
Badriyah merindukan perubahan agar setiap perempuan mendapatkan dukungan keluarga, masyarakat, dan negara dalam mengakses pendidikan, kesehatan, ekonomi, kesejahteraan, dan politik. Perempuan kelompok rentan, seperti pekerja rumah tangga, anak, disabilitas, kelompok minoritas, fakir miskin, mendapatkan perlindungan maksimal dari negara, masyarakat, dan keluarga. Aman dari kekerasan seksual, KDRT, dan diskriminasi dalam berbagai bentuk. Perempuan kepala keluarga memperoleh pengakuan dan perlindungan hukum dari negara. Badriyah menginginkan anak-anak di tanah air mendapatkan perlindungan dari kekerasan fisik, psikis seksual, dan pornografi. Sementara generasi muda mendapatkan bekal akses berwirausaha. Lansia memperoleh jaminan kesejahteraan menyeluruh dari negara seiring demokrasi yang berjalan baik. “Para penentu kebijakan senantiasa amanah, budaya jujur, malu korupsi, serta malu melanggar aturan menjadi tradisi bangsa yang tertanam sejak dini,” kata Badriyah. ■ Badriyah Fayumi Lahir : Pati, 5 Agustus 1971 Kiprah : Pengasuh Ponpes, Ketua Majelis Musyawarah KUPI, Anggota Majelis Masyayikh Pesantren Indonesia, Ketua Alimat, Wasekjen MUI, A’wan Syuriyah PBNU, Dewan Pakar MES, Dewan Pakar KPPRI, Mantan Anggota DPR RI, Redaktur Ahli Majalah Noor, Ketua KPAI, dan Dosen Fak. Ushuluddin UIN Jakarta.
PEREMPUAN TANGGUH dan INSPIRATIF
123
Tidak boleh memandang rendah diri sendiri, juga tidak boleh memandang rendah orang lain. PENULIS: WILLY HANGGUMAN
P
yang kokoh. Kontribusinya tidak berhenti di situ, ia juga ikut membentuk masyarakat yang baik dan akhirnya menciptakan fondasi negara yang berkualitas. “Peran seorang istri dan seorang ibu itu sangat penting dalam pembentukan karakter,” katanya.
Peran yang mendasar dari seorang perempuan atau ibu itu, disadari betul pentingnya oleh Bhiksuni Bhadra Sudhiyanti Juli. Ia tahu betul peran perempuan atau ibu dalam melahirkan generasi baru yang berkualitas.
Itu sebabnya dalam banyak tradisi, saat seorang perempuan akan menikah, meskipun pendidikannya tidak tinggi, dia biasanya disiapkan dengan baik untuk peran sebagai istri dan ibu. Selain diajarkan keterampilan memasak, dia juga dibekali dengan berbagai keterampilan lainnya agar dapat membangun kehidupan keluarga dengan baik.
Menurut dia, seorang perempuan boleh saja berpendidikan tinggi, namun yang utama ia harus menjadi perempuan mandiri, dan memiliki kemampuan. “Tidak boleh memandang rendah diri sendiri, juga tidak boleh memandang rendah orang lain. Harapan saya, kita harus menjadi wanita yang benar-benar bisa memotivasi diri sendiri dan juga memotivasi orang,” katanya.
“Pepatah China mengatakan bahwa di belakang seorang laki-laki yang sukses, pasti ada seorang wanita yang luar biasa. Mungkin saja itu istrinya. Bisa juga itu ibunya,” jelasnya.
Pesan untuk perempuan zaman now? “Seorang perempuan harus luar biasa karena nanti dia harus meneruskan keturunan dan generasi,” pungkas Bhiksuni. ■
Jangan Lupakan Sifat Keibuan
Foto: Dokumentasi Pribadi
Oleh karena itulah, Bhiksuni dari Medan ini tidak pernah lelah meningkatkan kualitas ibu-ibu yang ada di lingkungan viharanya dengan berbagai pelatihan dan keterampilan. Satu saja muaranya, agar ibu-ibu itu terus meningkat kualitasnya.
BHIKSUNI BHADRA SUDHITANTI JULI
dari perempuan itu hilang. Penting welas asih-nya, kelembutannya. Kalau kita, misalnya seorang anak melakukan kesalahan, kita akan selalu kembali ke ibu. Rasa keibuannya jangan sampai hilang,” tambahnya.
erempuan itu adalah ibu. Ibu yang melahirkan anak, ibu yang pertama mengajarkan anak, ibu yang pertamatama mengajar anak berkata-kata, ibu yang membentuk karakter anak, serta ibu yang bersama suami membangun kehidupan keluarganya.
Ia menggelar seminar untuk membuka wawasan mereka. Ia juga mengajarkan keterampilan seperti merangkai bunga atau mendekorasi yang menjadi keahliannya. Alasan kuatnya, “Ketika seorang perempuan menikah, maka ia menjadi seorang ibu dan punya anak. Pertama-tama itu anaknya pasti akan belajar dari ibunya,” ujarnya. Bila seorang istri mampu mengurus keluarganya dengan baik, ia akan mendidik anaknya dengan baik pula. Hasilnya, ia akan membentuk keluarga
Bhiksuni Bhadra Sudhiyanti Juli senang melihat perkembangan perempuan Indonesia yang memiliki pendidikan tinggi dan memegang jabatan publik seperti menteri saat ini. Itu adalah buah dari emansipasi yang pertama kali digulirkan oleh R.A. Kartini. “Akan tetapi perempuan jangan sampai hanya sibuk mengejar karier agar setara dengan laki-laki. Yang paling penting jangan sampai sifat keibuan
Bhiksuni Bhadra Sudhitanti Juli Lahir
: Medan, 4 Agustus 1978
Pendidikan : • Magister Pendidikan Keagamaan Buddha, Sekolah Tinggi Ilmu Agama Buddha Smaratungga, 2017 - 2019 • Strata 1 Pendidikan Keagamaan Buddha, Sekolah Tinggi Agama Buddha Bodhi Dharma, 2013 - 2017 Keahlian: • Dhammadesana (pembabaran ajaran Buddha) Pengalaman Kerja: • Dosen Sekolah Tinggi Agama Buddha Bodhi Dharma, 2022 - sekarang
PEREMPUAN TANGGUH dan INSPIRATIF
125
Hargai kesempatan yang ada, tidak menyerah terhadap tantangan, tetapi belajar dari tantangan dalam semangat kebersamaan dengan orang yang beda
PENULIS: SONYA HENLLEN SINOMBOR
P
endeta Henriette Tabita Hutabarat Lebang merupakan sosok perempuan pendeta Indonesia yang menjadi pemimpin di berbagai lembaga gereja dan keumatan di tingkat nasional maupun dunia. Henriette yang akrab disapa dengan Pendeta Eri ini, tercatat sebagai perempuan pendeta pertama yang terpilih dan menduduki beberapa jabatan yang selama ini hanya diisi oleh laki-laki. Sekitar tiga puluh tahun lalu, Pendeta Eri dipercaya menjadi Associate General Secretary Christian Conference of Asia, CCA di Hong Kong, untuk periode 1991‒2001). Tahun berikutnya, dia terpilih sebagai Ketua I Badan Pekerja Sinode Gereja Toraja, tahun 2001‒2006, kemudian menjadi Sekretaris Jenderal Dewan Gereja-gereja Asia.
HENRIETTA LEBANG
Perempuan Pendeta Pertama yang Memimpin PGI dan LAI Foto: Dokumentasi Pribadi
Pada Sidang Raya XVI Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), di Nias, Sumatera Utara, Henriette terpilih menjadi Ketua Umum Majelis Pekerja Harian (MPH) PGI periode 2014‒2019. Terpilihnya, Henriette mencatat sejarah baru bagi PGI. Karena untuk pertama kali sejak didirikan pada 1950, PGI punya ketua umum perempuan. Henriette juga tercatat sebagai perempuan pendeta yang pertama menduduki posisi Ketua Majelis Pertimbangan PGI. Sejak 2021 lalu, Henriette juga menjadi Ketua
Umum Lembaga Alkitab Indonesia (LAI) perempuan pertama. Sejak tahun 2022, terpilih sebagai President World Council of Churches atau Dewan Gereja-gereja seDunia, sampai tahun 2030 mendatang. Bagi Henriette, tantangan terbesar perempuan adalah menghadapi cara pandang masyarakat yang masih kuat dengan budaya patriarki. ”Perempuan (dituntut) harus memperlihatkan kualitasnya. Tantangannya bagaimana perempuan pemimpin memperlihatkan kemitraan laki-laki dalam tugas menjadi sangat penting. Bukan persaingan,” ujar Henriette, awal Desember 2023. Perempuan tidak bisa dilihat sebagai ancaman, tetapi harus diterima sebagai mitra. Bahwa ada perbedaan, iya. “Tetapi perbedaan itu bukan untuk saling bersaing secara negatif, perbedaan itu justru untuk saling memperkaya satu dengan lain,” ujar pendeta Gereja Toraja yang ditahbis tahun 1992 itu. Selama ini, perhatian masyarakat selalu pada laki-laki dan ukuran yang diterapkan adalah ukuran kepemimpinan lakilaki, seperti harus kuat dan tidak boleh cengeng, sehingga seolah-olah perempuan tidak bisa diterima sebagai pemimpin. Padahal, ada kekayaan pengalaman perempuan.
Mengatasi kondisi seperti itu, bagi Henriette, perempuan harus punya percaya diri, menghargai potensi pada diri sendiri. Ketika ada yang meragukan dan mempertanyakan kemampuannya, perempuan harus menjawab. “Ada hal-hal prinsipil yang harus dipegang, soal etika dan moral. Prinsip yang lain adalah hargai semua orang, apapun latar belakangnya, budaya, suku, bahasa, agama, dan lainlain,” paparnya. ■
Pdt. Dr. Henriette Tabita Hutabarat Lebang, M.A. Lahir : Makassar pada 11 Oktober 1952. Pendidikan: • Sarjana Theologia (S.Th.) dari Sekolah Tinggi Theologia (STT) Jakarta,1977 • Master of Arts (M.A.), Presbyterian School of Christian Education (PSCE), Richmond Virginia, USA, 1987 • Doctor of Education (Ed.D.), Presbyterian School of Christian Education, PSCE (kemudian tergabung dalam Union Theological Seminary), Richmond, Virgina, USA, 1991 Aktivitas: • 2021–2024: Ketua Umum Lembaga Alkitab Indonesia (LAI) • 2022–2030: President World Council of Churches (Dewan Gereja-gereja se-Dunia) • 2019–2024: Ketua Majelis Pertimbangan Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) • 2014–2019: Ketua Umum Persekutuan Gereja- gereja di Indonesia (PGI) • 2010–2015: Sekretaris Jenderal Dewan Gereja- gereja Asia • 2006–2010: Direktur Institut Teologi Gereja Toraja
PEREMPUAN TANGGUH dan INSPIRATIF
KOMANG SRI MARHENI
127
Jikalau kita berjuang bekerja keras dalam mencapai prestasi, bisa menggapai apa yang diimpikan.
Perempuan Pertama Pimpin Kanwil Kemenag Bali
PENULIS: BUDOYO PRACAHYO
D
r. Komang Sri Marheni, S.Ag., M.Si. merupakan perempuan pertama yang menjadi Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama di Provinsi Bali. Dia juga menjadi orang pertama yang mendapatkan amanah sebagai pelaksana tugas (Plt) Direktur Jenderal (Dirjen.) Bimas Hindu Kementerian Agama. Komang lahir di Singaraja pada 9 Oktober 1965, dibesarkan, dan menyelesaikan sekolah hingga Pendidikan Guru Agama Hindu (PGAHN) Singaraja, hingga akhirnya menempuh pendidikan S-1 di Universitas Hindu Indonesia lulus tahun 1993, pendidikan S-2 di Universitas Udayana tahun 2005, dan meraih gelar Doktor pada Universitas Udayana. Komang sangat mencintai sastra dan teater, hal ini bisa dilihat dari kiprahnya dalam seni pertunjukan drama sekaligus organisasi seni selama menuntut ilmu maupun menjadi PNS.
Foto: Dokumentasi Pribadi
Akrab disapa Komang Marheni, ibu dari 3 orang putri ini mengawali karier sebagai calon pegawai negeri sipil (CPNS) di Kanwil Kementerian Agama Provinsi Bali tahun 1987, kemudian diangkat menjadi PNS pada 1988 hingga sekarang. Komang pernah menjabat Kasubsi Urusan Agama Hindu Kantor Kementerian Agama Kota Denpasar tahun 2001, kemudian dipercaya menjadi Kasubag
Hukmas Informasi Keagamaan dan KUB Kanwil Kementerian Agama Provinsi Bali tahun 2002. Pada 2007, Komang menjabat Kasi Urusan Agama Hindu Kantor Kementerian Agama Kab. Badung dan dipromosikan menjadi Kepala Kantor Kementerian Agama Kab. Karangasem tahun 2010, Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Denpasar hingga 2020, dan saat ini Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Bali. Komang dikenal sebagai sosok yang ramah dan lembut, namun hal itu tidak mengurangi ketegasan) sebagai pemimpin dengan prinsip santai, santun, santih menuju ke arah yang lebih baik. Beragam prestasi telah diraih dalam tataran institusi maupun pribadi, di antarnya mengantarkan Kanwil Kemenag Provinsi Bali pada tahun 2022 memperoleh predikat WBBM, Itjen Award, Penyedia Sarpras Kelompok Rentan Terbaik, dan predikat Penyelenggara Pelayanan Publik Prima, Kanwil Kemenag Provinsi Bali pada tahun 2021. Komang juga masuk 10 Besar Anugerah ASN Kategori PPT Teladan, pada 2019, Pimpinan Satker Inspiratif dan Inovatif 2019, serta Pelopor Perubahan pada tahun 2018
Saat dipercaya memimpin, Komang menyatakan bahwa hal itu merupakan kehendak Tuhan Yang Maha Esa. “Ini merupakan amanah besar buat saya untuk bisa membuktikan bahwa perempuan juga bisa memimpin dengan baik,” ujarnya. Dia berharap dapat menginspirasi semua masyarakat. “Jikalau kita berjuang bekerja keras dalam mencapai prestasi, kita bisa menggapai apa yang diimpikan. Semua berhak meraih impian, baik itu laki-laki maupun perempuan,” pungkasnya.■ Dr. Komang Sri Marheni, S.Ag., M.Si. Lahir : Singaraja, 9 Oktober 1965 Pendidikan : • S-3 Kajian Budaya, Universitas Udayana, 2020 • S-2 Universitas Udayana Bali, 2005 • S-1 Universitas Hindu Indonesia, 1993 Aktivitas • Kepala Kanwil Kementerian Agama Provinsi Bali 2020-sekarang • Plt. Dirjen Bimas Hindu, 2022 • Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Denpasan, 2014-2020 • Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Karangasem, 2010-2014 Penghargaan: • Mengantarkan Predikat WBBM Kanwil Kemenag Bali, 2022 • Mengantarkan Itjen. Award Kanwil Kemenag Bali, 2022 • Mengantarkan Predikat Penyedia Sarpras Kelompok Rentan Terbaik Kanwil Kemenag Bali, 2022 • Mengantarkan Predikat Penyelenggara Pelayanan Publik Prima, Kanwil Kemenag Bali, 2021 • Mengantarkan Predikat WBBM Kankemenag Kota Denpasar, 2020 • 10 Besar Anugerah ASN Kategori PPT Teladan, 2019 • Pimpinan Satker Inspiratif dan Inovatif, 2019 • Pelopor Perubahan, 2018
PEREMPUAN TANGGUH dan INSPIRATIF
129
Jika perempuan sudah berdaya, maka kemajuan Indonesia adalah sebuah keniscayaan. PENULIS: HANNI SOFIA
K
hofifah Indar Parawansa adalah Gubernur Jawa Timur yang telah membuktikan diri mampu duduk setara dengan laki-laki dalam ranah politik maupun bidang lainnya. Ia menorehkan sejarah baru sebagai Gubernur Jatim perempuan pertama dan dinobatkan sebagai Gubernur Provinsi Terbaik di acara Kamar Dagang dan Industri Award 2019. Khofifah tercatat masuk dalam daftar Tokoh 500 Muslim Berpengaruh di Dunia versi The Royal Islamic Strategic Studies Centre (MABDA) dan dianggap sebagai Pemimpin Perubahan oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Publik (2019).
Pemimpin Perubahan Bersama Muslimat NU
Foto: Dokumentasi Pribadi
KHOFIFAH INDAR PARAWANSA
Putri pasangan H. Achmad Ra’i dan Hj. Rochmah itu menghabiskan masa kecil hingga remajanya di Wonocolo, Surabaya. Khofifah aktif berorganisasi, ia menggeser stigma pemimpin organisasi Islam harus laki-laki dan tercatat sebagai perempuan pertama yang menjadi Ketua PMII Surabaya. Khofifah juga menjejakkan pengalaman pada KNPI (Komite Nasional Pemuda Indonesia). Jiwa kepemimpinannya terus berkembang ketika ia aktif dalam organisasi keagamaan sayap Nahdlatul Ulama (NU), yaitu Muslimat NU hingga terpilih menjadi Ketua Umum PP Muslimat NU pada 2000 yang berlanjut hingga empat periode.
Pada 1991, ia terjun ke dunia politik dengan menjadi caleg DPR dari PPP dan terpilih sebagai anggota DPR periode 1992 ̵ 1998. Saat dilantik, Khofifah berusia 27 tahun dan termasuk sebagai salah satu anggota dewan termuda. Ia langsung dipercaya sebagai pimpinan fraksi PPP sekaligus menjabat pimpinan komisi.
Khofifah kemudian ditunjuk menjadi Menteri Sosial Kabinet Kerja (2014 ̵ 2019) di era Presiden Jokowi, tetapi kemudian mengundurkan diri pada Januari 2018 untuk mencalonkan diri ketiga kalinya sebagai Gubernur Jawa Timur dan terpilih menduduki jabatan itu.
Di akhir era Orde Baru, pidatonya dalam Sidang Istimewa MPR tahun 1998 dianggap sangat kritis dan mengejutkan anggota parlemen. Khofifah tercatat dalam sejarah sebagai politisi perempuan yang tegas mengkritik Orde Baru dan mengungkapkan borok pemilu 1997. Pidato monumental itu melambungkan nama Khofifah dalam jagat politik nasional.
Ia memiliki pemikiran mendalam terkait perempuan yang harus berdaya dan mandiri, apalagi perempuan punya kesempatan yang sama untuk menjadi pemimpin. “Sayangnya cuma 6 persen CEO dan kursi direksi di Indonesia yang diisi oleh perempuan. Ini bisa didorong agar ke depan lebih meningkat lagi karena sudah banyak penelitian yang membuktikan kalau kepemimpinan perempuan bisa membawa dampak positif pada instansi dan iklim kerja,” katanya.
Perubahan peta politik setelah lengsernya rezim Orde Baru membuatnya hengkang dari PPP dan hijrah ke PKB, partai yang digagas Gus Dur. Ketika Gus Dur terpilih sebagai Presiden, Khofifah ditunjuk sebagai Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Kepala BKKBN. Ia tercatat sebagai menteri termuda di Kabinet Persatuan Nasional. Sayangnya tidak lama kemudian Gus Dur dilengserkan dan posisi Khofifah digantikan.
Ia menginginkan perluasan akses pendidikan dan ekonomi yang setara bagi perempuan. Khofifah juga melihat pentingnya kemandirian ekonomi bagi perempuan untuk mengantisipasi diskriminasi dan subordinasi. Oleh karena itu, Khofifah giat memperjuangkan pendidikan dan pembangunan ekonomi yang inklusif bagi perempuan. “Jika perempuan sudah berdaya, maka kemajuan Indonesia adalah sebuah keniscayaan.”■
Karier politiknya terus berlanjut ketika dia maju sebagai calon gubernur dalam Pilkada Jatim 2008. Meski gagal, ia maju kembali dalam Pilgub Jawa Timur 20132018, tetapi kembali gagal.
Khofifah Indar Parawansa Lahir : Surabaya, 19 Mei 1965 Pendidikan : • S-2 FISIPOL UI, 1993 • S-1 FISIPOL Universitas Airlangga,1984 • S-1 Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah, Surabaya, 1984
PEREMPUAN TANGGUH dan INSPIRATIF
LIES MARCOES-NATSIR
131
Memadukan teks dan konteks yang terus-menerus dicek melalui riset menjadi agenda penting dalam memahami isu gender dan Islam di Indonesia
Mentor Gender dan Islam
PENULIS: MAYANG SARI
L
ies Marcoes-Natsir adalah salah satu tokoh penting dalam perjuangan feminis Muslim di Indonesia. Tak cuma konsultan isu-isu GEDSI (Gender Equality, Disability and Social Inclusion) dan peneliti, ia disebut sebagai salah satu ahli Indonesia di bidang gender dan Islam. Lies berperan dalam merintis gerakan kesetaraan gender dengan menjembatani perbedaan antara feminis Muslim dan sekuler. Selain itu, ia juga mendorong kaum feminis untuk bekerja mewujudkan kesetaraan gender melalui pemahaman tentang fenomena keagamaan yang berpengaruh pada pemaknaan soal relasi gender. Menikah dengan Ismed Natsir, editor senior di LP3ES, mereka dikaruniai tiga orang anak. Di era Orde Baru ketika narasi gender dipakai melemahkan perempuan atas nama keluarga harmoni, Lies, demikian giat menyuarakan kesadaran kritis atas ketertindasan perempuan. Penerima “Hän Honours” dari Pemerintah Finlandia pada 2016, dan Anugerah Perempuan Inspiratif dari UIN Jakarta 2022 itu, ia mengajak para penggiat isu perempuan untuk memahami gender melalui riset feminis. Sebagai mentor dalam isu gender, ia melakukan riset tentang fenomena yang ragam tentang pemaknaan peran dan posisi perempuan untuk melawan stereotyping tentang perempuan.
Foto: Muller Mulyadi
Menurutnya “Memadukan teks dan konteks yang terus-menerus dicek melalui riset menjadi agenda penting dalam memahami isu gender dan Islam di Indonesia”.
melalui program fiq an-nisa sebagai dasar pemikiran tentang Islam dan gender. Dari sini pulalah, lahir gerakan yang kemudian melahirkan Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) pada 2017.
Pada 2013, Lies meriset tentang perkawinan anak dan mengenalkan istilah “yatim piatu sosial” sebagai penyebab stuktural. Hasil risetnya menjadi dasar advokasi untuk perubahan UU tentang batas usia kawin anak perempuan. Berkat perjuangannya bersama lembaga lain seperti Badilag, Mahkamah Agung dan sejumlah LSM, Indonesia telah mengubah Pasal 7 UUP 1/74 tentang batas usia kawin dari 16 menjadi 19 tahun.
Lies pernah menjadi program officer untuk Islam and Civil Society di The Asia Foundation pada 2002-2013. Ia bekerja dengan 30 lembaga masyarakat sipil untuk penguatan hak-hak perempuan. Lies kemudian memimpin Yayasan Rumah Kita Bersama (Rumah KitaB) (2013-2022), dan kini di masa “pensiun” ia membantu Yayasan Puan Amal Hayati dan UNFPA untuk advokasi pencegahan P2GP (Pemotongan, Perlukaan Genitalia Perempuan) dan Sisters in Islam di Kuala Lumpur untuk mendesain pelatihan gender dan Islam bagi para aktivis LSM setempat. ■
Lies memahami Islam dan gender karena dibesarkan dari keluarga yang aktif di organisasi Islam. Kakek-neneknya berasal dari keluarga Muhammadiyah. Sementara ayahnya, H. Marcoesyah adalah putra Syeikh Mas’ud seorang pemandu haji di era kolonial, dan ibunya, Hj. Masnunah adalah pengurus Aisyiyah hingga akhir hayatnya. Menyadari bahwa dalam advokasi untuk isu-isu perempuan membutuhkan pendekatan keagamaan, Lies kemudian bergabung dengan Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) untuk mengadvokasi hak-hak reproduksi perempuan dalam Islam
Lies Mustafsirah Marcoes-Natsir, M.A. Lahir : Ciamis, 17 Februari 1958 Pendidikan : • S-1 Fakultas Ushuluddin, IAIN/UIN Jakarta, 1985 • S-2 Medical Antrophology, University of Amsterdam, Belanda, 2000 Karya antara lain: • Menolak Tumbang: Narasi Perempuan Melawan Pemiskinan (Yogyakarta: Insist, 2014) • Berlayar Tanpa Berlabuh (Jakarta: Rumah KitaB, 2015) • Merebut Tafsir (Yogyakarta: Amongkarta, 2021) • Seperti Memakai Kacamata yang Salah: Perempuan dan Radikalisme (Afkaruna, 2022). • Satu Dekade Upaya Pencegahan P2GP (UNFPA/2023)
PEREMPUAN TANGGUH dan INSPIRATIF
NISYA SAADAH WARGADIPURA
133
Pesantren ekologi membangun karakter santri dengan langkah-langkah yang praktis sehingga santri memiliki bekal kompetensi sekaligus keterampilan.
Mengembangkan
PENULIS: BUDOYO PRACAHYO
G
Pesantren Ekologis Feminis
erakan lingkungan berbasis nilainilai Islam yang diperkenalkan Pesantren Ekologi Ath Thaariq di Garut, Jawa Barat, memiliki kekhasan dan keunikan tersendiri. Sebab, basis gerakannya mengombinasikan tiga epistemologi, yaitu agama, ekologi, dan kearifan lokal.
“Usai pandemi, santri di sini berbentuk rombongan belajar yang setiap satu minggu sekali menginap, biasanya Jumat sampai Minggu. Jumlah per rombongan belajar 50 orang. Rombongan belajar berasal dari perguruan tinggi, SMA, SMP, SD, dan komunitas moderasi,” Nisya mengisahkan.
Sejak mendirikan Ath Thaariq tahun 2008, Nisya Saadah Wargadipura beserta komunitasnya telah menjadikan pesantren sebagai tempat untuk melawan hierarkisme relasi, modernisasi yang maskulin, positivistik, dan kapitalistik dengan merawat pengetahuan yang berlandaskan nilai-nilai feminitas, kearifan lokal, dan tradisional yang bersahabat dan berkesalingan dengan alam.
Karena lahan garapan pesantren hanya 10.000 m2, santri yang menetap tidak boleh lebih dari 30 orang. “Areal 10.000 m2 cukup untuk memenuhi pangan 30 orang,“ ujarnya.
Foto: Dokumentasi Pribadi
“Pesantren ekologi sebagai tempat membangun karakter santri dengan langkah-langkah yang praktis sehingga santri memiliki bekal kompetensi sekaligus keterampilan,” ujar Nisya yang berpengalaman sebagai aktivis petani. Kini, Pesantren Ekologi Ath Thaariq menjadi organisasi yang berkembang kuat, memberi contoh dan teladan dalam perlindungan kearifan lokal, mampu melewati masa gawat pandemi Covid-19 dan perubahan iklim dengan penerapan sistem polikultur dan pemeliharaan keanekaragaman benih warisan.
Pesantren Ekologi Ath Thaariq adalah lembaga pendidikan alternatif yang mengembangkan kurikulum berbasis mengembangkan desa, bukan meninggalkan desa untuk pergi ke kota. Di sini juga diajarkan kesetaraan dan perempuan mempunyai andil besar dalam menjaga lahan. “Di sini, perempuan sangat feminim seperti layaknya semesta. Lebih banyak memberi daripada menerima. Lebih banyak memelihara daripada merusak. Kurikulumnya berbasis pengetahuan ibu,” paparnya. Dalam mengembangkan pertanian, Nisya mengadopsi budaya lanskap Sunda, yakni Buruan Bumi (kebun pekarangan keluarga) dan Kebon Talun (hutan sosial komunitas/desa). “Kita juga mengenal ekofeminisme, gabungan ekologi dan
feminisme, yang hadir menjembatani antara ekologi (alam) dan feminisme (perempuan),” jelasnya. Atas perjuangan Nisya, Perserikatan Bangsa-Bangsa melalui Organisasi Pangan Dunia (FAO) memberikan apresiasi kepada Pesantren Ekologi Ath Thaariq yang mengembangkan pertanian ramah lingkungan. ■ Nisya Saadah Wargadipura Lahir : Garut, Jawa Barat, 23 Februari 1972 Pendidikan : • Sekolah Menengah Atas Negeri I Cibatu Garut,1991 • Pembelajar Angkatan I pada Kursus Reforma Agraria Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), 1997 • Training For Trainer I- III Pengorganisasian Rakyat, Pelayanan Masyarakat Kota (PMK) dan Yakoma PGI, 1997-1999 • Siswa Vandana Shiva pada University of The Earth, Navdanya, Dehradun, India, 2016 Aktivitas: • Pendiri dan Pemimpin Pesantren Ekologi Ath Thaariq, Garut, Jawa Barat, 2008 - sekarang • Pendiri Sekolah Ekologi Indonesia - SEI, Aceh Tenggara, Provinsi Aceh, 2018 - sekarang • Pendiri dan Pemimpin Serikat Petani Pasundan (SPP), 1999 - 2008 • Jaringan Rahima Ulama Perempuan untuk Kemaslahatan Manusia, 2020 - sekarang • Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI), 2017 - sekarang • Jaringan Agroekologi Indonesia, 2016 - sekarang Penghargaan : • CNN Indonesia Heroes, April 2023 • Tokoh Pejuang Iklim Inspiratif 2021 Kategori Sociopreneur, Tempo Institute, 2021 • Pahlawan Pangan Masa Kini, Hari Pangan Internasional, WRI Indonesia, 2020 • 11 Inspirator Gerakan Nasional Revolusi Mental Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, 2018 • Perempuan Pejuang Tanah Air: Perjuangan Kedaulatan Pangan, Sajogyo Institute, 2015
PEREMPUAN TANGGUH dan INSPIRATIF
NUR ROFIAH
135
Keadilan Hakiki Perempuan ini sangat penting untuk menjadi perspektif dalam merumuskan kebijakan negara, kearifan sosial, dan kemaslahatan agama. PENULIS: HANNI SOFIA
Penggagas Konsep
N
ur Rofiah adalah akademisi perempuan Muslim Indonesia yang fokus pada pemberdayaan perempuan melalui kajian tafsir al-Qur’an. Sebagai dosen Ilmu al-Qur’an dan Tafsir, Nur mengkaji ulang penafsiran al-Qur’an yang kerap belum adil pada perempuan.
Keadilan Hakiki Perempuan
Untuk tujuan ini, Nur merintis forum Lingkar Ngaji KGI (Keadilan Gender Islam) pada 2019. Semula forum digelar secara offline, namun kini lebih sering online untuk menjangkau lebih banyak peserta. Ia menyebarluaskan pemahaman bahwa sejatinya Islam merupakan agama yang adil terhadap laki-laki maupun perempuan. Misi Islam adalah mewujudkan sistem kehidupan yang menjadi anugerah bagi seluruh alam semesta, termasuk bagi perempuan.
Foto: Dokumentasi Pribadi
Selama mempelajari ilmu-ilmu keislaman, Nur banyak menjumpai sosok-sosok perempuan hebat dan kuat di pondok yang ia jumpai, khususnya di Yayasan Khoiriyah Hasyim Jombang Jawa Timur dan Yayasan Ali Ma’shum Krapyak Yogyakarta. Mereka itulah yang menginspirasi Nur untuk menggali jati diri perempuan dalam Islam. Aktivitasnya di LSM dan organisasi perempuan Islam seperti Perhimpunan Pengembangan Masyarakat dan Pesantren (P3M), Rahima, Alimat, Fatayat NU, LKKNU, dan gerakan seperti jaringan Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI), telah membuatnya sadar akan
pentingnya memahami Islam dengan mempertimbangkan pengalaman perempuan, bahkan ia juga meyakini bahwa pemanusiaan penuh perempuan adalah salah satu agenda utama ajaran Islam. Ia menggagas konsep Keadilan Hakiki Perempuan dengan mengintegrasikan pengalaman kemanusiaan khas perempuan, baik secara biologis dan sosial, pada konsep keadilan. Secara biologis, perempuan setidaknya mempunyai lima pengalaman biologis yang tidak dimiliki laki-laki, yaitu menstruasi, hamil, melahirkan, nifas, dan menyusui. Semuanya bisa disertai dengan rasa sakit (adza), menimbulkan kepayahan (kurhan), bahkan sakit dan payah yang berlipat-lipat (wahnan ala wahnin). Keadilan tidak boleh menyebabkan semua pengalaman ini makin sakit, bahkan sebaliknya mesti makin nyaman, walau laki-laki tidak mengalaminya. Memastikan pengalaman biologis khas perempuan untuk tidak menjadi makin sakit dan memastikan perempuan tidak mengalami ketidakadilan gender ini adalah inti dari konsep Keadilan Hakiki Perempuan. Keadilan Hakiki Perempuan ini sangat penting untuk menjadi perspektif dalam merumuskan kebijakan negara, kearifan sosial, dan kemaslahatan agama agar bisa bijak, arif, dan maslahat hakiki bagi perempuan.
Konsep Keadilan Hakiki Perempuan ini menemukan momentumnya saat Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) pada April 2017. Keadilan Hakiki Perempuan menjadi salah satu pendekatan utama dalam merumuskan sikap dan pandangan keagamaan KUPI yang menegaskan keharaman kekerasan seksual, baik di dalam maupun di luar perkawinan dan kewajiban melindungi anak dari bahaya perkawinan. Begitupun pada KUPI kedua pada November 2022 yang menegaskan kewajiban melindungi perempuan dari bahaya pemaksaan perkawinan dan dari bahaya pemotongan dan/atau pelukaan genitalia perempuan (P2GP) yang membahayakan dan kewajiban melindungi jiwa perempuan dari bahaya kehamilan akibat perkosaan. Kini, Perspektif Keadilan Hakiki Perempuan makin luas dikenal. Tak hanya dukungan yang Nur dapatkan, tetapi juga resistensi yang ia yakini sebagai keniscayaan, “Karena memang pemikiran yang patriarkal itu sudah ribuan tahun dianut dan dipercaya. Kalau ingin mengubahnya ya mesti sabar karena tidak bisa seketika berubah. Yang penting kondisi bisa makin adil!”■ Nur Rofiah Lahir : Pemalang, 6 September 1971 Pekerjaan : Dosen Ilmu al-Qur’an dan Tafsir (IAT) Program Pascasarjana PTIQ Jakarta Pendidikan : • S-2 dan S-3, Ilmu Tafsir (Ankara Universitesi Turki) • S-1, Tafsir Hadist Fakultas Ushuluddin (UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta)
PEREMPUAN TANGGUH dan INSPIRATIF
137
Intoleransi kian menguat, kerukunan itu digoyang-goyang, negara dan bangsa itu selalu diteror dan sebagainya, saya merasa bahwa kebhinekaan itu harus diperkuat. PENULIS: HANNI SOFIA
S
Foto: Suwitno
inta Nuriyah Wahid adalah Ibu Negara Presiden ke-4 RI yang dikenal sebagai pemikir kritis, pluralis, dan egaliter. Menaruh perhatian besar terhadap isu perempuan di Indonesia dan banyak menyuarakan kesetaraan HAM serta kebebasan beragama. Namanya masuk dalam daftar 100 Tokoh Berpengaruh Dunia versi Majalah Time 2018 sebagai Ikon Pluralisme dan Toleransi.
SINTA NURIYAH WAHID
Ibu Bangsa Ikon Pluralisme dan Toleransi
Peraih Bintang Republik Indonesia Adipradana (2011) itu, dibesarkan dalam tradisi pesantren di Pesantren Tambak Beras, Jombang Jawa Timur. Jadi, tak heran jika putri sulung dari 18 bersaudara itu, akrab dengan berbagai pemikiran terkait Islam. Sinta selalu berpikir bahwa perempuan merupakan tokoh sentral dalam kehidupan umat manusia dengan amanah suci melahirkan dan mendidik generasi penerus. Pemikiran ini mendorongnya untuk mendirikan Yayasan Puan Amal Hayati pada 2001. Melalui lembaga ini, Sinta berjuang membela hak kaum perempuan agar bisa membebaskan diri dari keterbelakangan dan kondisi yang membuatnya tak mampu mengaktualisasikan diri. Sinta yang pernah mengalami kecelakaan fatal pada 1992, sehingga melumpuhkan separuh tubuhnya itu, menginisiasi kegiatan mengkaji dan mendiskusikan Kitab Kuning khususnya yang terkait
dengan hak dan kewajiban perempuan dalam Islam. Kitab Kuning berisi kumpulan tulisan pemikiran para ulama terkemuka atas Al Quran dan Hadist yang menjadi rujukan utama di berbagai pesantren. Sinta memiliki keyakinan kuat bahwa Islam mengajarkan persamaan kedudukan antara laki-laki dan perempuan. Islam sangat menghargai dan sangat menghormati perempuan dan menempatkan seluruh umatnya setara di hadapan Allah. Keyakinan tersebut mendorong tekadnya untuk selalu berada di depan membela kaum tertindas, tanpa memandang latar belakang SARA. Itu sebabnya dalam dua dekade terakhir, ibu empat anak itu aktif menjalani sahur keliling di kota-kota di Indonesia sebagai bentuk kegiatan bertoleransi. Dalam setiap sahur keliling, tak jarang dilakukan di gereja dan vihara, bersama kelompok etnis dan agama lain, Sinta menyampaikan pesan-pesan toleransi dan kebangsaan. “Intoleransi kian menguat, kerukunan itu digoyanggoyang, negara dan bangsa itu selalu diteror dan sebagainya, saya merasa bahwa kebhinekaan itu harus diperkuat,” tuturnya. Perempuan yang pernah menjadi wartawan di masa mudanya itu ingin
mengedukasi masyarakat bahwa Islam itu bentuk perdamaian sejati maka jangan dipelajari kulitnya saja. Bertoleransi dengan menghormati keberagaman dan tidak menempatkan kedudukan perempuan di bawah laki-laki, seperti yang selama ini dipersepsikan oleh sebagian masyarakat muslim. Sinta meyakini masalah persamaan gender merupakan persoalan serius yang perlu mendapat perhatian besar dari semua pihak mengingat perempuan adalah seorang ibu yang menjadi muara dari perjalanan panjang peradaban umat manusia. Di sisi lain, Sinta yang dikenal berpikiran progresif ini masih setia untuk meneruskan cita-cita sang suami, untuk menciptakan perdamaian dan tepo seliro. Cintanya pada pluralisme dan toleransi menjadi pilihannya ketimbang kemapanan tanpa risiko sebagai sosok yang pernah menjadi seorang Ibu Negara Indonesia. “Saya sadar kita tinggal di Indonesia. Bangsa ini majemuk karena terdiri dari beragam suku dan agama. Untuk itulah kita memiliki semboyan Bhineka Tunggal Ika,” katanya.■ Sinta Nuriyah Wahid Lahir : Jombang, 8 Maret 1948 Kiprah : Ibu Negara Presiden ke-4 RI; Ketua Yayasan Puan Amal Hayati Pendidikan: • S-2 Program Kajian Wanita Program Pascasarjana Universitas Indonesia • S-1 Fakultas Syariah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
PEREMPUAN TANGGUH dan INSPIRATIF
139
Tak ada kata pensiun untuk berjuang bagi kaum marginal. PENULIS: HANNI SOFIA
T
ak banyak perempuan memilih jalan untuk berhikmat bagi bangsa seperti Siti Noordjannah Djohantini. Ia mengabdikan diri sebagai aktivis perempuan, dengan menjadi kader Muhammadiyah sejak masih remaja, serta aktif sebagai pengurus Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM), Nasyiatul Aisyiyah (Nasyiah), hingga Aisyiyah. Noor senantiasa menempatkan perempuan dengan setara dari sisi nilai ajaran agama. Perempuan disebutnya berperan besar dalam menjadikan negeri bahkan kehidupan dunia menjadi lebih baik. Oleh karena itu, ia berjuang membuka lebar akses pendidikan bagi perempuan. Ia pun menjadi sosok yang mengantarkan terbentuknya Universitas ‘Aisyiyah (UNISA) Yogyakarta, perguruan tinggi perempuan pertama di Indonesia.
SITI NOORDJANNAH DJOHANTINI
Jihad Aktivis Perempuan Berhikmat untuk Bangsa
Foto: Dokumentasi Pribadi
Sebagai Ketua Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah, Noordjannah berjuang bersama organisasi otonom wanita Muhammadiyah itu untuk melebarkan sayap advokasi untuk perempuan dan anak baik di dalam maupun di luar negeri. Ia lahir dari keluarga religius pasangan Ardani Zaenal dan Siti Juariyah yang menjunjung tinggi nilai-nilai pendidikan. Tidak heran setelah Siti Noordjannah tumbuh dewasa ia menjadi manusia pembelajar dan senantiasa ingin semua orang mendapatkan kesempatan yang sama untuk belajar. Itulah yang ia sebut sebagai jihad melalui pendidikan untuk membangun peradaban bangsa.
“‘Aisyiyah bisa hadir di luar negeri, TK ABA di Kairo sejak 2010, di Malaysia juga demikian. Kemudian di Indonesia di tempat kepulauan terjauh itu ada di Pulau Arar,” katanya.
Bina Usaha Ekonomi Keluarga Aisyiyah (BUEKA) yang kini jumlahnya ribuan tersebar di berbagai wilayah berupa koperasi, kelompok tani, industri rumah tangga, dan UMKM.
TK ABA yang berdiri di pulau-pulau terpencil tidak hanya mendekatkan akses pendidikan bagi masyarakat Muslim tetapi juga terbuka bagi penganut agama lain. Noordjannah menggerakkan ibuibu ‘Aisyiyah di tingkat bawah untuk turut serta membangun peradaban utama. “‘Aisyiyah terus bergerak dan berjuang di tingkat bawah di tempat-tempat terjauh dengan penuh kegembiraan, penuh semangat ingin mewujudkan kehidupan manusia Indonesia, mewujudkan kehidupan di masyarakat sekitar dengan cara yang luar biasa,” katanya.
Noordjannah juga fokus pada kesehatan dan lingkungan hidup. Melalui Aisyiyah dikembangkan pusat pelayanan dan peningkatan mutu kesehatan masyarakat serta pelestarian lingkungan hidup. Saat ini Aisyiyah mengelola dan mengembangkan 19 RSU ‘Aisyiyah, 29 klinik bersalin, 232 BKIA/yandu, dan 35 Balai Pengobatan yang tersebar di seluruh Indonesia.
Bagi Noordjanah, tak ada kata pensiun untuk berjuang bagi kaum marginal. Perhatiannya kepada permasalahan sosial termasuk bagi disabilitas dan lansia juga menjadi fokus tersendiri. Noordjanah berupaya “memanusiakan” mereka dan membuat mereka merasa menjadi orang yang dibutuhkan melalui pelibatan dalam program. Sebagai pemimpin organisasi perempuan yang bergerak dalam bidang keagamaan dan kemasyarakatan, Noordjannah ingin berkiprah nyata dalam pengentasan kemiskinan dan ketenagakerjaan. Maka melalui ‘Aisyiyah, ia menginisiasi program pemberdayaan di antaranya
Noordjannah menikah dengan Haedar Nashir, kader yang menjadi Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah (2015-2020). Dari perkawinannya itu, Noordjannah dikaruniai dua anak, yaitu Hilma Nadhifa Mujahidah dan Nuha Aulia Rahman.■
Dr. Siti Noordjannah Djohantini, M.M., M.Si. Lahir : Sleman, 15 Agustus 1958 Pendidikan: • S-1 UPN Veteran Yogyakarta • S-2 Universitas Gadjah Mada • S2 Universitas Islam Indonesia, S-3 Universitas Islam Indonesia Kiprah : • Pendiri Yasanti (Yayasan Annisa Swasti) (1982), • Ketua Bidang Ipmawati Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM), Ketua Umum PP Nasyiatul Aisyiyah (NA), Ketua Umum PP ‘Aisyiyah, • Ketua PP Muhammadiyah, dan Ketua PP ‘Aisyiyah Board of Supervisors Perludem
PEREMPUAN TANGGUH dan INSPIRATIF
141
Kita harus duduk bersama agar kita bisa sama-sama mengetahui masalah yang dihadapi perempuan Indonesia.
PENULIS: WILLY HANGGUMAN
SONIA PARERA- HUMMEL Kita Perlu Belajar Hidup Berjejaring
Foto: Dokumentasi Pribadi
M
eski banyak waktunya di luar negeri, Pendeta Sonia PareraHummel selalu memberikan perhatian untuk isu perempuan di tanah air. Bahkan ketika masih aktif menjadi Sekretaris United Evangelical Mission (UEM) Regional Asia di Jerman, ia ikut memberdayakan perempuan Indonesia. Saat ini, Pdt. Sonia tinggal di Papua.
untuk saling belajar, mendengar, dan bersama-sama mengatasi masalah.
perhatian dan kedudukan sosial, baik secara ekonomi maupun budaya.
“Pada era digital seperti sekarang, kita belajar hidup berjejaring dari berbagai latar belakang, baik agama dan budaya. Dengan hidup berjejaring, perjuangan mengatasi masalah tersebut akan makin kuat,” katanya.
Saat masih bertugas sebagai Minister Jemaat Silo (GPM) di Ambon, Maluku pada 1981 ̵ 1984, Pdt. Sonia memprakarsai organisasi baru untuk remaja jemaatnya, REMSI (Remaja Silo).
Melalui lembaganya, Pdt. Sonia banyak memberikan dukungan lembaga swadaya masyarakat lintas agama dan budaya untuk menangani masalah perempuan seperti pelacuran anak, pernikahan dini, perdagangan orang, dan poligami. Menurut pandangannya, masalah yang dihadapi perempuan Indonesia sangat besar. Ia berharap pemerintah tidak diam tetapi turun tangan untuk mengatasinya.
Dialog lintas agama dan budaya menjadi sangat penting karena kita saling mengenal.“ Kita harus duduk bersama agar kita bisa sama-sama mengetahui masalah yang dihadapi perempuan Indonesia,” tegas Sonia.
Pendeta Sonia mengakui banyak membaca novel-novel Indonesia baik yang dicetak maupun e-book. Ia cukup terkejut karena tema yang diangkat justru soal poligami. Awalnya ia menganggap dramatisasi semata. Namun ia yakin, tema poligami dalam novel-novel tersebut adalah cermin kehidupan masyarakat. Baginya, solusi terhadap masalah tersebut adalah kolaborasi perempuan Indonesia dari berbagai latar belakang budaya dan agama. Mereka perlu duduk bersama
Perhatian Pendeta Sonia terhadap persoalan perempuan tidak hanya di tanah air tetapi juga di seluruh dunia, sudah lama tumbuh dalam dirinya. Ketika suaminya, Uwe Hummel –mereka menikah pada 1984 di Ambon–, mendapat tugas di Gunung Sitolitoli, Nias, pada 1999 ̵ 2001, Pdt. Sonia membawa keluarganya tinggal di sana. Di Nias, ia menjadi Kepala Sekolah TK BNKP “Hanna Blindow” pada tahun 2000 dan memprakarsai kelas terpadu untuk anak autis dan cacat dengan membuka taman kanak-kanak. Ia juga memberikan pendampingan kepada banyak janda di pulau tersebut, yang kurang mendapat
“Saya menawarkan kursus bahasa Inggris dan matematika untuk anak-anak muda di Gereja Silo, apa pun keyakinannya. Saya menginisiasi Ibadah Remaja sebulan sekali, dengan menggunakan metode modern, seperti biblio-drama, tari, dan puisi,” ungkapnya. Sejak menikah dengan Uwe Hummel,Pdt. Sonia tinggal di Hamburg (19841986) dan bekerja di Departemen Asia UEM bersama suaminya sejak 2007. Ia bertanggung jawab atas departemen tersebut hingga pensiun pada 2018. ■
Pendeta Sonia Carolina Parera Hummel Lahir : Ambon, 17 Desember 1952 Pendidikan : • Studi Pascasarjana Teologi Ekumenis, Rijksuniversiteit, Groningen, Netherlands (1994) • Sarjana Theologia, Kolese Teologi Jakarta (1980) Pekerjaan: Pendeta dan Dosen Teologi Jabatan : Sekretaris United Evangelical Mission Regional Asia (2010—2018)
PEREMPUAN TANGGUH dan INSPIRATIF
143
Free and Quality Education Supported by Entrepreneurship.
PENULIS: MAYANG SARI
P
erempuan memimpin pondok pesantren (ponpes) bukan persoalan mudah. Di samping harus menghadapi tradisi patriarki, mesti juga membuktikan kemampuannya terkait pendidikan santri, kualitas mata pelajaran, dan keuangan ponpes pun harus tetap stabil demi menjalankan amanah suaminya, “Pondok Pesantren Al Ashriyyah Nurul Iman harus tetap gratis sampai kiamat”.
UMI WAHEEDA Memimpin Pesantren Mandiri dengan Ekonomi Syariah
Foto: Dokumentasi Pribadi
Itulah yang dihadapi Umi Waheeda, single parent, pemimpin Ponpes Al Ashriyyah Nurul Iman Islamic Boarding School di Desa Waru Jaya, Parung, Bogor, Jawa Barat. Dia harus memimpin pesantren, menyediakan 7 ton beras per hari untuk santrinya yang sebagian besar anak-anak dhuafa, korban tsunami, dan bencana alam itu. Jumlah mereka pun tidak sedikit, 20.000 orang. Belum lagi mengurusi 7 orang anak kandungnya. Mulanya, Ponpes Al Ashriyyah Nurul Iman yang didirikan pada tahun 1998, dipimpin oleh suaminya, Habib Saggaf Bin Mahdi bin Syekh Abi Bakar bin Salim. Lembaga pendidikan ini didirikan atas kepedulian mereka akibat krisis moneter yang menyebabkan banyak anak perempuan yang terpaksa nikah dini dan putus sekolah. Keduanya sadar betul bahwa perempuan adalah rahim
kehidupan yang harus dijaga marwahnya demi keberlangsungan hidup bangsa. Sering waktu, pesantren berkembang pesat. Jumlah santrinya mencapai 23.000. Namun, Allah berkehendak lain, Abah berpulang ke rahmatullah dan sejak itulah, Umi mengambil alih kepemimpinan.
Dengan strategi FEW (Food, Energy, and Water), Ponpes Nurul Iman memproduksi kebutuhan harian santri yang kini sudah mencapai 65 unit usaha. Ia juga mengembangkan bisnis para santri lewat online, Nurul Iman Store, bahkan beberapa produk sudah diekspor.
“Awal memimpin, Umi menghadapi berbagai tantangan, mulai dari keluarga istri-istri Abah (panggilan untuk suaminya-pen), fitnahan dan stigma negatif yang mengakibatkan semua donasi dihentikan. Tak ada lagi donatur yang mau menyumbang”, tuturnya sambil menarik napas saat menceritakan pada penulis. “Memang ada warisan aset, tetapi ada hutang sebesar Rp1 miliar juga tagihan listrik yang belum terbayar,” lanjutnya.
Umi juga mendidik para santri untuk berdikari menjadi pengusaha, guru, sekaligus pemimpin yang sidiq, amanah, tabligh, dan fathonah seperti yang telah diteladani Rasullullah.■
Alhasil, lima tahun kemudian, berkat keberanian, talenta kepemimpinan, dan jiwa kewirausahaannya, perempuan yang terinspirasi oleh Siti Khadijah dan Usman bin Affan –sosok saudagar dan pengusaha yang berjihad untuk Islam– ini, berhasil menjadikan Ponpes Al Ashriyyah Nurul Iman sebagai Pilot Project Pesantren Mandiri dengan ekonomi syariah, yang menyediakan “Free and Quality Education Supported by Entrepreneurship.” Atas keberhasilannya tersebut, Umi mendapat penghargaan dari pemerintah sebagai Ibu Bela Negara (2015).
Dr. Umi Waheeda, S.Psi, M.Si. Lahir : Singapura, 14 Januari 1968 Pendidikan : • S-3, Pendidikan dan Tafsir Al Qur’an, PTIQ, Jakarta, 2022 • S-2, Komunikasi, London School of Public Relations, 2009 • S-1, Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2007 Aktivitas : • Pimpinan Ponpes Al Ashriyyah Nurul Iman Islamic Boarding School • Pembicara dan Narasumber Role Model Kemandirian Ekonomi Syariah Pesantren, dalam dan luar negeri Penghargaan: • Gender Champion Penggerak Pemberdayaan Perempuan Prov. Jawa Barat • Eco Award dari South East Asia Drymix Mortar Association SEADMA, 2023 • Ikon Prestasi Pancasila dan Insan Pancasila tahun 2023 • Aktivis Islam dan Pengusaha Sosial, BPIP RI, 2023 • Woman Social Enterpreneur, Univ. Kebangsaan Malaysia dan UGM Yogyakarta, 2018 • Ibu Bela Negara Republik Indonesia, 2015.
KESEHATAN
PEREMPUAN TANGGUH dan INSPIRATIF
145
Tidak ada yang boleh meninggal karena melahirkan dan tidak ada pula yang boleh meninggal karena diare.
Hj. ANDI RABIAH
PENULIS: WILLY HANGGUMAN
G
elombang dan badai yang mengamuk tak ia hiraukan. Satu saja keinginannya, yakni bisa memberikaan pelayanan kesehatan bagi penduduk di pulau-pulau terpencil di Kabupaten Pangkajene, Sulawesi Selatan. Ia adalah Hj. Andi Rabiah.
Suster Apung yang
Malam telah turun. Andi Rabiah, suster perawat itu, tetap pada keputusannya harus berlayar agar bisa memberikan pelayanan kesehatan bagi penduduk pulau terpencil yang merindukan kedatangannya.
Pantang Menyerah
Foto: Dokumentasi Pribadi
Perahu motor yang ditumpangi Andi Rabiah bersama 14 penumpang lain membelah gelombang dalam gelap malam. Awalnya tak ada masalah. Meski di tengah perjalanan, gelombang besar datang, perahu tetap berlayar dengan tabah. Tanpa disangka-sangka, perahu motor menghantam pulau karang. Perahu motor itu terbelah dua. Penumpangnya selamat. Persoalannya, bagaimana meminta tolong di tengah laut itu? Tak ada alat komunikasi. Mendadak muncul ide “out of the box” dari Andi Rabiah. Ia menuliskan pesan “SOS” di cangkang penyu. Setelah pesan ditulis, dilarung ke laut. Singkat cerita, mereka semua bisa diselamatkan.
TETAP MAU MENGABDI DI PULAU TERPENCIL Peristiwa yang hampir merenggut nyawa itu, tak membuatnya surut dari pengabdian kepada penduduk di 25 pulau terpencil di Pangkajene. Orang tuanya sempat meminta Rabiah untuk pindah ke daratan, namun ia menolak. Konsistensinya tidak pernah bisa meruntuhkan kecintaan kepada pulau dan penduduknya. “Penduduk pulau terpencil seperti sangat membutuhkan pelayanan kesehatan. Tidak ada yang boleh meninggal karena melahirkan dan tidak ada pula yang boleh meninggal karena diare” tekadnya. Sebuah tekad yang terus diperjuangkannya walaupun gaji yang diterima tidaklah besar dan tidak ada jaminan asuransi. Andi Rabiah bertugas di Puskesmas Liukang Tangaya, Pulau Sapuka, Kabupaten Pangkajene pada 1 April 1977. Saat bertugas, ia menggunakan perahu motor. Namun tak jarang perempuan penjinak tingginya gelombang laut Flores itu, terpaksa menggunakan perahu tanpa mesin, bahkan mendayungnya sendiri. “Saya kemudian dijuluki sebagai suster apung karena berlayar dari satu pulau ke lain pulau saat memberikan pelayanan kesehatan,” ungkapnya.
Ia pernah mengalami kejadian tragis lain, yakni perahu motornya tenggelam. Ikut tenggelam pula vaksin polio yang mau diberikan kepada masyarakat. Lagilagi kejadian tersebut tak memadamkan nyala semangatnya untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat di pulau-pulau terpencil. Ibu dari empat orang anak ini, mengenal dunia medis dari neneknya yang merupakan tenaga medis pertama di kampungnya. Andi Rabiah diangkat menjadi Kepala Puskesmas Liukang Tangaya tahun 2007 sampai 2012. Setelah pensiun, ia tak pernah pensiun. Kini ia menemani putrinya, Mimi, yang mengikuti jejaknya, melayani kesehatan bagi masyarakat di pulau-pulau terpencil sebagai relawan. Ya, sampai saat ini! ■
Hj. Andi Rabiah Lahir : Baring, Sulawesi Selatan, 29 Juni 1957 Pendidikan : • Supplementary Training/Sekolah Perawat Kesehatan (1983) • PKC/Penjenang Kesehatan (1974–1975) Penghargaan: • Kategori Tenaga Kesehatan Inspirasional, Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan, 2023 • Kategori Kesehatan, “Liputan6” SCTV Awards, 2023 • “Live Achievement Suster Apung”, Penghargaan dari IWAPI, 2012 • Inspirator Perawat Indonesia Tahun 2015, Ikatan Mahasiswa Perawat Indonesia • Juara Pertama Film Dokumenter Terbaik “Suster Apung”, Eagle Awards Metro TV, 2006
PEREMPUAN TANGGUH dan INSPIRATIF
147
Hanya di dalam ruang klinik, mereka bisa melepas topeng... dan jujur pada diri sendiri PENULIS: YUSUF SUSILO HARTONO
S
ejak muda Baby Jim Aditya telah menyedekahkan hidupnya sebagai aktivis HIV/AIDS. Menghabiskan waktunya untuk turun lapangan, bergaul, melakukan penelitian dan penyuluhan di kompleks pelacuran Kramat Tunggak Jakarta, pangkalan-pangkalan truk, kolong jembatan, hingga para narapidana laki-laki, waria, maupun perempuan di penjara.
BABY JIM ADITYA Ingin Masyarakat Waras Mentalnya
Foto: Muller Mulyadi
Dari situ, dia membagikan pengalamannya di panggung-panggung seminar HIV/AIDS di Indonesia hingga Belanda. Menyuarakannya di radio Prambors, Mustang, dan Ramako (1980-1989) tempat ia mengasuh obrolan tentang seks. Tahun 1995, mengajak 40 pelacur bermain bersama Teater Koma di Graha Bhakti Budaya TIM, dengan lakon “Sentuhan Warna-warna”. Bergabung dengan Teater Koma sejak 1981, turut bermain dalam lakon “Opera Ikan Asin” pertama, 1983, yang mengangkat tema pelacuran. Baby tidak hanya berhenti di sana, ia membawa pengalaman lapangan ke bangku kuliah di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Dimulai dari mahasiswa baru S-1 hingga meraih gelar doktor. Selain itu, Baby mendirikan “Angsa Merah Clinic”, klinik konsultasi kesehatan pria, wanita, dan anak. Penulis buku Catatan yang Tercecer: Dari Cakalang Pampis Sampai Cabe-
cabean ini, juga sibuk beraktivitas dengan berbagai organisasi dan lembaga terkait, di antaranya Kementerian Hukum dan HAM, dan Badan Narkotika Nasional. Yang datang ke klinik Baby beragam individu, termasuk pelajar, mahasiswa, pejabat pemerintah dan militer eselon tinggi, perempuan maupun pria yang ibadahnya khusyuk, hingga pesohor. Pasien datang dengan membawa aneka masalah pribadi, mulai dari yang kecanduan seks, narkoba, hingga yang menjadi korban HIV/AIDS. Suami maupun istri yang terjerat perselingkuhan, kehilangan gairah dengan pasangan, atau bahkan menjadi perempuan simpanan koruptor. Mereka mencari bantuan Baby. Selain itu, ada pula kasus siswa-siswi yang sudah ngeseks sesama teman tanpa/ diketahui guru dan orang tua, anak yang kehilangan kepercayaan pada orang tuanya, serta individu dengan identitas lesbian, gay, biseksual, transgender, dan lain-lain. “Hanya di dalam ruang klinik, mereka bisa melepas topeng, yang selalu dipakai di rumah, sekolah, kantor, perusahaan, bahkan tempat ibadah dan ruang publik lainnya. Mereka bisa jujur pada dirinya sendiri,” tutur perempuan berambut panjang, tinggi semampai, tanpa perhiasan emas semenir pun yang menempel di tubuhnya. Begitu pasien keluar dari klinik konsultasi, mereka akan kembali bertopeng, karena berbagai alasan.
Tujuan hidup Baby sebagai aktivis dan psikolog klinis adalah ingin membantu individu dan masyarakat waras mentalnya dan sehat tubuhnya. Dengan demikian, orang bisa hidup tanpa bertopeng, jujur, dan bahagia. “Adapun untuk mencegah persoalan seks dan masalah turunannya, anak-anak kita harus diberikan pendidikan seks sejak dini,” tandasnya. Sejak Januari 2023, Baby sudah bisa bergabung di Klinik Angsa Merah. Lima tahun belakangan, ketika dia masih menjadi anak buah Megawati Soekarnoputri, sebagai Deputi Bidang Pendidikan dan Pelatihan, Badan Pembinaan Ideologi Pancasila RI (1918-2023), praktiknya paruh waktu.■ Dr. Baby Jim Aditya, M.Psi. Lahir : 5 Desember 1962 Pendidikan : • Fakultas Psikologi Universitas Indonesia • Filsafat (Extension Course) STF Driyarkara • Pendidikan Seksualitas, Gender, Narkoba& HIV/AIDS di Belanda, Australia, dan Thailand. Profesi : • Psikolog klinis • Aktivis HIV/AIDS Organisasi antara lain: • Asosiasi Seksologi Indonesia • Himpunan Psikologi Indonesia • Balai Pertimbangan Pemasyarakatan DepkumHAM • Badan Narkotika Nasional • Indonesian Association of Clinical Hypnotherapy (IACH) Penghargaan antara lain: • Museum Rekor Indonesia (MURI) sebagai Pejuang Anti AIDs (2008) • 99 Wanita Paling Berpengaruh di Indonesia - Majalah Globe Asia (2007)
PEREMPUAN TANGGUH dan INSPIRATIF
CARINA CITRA DEWI JOE
149
Hasil riset yang hanya dilakukan di laboratorium tidak bisa seketika dirasakan bagi kehidupan manusia. Diperlukan kerja sama pelaku industri dan peneliti, agar hasilnya bisa dinikmati masyarakat.
Pemegang Hak Paten Vaksin AstraZeneca PENULIS: HANNI SOFIA
C
arina Citra Dewi Joe adalah peneliti perempuan Indonesia pemegang hak paten dari vaksin AstraZaneca, salah satu vaksin Covid-19, yang telah digunakan oleh sekitar 1 miliar orang di dunia. Ilmuwan muda asal Jakarta itu menemukan formula “dua sendok makan sel” yang memungkinkan produksi lebih dari 1,5 miliar dosis vaksin Oxford AstraZeneca.
Foto: Dokumentasi Pribadi
Ia tergabung dalam tim yang mengembangkan proses manufaktur skala besar GMP Oxford atau vaksin AstraZeneca Covid-19. Tugas Carina dalam riset itu adalah menemukan formula yang tepat agar bisa memproduksi vaksin Covid-19 dalam skala besar dan selesai dengan waktu singkat. Tujuannya adalah agar vaksin yang dikembangkan di Jenner Institute Oxford University ini dapat segera digunakan dalam uji klinik dan dapat digunakan secara masif. Formula “dua sendok makan sel” yang ditemukan Carina itu selain menjadi landasan produksi besar vaksin Oxford AstraZeneca, juga memungkinkan vaksin diproduksi dengan harga semurah mungkin. Jasanya itu mengantarkan dirinya menjadi salah satu pemegang hak paten vaksin yang terkait manufacturing scale up.
Saat ini vaksin Oxford AstraZeneca adalah vaksin yang paling luas jangkauannya, dengan lokasi produksi di lebih selusin laboratorium di lima benua. Vaksin AstraZeneca telah disetujui dan digunakan di 178 negara, termasuk Indonesia. Saat pandemi terjadi, jutaan dosis AstraZeneca sudah disuntikkan di seluruh dunia dan akan terus digunakan untuk masa-masa mendatang. Dari data statistik, vaksin ini telah menyelamatkan puluhan ribu nyawa manusia dari Covid-19. Carina memulai kariernya di dunia riset, karena sejak lama jatuh cinta pada bidang ilmu bioteknologi. Sayangnya, saat lulus dari SMAK 1 Penabur, Jakarta, belum banyak universitas di Indonesia yang menawarkan studi jurusan bioteknologi. Hal inilah yang membuat dia memutuskan melanjutkan pendidikan dan berkiprah di luar negeri. Maka setelah lulus S-1, ia melakukan internship di sebuah perusahaan di Australia. Perusahaan inilah yang menawarkannya untuk meneruskan studi hingga meraih gelar Ph.D. untuk menunjang kariernya dalam bidang penelitian. Pengalaman dalam industri bioteknologi menjadi modal terbaik saat ia terlibat dalam riset vaksin AstraZeneca untuk Covid-19.
Carina merasakan, ekosistem riset di luar negeri sangat kondusif sehingga memudahkan para peneliti termasuk peneliti perempuan untuk menciptakan produk yang berguna bagi manusia. Ia sempat menjadi peneliti di Australia dan Inggris dan menemukan fakta bahwa dua negara tersebut telah membangun ekosistem yang mendukung terlaksananya riset yang aplikatif. Selain ketersediaan anggaran, para peneliti bisa dengan mudah berkolaborasi dengan para ahli dari berbagai bidang untuk bertukar pikiran sehingga terwujud karya yang bermanfaat bagi masyarakat. Saat ini, Indonesia memang mulai memperbaiki dan membangun ekosistem riset yang dapat mendukung para peneliti hingga menghasilkan karya yang bermanfaat luas. Namun, Carina memandang, semua peneliti termasuk diaspora tetap bisa berkarya di mana pun sepanjang bisa berkontribusi bagi negara dan dunia.■ Carina Citra Dewi Joe, Ph.D. Afiliasi saat ini: Jenner Institute, University of Oxford Pendidikan: • S-1 University of Hong Kong • S-2 Royal Melbourne Institute of Technology • S-3 Royal Melbourne Institute of Technology Penghargaan: • Excellence Award (Jenner Institute) • Vice Chancellor Award (RMIT), Pride of Britain.
PEREMPUAN TANGGUH dan INSPIRATIF
151
Bidan melayani dengan hati dan tidak akan tergerus oleh teknologi sehingga saya meyakini bahwa peran bidan tidak akan tergantikan oleh teknologi. PENULIS: HANNI SOFIA
E
mi Nurjasmi menjadi cerminan bidan sejati yang mengabdikan hidupnya agar senantiasa bermanfaat bagi orang lain. Ia memperjuangkan nasib bidan di seluruh Indonesia melalui keketuaannya dalam organisasi profesi Ikatan Bidan Indonesia (IBI).
Cermin Kemuliaan Bidan Sejati
Foto: Dokumentasi Pribadi
EMI NURJASMI
Selain menjadi Ketua Umum IBI, Emi juga aktif menjadi dosen di politeknik kesehatan, salah satu asesor BAN-PT, dan Ketua Lembaga Diklat Profesi IBI (LDP). Ia memiliki segudang kegiatan lain untuk mendukung kiprahnya di bidang perempuan dan kesehatan, yakni sebagai Wakil Direktur Yayasan Pendidikan Kesehatan Perempuan (YPKP); Ketua Bidang Sosial, Kesehatan, & Kesejahteraan Keluarga Dewan Pengurus Kowani; Vice President of Midwives Alliance of Asia; Internasional Confederation of Midwives (ICM) Board Member for SEARO Countries Region; dan Ketua Kolegium Kebidanan. Doktor di bidang manajemen pendidikan itu, berjuang dan berupaya menyuarakan solusi untuk berbagai persoalan yang dialami bidan, perempuan, anak, dan bangsa ini secara keseluruhan. Untuk bidan, ia prihatin karena gaji bidan PTT (Pegawai Tidak Tetap) yang masih belum layak atau di bawah UMP/
UMR. Emi memandang pentingnya meningkatkan kesejahteraan hidup bidan mengingat beratnya beban kerja bidan PTT yang sebagian besar bekerja di wilayah pelosok terpencil bahkan menjadi garis terdepan tenaga kesehatan di wilayah yang sulit dijangkau. Emi yang berasal dari desa di sebuah pelosok Sawahlunto paham benar bagaimana masyarakat pedesaan begitu bergantung pada pelayanan seorang bidan desa. Perjuangannya dengan IBI mengadvokasi bidan membuahkan hasil. Pada 2018, pemerintah mengangkat lebih dari 43.000 bidan PTT menjadi PNS. Menurut Emi, bidan memegang peran yang signifikan karena jika bidan mendapatkan pendidikan terstandar maka mereka akan memiliki kemampuan untuk memberikan 90 persen pelayanan kesehatan seksual dan reproduksi, termasuk ibu dan bayi serta remaja. Untuk itu, akses pendidikan yang mudah dan berkualitas sangat penting untuk memperkuat kompetensi bidan. Program Bidan Sahabat Perempuan juga mencerminkan betapa bidan dan perempuan sangat mudah untuk berkomunikasi. “Karena kita ada di tengah masyarakat sehingga mudah diakses. Lebih 480 ribu bidan yang terdaftar di Konsil Tenaga Kesehatan
Indonesia, sekitar 70 persen ada di tengah-tengah masyarakat. Seperti pelayanan primer, Puskemas, dan sebagainya,” kata Emi. Di sisi lain, peran bidan menjadi makin penting dalam pencegahan stunting dan gizi buruk di daerah-daerah. Emi adalah sosok yang mengedepankan totalitas dan senantiasa beranggapan bahwa sekali melakukan sesuatu maka harus terselesaikan dengan sebaik mungkin. Ia bertekad terus memperjuangkan bidan-bidan hingga terbuka aksesnya untuk mengembangkan diri dan kapasitasnya agar dapat meningkatkan kualitas pelayanan dan berkontribusi dalam percepatan penurunan AKI, AKB, dan stunting di Indonesia. ■ Dr. Emi Nurjasmi, M.Kes. Lahir : Sawahlunto, 10 Juni 1955 Jabatan : • Dosen Poltekkes Jakarta III (2011 - sekarang); • Kasubdit Bina Pelayanan Kebidanan Kemenkes RI (2006 - 2011) • Kasubid Pendidikan Keperawatan dan Kebidanan, Pusdiknakes, Depkes RI (1993 -- ) • Dinkes Prov. DI Aceh (1988 - 1993) • Staf Sudin KIA & KB Dinkes Provinsi Jateng (1982 - 1988); • Bidan Kab. Manokwari (1979–1982) • Bidan RSU Bukit Tinggi (1976–1979) Penghargaan: Inspirator dan penggerak cegah stunting dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) (2023)
PEREMPUAN TANGGUH dan INSPIRATIF
153
Urban farming membantu wilayah jadi hijau, mengurangi panas, menjaga inflasi, membantu mengatasi kemiskinan, hingga membantu mengatasi penurunan stunting.
PENULIS: BUDOYO PRACAHYO
K
Foto: Dokumentasi Pribadi
omitmen Hevearita Gunaryanti Rahayu mengembangkan urban farming atau pertanian perkotaan sudah berlangsung sejak lama. Bisa dibilang sejak masih duduk di bangku kuliah, hingga menjadi Wakil Wali Kota Semarang, Plt. Wali Kota Semarang, apalagi setelah menjadi Wali Kota Semarang saat ini.
HEVEARITA GUNARYANTI RAHAYU
Penggerak Urban Farming, Menurunkan Stunting
Setiap kesempatan, Mbak Ita, panggilan akrabnya, selalu mengajak warga Kota Semarang untuk memanfaatkan lahan pertanian dengan optimal untuk menciptakan ketahanan pangan. Urban farming, menurutnya, tidak hanya vital untuk ketahanan pangan, terutama bagi keluarga di kota besar, tetapi juga dapat menjadikan wilayah lebih hijau, mengurangi panas di Kota Semarang, menstabilkan inflasi, membantu mengatasi kemiskinan, dan turut serta dalam penanggulangan stunting. Dalam konteks stunting nasional, Kota Semarang berhasil menurunkan prevalensi stunting dari 10,9% menjadi 10,4%. Atas keberhasilannya tersebut menjadikannya contoh pemimpin yang mampu menurunkan stunting di tingkat nasional. Berkah dari program urban farming ini, Kota Semarang banyak mendapatkan
penghargaan. Di antaranya, Penghargaan Pembangunan Daerah (PPD) Kabupaten/ Kota tingkat Provinsi Jawa Tengah tahun 2023, atas inovasi program seperti Food Startup Challenge, Urban Farming Corner, Rumah Gizi Pelangi Nusantara, dan Sekolah Berkebun. Mbak Ita sendiri menerima penghargaan Penggerak Urban Farming di Kota Semarang pada Anugerah Jawa Pos Radar Semarang 2020, Indonesia Top Leaders Awards 2022 sebagai Women Leaders Government 2022 dari Seven Media Asia, dan PWI Jateng Award 2022 atas komitmen dan dukungan pemberdayaan perempuan dan anak di Kota Semarang. Pada tahun 2023, insinyur pertanian ini juga menerima penghargaan, dari berbagai media tanah air, juga BKKBN, dalam hal penurunan stunting. Urban farming di bawah kendali Mbak Ita telah diterapkan tidak hanya di kantor wali kota, tetapi juga di kantor-kantor dinas, badan, kecamatan, kelurahan, rumah tangga, dan lahan-lahan kosong. Bahkan di sekolah, mulai dari Taman Kanak-kanak hingga Sekolah Lanjutan Atas, telah menerapkan kurikulum urban farming. “Ada 60 sekolah yang sudah menerapkannya. Kemudian
kelompok tani dan kelompok wanita tani mencapai 460 kelompok, serta organisasi kemasyarakatan seperti PKK dan dasawisma,” ujarnya dengan wajah sumringah. Saat menjadi Wakil Wali Kota Semarang, tujuh tahun lalu, Mbak Ita sudah mendirikan sekolah berkebun di rumahnya. Di sini, masyarakat bisa belajar menanam dan berkebun. ■
Ir. Hj. Hevearita Gunaryanti Rahayu, M.Sos. Lahir : Semarang, 4 Mei 1966 Pendidikan: • S-3 Fakultas Ilmu Sosial & Ilmu Politik, Universitas Diponegoro, 2020 - sekarang • S-2 Fakultas Ilmu Sosial & Ilmu Politik, Universitas Diponegoro, 2019 • S-1 Fakultas Pertanian UPN Veteran, Yogyakarta, 1989 Jabatan antara lain: • Wali Kota Semarang, 2023 - 2026 • Plt. Wali Kota Semarang, 2022 - 2022 • Wakil Ketua DPC PDI Perjuangan, 2019 - 2024 • Wakil Wali Kota Semarang, 2016 - 2022 Penghargaan antara lain: • Dharma Karya Kencana dari BKKBN, 2023 • Satyalancana Pembangunan oleh Presiden Republik Indonesia, 2018 Buku: Inspirasi Resep Megawati Soekarnoputri (Racikan Istimewa untuk Generasi Emas Indonesia Timur), 2023 Resep-resep Megawati Soekarnoputri (Resep Makanan Baduta dan Ibu Hamil untuk Generasi Emas Indonesia), 2022
PEREMPUAN TANGGUH dan INSPIRATIF
155
Tidak ada kata terlambat untuk melestarikan lingkungan, cinta lingkungan, dan kembali ke alam.
PENULIS: BUDOYO PRACAHYO
T
iga puluh lima tahun sudah Ida Ayu Rusmarini bekerja untuk melestarikan lingkungan hidup. Dia memang dikenal sebagai pembudidaya tanaman obatobatan, tanaman upakara, dan tanaman langka. Atas kiprahnya ini, perekonomian masyarakat sekitar menjadi meningkat karena terbuka lapangan pekerjaan dan masyarakat mampu mengolah sendiri tanaman obat tersebut. Dia yang akrab disapa Dayu dikenal sebagai perempuan pendorong tumbuhnya harapan positif di tengah situasi sulit. Ia mampu mengajak masyarakat keluar dari zona nyaman untuk menemukan solusi. Dayu memang mengabdi dan berkorban untuk kepentingan banyak orang.
Tokoh Tanaman Obat dan Wisata Herbal
Foto: Raka Denny
IDA AYU RUSMARINI
Penghargaan Kalpataru 2020 merupakan salah satu bukti pengakuan pemerintah atas perjuangannya menjaga lingkungan hidup. Selain itu, Dayu bersama kelompok Putri Toga Turus Lumbung Puri Damai juga dianugerahi Kehati Award 2012 dalam kategori Peduli Lestari. Dia pun tercatat sebagai Pembina Desa Wisata Bali serta Pembina Lingkungan dan Herbal Seluruh Bali untuk Desa Tertinggal. Dayu juga memberikan inspirasi bagi pemerintah daerah, salah satunya pemerintah Gianyar, Bali, dalam mengembangkan tanaman kelor atau moringa. Akhirnya, kelor menjadi maskot di daerah itu dan angka stunting tercatat
paling rendah di Indonesia. Selain berkomitmen menjaga lingkungan, Dayu sangat berkeinginan meningkatkan derajat kaum perempuan. Itu sebab, dia selalu memberikan pemahaman kepada para ibu di desa untuk bisa menyekolahkan anaknya. “Jangan sampai warga hanya menjadi tukang kebun atau tukang bersih-bersih. Mereka harus sekolah sehingga mempunyai keterampilan. Puji Tuhan, sekarang ada di antara mereka yang telah bergelar sarjana,” ungkap Dayu.
ke desa-desa untuk mengembangkan tanaman obat. Sekarang, anak-anak malah yang melanjutkan, sebab saya juga sudah terbatas, sudah bertambah usianya. Sekarang, saya sudah diringankan oleh anak-anak,” kenang lulusan Fakultas Pertanian Universitas Udayana Bali itu. Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) serta beberapa negara juga telah memberikan apresiasi atas komitmen dan konsistensi Dayu menjaga lingkungan dan mengembangkan wisata kesehatan.
Dayu juga tidak ingin pengembangan wisata menjurus kepada kerusakan lingkungan. Untuk itu, Usadha Puri Damai miliknya berkembang menjadi destinasi pariwisata baru, yaitu Pariwisata Kesehatan (Health Tourism). Tujuannya untuk mengenalkan kepada dunia bahwa pariwisata Bali bukan hanya alam, Bali bukan hanya culture atau budaya tetapi Bali juga memiliki kekayaan lain, yaitu di bidang kesehatan.
Dayu kemudian mengajak semua pihak untuk sejak dini memperkenalkan lingkungan. “Tidak ada kata terlambat untuk melestarikan lingkungan, cinta lingkungan, dan kembali ke alam. Alam sudah menyiapkan, entah itu dalam bentuk pangan, entah itu herbal, maupun obat-obat luar. Alam lebih canggih dan banyak memberikan manfaat,” katanya.■
Usadha Puri Damai merupakan pusat terapi pengobatan herbal tradisional Bali yang berdiri sejak tahun 1990. Usaha ini didirikan oleh Ida Ayu Rusmini dan suaminya, I Wayan Damai. Sekarang, pusat terapi pengobatan herbal ini ditangani anak-anaknya.
Lahir : Denpasar, Bali, 9 November 1960 Pendidikan : Fakultas Pertanian, Universitas Udayana Aktivitas : • Pensiunan Aparatur Sipil Negara • Pendiri Yayasan Puri Damai • Pendiri Pusat Kesehatan Tradisional Usadha Puri Damai Penghargaan : • Kehati Award 2012 Kategori Peduli Lestari Bersama Kelompok Putri Toga Turus Lumbung Puri Damai • Kalpataru Award 2020 Kategori Pembina Lingkungan
“Dulu anak-anak menilai saya bandel karena pulang kerja langsung blusukan
Ida Ayu Rusmarini
PEREMPUAN TANGGUH dan INSPIRATIF
157
HIV akan tetap jadi ancaman sepanjang pendekatan moral lebih dikedepankan dibandingkan kesehatan masyarakat.
PENULIS: HANNI SOFIA
D
Foto: Dokumentasi Pribadi
unia bagi Nafsiah Mboi tak pernah berhenti berputar. Mantan Menteri Kesehatan Kabinet Indonesia Bersatu II di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu berkiprah di dunia kesehatan sejak 1964 dan mengabdikan waktunya untuk berkarier di dunia medis selama lebih dari tiga dekade.
NAFSIAH MBOI Pengabdian Tak Henti pada Dunia Kesehatan Indonesia
Nafsiah adalah teladan, baik sebagai mantan pegawai negeri, aktivis, menteri, hingga pejuang gigih dalam penanggulangan HIV di Indonesia, kesetaraan gender, dan perlindungan anak. Kiprah itu sempat menempatkannya pada posisi sebagai Ketua Komite Hak-hak Anak PBB dan Chair Global Fund to Fight AIDS, TB, Malaria. Perempuan yang akrab disapa Naf itu, mengawali karier sebagai dokter umum di Ende, Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT) pada 1964, sementara sang suami, Brigjen TNI (Purn) Benedictus Mboi, MPH, menjadi dokter kabupaten (dokabu) di Ende dan Manggarai. Ia mengeyam pendidikan dokter spesialis anak di FKUI rampung pada 1971, kemudian memperdalam kesehatan anak di Rijksuniversiteit, Gent, Belgia, lulus pada 1972. Dengan menyandang gelar dokter anak, Naf kembali ke NTT dan bertugas sampai 1975 sebagai dokter anak pertama dan satu-satunya di wilayah itu. Pengabdiannya di NTT terus berlanjut. Ia mendampingi suaminya yang terpilih
menjadi Gubernur NTT selama 1978 ̵ 1988. Ia juga sempat menjadi Kepala Lembaga Transfusi Darah PMI DKI dan menjadi anggota DPR RI periode 1992 ̵ 1997. Naf pensiun sebagai PNS pada 1997, namun bukan berarti berhenti mengabdi. Ia justru menggapai puncak karier sebagai Menteri Kesehatan pada 2012 ̵ 2014. Sebelumnya, selama di NTT, ia sangat mendukung program kerja suaminya yang ingin mengentaskan kemiskinan ekstrem di wilayah itu. Ia fokus pada penanggulangan penyakit anak yang muncul akibat kemiskinan. Minatnya terhadap analisis data beban penyakit membuat Naf juga terlibat aktif sebagai anggota dewan Institute for Health Metrics Evaluation (IHME) di University of Washington, Amerika Serikat. Naf juga sempat mempelajari formulasi kebijakan kesehatan yang nondiskriminatif di Australia. Pengalaman itu mendorong Naf mencari formula penanganan HIV yang paling sesuai untuk diterapkan di Indonesia. Sikap pemberani Nafsiah terlihat saat menawarkan alat suntik steril gratis dan terapi metadon kepada para pengguna narkoba suntik saat menjadi Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS Nasional. Kiprah dan keberanian Naf mengantarkannya pada posisi direktur
gender dan kesehatan wanita WHO pada tahun 90-an. Selain itu, ia juga dipercaya untuk menjabat sebagai Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS di Indonesia sejak 2006. Menurutnya, tantangan untuk memberantas HIV di Indonesia masih tinggi. Banyaknya angka pengguna narkoba suntik, pekerja seksual, dan hubungan seks antar pria yang tidak aman menjadi tantangan tersendiri. Rendahnya posisi perempuan dalam tatanan masyarakat turut meningkatkan kerentanan terhadap HIV-AIDS. Kemampuan Naf merangkul banyak pihak, menjadikannya sosok perempuan yang mampu menggunakan pendekatan berbeda dalam penanganan HIV, yakni pendekatan yang mengedepankan kesehatan masyarakat, alih-alih pendekatan moral yang justru menjadi cara yang banyak diakui efektif sampai sekarang. ■
dr. Andi Nafsiah Walinono Mboi, Sp.A., M.P.H. Lahir : Sengkang, Sulawesi Selatan, 14 Juli 1940 Penghargaan: • Magsaysay Award, Filipina,1986 • Bintang Mahaputra Adiprana, Pemerintah RI, 2014 • Chevalier, d’Ordre National de la Legion d’Honneur (Presiden Prancis), 2015 • Pejuang Setia Penanggulangan AIDS Lifetime Achievement Award, 2015 • Cendekiawan Berdedikasi, Kompas, 2021
PEREMPUAN TANGGUH dan INSPIRATIF
159
Kasih kepada sesama manusia merupakan wujud kasih kepada Allah PENULIS: WILLY HANGGUMAN
U
murnya sudah 72 tahun, 40 tahun di antaranya, digunakan untuk mengabdi pada kemanusiaan: menangani orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) di Kota Parepare. Perempuan tamatan Sekolah Dasar (SD) itu, tak lain adalah Naomi Sampeangin.
NAOMI SAMPEANGIN
Kalau ada ODGJ mengamuk dan memegang parang di Kota Parepare, tak ada yang berani menangani. Bahkan petugas Satpol PP pun keder. Lantas orang memanggil Naomi Sampeangin. Anehnya, di hadapan Naomi sepertinya para ODGJ gampang “takluk”. Itu sebabnya, masyarakat menyebut Oma Naomi sebagai “pawang” untuk ODGJ.
Bunda Para Orang dengan Gangguan Jiwa
Foto: Dokumentasi Pribadi
“Orang menjuluki saya, Bunda para ODGJ. Tak apa. Saya senang-senang saja. Lebih dari 40 tahun saya menangani ODGJ di Kota Parepare,” kata Naomi bangga. Bahkan ia menjadikan nomor gawainya sebagai nomor darurat ODGJ. Ibu yang sederhana ini pun menyebarkan nomornya ke mana-mana dan siap dihubungi selama 24 jam untuk urusan itu. Bila ada panggilan masuk dari ODGJ baru, ia langsung bertanya apakah yang bersangkutan telah memiliki BPJS, KTP, dan Kartu Keluarga. Bila ada, tidak segan-segan Oma Naomi menjemput ODGJ dengan ambulans yang disediakan Dinas Sosial.
PANGGILAN JIWA Pada tahun-tahun awal kegiatannya, Naomi sering menelusuri jalan-jalan dan pasar di Kota Parepare untuk mencari ODGJ. Ia tidak sungkan untuk memandikan dan mencukur rambut mereka. Menurutnya, kalau ODGJ diberi perhatian dengan penuh kasih, disediakan makanan yang cukup, dan mendidiknya untuk menyiapkan diri memasuki lapangan pekerjaan, biasanya yang bersangkutan akan sehat kembali. Oma Naomi, sapaan akrabnya, saat ini menjadi satu-satunya relawan pendamping ODGJ di Parepare. Kini, ia telah memiliki tim kader kesehatan jiwa yang ia pimpin, yaitu Yayasan Cahaya Pelita Sehati. Yayasan ini didirikan tahun 2018 dan mendapat dukungan dari Pertamina Parepare. Saat ini, ada sekitar 75 orang ODGJ yang mereka tangani. Bersama tim Yayasan Cahaya Pelita Sehati, local hero dari Parepare ini terus berjuang agar kelak dapat mewujudkan sebuah rumah singgah atau Rumah Sakit Jiwa bagi ODGJ di Parepare. Saat mendampingi ODGJ, Oma Naomi dua kali kena stroke. Namun hanya dalam seminggu, ia bisa pulih kembali. “Orang bilang saya bisa sehat karena mendapat doa dari ODGJ,” ujarnya. Saat ini untuk
sementara, rumahnya sendiri digunakan sebagai rumah singgah bagi ODGJ dan posyandu 3 generasi: lansia, ibu hamil, dan remaja. Bahkan berkat belas kasih dan perhatiannya, ada ODGJ yang diangkat menjadi bagian dari keluarganya dan terdaftar dalam Kartu Keluarga Naomi Sampeangin. Lantas apa yang mendorong Naomi terus berkarya menolong sesama? “Kasih kepada sesama manusia merupakan wujud kasih kepada Allah,” ungkap Naomi yang kegiatannya didukung penuh oleh keluarganya. ■
Naomi Sampeangin Lahir : Mamasa, 31 Desember 1951 Organisasi : • LSM Inklusi, Kota Parepare (kerja sama dengan Australia), 2022–sekarang • Ketua Yayasan Cahaya Pelita Sehati (2018–sekarang) • Ketua Posyandu Flamboyan 1 (1983–sekarang) Penghargaan: • Penggerak Karya Sosial Kemanusiaan dan Pemerhati Masalah Kesehatan Jiwa ODGJ dari Akademi Keperawatan Fatima Parepare dan PT Pertamina Fuel Terminal Parepare, 2023 • Wanita Inspiratif 2019 Kota Parepare • “Local Hero” Nasional Urutan ke-5 dari PT Pertamina, 2018 • Penghargaan 40 Tahun Pengabdian sebagai Kader PKK Tanpa Putus dari Pemkab. Parepare, 2016.
PEREMPUAN TANGGUH dan INSPIRATIF
161
Kita harus kembali ke diri sendiri. Pelajari diri Anda, nikmati diri Anda dan bangkitkan siapa Anda.
LUH KETUT SURYANI
PENULIS: WILLY HANGGUMAN
P
rofesor Luh Ketut Suryani terkejut ketika mendapat kabar ia termasuk dalam 95 perempuan tangguh dan inspiratif yang dipilih Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI tahun 2023 ini.
Terpasung di Pulau Surga
“Saya terkejut. Ada juga orang yang memperhatikan pekerjaan saya. Biasanya semua orang itu memarahi, kemudian mengejek. Malahan ada yang mengatakan kamu bukan ilmuwan, hanya dukun. Bagi saya memunculkan konsep spirit sebelum ada manusia, ya, itulah Suryani,” katanya dengan suara teduh dari balik telepon.
Foto: Raka Denny
Pada suatu seminar yang dihadiri sekitar 350 psikiater di Bali usai reformasi, Suryani dicap dukun karena konsepnya tentang spirit dinilai tak sesuai kaidah ilmiah. Bahkan seorang profesor langsung mengatakan dirinya bukan profesor, bukan dokter, dan bukan psikiater tetapi dukun. “Semua psikiater menertawakan saya. Kalau orang lain mungkin sudah pingsan, tetapi saya justru mengatakan, ya, tergantung kita melihatnya,” kisahnya. Suryani tetap teguh dengan konsepnya bahwa manusia tidak cukup dilihat dari
tubuhnya saja tetapi juga spirit. Dengan konsep itu pulalah ia menangani dengan gratis orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) di Pulau Bali. Saat berhadapan dengan ODGJ ia selalu berhati-hati. “Sering mereka mau melawan, tetapi, ya, tiba-tiba ada suatu kekuatan yang bisa saya gunakan. Apakah suara saya atau yang lainnya,” katanya. Meski tak dapat bantuan dari pemerintah, Suryani akhirnya menemukan jalan keluar untuk membiayai ODGJ dengan menyisihkan penghasilannya dari praktiknya yang terkenal paling mahal tersebut. “Mereka saya kunjungi satu per satu. Membebaskan mereka dari pasung. Jadi, judulnya adalah terpasung di pulau surga dan itu sudah kami lakukan dengan biaya sendiri,” ungkapnya dan ia menambahkan lebih dari 1.000 ODGJ telah disembuhkan dan dilepaskan dari pasung. Prof. Suryani menjelaskan bahwa gangguan jiwa bukan karena faktor keturunan, bukan karena kutukan, tetapi karena trauma waktu dibuat, waktu dalam kandungan, waktu dilahirkan dan dibesarkan sampai usia 10 tahun pertama.
Trauma itu bisa diperbaiki artinya dengan hipnosis (SHAT: spiritual hypnosis assessted therapy) sehingga di dalam memori terjadi perubahan arti dari trauma yang dialami. Ia bisa menjadi orang yang menjadikan pengalaman sebagai guru utama, selain Tuhan.* ■ Prof. Dr. dr. Luh Ketut Suryani, Sp.K.J.(K). Lahir : Singaraja, 22 Agustus 1944 Pendidikan : • Doktor (S-3), Universitas Airlangga, Surabaya, 1988 • Spesialis Kedokteran Jiwa, Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Surabaya, 1981 • Dokter Umum, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, Bali, 1972 Jabatan: • Pendiri/Direktur Suryani Institute for Mental Health • Presiden Komite Menentang Pelecehan Seksual (CASA) • Ketua Umum Yayasan Wreda Sejahtera Bali Penghargaan: • Penghargaan dari Menkes RI dalam Membebaskan dan Mengobati Penderita Gangguan Jiwa yang Dipasung di Bali, 2011 • Who’s Who in the World: Health Care: Medicine: Psychiatrist, Educator, 2006 • Kartini Indonesia dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan RI, 2005 Karya Buku: • Pedofilia Penghancur Masa Depan Anak, Jakarta: Penerbit Obor, 2009. • Menembus Pancaran Mata Ibu: Kutemukan Diriku Kembali, Jakarta: Pustaka Populer Obor, 2010. • Meditasi Mencapai Hidup Bahagia. Denpasar: Suryani Institute Press, 2014.
PEREMPUAN TANGGUH dan INSPIRATIF
163
Inovasi yang berhasil adalah inovasi yang kebermanfaatannya dapat dirasakan masyarakat
PENULIS: BUDOYO PRACAHYO
R
Foto: Dokumentasi Pribadi
izka Ayu Setyani merupakan seorang dosen dan bidan yang memprakarsai dan mengembangkan terapi kebidanan komplementer di Indonesia. Sebagai inovator kebidanan, Rizka mendirikan komunitas bernama Sekolah Komplementer Cinta Ibu (Sekoci) pada awal 2020.
RIZKA AYU SETYANI Sang Inovator Kebidanan
Layanan Sekoci melengkapi asuhan kebidanan dengan materi yang belum ada di kelas ibu hamil, misalnya pijat bayi, pijat ibu hamil, self healing, dan yoga ibu hamil. “Kami bekerja sama dengan Puskesmas dalam penerapan program Sekoci, semua layanan gratis bagi pasien yang melakukan periksa kehamilan di Puskesmas,” kata Rizka. Hingga saat ini, Sekoci sudah diterapkan di Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Depok II Sleman, Puskesmas Gedongtengen Yogyakarta, dan Puskesmas Banyuanyar Surakarta. Masyarakat yang dilibatkan dalam Sekoci menyambut antusias terhadap semua program yang awalnya dilakukan melalui pertemuan tatap muka. Selama masa pandemi Covid-19, kelas Sekoci berlanjut dengan kelas daring melalui zoom atau media sosial. Sejak dibuka kelas daring untuk umum, rata-rata satu sesi diikuti antara 50 ̵ 60 orang.
Tutor bukan hanya praktisi kesehatan, namun chef yang memberikan materi tentang makanan sehat enak bagi ibu hamil dan menyusui. “Satu poin penting dalam membuat inovasi adalah berangkat dari masalah yang ada di masyarakat. Sebab, inovasi yang berhasil adalah inovasi yang kebermanfaatannya dirasakan oleh masyarakat,” ujar Rizka. Oleh sebab itu, inovasi ini masih berlanjut, hingga mendapat penghargaan nasional dan internasional, seperti Paragon Innovation Awards, Southeast Asian Women, dan Social Innovation in Health Initiative Indonesia pada tahun 2021. Tidak hanya bidang kebidanan komplementer, Rizka juga memiliki ketertarikan dalam isu kesehatan reproduksi khususnya pencegahan HIV/ AIDS melalui International AIDS Society (IAS). Sejak tahun 2019, melalui kerja sama dengan Komisi Penanggulangan AIDS dan Puskesmas, Rizka menginisiasi Program Gerakan Bersama Kader Satgas Remaja Tanggap HIV AIDS (GEBRAK SETIA) pada layanan HIV remaja melalui kegiatan karang taruna, sekolah, dan posyandu remaja.
Kegiatan ini melibatkan peran pendidik sebaya (peer educator). Inovasi Gebrak Setia mendapatkan apresiasi pada acara 14th SATU Indonesia Awards 2023 kategori kesehatan perwakilan Provinsi Jawa Tengah. Inovasi ini terpilih dari 14.997 pendaftar se-Indonesia. SATU Indonesia Awards adalah apresiasi Astra bagi anak bangsa yang telah berkontribusi untuk mendukung terciptanya kehidupan berkelanjutan melalui bidang kesehatan, pendidikan, lingkungan, kewirausahaan dan teknologi, serta satu kategori kelompok yang mewakili lima bidang tersebut.■ Rizka Ayu Setyani, S.S.T., M.P.H. Pendidikan: • New Southbound Policy Elite Study Program, Taipei Medical University, 2023–2024 • S-3 Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, 2021–sekarang • S-2 Kesehatan Masyarakat, Minat Utama Kesehatan Ibu dan Anak, Universitas Sebelas Maret, 2015–2016 • D-IV Bidan Pendidik, Universitas Sebelas Maret, 2008–2012 Aktivitas: Bidan, Dosen, Peneliti, Penulis Buku Penghargaan • SATU Indonesia Awards ke-14, 2023 • Emerging Voices for Global Health, 2022 • Paragon Innovation Awards, Southeast Asian Women, dan Social Innovation in Health Initiative Indonesia, 2021
165
Saya juga bagian dari perempuan. Perempuan membutuhkan orang untuk peduli terhadap sesama perempuan. PENULIS: SONYA HELLEN SINOMBOR
“
ALETA BAUN Perempuan Pejuang
Lingkungan dari Timur
Pejuang Lingkungan dari Timur”. Itulah julukan yang diberikan kepada Aleta Baun. Perempuan tokoh adat dari Mollo, Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur yang akrab disapa Mama Aleta. Ia dikenal sebagai perempuan pemberani dan tangguh, pejuang lingkungan tanpa rasa takut.
Selain menjadi musuh perusahaan tambang, Mama Aleta juga harus berhadapan dengan pemerintah setempat. Namun dia tak gentar. Perjuangan panjang sejak tahun 1996 akhir berbuah manis. Sekitar sepuluh tahun kemudian perusahaan tambang akhirnya meninggalkan daerahnya itu.
Aleta menjadi simbol keteguhan dari serbuan ketamakan industrialisasi. Sikapnya menginspirasi dan menggerakkan masyarakat di tanah Mollo, untuk menolak keberadaan perusahaan tambang marmer yang merusak lingkungan.
Atas semua perjuangannya, Mama Aleta dianugerahkan sejumlah penghargaan. Salah satunya Yap Thiam Hien Award yang diterima pada 2016. Aleta dinilai sebagai sosok pejuang yang berhasil membebaskan orang-orang di kampungnya dari rasa takut akan serbuan eksploitasi lingkungan. Di tingkat internasional, pada April 2013, Aleta menerima penghargaan The Goldman Environmental Prize di San Fransisco, California, Amerika Serikat.
Berbagai teror dan ancaman nyawa dilaluinya, saat berjuang menjaga kelestarian lingkungan dari ancaman tambang di Gunung Mutis, Mollo yang menjadi sumber kehidupan mereka turun temurun. Selain merupakan daerah hulu untuk semua aliran sungai utama Timor Barat, yang memasok air minum dan air irigasi bagi penduduk setempat, Gunung Mutis juga sumber obat-obatan termasuk bahan-bahan pewarna untuk kain tenun. Foto: Dokumentasi Pribadi
LINGKUNGAN, PERTANIAN, PARIWISATA, DAN KULINER
PEREMPUAN TANGGUH dan INSPIRATIF
Karena itulah, menenun menjadi alat perlawanan Mama Aleta dan perempuanperempuan di Molo untuk menghentikan aksi perusahaan lingkungan. Aleta meyakini di balik tenun itu, ada penjagaan dan perawatan terhadap kekayaan alam, serta ada karya-karya sejarah yang ditinggalkan, yang mempunyai hubungan dengan pencipta, bumi, dan leluhur.
Bagi, Aleta perjuangan mempertahankan lingkungan juga bagian dari perjuangan untuk mengubah nasib perempuan adat yang selama ini berada dalam posisi lemah. Oleh karena itulah, sejak 1993 dia mulai mengorganisisasikan perempuan untuk berani berbicara dan mengambil keputusan. “Saya juga bagian dari perempuan. Perempuan membutuhkan orang untuk peduli terhadap sesama perempuan yang tidak punya suara, perempuan tidak bisa mengambil keputusan dan selalu berada di belakang,” ujar Aleta.
Memang, tidak mudah menembus berbagai hambatan yang dihadapi perempuan adat di daerahnya. Apalagi selama ini, perempuan tidak mendapat ruang untuk berbicara dalam pengambilan keputusan masyarakat adat yang didominasi para laki-laki. Aleta berharap ke depan perempuan di daerahnya akan lebih maju, dan mendapat kepercayaan untuk memimpin. Dia juga berharap kehadiran sejumlah undang-undang yang melindungi perempuan dari berbagai kekerasan, seperti Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, akan menolong perempuan-perempuan keluar dari berbagai kekerasan. “Sebab perlakuan pada perempuan masih seperti belum ada undang-undang,” ujar Mama Aleta. ■
Aleta Kornelia Baun Lahir : Soe, 16 Maret 1965 Pendidikan terakhir : S-1 Universitas Tritunggal Surabaya Aktivitas : • Tahun 1993 - 1999 : Bekerja di Sanggar Suara Perempuan • Tahun 1999 - 2013 : Masyarakat Adat • Tahun 2014 - 2019 : Anggota DPRD Provinsi Nusa Tenggara Timur • Tahun 2013 - 2022 : Dewan AMAN Nasional (Damanas ) • Tahun 2014 - 2022 : Pendiri MAF (Mama Aleta Fun) Penghargaan : • Yap Thiam Hien Award, 2016 • The Goldman Environmental Prize, 2013.
PEREMPUAN TANGGUH dan INSPIRATIF
167
Leuser adalah tempat penyedia jasa lingkungan terbesar di dunia. PENULIS: HANNI SOFIA
F
arwiza Farhan adalah seorang aktivis lingkungan dan konservasionis yang namanya masuk ke dalam jajaran sosok perempuan berpengaruh, TIME 100 Next 2022 kategori leaders. Farwiza dianggap sebagai sosok inspiratif yang mempertahankan Kawasan Ekosistem Leuser, Aceh, dari pembangunan dan perburuan liar.
Foto: Dokumentasi Pribadi
Sebelumnya perempuan yang akrab disapa Wiza itu menerima penghargaan National Geographic Wayfinder Award 2022, Pritzker Emerging Environmental Genius Award 2021, TED Fellow 2021, Future for Nature Award 2017, dan Whitley Award 2016 karena dedikasinya dalam menjaga lingkungan.
FAWRIZA FARHAN
Aktivis Perempuan Penjaga Paru-Paru Dunia Hutan Leuser
Ia fokus melawan eksploitasi dan ekspansi yang mengancam ekosistem Leuser. Dalam melestarikan Leuser, fokus utamanya selain kebijakan dan advokasi, juga meningkatkan akses dan memperdalam keterlibatan perempuan dalam penyelamatan lingkungan. “Salah satu yang terus kami lakukan adalah mengubah pola pikir bahwa membangun ekonomi itu tidak bertolak belakang dengan menjaga lingkungan. Kita harus membangun ekonomi yang adil dan lestari, bukan sistem ekonomi yang predatori.” Peringatan dari PBB bahwa ekosistem Leuser di ambang kepunahan menjadi alarm keras bagi Wiza untuk memperkuat tekadnya menjaga ekosistem di hutan tersebut agar tetap sebagai paru-paru
dunia. Dengan luasan 2,6 juta hektare, kawasan Leuser adalah rumah bagi makhluk hidup yang beraneka ragam. “Manusia bisa kehilangan badak, tetapi manusia tidak bisa hidup tanpa air, dan Leuser adalah tempat penyedia jasa lingkungan terbesar di dunia,” katanya. Wiza adalah pendiri Yayasan Hutan, Alam, dan Lingkungan Aceh (Yayasan HAkA). Kontribusinya dalam perjuangan lingkungan bermula sejak tahun 2010 bersama Badan Pengelola Kawasan Ekosistem Leuser (BPKEL) sebelum akhirnya BPKEL dibubarkan pada 2012. Bagi Wiza, untuk mencapai keadilan lingkungan, perempuan harus terlibat dalam akses dan pembuatan keputusan. Perempuan memiliki pengetahuan dan inisiatif penting yang terbukti efektif mendorong pelestarian lingkungan. Asosiasi hutan sebagai arena lakilaki juga kerap membuat partisipasi perempuan menjadi hilang atau diabaikan. Berangkat dari ide bahwa pengelolaan hutan yang efisien haruslah inklusif, Wiza bersama Yayasan HAkA kemudian mendorong keterlibatan perempuan dalam hutan dengan menjadikan mereka mitra. Partisipasi perempuan dalam konservasi hutan tidak sekadar sebagai partisipasi secara jumlah, tetapi berbentuk partisipasi bermakna. Ketika kelompok perempuan penjaga hutan atau ranger hutan diberikan ruang dan pengakuan formal, banyak capaian yang dirasakan. Perubahan yang dicapai tidak hanya perubahan
pada bagaimana hutan dikelola secara berkelanjutan tetapi juga peran sosial perempuan yang menjadi makin diakui oleh masyarakat. Berbagai penelitian menunjukkan, ketika perempuan terlibat dalam suatu inisiatif, tingkat keberhasilan inisiatif tersebut meningkat pesat. Demikian pula dengan upaya perlindungan lingkungan, dalam beberapa kasus, perempuan jauh lebih efektif dalam perannya sebagai “forest guardian”. Satu hal penting yang bisa dilakukan perempuan-perempuan di Aceh maupun di Indonesia secara umum untuk menyelamatkan lingkungan dan hutan adalah dengan berjejaring dan berhubungan dengan gerakan yang lebih luas. Hal itu dapat dilakukan dengan menemukan dan membentuk kelompokkelompok yang saling mendukung dan berbagi kesempatan maupun pengetahuan. Menurut Wiza, perempuan harus menjaga solidaritas untuk berbahagia atas pencapaian perempuan lain. Selain itu, perempuan juga perlu menentukan lingkaran/komunitas yang berisi orangorang yang ikut merayakan keberhasilan diri dan berbahagia atas pencapaian perempuan lainnya.■ Farwiza Farhan Lahir : Banda Aceh 1 Mei 1986. Pendidikan : • S-3 (Kandidat Ph.D. Radboud Universiteid Nijmegen, The Netherlands • S-2 University of Queensland, Australia • S-1 University Sains Malaysia, Malaysia
PEREMPUAN TANGGUH dan INSPIRATIF
169
Lewat bank sampah ini, kami ingin membuka wawasan masyarakat bahwa sampah itu bisa diubah menjadi berkah, yang bernilai ekonomis dan menjadi alat tukar.
FIFIE RAHARDJA Mengubah Sampah Jadi Berkah
PENULIS: YUSUF SUSILO HARTONO
S
ebelum terjun ke bank sampah, Fifie Rahardja, istri pengusaha Cuncun Wijaya, lebih dahulu menekuni bisnis perhiasan emas membantu mertua, dan setelah itu bergerak di bidang wirausaha sosial, kesehatan, dan pendidikan di berbagai kawasan di Kota Bandung.
Foto: Dhodi Syailendra
Di antaranya, mendirikan Pusat Kemandirian dan Pengembangan Masyarakat, dan mengajar Body Space Medicine -aka Tung Yi Kung untuk para penyandang disabilitas di Lembang; Membuat homeschooling bagi 100 anak tidak mampu di Dayeuhkolot. Menggalang sumbangan dari Tenaga Kerja Indonesia (TKI) Hongkong untuk Panti Asuhan Bhakti Pertiwi Manggahang. Kesemuanya berlangsung hingga tahun 2013. Fifie mendirikan Bank Sampah Bersinar, tahun 2014. Dipicu oleh rasa prihatinnya melihat tumpukan sampah di sungai Citarum, yang kerap menimbulkan banjir. Hal ini kerap menjadi persoalan bagi warga sekitar karena banyaknya korban banjir yang akhirnya para orang tua tidak dapat bekerja dan anak-anak pun tidak dapat bersekolah. “Lewat bank sampah ini, kami ingin membuka wawasan masyarakat bahwa sampah itu bisa diubah menjadi berkah, yang bernilai ekonomis dan menjadi alat
tukar. Sekaligus juga memberdayakan masyarakat agar sadar lingkungan,” tutur Fifie. Fifie menjadikan BSP sebagai layanan edukasi, inovasi, dan jasa pengelolaan sampah berbasis masyarakat. Yang ditangani oleh para pekerja perempuan dan pria profesional yang berpengalaman. Sejak berdiri hingga kini BSP telah mengedukasi lebih dari 2000 lokasi (RT/RW/Sekolah/Institusi), 855 unit binaan, dan melayani lebih dari 1000 keluarga nasabah bank sampah. Dengan wilayah layanan berjejaring meliputi Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Kota Cimahi hingga Kabupaten Toba. Programnya meliputi pengolahan sampah organik, non organik, pakaian bekas, masker sekali pakai, hingga popok bayi bekas pakai. Sepanjang tahun 2022 saja, timbulan sampah yang berhasil dikurangi dari sumber (non-TPA) jumlahnya berton-ton. Sampah non-organik 715 ton, sampah organik 31 ton, jelantah 7,5 ton, popok bayi 68 ton, limbah pakaian 5 ton, dan sampah masker 1 ton. Siang itu, kami diajak melihat dari dekat kantor pusat, gudang dan tempat pengolahan popok bayi bekas pakai, yang terletak di Jl.Terusan Bojongsoang,
Baleendah, Bandung. Dengan keibuan, Fifie menyapa Fei Febri dan para pekerja BSP. Lalu menunjukkan deretan piagam penghargaan yang pernah diterima dari perbagai pihak antara lain Museum Rekor Indonesia MURI. Serta berbagai karya lukisan dari limbah sampah. “Puji Tuhan, tahun 2021 BSB berhasil meraih predikat Bank Sampah Terbaik seIndonesia, dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK),” ucap Fifie bersyukur. Sekarang, yang paling dirasakan Fifie, dari sisi lingkungan, kontribusi BSB telah turut andil dalam misi mengharumkan Citarum. Selain itu, membantu mengubah paradigma masyarakat tidak lagi membuang sampah ke sungai, bahkan mau memilah sampah untuk dijual. Dari sisi ekonomi, uang hasil penjualan sampah bisa untuk membeli pakaian, makanan, motor, berobat hingga bayar sekolah/kuliah, dan tambahan kredit rumah. ■ Fifie Rahardja Lahie
: Pandeglang, Jawa Barat, 19 Juli 1964
Pendidikan : SMA Kristen Yahya Bandung (1984) Kiprah : Pendiri Bank Sampah Bersinar Penghargaan • Bank Sampah Terbaik se-Indonesia dari Kementerian LHK, 2021 • Sabilulungan Award dari Kabupaten Bandung, kategori Kesehatan dan Lingkungan Hidup, 2017
PEREMPUAN TANGGUH dan INSPIRATIF
PETRONELLA MERAUJE
171
Jika ada laki-laki yang masuk dalam Hutan Perempuan, maka ia akan dikenakan sanksi atau denda adat.
Penjaga Hutan Perempuan
PENULIS: WILLY HANGGUMAN
D
di Teluk Youtefa
i pesisir Teluk Youtefa, Jayapura, Papua, terdapat hutan yang unik. Disebut unik karena hutan ini tidak boleh dimasuki laki-laki, kecuali perempuan. Hutan yang unik itu berada di Kampung Enggros, Teluk Youtefa. Masyarakat setempat menyebut hutan itu Hutan Perempuan atau Tonotwiyat dalam bahasa setempat. Luas Hutan Perempuan ini awalnya 8 hektare, namun kini tinggal 5 hektare akibat adanya pembangunan dan rusak akibat banyaknya sampah dari kota yang terbawa arus.
Foto: Dokumentasi Pribadi
Adalah Petronella Merauje dan komunitas perempuan yang tergabung Kelompok Tani Hutan (KTH) Ibayauw yang dipimpinnya, setia menjaga Hutan Perempuan. Akan tetapi, mengapa disebut Hutan Perempuan? “Dalam adat-istiadat kami, para perempuan tidak diberi ruang dan kesempatan untuk berbicara di para-para adat. Itu sebabnya, tetua adat, ondoafi, dan kepala suku memberikan hutan mangrove sebagai Hutan Perempuan,” jelasnya. Di Hutan Perempuan ini, jangan cobacoba ada laki-laki yang nekad menerobos masuk. “Jika didapati ada laki-laki yang masuk ke dalam Hutan Perempuan maka akan dikenakan sanksi atau denda adat,” tutur perempuan “kekar” yang akrab disapa Mama Nela.
HUTAN MANGROVE SEBAGAI MAMA Bagi masyarakat di Teluk Youtefa, hutan mangrove digambarkan secara adat sebagai “mama”, “ibu” atau “perempuan”. Jadi, tak heran, hutan yang dijaga Petronella dan komunitas perempuannya disebut Hutan Perempuan. Di dalam hutan ini, para mama mengajarkan nilai budaya kepada anak perempuan usia 12-17 tahun sembari mencari bia (kerang), kepiting, dan udang. Di sana, mereka bebas berbicara karena di kampung, perempuan tak punya hak untuk berbicara. Mengapa saat berada di dalam hutan ini para perempuan itu melepaskan busananya alias telanjang? “Tempat itu sangat sakral bagi perempuan dan agar laki-laki bisa menghargai perempuan di tempat mereka sebagaimana perempuan menghargai laki-laki di tempat mereka. Selain itu, untuk mempermudah perempuan ketika beraktivitas karena hutan tersebut memiliki lumpur yang sangat dalam dan akar pohon yang padat,” jelasnya. Mama Nela dan komunitasnya telah menanam bibit mangrove di lahan seluas 3 hektare agar hutan itu tetap lestari dan menjadi “mama” yang siap memberikan kehidupan. “Kami pernah menyeret orang yang mau mengalihfungsikan hutan ini sampai ke pengadilan.” ungkapnya.
Aktivitas lain mereka adalah membersihkan Teluk Youtefa di sekitar hutan itu. Sampah-sampah plastik dikumpulkan, lalu diolah menjadi barang hasil kerajinan daur ulang yang memiliki nilai ekonomi seperti vas bunga, lampu lampion, boneka, dan tempat tisu. Petronella mulai terlibat dalam kegiatan pelestarian hutan mangrove pada tahun 2010. Ia terinspirasi oleh Fredy Wanda yang saat itu mengkoordininasikan Forum Peduli Pelabuhan Numbay Hijau. Pada tahun 2018, dengan didampingi Dinas Kehutanan Provinsi Papua, Mama Nela mulai membentuk KTH Ibayauw. Kini, fungsi dan keberadaan Hutan Perempuan tak bisa lepas dari Petronela dan komunitasnya. Tidak cuma itu, Petronella juga menjaga nilai adat hutan mangrove sebagai identitas budaya, sebagai “perempuan” yang memberikan kehidupan. Itu sebabnya, Petronella selalu tampil sebagai penjaga Hutan Perempuan. ■
Petronella Merauje Lahir : Jayapura, 12 Februari 1981 Pendidikan: ASMI Jayapura (2017) Penghargaan antara lain: • Kalpataru dari Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indonesia, 2023. • Penyelamat Lingkungan dan Pelestarian Lingkungan dari Wali Kota Jayapura, 2023. • Peduli Masyarakat dan Lestarikan Alam Indonesia, dari Ekspedisi NKRI, 2017
PEREMPUAN TANGGUH dan INSPIRATIF
173
Ada kasus orang tua tidak mengizinkan anaknya mengikuti pendidikan karena disuruh menikah.
PENULIS: WILLY HANGGUMAN
P
enyair Taufiq Ismail kagum pada keindahan alam dan budaya Pulau Sumba, maka ia menulis puisi yang indah berjudul “Beri Daku Sumba”. Sumba memang pulau indah yang memiliki budaya yang sangat khas yang kini berkembang menjadi tujuan wisata internasional.
REDEMPTA TETE BATO
Perkembangan industri wisata Sumba yang melesat justru membuat Ketua Yayasan Sumba Hospitality, Redemta Tete Bato, harus bekerja keras menyiapkan anak-anak muda Sumba, terutama anak muda perempuan, untuk memiliki keterampilan demi menyongsong datangnya industri pariwisata.
Menyiapkan Orang Muda Sumba
Foto: Instagram @sumbahospitalityfoundation
Songsong Pariwisata
Ia harus bisa menyalakan harapan dan peluang di pulau sabana itu bagi anakanak mudanya lewat pendidikan bidang pariwisata. Itu sebabnya sejak tahun 2016, Yayasan Sumba Hospitality, memberikan pendidikan vokasi kepada lulusan SMA atau SMK. Yang boleh mengikuti pendidikan vokasi tersebut harus memenuhi kriteria berasal dari latar belakang sosial ekonomi yang kurang mampu dan rentan, tamat SMA atau SMK, dan harus berusia antara 17 dan 23 tahun. “Setiap tahun kami menerima 60 siswa baru dari seluruh Sumba. Lamaran yang masuk bisa mencapai 800. Untuk rekrutmen kami lakukan selama enam bulan,” katanya.
Dempta, begitu ia biasa disapa, turun ke seluruh Sumba untuk memverifikasi keadaan ekonomi dari orang tua calon siswa yang bakal diterima. “Saya melakukan kunjungan rumah untuk bertemu dengan orang tua siswa untuk menjelaskan program pendidikan dan menandatangani surat persetujuan,” tuturnya. Persetujuan orangtua itu sangat penting karena pendidikan vokasi selama 18 bulan dari Sumba Hospitality Foundation itu berbasis asrama, termasuk tidak boleh menikah selama dua tahun setelah tamat karena mereka harus bekerja lebih dahulu. “Ada kasus orang tua tidak mengizinkan anaknya mengikuti pendidikan karena disuruh menikah. Biasanya saya mengajak LSM atau gereja untuk memberikan penyuluhan dan penguatan kepada orang tua,” paparnya saat mengadakan kunjungan rumah. Ada persoalan budaya yang harus dipecahkannya. “Kami pernah punya kasus kawin tangkap. Saat anak didik kami baru pulang gereja pada suatu hari Minggu. Ia ditangkap di jalan karena sudah ada laki-laki yang disetujui oleh orang tuanya,” tuturnya. Praktik kawin tangkap masih sering dilakukan di Sumba. Ia bergerak cepat. “Saya lapor polisi sampai akhirnya anak didik kami bisa
kembali setelah ada proses pembinaan,” tuturnya. Lalu ada kasus orang tua menjemput anak perempuannya karena mau dinikahkan. Setelah diberi advokasi, orangtuanya bisa memahami dan membatalkan niatnya. Pendidikan vokasi yayasan itu telah menghasilkan 358 lulusan. Ada yang bekerja di Sumba dan Bali di hotel-hotel berbintang seperti Alila, Aman, Bulgari, Nihi, Oberoi, Ritz Carlton, dan masih banyak lagi. “Ada yang bekerja di kapal pesiar di Spanyol dan Kanada. Ada juga yang bekerja di Hong Kong,” tutur Dempta bahagia.■
Redempta Tete Bato Lahir: Elopada, Sumba Barat Daya, NTT, 29 Juni 1977 Pendidikan: • Sarjana Ilmu Sosial dan Politik Universitas Atma Jaya Yogyakarta • Pekerjaan: Ketua Sumba Hospitality Foundation, Indonesia Juni 2015–sekarang Organisasi Wakil Ketua Asosiasi Desa Wisata Nusa Tenggara Timur 2020 – sekarang Penghargaan • Pemimpin Akselerator Aliansi Bumi Wanita Tahun 2019 • Penghargaan sebagai Women Accelerate Association untuk Lingkungan Hidup ( WEA) Internasional Tahun 2018 • Pekerja Sosial terbaik NTT dan Kementrian Sosial RI Tahun 2018
PEREMPUAN TANGGUH dan INSPIRATIF
175
Jika sekarang kami di Papua bisa menikmati air dan udara bersih, serta sumber pangan lokal yang beragam maka generasi berikutnya juga harus dapat menikmati hal yang sama. PENULIS: BUDOYO PRACAHYO
N
Foto: Dokumentasi Pribadi
ama Rhidian Yasminta Wasaraka sebagai aktivis, pengajar, dan antropolog sudah tidak asing lagi di Bumi Papua. Selain dikenal sebagai sosok perubahan, perempuan berdarah campuran Papua-Jawa ini, juga menginspirasi anakanak muda karena selalu mengajarkan berpikir kritis tentang lingkungan hidup dan masa depan.
RHIDIAN YASMINTA WASARAKA Mengajarkan Berpikir Kritis tentang Lingkungan Hidup dan Masa Depan Papua.
Rhidian tidak hanya menguasai pengetahuan dan pengalaman lapangan, tetapi juga mampu dengan jelas melihat dan memahami persoalan yang dihadapi. Pendiri komunitas IT Rumah Belajar Papua ini, tak hanya memberikan sumbangan pikiran dan kritik yang membangun terkait Papua, melainkan juga terlibat aktif dalam beragam gerakan sosial dan budaya. Dian, panggilan akrabnya, sejak usia muda telah banyak memberikan kontribusi pengetahuan, pengalaman, tenaga, serta waktunya untuk mengadvokasi masyarakat adat, pendidikan, perempuan, serta lingkungan hidup. Sejak 2000 sampai sekarang, ia aktif dalam kegiatan sosial yang melibatkan berbagai lapisan masyarakat, lintas suku, agama, dan pandangan politik.
Sebagai anggota Lembaga Lingkungan Hidup dan Penanggulangan Bencana (LLHPB), Pimpinan Wilayah (PW) Aisyiyah Provinsi Papua, dan dosen di Universitas Muhammadiyah Papua, Dian memperlihatkan keunikan dan humanitasnya. Ia tidak hanya mengumpulkan data dari masyarakat untuk kepentingan pribadi, melainkan juga berupaya mengadvokasi dan mencari solusi dari permasalahan di lokasi penelitian. Misalnya, melalui program “Kopi Hutan dan Korowai” serta pendampingan pasien rujukan dari Korowai ke rumah sakit di Jayapura, meski jaraknya sangat jauh dan transportasinya mahal. Suku Korowai yang dikenal sebagai manusia berumah di atas pohon adalah keluarga kedua bagi Dian. Ini terjadi setelah selama enam bulan melakukan penelitian di sana sehingga mendapatkan sejumlah pelajaran dan pengalaman berharga. Bahkan, Dian meyakini bahwa perempuan Korowai itu sangat berdaya karena bisa minta cerai atau memilih tidak punya anak. Laki-laki Korowai juga tidak malu untuk memasak dan menjaga anak ketika ibunya sedang ada pekerjaan. Semuanya kembali ke alam, tidak ada peran-peran gender sebagaimana aturan normatif orang-orang Indonesia di daerah lain.
Lebih dari sekadar menulis buku Perempuan Perkasa: Belajar Praktik Kesetaraan dalam Budaya Suku Korowai, Dian juga menggagas publikasi dan pameran foto untuk penggalangan dana dan kampanye hak dan lingkungan hidup yang bertujuan agar masyarakat menjaga hutan adat. Visinya sederhana, “Jika sekarang kami di Papua bisa menikmati air dan udara bersih, serta sumber pangan lokal yang beragam maka generasi berikutnya juga harus dapat menikmati hal yang sama,” pungkasnya. ■ Rhidian Yasminta Wasaraka Lahir : Wamena, Papua, 4 Desember 1980 Pendidikan : • S-2 Antropologi Budaya, Universitas Cendrawasih, Jayapura, 2018 • S-1 Komunikasi Massa, Universitas Muhammadiyah Papua, 2008 Aktivitas : • Konsultan Balai Penjamin Mutu Pendidikan (BPMP) Papua Barat, 2023 - sekarang • Anggota Lembaga Lingkungan Hidup dan Penanggulangan Bencana (LLHPB) Pimpinan Wilayah (PW) Aisyiyah Provinsi Papua, 2023 • Greenpeace South East Asia - Indonesia Office, 2011 - 2013 • Dosen Universitas Muhammadiyah Papua, 2010 - sekarang • Conservation Indonesia, Marine Programe, Kaimana Office, 2008 - 2010 • Ketua Rumah Belajar Papua • Pembina Relawan TIK Papua Buku : Perempuan Perkasa Belajar Praktik Kesetaraan dalam Budaya Suku Korowai
PEREMPUAN TANGGUH dan INSPIRATIF
177
Bagaimana? Mudah bukan membuatnya? Selamat mencoba!
PENULIS: YUSUF SUSILO HARTONO
S
ebagai pesohor boga Nusantara, ahli kuliner yang telah setengah abad lebih menggeluti dan mempopulerkan masakan Indonesia ke seluruh pelosok tanah air hingga mancanagara, karier Sisca Soewitomo dirintis sejak 1970an. Bermula sebagai Asisten Dosen hingga Dosen Senior di almamaternya, Akademi Pariwisata Trisakti. Kemudian mendapatkan beasiswa untuk memperdalam kuliner di China Baking School, Taipei, Taiwan, dan American Institut of Baking, Manhattan, Kansas, USA. “Saya sering memasak sop buntut dan nasi gurih untuk teman-teman Asia, dan mereka senang,” tutur Sisca didampingi Novia Rizkihadiyanti, putrinya.
SISCA SOEWITOMO Ratu Boga Nusantara Foto: Muller Mulyadi
Namanya baru “meledak” sebagai Celebrity Chef ketika menjadi presenter Aroma, acara memasak di Televisi Indosiar, setiap akhir pekan, selama 12 tahun, sejak 1996–2008. Satu demi satu resep makanan Nusantara ala Sisca dihidangkan ke publik, yang ditonton, diikuti, resepnya dicatat, ditiru, dan dipraktikkan oleh para ibu, perempuan muda, hingga para pembantu rumah tangga di berbagai pelosok tanah air. “Yang seru setiap kali selesai rekaman, makanannya itu dimakan ramai-ramai bersama crew, sehingga suasana persis lebaran,” kenangnya sambil tertawa.
Dari mana ide Sisca mendapatkan ide masakan-masakan untuk tayangan di televisi? “Antara lain dari apa yang saya lihat pada si Mbah dan saya makan pada saat saya masih kecil di rumah,” ujarnya dengan logat Suroboyoan. Maka kalau ada anak kecil ikut-ikutan di dapur, pintanya, jangan dilarang, siapa tahu kelak bisa jadi juru masak terkenal. Di luar presenter, Sisca pernah bekerja di perusahaan makanan beku sebagai manager pengembangan produk yang membuat formula nuget, seafood, ayam, dan dimsum. Menulis sebanyak 153 judul buku tentang resep masakan yang diterbitkan Gramedia dan beredar luas hingga kini. Untuk ini, Sisca mendapat penghargaan dari Museum Rekor Indonesia MURI, sebagai penulis buku resep masakan terbanyak. Sisca juga aktif melakukan acara Demo Masak di seluruh Indonesia, hadir di forum kuliner di luar negeri. Selain itu beberapa kali sempat menjadi Bintang Iklan Produk Boga, Food Stylist untuk kemasan merek-merek makanan terkenal, konsultan kuliner untuk hotel dan perusahaan-perusahaan besar. Sisca tidak takut dengan banyaknya makanan asing menyerbu Indonesia. Sebab masakan Indonesia dan bumbu kemasannya, juga banyak merambah dunia.
Tahun 2000, menandai 50 tahun kariernya di dunia kuliner. Saat itu musim pandemi Covid-19, Sisca ditemani Novie putrinya dan tim, masuk ke ranah kanal YouTube. Setelah menyajikan resep dan memdemokan masakannya, dia selalu menutup perjumpaannya dengan jargon yang khas. “Bagaimana? Mudah bukan membuatnya? Selamat mencoba! Bahannya mudah didapat. Mudah dibuatnya dan dengan penampilan yang menggoda selera. Siapa pun yang melihat ingin mencicipinya,” ujarnya memotivasi. Yang menarik, sambil mengucapkan itu, Sisca memberikan salam tiga jari, yang berbeda dengan salam tiga jarinya partai maupun Yahudi.■
Rr. Dra. Hj. Sisca Soewitomo, M.A. Lahir : Surabaya, 8 April 1948 Pendidikan: • American Institute of Baking, Manhattan, Kansas, Amerika Serikat, 1983. • Akademi Pariwisata Trisakti, 1976. Aktivitasnya antara lain: • Pesohor boga, dari 1970-an sampai sekarang. • Penulis 153 buku resep masakan terbitan Gramedia. • Presenter “Aroma”, acara memasak Indosiar 1996 – 2008. • Dosen Akademi Pariwisata Trisakti (purna). Penghargaan terbaru: Anugerah Perempuan Hebat 2023, kategori “Perempuan Pegiat Diversifikasi Pangan”
SENI DAN BUDAYA
PEREMPUAN TANGGUH dan INSPIRATIF
179
Saya tidak percaya Tidore tidak punya wastra, yakin pasti ada kain khas Tidore. PENULIS: HANNI SOFIA
A
nita Gathmir Kaicil tak pernah bermimpi menerima penghargaan Anugerah Pelestari Budaya dari pemerintah. Ia juga tak pernah membayangkan mampu memberdayakan begitu banyak perempuan di Maluku Utara untuk memproduksi tenun khas Tidore yang sudah punah selama 100 tahun. Apalagi untuk menjadi bagian dari para desainer kondang dunia untuk mempromosikan tenun Tidore di New York Fashion Week atau mengikuti berbagai acara mode dunia di Paris, Kyoto, hingga Cape Town.
ANITA GATHMIR KAICIL
Namun faktanya, perempuan yang masih berada dalam garis keturunan Sultan Nuku Tidore itu menjadi sosok penting di balik upaya revitalisasi tenun Tidore yang pernah punah seabad. Ia sekaligus menjadi inspirasi karena menginisiasi produk wastra yang menggunakan pewarna alam yang ramah lingkungan.
Foto: Dokumentasi Pribadi
Misi Penyelamatan Tenun yang Hilang Seabad
Keresahan Anita bermula ketika ia menyadari kampung halamannya tidak ada budaya wastra sebagaimana wilayah lain. Padahal Kesultanan dan masyarakat Tidore masih mempertahankan banyak tradisi dan ritual berpakaian adat. Salah satunya pemakaian kain tenun. “Namun di upacara adat kami, malah pakai kain dari luar daerah,” katanya.
Anita kemudian berpikir identitas Tidore harus hadir kembali. Berbekal semangat dan tekad yang kuat, Anita berupaya mewujudkan mimpi merevitalisasi kain tenun Tidore. “Saya tidak percaya Tidore tidak punya wastra, yakin pasti ada kain khas Tidore,” ucapnya. Maka Anita tergerak menggali kembali “harta karun” yang hilang tersebut. Sejak 2009, dia melacak keberadaan kain tenun Tidore. Perjuangannya tak mudah sebab kain, alat tenun, hingga pengrajinnya sudah tidak ditemukan lagi di kalangan masyarakat Tidore. Anita menemukan jejak tenun dari penemuan alat gedogan sulam yang sudah tua, rapuh, dan tidak terawat di Istana Sultan Tidore. Dari berbagai penelusuran inilah, akhirnya ia menyimpulkan bahwa sebenarnya masyarakat Tidore memiliki tradisi menenun dan memproduksi kain. Ia juga mendapati foto hitam putih kesultanan dalam suatu acara dengan menggunakan kain tenun. Kain tenun itu pun diyakininya sebagai kain khas Tidore. Seiring dengan itu, Anita mengirimkan beberapa perempuan muda Tidore untuk belajar menenun di Pulau Jawa bahkan ia mendatangkan guru tenun langsung untuk melatih perempuan-perempuan di sekitar tempat tinggalnya agar bisa memproduksi ulang motif yang telah punah.
Anita pun mendirikan rumah khusus tenun yang diberi nama Rumah Tenun Puta Dino Kayangan Ngofa Tidore pada 14 September 2019. “Menghidupkan tenun kuno ini bukan semata melestarikan budaya tetapi juga mendatangkan peluang ekonomi untuk ibu-ibu di Tidore sehingga kesejahteraannya membaik,” katanya. Kini kain tenun Puta Dino Kayangan, yang pernah punah terlahir kembali sebagai wastra khas Tidore. Bersama perempuan dan anak muda Tidore, Anita terus memproduksi kain tenun berdasarkan foto-foto yang terdokumendasikan di Kesultanan Tidore. Setidaknya, ada 12 motif kain tenun Tidore diproduksi ulang. Melalui Puta Dino Kayangan, kekuatan Kesultanan Tidore masa lalu seolah kembali hidup. Membawa pesan penuh makna tentang pelestarian dan peluang ekonomi dari leluhur untuk para penerus generasi Tidore. Karyanya berulangkali tampil memukau mata dunia, salah satunya menjadi tenun yang dikenakan puluhan tamu KTT G-20 2022 di Bali. ■
Anita Gathmir Kaicil, S.E. Lahir : Soa Sio, Tidore, 14 Januari 1975 Jabatan : Pendiri Rumah Tenun Puta Dino Kayangan Pendidikan : S-1 Ekonomi Manajemen Kiprah : Sosok di Balik Revitalisasi Tenun Tidore
PEREMPUAN TANGGUH dan INSPIRATIF
181
R.A.Kartini ingin perempuan setara dengan laki-laki, Yani mau perempuan superior!
PENULIS: YUSUF SUSILO HARTONO
A
rahmaiani, perempuan lembut berhati baja ini, di ranah seni rupa kontemporer Indonesia dan internasional, dikenal sebagai perupa, performer, penulis, penyair, dan aktivis perempuan, pelopor seni performance di Asia Tenggara. Dalam berkarya, menggunakan berbagai media seperti lukisan, gambar, instalasi, video puisi, tari, dan musik. Karyanya cenderung mengangkat isu-isu yang berhubungan dengan kekerasan, kritik modal, politik kontemporer, budaya, perempuan, diskriminasi, hingga lingkungan hidup. Baik sebagai ekspresi pribadi, maupun diekspresikan bersama komunitas-komunitas lokal, nasional, maupun internasioanl, melintasi suku, agama, bahkan bangsa.
ARAHMAIANI Lingga-Yoni Pasca-Emansipasi
Foto: Muller Mulyadi
Sejak terjadi pemboman World Trade Center di Amerika Serikat 11 September 2001, sebagai perempuan dan Muslim, ia bereaksi dengan mengangkat isu-isu personal, sebagai Muslim tengah, karena latar belakang budayanya yang bersifat lintas keyakinan dan lintas kultur. Sejak 2010, Yani panggilan akrabnya, telah bekerja dengan para bhiksu Tibet di Tibet Plateau berurusan dengan masalah lingkungan hidup dan mempelajari warisan leluhur Nusantara di biara Sera Jey di India hingga saat ini. Juga
sejak tahun 2019, bekerja sama dengan kelompok perempuan aktivis lingkungan hidup di Palestina dan Israel, yang masih berlangsung hingga saat ini. Dosen tamu dan pengajar di Departemen Asia Tenggara, Fakultas Filsafat – Universitas Passau di Jerman, sejak 2011 sampai sekarang. Bersama kolega pengajar maupun murid-murid di sana bekerja sama dengan komunitas lokal (di Passau, Berlin & Frankfurt) juga bekerja sama dengan komunitas-komunitas aktivis lingkungan hidup, akademisi dan petani organik di Indonesia (Bogor,Yogyakarta, dan Bali). Namanya mencuat sejak 1983, ketika masih kuliah seni rupa di ITB Bandung, “Saya ditangkap militer, gara-gara membuat karya performans di ruang publik di saat perayaan kemerdekaan 17 Agustus, mempertanyakan makna kemerdekaan, pada saat rezim Soeharto berkuasa. Setelah sebulan ditahan, lalu dibebaskan dengan syarat tidak boleh melakukan kegiatan di ruang publik lagi dan juga dikeluarkan dari FSRD-ITB! Karena situasi yang sangat sulit itu, ia pindah dan kuliah dengan beasiswa di Sydney, Australia,” ceritanya. Selama 40 tahun mengelola kreatifnya, tentu Yani banyak menyimpan momen menarik. Di antaranya, pernah “kesasar” ke Bali dan bertemu dalang Made Sidja
yang menyembuhkan dia dari penyakit psikologis dan menjadi guru seni budaya tradisi Bali yang berhubungan dengan Jawa kuno. Lalu waktu memamerkan lukisan Lingga dan Yoni versi pertama, di Jakarta, 1994, dia diancam mau dibunuh. Syukur tidak terjadi. Namun ketika Lingga dan Yoni versi ketiga (2018) turut dipamerkan di Galeri Nasional Indonesia, banyak yang tersenyum, juga terhenyak. Sebab, kalau RA Kartini ingin emansipasi perempuan setara dengan laki-laki, tetapi Yani mau perempuan superior! Horee...■
Arahmaiani Lahir : Bandung, 1961 Pendidikan : • Academie voor Beeldende Kunst, Enschede, Belanda, 1991–1992 • Paddington Art School, Sydney, Australia, 1985– 1986 • Seni rupa ITB Bandung, 1983 Pameran dua tahun terakir • 2023 - Memory of Nature San Antonio, Texas – Amerika • Flag Project Busan Bienalle, Busan – Korea • Do Not Prevent the Fertility of the Mind ICAD – Jakarta • 2022 - Flag Project (versi Turki) – Istanbul Biennale, Turki • Pameran bersama kolektif Asia Art Archive di Documenta, Kassel – Jerman • Flag Project Charleston, South Carolina – USA • Infusions Into Contemporary Art National Gallery, Indonesia (Flag Project & Lingga-Yoni).
PEREMPUAN TANGGUH dan INSPIRATIF
183
Pengakuan terhadapnya datang dari Hollywood ketika ia ikut main dalam film Eat Pray Love.
PENULIS: WILLY HANGGUMAN
CHRISTINE HAKIM
Setia dengan Dunia Seni Peran
Foto: Facebook Christine Hakim
C
hristine Hakim adalah salah satu sosok penting bagi perfilman Indonesia. Ia telah bermain film, lebih dari 40 judul dan mengukir prestasi luar biasa dalam seni peran.
Sang Presiden. Film-film ini mendapat pengakuan di berbagai festival di dalam dan luar negeri, sehingga menginspirasi para perempuan berprestasi di bidang film.
Bercita-cita menjadi arsitek atau psikolog, Christine malah akhirnya jatuh cinta pada seni peran. Semuanya bermula saat sutradara kondang Teguh Karya mempercayakan Christine memainkan peran utama wanita untuk filmnya Cinta Pertama tahun 1973.
Sampai saat ini, ia menjadi satu-satunya aktris Indonesia yang berhasil menyabet 8 Piala Citra, yaitu 6 untuk Pemeran Utama Wanita Terbaik, satu Piala Citra Pemeran Pendukung Wanita Terbaik, dan Penghargaan Lifetime Achievement FFI.
Debutnya dalam film langsung gemilang. Buktinya, pada Festival Film Indonesia (FFI) tahun 1974 di Surabaya, Christine yang masih terbilang pendatang baru berhasil mendapat Piala Citra untuk Pemeran Utama Wanita Terbaik.
Penghargaan itu makin sempurna tatkala pada Asia Pacific International Film Festival tahun 1998, ia menjadi Best Actress dalam perannya di film Daun di Atas Bantal, sekaligus menjadi produser film yang disutradarai Garin Nugroho tersebut.
Keberhasilannya meraih Piala Citra yang sangat didambakan oleh banyak insan film Indonesia itu dengan cepat membuatnya melupakan cita-citanya menjadi arsitek atau psikolog. Dengan pencapaian itu, ia memutuskan kariernya di dunia akting.
Pengakuan terhadapnya kemudian datang dari Hollywood ketika Christine ikut main dalam film Eat Pray Love yang dibintangi oleh Julia Roberts, salah seorang aktris Hollywood peraih Academy Awards atau Piala Oscar.
Keputusannya tepat. Ia berhasil menorehkan tinta emas di dunia seni peran. Ia telah membintangi puluhan film yang berkualitas seperti Cinta Pertama, Badai Pasti Berlalu, Ponirah Terpidana, Tjoet Nja’ Dhien, hingga Jamila dan
Salah satu pencapaian penting dalam perjalanan kariernya, yakni ketika ia menjadi juri dalam Selection Officielle “Feature Films” dalam Festival Film Cannes 2002. Christine Hakim menjadi orang Indonesia pertama yang menjadi
juri di Festival Cannes, festival paling bergengsi setelah Piala Oscar. Saat itu, ia menjadi juri bersama sineas dunia David Lynch, Sharon Stone, dan Michelle Yeoh. Di luar kesibukan akting, Christine mendirikan Christine Hakim Foundation untuk mempromosikan pendidikan masyarakat tentang autisme. Pada tahun 2008, ia terpilih sebagai duta jasa baik Indonesia untuk UNESCO. ■ Herlina Christine Natalia Hakim Lahir : Kuala Tungkal, Jambi, 25 Desember 1956 Pendidikan : SMA Pekerjaan : Aktris, produser film, dan aktivis Penghargaan antara lain: • Penghargaan Lifetime Achievement FFI 2016 • Pemeran Pendukung Wanita Terbaik FFI dalam film Pendekar Tongkat Emas, 2015 • Best Actress pada Asia Pacific International Film Festival dalam film Daun di Atas Bantal 1998 • Piala Citra sebagai Pemeran Utama Wanita Terbaik FFI dalam film Tjoet Nja’ Dhien 1988 • Piala Citra sebagai Pemeran Utama Wanita Terbaik FFI dalam film Cinta Pertama, 1974 Film di antaranya: • Guru Bangsa: Tjokroaminoto (2015) • Eat Pray Love (2010) • Pasir Berbisik (2001) • Tjoet Nja’ Dhien (1988) • Cinta Pertama (1973) SINETRON • Sepenggal Puisi Lestari, Serial televisi Malaysia- Indonesia (2020) • Tiga Orang Perempuan (2001) • Bukan Perempuan Biasa (1997)
PEREMPUAN TANGGUH dan INSPIRATIF
185
Bagaimana kelak generasi ke depan mampu menghargai diri dan mengenal jati diri bangsa, dimulai dari ibu yang mampu mengenalkan sikap menghargai warisan budaya. PENULIS: BUDOYO PRACAHYO
B
anyak yang menganggap museum hanya sekadar tempat penyimpanan koleksi, Namun Ciwuk Musiana Yudhawasthi (50) memiliki pemikiran berbeda. Di tangannya, museum harus memberikan manfaat luas kepada masyarakat. Sesungguhnya, museum bukan hanya lembaga penyimpanan, tetapi juga lembaga penting yang mengelola, merawat, dan melestarikan bukti fisik peradaban sebuah bangsa.
Inisiator Indonesia Museum Awards
Foto: Dokumentasi Pribadi
CIWUK MUSIANA YUDHAWASTHI
Itu sebabnya, pada 2010, Ciwuk bersama beberapa sejumlah pecinta museum mendirikan Komunitas Jejak Langkah Sejarah (Jelajah). Langkah awal mereka melakukan penelitian yang kemudian didiskusikan melalui sebuah seminar dalam rangka merayakan Hari Museum Internasional. Salah satu hasil dari penelitian mengungkapkan bahwa kurangnya apresiasi masyarakat luas terhadap museum disebabkan oleh informasi yang memadai mengenai museum dan keterbatasan keterampilan pengelola museum dalam berinteraksi dengan publik termasuk perancangan program publik yang menarik. Berdasarkan itulah, perempuan yang akrab dipanggil Ina, bersama kawankawannya pada tahun 2012 menggelar Indonesia Museum Awards. Kegiatan ini tujuannya antara lain memberi apresiasi terhadap pengelola, tokoh, dan insan permuseuman lainnya, yang dinilai sudah
menjalankan prinsip-prinsip pengelolaan permuseuman dengan baik dan memiliki semangat untuk memperbaiki berbagai hal yang terkait dengan pengembangan permuseuman di Tanah Air. “Alhamdulillah hal tersebut dapat terus dilakukan hingga saat ini secara konsisten,” ujar Doktor Komunikasi dari Universitas Padjadjaran itu. Ina sangat ingin negara memiliki perhatian terhadap warisan budaya bangsa seperti museum. Kemudian masyarakat menyadari bahwa mereka memiliki memori kolektif yang sangat luar biasa dan dapat diwariskan kepada generasi selanjutnya. Sementara generasi muda dapat terus terinspirasi untuk turut bangga akan seluruh warisan budaya bangsa, hingga menumbuhkan perhatian, dan pada akhirnya berperan aktif dalam upaya melestarikan seluruh memori kolektif bangsa. Bagi Ina, semua itu berawal dari rumah, dan ibu adalah perempuan utama dalam sebuah rumah tangga yang memiliki peran paling strategis untuk mengedukasi anak-anak yang kelak akan menggantikan generasi sebelumnya. “Perempuan Indonesia harus memiliki kesadaran tinggi akan posisi ini. Bagaimana kelak generasi ke depan mampu menghargai diri dan mengenal jati diri bangsa, dimulai dari ibu yang mampu mengenalkan sikap menghargai warisan budaya. Dimulai
dari bagaimana keluarga menghargai memorabilia keluarganya,” kata Ina yang mempunyai keahlian dalam komunikasi museum. Sebenarnya lima tahun terakhir ini apresiasi masyarakat terhadap museum makin membaik. Kunjungan ke museum makin meningkat dan museum terus berbenah diri terutama pasca- Covid-19. Namun kondisi saat ini belum optimal dan salah satu kendala adalah sumber daya manusia di bidang permuseuman. Ina menyadari saat ini profesi di bidang museum belum menjadi pilihan untuk bertahan hidup. Padahal sebuah museum yang baik perlu memiliki tenaga profesional. Ina berharap Komunitas Jelajah dapat secara masif menjalankan program pendidikan nonformal untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang museum sehingga mendorong munculnya profesional muda yang tertarik mengembangkan museum.■ Dr. Ciwuk Musiana Yudhawasthi, M.Hum. Pendidikan : S-3 Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Padjadjaran, 2020 Jabatan • Dosen Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Bhayangkara Jakarta Raya, 2020 - sekarang Dosen Fakultas Hukum, Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, • Universitas Terbuka, 2013 - sekarang • Ketua Komunitas Jejak Langkah Sejarah (Jelajah), 2011 - sekarang • Penggagas dan Penerima Lisensi Indonesia Museum Awards, 2012-sekarang
PEREMPUAN TANGGUH dan INSPIRATIF
LAKSMI PAMUNTJAK
187
Semua tokoh yang saya jadikan panutan dalam hidup adalah perempuan.
Karya Sastranya Banyak Mengangkat Perempuan dan Perubahan
PENULIS: WILLY HANGGUMAN
P
eradaban manusia sudah lama tergantung pada kontribusi perempuan, sebagai ibu, pengayom keluarga, pengelola rumah tangga, pendidik, pekerja. Seiring perkembangan zaman, perempuan pun berkontribusi sebagai penggiat, pemikir, aktivis, dan pemimpin. Oleh karena itulah, novelis Laksmi Pamuntjak suka gemes bila ada orang yang mengatakan, “Oh, sudah saatnya kita mengangkat tema perempuan. Seolah perempuan baru saja memainkan peran penting dalam kehidupan bermasyarakat.”
Foto: Dokumentasi Pribadi
Dalam bersastra baik itu menulis novel, cerita pendek, maupun puisi, Laksmi banyak mengangkat tema perempuan. Novel Amba-nya, sukses meraih Penghargaan LiBeraturpreis di Jerman (2016). Ia mengaku tertarik dengan tema perempuan karena ia sendiri seorang perempuan, lalu ingin menyelami apa artinya hidup dengan nilai-nilai feminis. Ia juga banyak bertemu perempuan yang kemudian curhat padanya tentang kehidupan mereka. “Saya mengangkat tema perempuan sebab di Indonesia, khususnya, perempuan selalu berada di garda depan perubahan. Hal ini bisa kita lihat dalam semua bidang—apakah sebagai pemrakarsa, penggiat, sosok yang tampil, maupun
sosok yang hanya mau berkarya di belakang layar. Kita pernah punya presiden perempuan, kita punya ulamaulama perempuan, sesuatu yang hampir tak ada di negeri manapun,” jelas Laksmi yang novelnya Aruna dan Lidahnya diangkat ke layar lewat dengan judul yang sama. Novel ini memenangi dua Piala Citra pada Festival Film Indonesia pada 2018. Laksmi yang mengakui semua penulis, pemikir, dan seniman favoritnya kebanyakan perempuan seperti Susan Sontag, Hannah Arendt, dan Nadine Gordimer, menunjukkan setiap kali rasa keadilan kita terusik, setiap kali kemanusiaan kita terpanggil, perempuan yang paling cepat bergerak. Semua tokoh yang dijadikan panutan hidupnya adalah perempuan. Ada dua orang perempuan yang disebutnya secara khusus jadi panutan, yakni almarhumah tantenya, Roswita Pamuntjak yang memimpin perusahaan penerbitan keluarga, Penerbit Djambatan, dan Ibu Tommy, guru bahasanya di SD Tarakanita 1, Jakarta. “Berkat mereka, saya memenangi sayembara mengarang saya yang pertama—Sayembara Mengarang Nasional IKAPI—pada tahun 1980, ketika usia saya 8 tahun,” papar Laksmi yang juga penulis kuliner ini.
Lantas bagaimana perempuan Indonesia seharusnya berperan? “Bagi saya penting juga bahwa perempuan mengedukasi diri sebanyak-banyaknya dan sekerapkerapnya tentang hak-hak perempuan secara umum, bukan saja yang menyangkut perkawinan tetapi juga dalam setiap aspek kehidupan. Intinya harus setara dengan laki-laki,” harapnya. ■
Laksmi Pamuntjak Lahir : Jakarta, 22 Desember 1971 Pengalaman Kerja: • Managing Director, PT Pena Gaia Klasik (Penerbitan Buku), Jakarta, 2001–sekarang Pendidikan: • University of Oxford - Kandidat Program Doktoral (Ph.D.) dalam bidang Sejarah, Tahun 2019/2020 (deferred) • Murdoch University (Western Australia) Bachelor of Arts (dengan First Class Honors) dalam bidang Studi Asia dan Ilmu Politik, 1994 Penghargaan: • Best Literary Work (Karya Sastra Terbaik, Fall Baby), Singapore Book Awards 2020 • LiBeraturpreis (Jerman) untuk novel Amba/Alle Farben Rot, 2016 Karya Sastra di antaranya: • Fall Baby, Singapore: Penguin Random House SEA, 2019 • Aruna dan Lidahnya, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2014 • Amba, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2012 • Ellipsis: Poems and Prose Poems, Jakarta: KataKita, 2005 • Kitab Kawin, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2021 • Perang, Langit, dan Dua Perempuan. Jakarta: Nalar, 2006.
PEREMPUAN TANGGUH dan INSPIRATIF
MIRA LESMANA
189
Saat masyarakat Indonesia ogah nonton film Indonesia, Mira membuat Petualangan Sherina.
Mendongkrak Perfilman
PENULIS: HERYUS SAPUTRO SAMHUDI
S
ampai saat ini, Mira Lesmana, putri pe-jazz Jack Lesmana/Nien Lesmana, kakak pe-jazz Indra Lesmana, istri aktor Mathias Muchus ini telah membuat 27 film dan menerima belasan penghargaan.
Indonesia dengan Kuldesak
“Ketika kecil, saya susah untuk bisa nonton film anak, maka saya bikin Petualangan Sherina. Ketika remaja saya tak sempat berseragam ‘putih abu-abu’, maka lahir Ada Apa Dengan Cinta?” ucap Mira Lesmana, sineas/produser/penulis lagu film-film laris.
Foto: Dokumentasi Pribadi
Membuat Petualangan Sherina yang fokus pada dunia anak dan keluarga, lalu membuat film Ada Ada Apa Dengan Cinta? yang fokus pada dunia remaja dan keluarganya, dilanjut dengan film-film sekuelnya, adalah bagian dari strategi Mira membentuk generasi penonton berjenjang sejak anak-anak hingga dewasa. Tahun 2000, saat masyarakat Indonesia ogah nonton film Indonesia, Mira membuat Petualangan Sherina I yang meraup 1 juta penonon bioskop hanya dalam tempo beberapa pekan dan 2 juta penonton untuk film Petualangan Sherina 2. Sebelumnya (bersama Nan T. Achnas, Riri Riza, Rizal Mantovani) Mira membuat Kuldesak yang menghidupkan kembali gairah perfilman Indonesia. Di situlah sosok penting Mira dan kawan-kawan. dalam sejarah perjalanan perfilman Indonesia, era 1990-an.
Selanjutnya film-film Mira laris-manis ditunggu penonton. Berayah pemusik tak bikin Mira mahir bermain alat musik, atau menyanyi seperti Ibunya. Tetapi di usia 16 tahun, Mira menulis lagu berkolaborasi dengan melodi piano ciptaan Indra. Lagu pertama Mira ini berhasil mengantar Indra mendapat beasiswa New South Wales Conservatorium of Music di Austalia. Untuk menemani Indra sekolah, tahun 1979 keluarganya boyongan pindah ke Australia. Star Wars Episode IV: A New Hope (1977) karya George Lucas, menginspirasinya pembuat film. Di Australia sepulang sekolah nyaris selalu dia nonton film bioskop ataupun di rumah, Ini membantunya dalam berbahasa Inggris selain membaca buku-buku cerita. Lulus SMA Australia International School, Mira berniat ke sekolah film di Australia. Akan tetapi urung karena Indra lulus dari beasiswa pendidikan musiknya, keluarganya harus kembali ke Jakarta. Akhirnya Mira kuliah Penyutradaran di IKJ, 1985, bekerja di periklanan. Bersama Garin Nugroho, Mira membuat iklan layanan masyarakat. Mira kembali menulis lagu untuk Indra, dan satu lagu untuk album Chrisye, Sendiri Lagi. Mira Co-Produser film Ceh Kucak Gayo karya sutradara Riri Riza, 1995.
Pada tahun 1995, Mira mendirikan Miles Films, memproduksi film-film televisi dan dokumenter, sekaligus membuat wadah pelatihan bagi para seniman muda yang ingin sukses membuat video musik dan iklan TV. Reputasinya meroket saat menyutradarai serial Anak Seribu Pulau yang disiarkan 5 stasun TV. Tahun 1998, perfilman Indonesia terpuruk, bioskop-bioskop konvensional ambruk, berganti jaringan bioskop yang memutar film-film Hollywood. Mira mendobraknya dengan Kuldesak. Tayang perdana di International Film Festival - Rotterdam 1999 ini, disambut hangat masyarakat Internasional, mendapat Nominasi Silver Scren Award – Best Asian Feature Film Singapore Interntional Film Festival, dan penghargaan Festival Film Bandung katagori Sutradara Penuh Harapan. Setelah itu, siapa tak menunggu film Mira Lesmana?■ Mira Lesmanawati Lahir : Jakarta, 8 Agustus 1964 Aktivitas : Penulis Lagu, Pendiri/Pimpinan/Produser Miles Films Penghargaan: • Gie – Film Cerita Panjang Terbaik FFI 2004 • Laskar Pelangi – Film Terbaik Asian Film Award 2009 • Sang Pemimpi – Film Terbaik Spanish Youth Jury Festival Internatonal de Cine para la Infancia la Juventud 2010 • Ada Apa Dengan Cinta 2 - Box Office Movie Awards FFI 2017
PEREMPUAN TANGGUH dan INSPIRATIF
RATNA RIANTIARNO
191
Teater belum sepenuhnya cukup untuk menopang ekonomi keluarga sehari-hari
Primadona Teater
PENULIS: WILLY HANGGUMAN DAN YUSUF SUSILO HARTONO
Kontemporer Indonesia
R
atna Riantiarno pantas menyandang gelar Primadona Teater Kontemporer Indonesia, lantaran totalitasnya menggeluti dunia teater sejak 1969 di Teater Kecil pimpinan Arifin C. Noer, kemudian di Teater Koma, sejak berdiri 1977 sampai sekarang. Baik sebagai pemain, dan lebih banyak sebagai pemimpin produksi.
Foto: Dokumentasi Pribadi
Duetnya dengan aktor, wartawan, penulis naskah dan sutradara N.Riantiarno, suaminya, menjadikan Teater Koma berada di garda depan, dalam hal keajekan produksi pentas, durasi 1–10 hari, dengan tiket ratusan ribu hingga jutaan rupiah. Sejak pentas perdana mengangkat lakon Rumah Kertas, 3–5 Agustus 1977, di Teater Tertutup TIM, hingga lakon Gemintang, 28 Juni–8 Juli 2018 di Teater Graha Bakti Budaya TIM, telah menghasilkan 158 produksi 23 produksi TV, 37 produksi pesanan khusus/ perusahaan, dan 93 produksi panggung. Teater Koma, selain menghadirkan lakonlakon penuh humor, mempersembahkan kritik sosial, dan kekuasaan. Akibatnya, beberapa lakonnya dilarang pentas semasa Orde Baru, termasuk Maaf.Maaf.Maaf (1978) yang dijadwalkan untuk keliling kampus di Bandung, Yogyakarta, dan Surabaya. Larangan ini juga dialami oleh Wanita-Wanita Parlemen (1986), Sampek Engtay (1988), Opera (1990).
Bahkan Opera Kecoa, yang sebelumnya dipentaskan pada1985 di TIM, tidak mendapat izin keliling Jepang. Pada masa pandemi Covid -19, Teater Koma beradaptasi memasuki dunia digital. Menghasilkan beberapa pentas dalam jaringan (daring), baik berupa penanyangan dokumentasi pentas-pentas Koma maupun pentas-pentas dengan naskah, aktor, sutradara, dan desain produk baru. Kesemuanya dikerjakan di maskas Teater Koma di kawasan Bintaro, Jakarta Selatan. Dengan program #NontonTeaterKomadiRumah, masyarakat bisa melihat lakon-lakon lawas Sie Jin Kwi Kena Fitnah (2011), Opera Kecoa (2016), Semar Gugat (2016) kemudian ditutup dengan #PentasAkhirTahunTeaterKoma mengusung lakon Cinta Semesta (2020). Penayangan ulang lakon-lakon Teater Koma itu, sepenuhnya mengandalkan dokumentasi yang diberi sentuhan teknologi. Hal yang mengejutkan, lakon lawas dengan durasi tiga jam, justru diminati penonton, jumlahnya lebih dari 1000 orang. “Sentuhan itu penting agar desain produksi pada masa pandemi ini layak dibayar. Kami bekerja sama dengan Loket.com untuk menjual tiket,” kata Ratna. “ Tetap saja, teater belum cukup untuk menopang kehidupan ekonomi keluarga
sehari-hari. Karena itu, Mas Nano dulu tidak hanya main teater, tetapi juga jadi wartawan. Saya sendiri jadi humas, main sinetron, main film di antaranya Petualangan Sherina (2000) dan Habibie & Ainun (2012). Berteater itu memenuhi kebutuhan batin,” tandasnya. Cobaan yang paling berat untuk Ratna dan keluarga besar Teater Koma, bahkan seluruh pekerja teater di Tanah Air, adalah wafatnya N. Riantiarno pada 20 Januari 2023. Bagaimana tidak, selama 45 tahun sebagai suami-istri, dan 46 tahun sebagai “pasangan kreatif” mengelola Teater Koma, setelah mendirikannya 1 Maret 1977 bersama Kelompok Pendiri-12. Kini dia sedang bersiap bangkit bersama anaknya Rangga Riantiarno, melanjutkan Nano, melanjutkan Teater Koma. Sebagai Primadona Teater Kontemporer Indonesia, dia belum mau “titik”.■
Ratna Riantiarno Lahir : Manado, 23 April 1952 Pendidikan : Akademi Sekretaris ISWI, 1970 Profesi : • film/panggung, produser seni pentas, salah satu pendiri Teater Koma Pengalaman Kerja: • Ketua Dewan Kesenian Jakarta, 1996 - 2003 Penghargaan antara lain: • Anugerah Kebudayaan Kategori Bidang Seni Teater dari Kemendikbud, 2013 • Piala Vidia untuk Pemeran Utama Wanita FTV Terbaik di Festival Film Indonesia, 2012
PEREMPUAN TANGGUH dan INSPIRATIF
RETNO MARUTI Pelestari &
Pengembang
Langendriyan
Langendriyan adalah opera Jawa yang berakar di Pura Mangkunegaran, Surakarta. PENULIS: HERYUS SAPUTRO SAMHUDI
R
asa hormatnya pada seni tari klasik Jawa-Surakarta menempatkannya sebagai penjaga tradisi tangguh dan setia. Hal ini disampaikan aktris/penari/ dosen Dr. Nungki Kusumastuti, S.Sn., M.Sos. ihwal gurunya, Retno Maruti, maestro tari dan pendiri/pimpinan Sanggar Padnecwara, menjelang pentas Langendriyan Roro Mendut di NAFA Lee Foundation Theater Nanyang Academy of Fine Arts, Singapura, Oktober 2023.
“Roro Mendut merupakan kisah kasih tak sampai klasik Jawa yang tak kalah populer dengan Sampek Engtay dari Tiongkok, atau Romeo & Juliet karya William Shakespeare,” ucap Retno Maruti yang menarik perhatian Charlie Chaplin (aktor, komedian, sutradara film bisu Hollywood, 1889-1977) usai bersama Bung Karno menyaksikan Ramayana Ballet (kemudian disebut Sendratari Ramayana) di Candi Prambanan tahun 1961. Maruti saat itu usia 14 tahun sudah menari Kijang Kencana karya tari Bagong Kusudiardjo. “Kijang Kencana tiada bandingannya,” ucap Chaplin usai testimoni, menyalami pemain, khususnya Maruti. Peristiwa itu membanggakan dan menumbuhan nasionalisme Maruti untuk lebih menekuni tari klasik JawaSurakarta, kalau mungkin membawanya ke forum dunia. Harapannya kesampaian saat dia tercatat menjadi bagian rombongan misi kesenian Indonesia, Foto: Enjel
193
pentas 6 bulan di New York World Fair, AS, 1964. Istri penari Sentot Sudiharto dan ibu penari Rury Nostalgia ini membuka mata publik Indonesia dan dunia, saat tahun 1968 menggebrak panggung Teater Arena TIM (Taman Ismail Marzuki) Jakarta dengan Langendriyan Damar Wulan yang disutradarai/ditulisnya sendiri. Dari berbagai pengalaman di atas, Maruti dan suaminya mendirikan Padnecwara pada tahun 1976, memproduksi Langendriyan. Langendriyan adalah opera Jawa yang berakar di Pura Mangkunegaran, Surakarta, Jawa Tengah. Asal katanya langen (hiburan) dan driya yang berarti ’hati’. Jadi, langendriyan diartikan sebagai ‘tarian hati’. Kesenian ini memadukan tarian, drama, musik, narasi, gerak dan mimik wajah. Berbeda dengan sendratari yang tanpa dialog, narasi dan dialog antarwayang pada Langendriyan disampaikan lewat tembang. Langendriyan tontonan langka. Dalam 50 tahun terakhir, rasanya cuma Padnecwara yang memanggungkan tak cuma di Indonesia, tetapi hingga ke Jakarta Berlin Art Festifal 27 ̵ 28 Juni 2011 di Admiralspalast, Berlin. Tak cuma menari, menata tari, dan mengatur musik karawitan, Maruti juga menulis naskah (berupa rangkaian tembang dialog antarwayang dan narasi) langendriyan.
Maruti satu-satunya pelestari dan pengembang Langendriyan. Menulis, menyutradarai, menata sendiri Langendriyan untuk Padnecwara sejak Abimanyu Gugur (1976), Savitri (1977), Palgunadi (1978), Sekar Pembayun (1980), Keong Emas (1981), Begawan Ciptoning (1983), Konso Dewo (1989), Dewabrata (1998), Surapati (2001), Alapalapan Sukesi (2004) Potrait of Javanese Dance (2005) dan Kidung Dandaka tahun 2015. Roro Mendut debutannya, pentas perdana di TIM Jakarta (1976), paling banyak dipentaskan ulang. ”Padnecwara menyodorkan semua repertoar karya saya, dan pengundang memilih. Namun walau pentas ulang, pertunjukan selalu baru. Selalu ada kreativitas baru tanpa mengubah pakem cerita,” ucap Maruti Padnecwara adalah rumah bagi seniman tari, karawitan dan peminat tradisi Jawa (termasuk pesinden dan juru rias pengantin) untuk sama belajar dan berlatih menghidupkan tradisi. Ada kursus tari gratis, paes pengantin, karawitan, latihan rutin. ”Bukan cuma untuk pentas, tetapi lebih untuk membentuk karakter seseorang,” kata Maruti yang berarti ’angin puting beliung’. ■ Theodora Retno Maruti Lahir : Solo, 6 Maret 1947 Pendidikan : Akademi Administrasi Negara Solo Aktivitas: • Perias Pengantin, Pemandu Acara/Narasumber Adat Jawa • Penari, Penata Tari, Dosen Penghargaan: • Life Achievment Award, Akademi Jakarta, 2005
PEREMPUAN TANGGUH dan INSPIRATIF
195
Bung Karno ingin memperlihatkan pada dunia, bahwa Indonesia juga memiliki musik.
TITIEK PUSPA
Hanya Pesanku:
PENULIS: WILLY HANGGUMAN
T
itiek Puspa seorang legenda hidup musik Indonesia. Ia tidak hanya menyanyi tetapi juga menciptakan lagu, membuat operet, dan main film. Bahkan, ia masih tetap menyanyi pada usianya menginjak 86 tahun sekarang.
Kawan Jaga Negeri
Titiek Puspa mengisahkan perjalanan panjangnya karier musiknya. Hidup yang susah pada masa penjajahan Jepang dan revolusi fisik Indonesia telah menempanya menjadi seorang penyanyi yang hebat.
Foto: Dokumentasi Pribadi
Eyang Titiek, begitu ia biasa dipanggil sekarang, mengisahkan dirinya sakitsakitan pada masa kecilnya. “Sudah keluar masuk rumah sakit. Nama saya dulunya Sudarwati. Masuk rumah sakit. Sembuh, nama saya diganti jadi Kadarwati. Masuk rumah sakit lagi. Sembuh, diganti jadi Sumarti saat aku kelas 3 SD,” tuturnya. Bercita-cita jadi guru taman kanakkanak, ia memutuskan jadi penyanyi pada usia 14 tahun setelah memenangkan beberapa kompetisi. Ayahnya,Tugeno Puspowidjojo, tak mengizinkan menyanyi. Ia mengubah namanya jadi Titiek Puspa agar tidak diketahui ayahnya saat ikut kompetisi. Belakangan ayahnya meminta maaf. Bapak minta maaf karena dulu tidak mengizinkan kamu nyanyi. Enggak
tahunya, setelah kamu nyanyi kamu bisa ngurusin adik-adikmu, keluargamu’,” kenangnya menyitir ayahnya. Berbicara tentang lagu-lagu ciptaannya, ia mengatakan, “Lagu-lagu saya itu kebanyakan tentang keadaan alam semesta. Misalnya, lagu Pantang Mundur itu, aku gubah di Jakarta tahun 1964 itu.” Lagu ini mengisahkan perpisahaan seorang prajurit yang harus pergi ke medan laga dan istrinya sedang hamil besar berdasarkan kisah nyata yang disaksikannya di kawasan Monas saat ia baru pulang dari RRI Jakarta suatu pagi. Dalam perjalanan pulang, lagu itu muncul dan ia mencatatnya setelah tiba di rumahnya. Pengalaman di tempat pengungsian saat masih duduk di kelas 3 SD di Temanggung, telah menginspirasinya menulis lagu Minah Gadis Dusun. Juga beberapa lagu ciptaannya seperti Bing, Kupu-kupu Malam, dan Bimbi. Lagu Bing diciptakannya di atas pesawat untuk mengenang sahabat dekatnya Bing Slamet. Sambil menangis ia menulis lagu itu. “Emilia Contessa menjadi saksinya,” kenangnya. Presiden Soekarno membawa musisi Indonesia keliling dunia ke-40 negara untuk memperkenalkan musik Indonesia tahun 1964. Titiek ada dalam tim itu.
“Bung Karno ingin memperlihatkan kepada dunia bahwa Indonesia juga memiliki musik. Presiden enggak memikirkan bahwa di sana sudah ada orkestra. Saking dia bangga bahwa Indonesia itu bukan negara terbelakang,” ungkapnya. Dalam rentang waktu 70 tahun lebih kesenimanannya, operet hingga ratusan lagu-lagunya, telah menjadi bukti asam garam kecintaan dirinya pada kehidupan, khususnya kaum perempuan. “Hanya pesanku kawan jaga negeri...” (lagu Minah Gadis Dusun) ■ Titiek Puspa Lahir: Tanjung, Tabalong, Kalimantan Selatan, 1 November 1937 Pekerjaan : penyanyi, pencipta lagu, koregrafer dan bintang film Tahun aktif 1950—sekarang Diskografi Album Solo: • Buka Pintu (Single Play/Irama.SP-50) • Sampul Surat (Single Play/Irama.SP-61) • Doa Ibu (Irama.LPI-17580) Filmografi • Minah Gadis Dusun (1965) • Inem Pelayan Sexy (1976) • Rojali dan Juleha (1980) Operet • Operet Papiko (Persatuan Artis Pop Ibu kota) (didirikan tahun 1972) • Operet Kupu-Kupu (2006) • Operet Semut Merah Semut Hitam (2012) Penghargaan • Anugerah Musik Indonesia (AMI) Kategori Dedikasi untuk Musik Indonesia, 2021 • Indonesian Choice Awards, Kategori Lifetime Achievement Award, 2018 • Anugerah Komisi Penyiaran Indonesia, Kategori Pengabdian Seumur Hidup, 2018
MODE, RIAS, DAN KECANTIKAN
PEREMPUAN TANGGUH dan INSPIRATIF
A.A. AYU KETUT AGUNG
Empu Tata Rias Bali, Berbagi Sampai Napi
Saya berpikiran saya harus berbagi. Saya memang perlu uang, tetapi uang bukan segala-galanya.
PENULIS: WILLY HANGGUMAN
A
nak Agung Ayu Ketut Agung dikenal luas di tingkat lokal, nasional, dan internasional berkat keahlian dan pengalamannya dalam bidang tata rias Bali. Berkat keahliannya itu, Ibu Agung, begitu ia biasa disapa, dipercaya mendandani Ibu Negara Iriana Joko Widodo dan para istri Menteri Kabinet Kerja Indonesia Maju dalam acara-acara kenegaraan di Bali. Ia juga mendandani Ibu Negara Ani Yudhoyono (almarhumah). Ketika KTT G-20 di Bali (2022), Ibu Agung ikut sibuk. Saat Bali kedatangan Miss Global dari 70 negara, ia mendandani mereka menggunakan busana adat Bali, yaitu busana “tengkuluk kelunakan”. Bu Agung memulai usahanya dengan membuka Salon Kamboja saat masih belajar di SPG (1979). Ia menawarkan layanan kecantikan seperti tata rambut, facial, dan creambath, setelah jam sekolah. Tak pernah berhenti belajar. Ia mendirikan Lembaga Kursus dan Pelatihan (LKP) Agung usai tamat SPG (1982) dengan program tata kecantikan kulit, tata kecantikan rambut, dan program unggulan tata rias pengantin Bali.
Foto: Dokumentasi Pribadi
197
Setelah menikah, Bu Agung mendapat dukungan mertua perempuannya. Terlebih lagi nenek dari sang suami adalah istri dari Raja Tabanan terakhir, seorang ahli tata rias pengantin terkenal dari Puri Tabanan. “Dari beliau saya belajar tata cara merias pengantin adat Bali,” ungkapnya. LPK telah berhasil mendidik lebih dari 10 ribu orang yang tidak saja siap bekerja di salon tetapi juga membuka usaha. Lalu, tanpa kenal lelah ia juga menggelar kursus gratis di bidang tata rias di seluruh kabupatan/kota di Bali bekerja sama dengan swasta, organisasi wanita, dan instansi pemerintah. “Saya berpikiran saya harus berbagi. Saya memang perlu uang, tapi uang bukan segala-galanya. Saya anggap itu ibadah. Saya tidak mau memberikan wanita Bali uang, tetapi keterampilan,” kata penerima 350 penghargaan ini. Belakangan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak menggandeng LPK Agung Bali menyelenggarakan pelatihan tata rias secara gratis di Lapas Makassar untuk 75 orang napi perempuan, Lapas Tangerang 75 orang, Lapas Mataram (Lombok) 50 orang, Lapas Lampung 50 orang,
dan Lapas Krobokan (Denpasar) 50 orang. “Para napi perempuan itu senang dengan pelatihan kami, apalagi saya bisa mengeluarkan sertifikat sendiri dari LPK Agung,” ungkap Ibu Agung penuh antusias. Para napi perempuan, Kalapas, dan pegawainya sangat antusias mengikuti kursus kecantikan itu. “Saya juga bangga bisa memberi motivasi bahwa keterampilan itu sangat dibutuhkan. Apalagi sekarang semua orang ingin tampil cantik,” ujarnya.■
A.A. Ayu Ketut Agung, Dr., Dra., M.M. Lahir : Denpasar, 30 Oktober 1959 Kiprah : Pemimpin LPK Agung Bali Pendidikan : Program Doktor (S-3) Bidang Kebudayaan di UNHI, Denpasar, 2014 Penghargaan • Anugerah Peduli Pendidikan dari Mendikbud dan Tokoh Pemberdayaan Perempuan, Tahun 2019 • Aksara Nasional Kategori Pemberdayaan Wanita dari Mendikbud, 2009 • Penghargaan Nasional sebagai Tokoh Budaya dari Yayasan Pelestari Budaya Indonesia, 2009 Buku • Tata Rias Pengantin Bali; Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2020. • Ragam Busana Pengantin Bali, Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, 2005. • Busana Adat Bali, Denpasar: Pustaka Bali Post, 2004.
PEREMPUAN TANGGUH dan INSPIRATIF
199
Fashion is my passion. Desainer Indonesia harus mengangkat sesuatu dari Indonesia. PENULIS: HERYUS SAPUTRO SAMHUDI
G
hea adalah desiner yang bertanggung jawab atas kebangkitan (renaisans) wastra (tekstil) Indonesia yang kaya motif dan corak serta nilai tradisi lisan serta warisan budaya takbenda yang dikandungnya. Tahun 1980, saat masyarakat Indonesia terbujuk hembusan angin Barat, Ghea malah mengulik inspirasi dari tradisi wastra Indonesia. Lurik Jawa yang terkesan kuno dan kampungan, dijadikannya busana modern klasik, yang ludes terjual dengan harga tinggi, usai menggelar debut fashion show-nya di Jakarta. Wastra Nusantara sangat khas. Sebut saja, tie-dyed (jumputan) atau kain pelangi, songket, ikat, gringsing, tapis, ulos, dan batik yang diangkat Ghea dan lantas jadi pembicaraan masyarakat mode.
GHEA PANGABEAN Kebangkitan Wastra Indonesia
Foto: Muller Mulyadi
Dari sekadar menjahit sendiri di kamar, kini Ghea mengelola butik-butik dengan quality control darinya. Ghea memperagakan karya-karya busananya di Jakarta atau kota lain di Indonesia, serta berkeliling jemput bola ke kota-kota mode dunia. Rancangan Ghea sempat memikat Lady Diana saat berkunjung ke Indonesia dan Ratu Elizabeth II saat Ghea diundang datang ke Istana Buckingham, Inggris. ”Fashion is my passion,” ucap Ghea yang lahir di Rotterdam, menjelang ayahnya, Sutadi Sukarya (’Pejuang Bambu Runcing’, penulis buku Dari Desa Menjelajah Dunia), menghadapi ujian akhir RBA (Rijksblasting-academie/
akademi perpajakan). Saat kuliah, ayahnya yang orang Ciamis, Jawa Barat, berjodoh dengan ibunya yang Belanda
Di kancah busana internasional ini, Ghea mendapatkan klien baru, para figur publik pelanggan setianya.
Ghea berpindah-pindah rumah di Indonesia dan Eropa, mengikuti ayahnya yang diplomat. Profesi desainer memang diimpikannya sejak SMA di Tarakanita. Namun sang ayah menginginkannya kuliah, lalu kerja kantoran. Lulus kuliah di Singapura, Ghea menjadi sekretaris Prof. Dr. Priyatna Abdurrasyid, S.H., Ph.D. –ahli hukum aeronautika di Jakarta. Beberapa tahun ngantor, Ghea kuliah mode di London, lulus, ketemu jodoh pertama, pulang menggendong putri kembar Amanda dan Janna.
Tahun 2023 terbit “Ghea Pangabean Asian Bohemian Chic” Indonesian Heritage Becomes Fashion by Rizzoly New York, coffee book table berbahasa Inggris, dicetak di Italia, diedarkan di New York – Paris – London – Milan.
“Ayah menanamkan semangat untuk menjadi Indonesia. Sebagai desainer Indonesia maka saya angkat wastra tradisional Indonesia.” ucap Ghea. Keperhasilannya kini, wujud tekadnya. Ghea banyak menerima penghargaan, mewakili Indonesia berpameran di New York, Washington DC, Milan, Roma, Paris, London, Amsterdam, Skandinavia, Sofia, Bulgaria, Hawaii, Australia, Malaysia, Singapura, India, dan Timur Tengah. Sejak tahun 2010, Ghea merupakan peserta regular IFF (Islamic Fashion Fesival) dan selalu menampilkan busanabusana sederhananya di Jakarta, Kuala Lumpur, London, Dubai, Marrakesh, Cannes, Monaco, dan London.
Pada 30 tahun kiprahnya di Industri Fashion Indonesia, Ghea meluncurkan porselen Tableware Designer pertama yang terinspirasi jumputan Palembang dan desain keduanya ”Romantic Peranakan”, diikuti tableware Songket Palembang (2012) serta Wayang Kulit (2023). Putri kembarnya diajak bergabung meluncurkan busana rancangan mereka untuk GHEA Kids dan GHEA Resort. “Ini akan jadi warisan saya untuk anak, cucu, dan generasi penerus Indonesia,” ucap Ghea. Matanya berkaca-kaca.■
Siti Giskaeni (Ghea) Lahir : Rotterdam, 1955 Pendidikan : • Stanford Secretary and Management, Singapura • Lucie Clayton College of Dress Making, London, Inggris • Chelsea Academy of Fashion, London, Inggris Penghargaan di antaranya: • Best of ASEAN Designer Award di Singapura; Aparel Trophy - Desainer Ready to Wear Terbaik Indonesia; • Badan Pengembangan Perdagangan dan Pariwisata
PEREMPUAN TANGGUH dan INSPIRATIF
201
Berpegang teguh pada falsafah toto, titi, titis, tatag, tetep, tanggap, teguh, dan trengginas.
MOORYATI SOEDIBYO
PENULIS: BUDOYO PRACAHYO
N
Membawa
Resep Kraton ke Khalayak
Foto: Dokumentasi Prbadi
Luas
ama Mooryati Soedibyo (95 tahun), tidak dapat lepas dari kosmetik tradisional. Dia merintis pendirian PT Mustika Ratu pada 1975 dengan mengembangkan resep-resep yang dipelajari ketika tinggal bersama eyangnya, Paku Buwono X dari Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Idenya berbagi pada khalayak tentang perawatan tubuh dan kecantikan yang dulu hanya dinikmati kalangan keraton.
perawatan kulit, dan tata rias. Selain itu, produk perawatan wanita dan berbagai macam jamu yang sudah merambah pasar ekspor ke-39 negara.
Kini, di tengah industri dan perilaku konsumen yang dinamis, Mustika Ratu tetap konsisten memanfaatkan tumbuhan alami. Membawa spirit pelestarian budaya dan tradisi dari Keraton Solo dalam bentuk produk dan jasa yang dibalut dengan teknologi modern. Strategi ini menjadikan produk Mustika Ratu sebagai pelopor sekaligus pelestari budaya perawatan kecantikan Indonesia.
Bu Moor mengungkapkan filosofi tentang pelestarian budaya Jawa, yaitu membagikan ilmu pengetahuan, kesehatan, dan kebugaran serta kecantikan paripurna pada masyarakat dengan memanfaatkan sumber daya alam yang dimiliki bangsa Indonesia terwujud dalam semangat dan budaya perusahaan di Mustika Ratu.
“Kami terus berinovasi dan membaca kebutuhan pasar seperti menciptakan produk unggulan yang digemari dan dipakai oleh masyarakat Indonesia. Sedangkan di negara-negara yang sudah dirambah, Mustika Ratu juga mampu bersaing dan dikenal sebagai salah satu brand yang diperhitungkan di sektornya,” ujar Bu Moor, sapaan akrab Mooryati Soedibyo . Brand-nya telah menghasilkan lebih dari 1.000 inovasi produk perawatan rambut,
Melalui Yayasan Puteri Indonesia, Bu Moor juga membangkitkan semangat dan nilai-nilai kemajuan bangsa khususnya perempuan melalui prestasi dan karya. Putri Indonesia dikenal sebagai kontes kecantikan paling bergengsi di Indonesia.
“Kita memegang teguh falsafah jer basuki mawa beya yang artinya agar dapat mencapai segala sesuatu yang dicita-citakan maka harus disertai dengan usaha yang sungguh-sungguh dan penuh semangat di samping terkadang diperlukan juga pengorbanan materi, waktu atau perasaan,” Bu Moor menegaskan.. Selain itu, sebagai pemimpin perusahaan, Bu Moor senantiasa berpegang teguh pada falsafah toto, titi, titis, tatag, tetep, tanggap, teguh, dan trengginas. “Falsafah
itu menjadi panduan dalam menjalankan aktivitas sehari-hari, termasuk di dalamnya menciptakan komunikasi perusahaan dengan sebaik mungkin sehingga dapat dipahami oleh berbagai pihak,” jelasnya. ■
Dr. Hj. BRA Mooryati Soedibyo, SS, M.Hum. Lahir : Surakarta, Jawa Tengah, 5 Januari 1928 Pendidikan : • S-3 Program Marketing Strategic Management, Universitas Indonesia, 2007 • S-2 Program Studi Linguistik Penerjemahan Bahasa Inggris, UNS Surakarta, 2003 • S-1 Universitas Terbuka (UT), 2000 • D-3 Sastra Inggris, Universitas Saraswati Surakarta, 1954 Jabatan antara lain • Direktur Utama PT Mustika Ratu Tbk • Pendiri dan Ketua Umum Yayasan Puteri Indonesia • Wakil Ketua MPR, 2004 - 2009 • Ketua Kadin Indonesia Bidang Industri Tekstil, Aneka dan Agroindustri, 1999 –2004 • Ketua Umum Asean Cosmetic Association (ACA), 1993-1995 • Ketua Umum Gabungan Pengusaha Jamu dan Obat Tradisional Indonesia, 1986–2003 • Ketua Umum Ikatan Amemetri Kebudayaan Tradisional Indonesia, 1976–1980 Penghargaan : • The Asean Marketing Management Award, The Asian Institute of Management (AIM), Philipina, 1993 dan 1996 • Satya Lencana Pembangunan, Presiden Republik Indonesia, 1993 Upakarti, ari Presiden Republik Indonesia, 1989
PEREMPUAN TANGGUH dan INSPIRATIF
203
Tiap perempuan, siapa pun dan di mana pun dilahirkan, bisa tampil cantik, tergantung bagaimana kita menghadirkan karunia Tuhan tersebut. PENULIS: HERYUS SAPUTRO SAMHUDI
“
Mengenali kelemahan dan kekuatan diri itu penting, agar kita tidak memaksakan diri mengejar atau melakukan hal-hal yang tidak kita kuasai, melainkan fokus pada hal yang bisa mengantar kita pada keberhasilan. Jangan takut mewujudkan mimpi karena kita adalah arsitek mimpi kita sendiri. Berangkat dari yang ada,” tutur Martha Tilaar, pendidik dan pakar kecantikan. Nama aslinya Martha Tjhie Pwee Giok, setelah menikah dengan Prof. Prof. Henry Alex Rudolf Tilaar, berganti Martha Tilaar.
MARTHA TILAAR
Mempercantik Perempuan Berbasis Identitas Bangsa
Foto: Dhodi Syailendra
Bermodal pemikiran seperti itu, mantan guru SD dan Dosen IKIP Jakarta ini menyusul suaminya yang kuliah di Amerika Serikat, jadi babu pengasuh 12 anak untuk bisa masuk Academy of Beauty Culture, Bloomington, Indiana; pulang ke Indonesia membuka salon kecil di garasi rumah ayahnya. Kini dia pendiri pemimpin jaringan perusahaan Indonesia serta sekolah pendidikan kecantikan, dengan 5.000 pekerja, umumnya perempuan. ”Tiap perempuan, siapa pun dan di mana pun dilahirkan, bisa tampil cantik, tergantung bagaimana kita menghadirkan karunia Tuhan tersebut,” ungkap Martha yang saat remaja rada tomboy, tetapi selalu tertarik pada jamu-jamuan serta ramuan herbal. Dia terinspirasi membangun renjana dan mewujudkan baktinya untuk menjadi berguna.
Untuk mencapai daya guna itu, sejak awal Martha menerapkan prinsip 4 pilar dalam tiap langkah usaha dan bisnis produksi jamu dan kosmetika berbasis herbal (termasuk sekolah perawatan kecantikan, salon, serta layanan spa), yakni Beauty Culture, Beauty Green, Beauty Education, serta Emporing Women atau pemberdayaan perempuan (Indonesia) untuk maju tanpa harus kehilangan identitas diri sebagai anak bangsa
Juli 2002, pada UN Global Compact Leader’s Summit di New York, Sekjen PBB, Ban Ki Moon, memberi penghargaan kepada Martha Tilaar karena menjalankan perusahaan yang memiliki program meliputi 10 prinsip etika Global Compact, seperti HAM, tenaga kerja, mengedepankan konservasi lingkungan, dan anti korupsi, sejalan dengan delapan Tujuan Pembangunan Milenium oleh PBB.
Apa dan bagaimana kiprah Martha Tilaar dan manfaat serta pengaruhnya bagi pemberdayaan perempuan, pendidikan dan pembangunan di Indonesia, serta pengaruhnya dalam kancah pergaulan global? Barangkali kita bisa menyimaknya dari 15 buah penghargaan dan tanda kehormatan serta pemberian gelar (tingkat nasional maupun internasional) yang diterima oleh ibu dari Bryan Emil, Pingkan, Wulan, dan Kilaa Tilaar ini.
Yang menarik dicatat, spesies anggrek yang baru ditemukan tim peneliti Indonesia di Kalimantan (2000), diabadikan oleh lembaga dokumetasi tumbuh-tumbuhan Universitas Leiden Belanda, secara ilmiah sebagai Ceologyne Marthae alias Anggrek Martha Tilaar. ■
Enam penghargaan tingkat nasional yang diterima Doktor Kehormatan (Honoris Causa) bidang Fashion and Artistry dari World University Tuscon, Arizona, Amerika Serikat ini, antara lain: Upakarti (1991), Satyalencana Pembangunan (1993), Bintang Budaya Parama Dharma (2016) dari Pemerintah/Presiden Repulik Indonesia; serta separuh penghargaan lainnya dari lembaga internasional semisal India, Monaco, dan Spanyol.
Martha (Tjhie Pwee Giok) Tilaar Lahir : Gombong , Jawa Tengah, 4 September 1937 Jabatan : Pendiri/Dirut PT Martina Berto Tbk. Pendidikan : • Doktor (HC) Fashion and Artistry World University Tuscon, Arizona, Amerika Serikat, 1984 • Academy of Beauty Culture, Bloomington, Indiana, Amerika Serikat, 1967/1969 • Sarjana Pendidikan IKIP Negeri Jakarta, 1963 Penghargan di antaranya: • Bintang Budaya Parama Dharma, 2016 • Satyalencana Pembangunan, 1993 • Upakarti, 1991
PEREMPUAN TANGGUH dan INSPIRATIF
205
Allah akan menolong hamba-Nya yang bekerja semaksimal mungkin, selama berjalan dalam kebaikan PENULIS: HERYUS SAPUTRO SAMHUDI
C
ovid-19 telah meruntuhkan banyak perusahaan di seluruh dunia tetapi dalam keadaan sulit ini Nurhayati, pemilik Wardah dan pemimpin PT Paragon Universa Utama, malah mengelontorkan Rp40 miliar untuk penanganan pandemi. Dana tersebut didistribusikan berbentuk alat kesehatan dan alat pelindung diri (APD) kepada lebih dari 50 rumah sakit rujukan di beberapa provinsi. Langkah Nurhayati ini telah mendorong kolaborasi penanganan Covid-19 di Indonesia.
NURHAYATI SUBAKAT
Pelopor Merek Halal Produk Kecantikan
Foto: Dokumentasi Pribadi
Tahun 2019, Nurhayati juga jadi berita saat menyerahkan dana abadi Rp52 miliar,untuk Intitut Teknologi Bandung (ITB) mengembangan riset, beasiswa, dan infrastruktur berwujud Gedung Paragon Innovation dan Gedung Wardah Foundation, untuk perkuliahan di ITB. Wardah adalah brand kosmetika produksi PT Paragon Technology and Innovation (PTI) di bawah payung PT Paragon Universa Utama. Pada tahun 1985, Nurhayati memulai usaha rumahan dengan bantuan dua orang pekerja. Kini, ia mengayomi 10.000 pekerja yang sebagian besar perempuan. “Bidan” lahirnya kosmetik Wardah (berarti mawar) ini, menjadikannya pelopor merek halal produk kecantikan Indonesia. Wardah mendapatkan sertifikat halal dari LPPOM MUI pada tahun 1999. Keberhasilan Nurhayati dalam membidik pangsa pasar, membuat hijaber tak ragu
lagi dalam memilih produk kosmetik yang akan mereka gunakan. “Semua atas izin Allah SWT,” ungkap Nurhayati yang dalam berusaha menerapkan prinsip Marketing Mix 4P (Product, Price, Promotion, Place), yang dipopulerkan Jerome McCarthy (1968), yang uniknya ditambahi Nurhayati dengan 1P lagi, yaitu Pertolongan Allah. “Karena sebagus apa pun produksi, harga, promosi, dan pembuatnya, takkan berhasil jika tidak karena Allah,” katanya dalam sebuah seminar. Ini bukan basa-basi apalagi pencitraan diri. Sejak SD dan Diniyyah Putri ia jalani sambil membantu ibunya berjualan kue. Allah memberinya otak cerdas hingga diterima di SMA Negeri 1 Padang (1967). Lulus sebagai juara umum, diterima di Jurusan Farmasi ITB, diwisuda sebagai lulusan terbaik S-1 Farmasi ITB (1975), serta lulusan terbaik profesi apoteker ITB (1976), dan mendapat Kalbe Farna Award. Bekerja sebagai apoteker di RSUP M. Djamil, Padang, lalu menikah dengan Subakat Hadi (1978). Sempat menjadi apoteker lagi di Bandung sebelum ikut suami pindah ke Jakarta. Kemudian bekerja 5 tahun sebagai staf pengendali mutu Wella, perusahan kosmetik asal Jerman. Akhirnya, ia memutuskan mandiri (bersama suami), memproduksi skincare Putri (1985) di rumah, dengan dibantu dua orang pekerja.
Nurhayati menjajakan sendiri produkproduknya ke salon-salon kecantikan sekitar Tangerang. Ia membuka usaha dengan nama PT Pusaka Tradisi Ibu. Perusahaannya berkembang menjadi 25 orang pekerja. Akan tetapi tahun 1990, rumah sekaligus pabriknya terbakar. Usahanya musnah. Hal ini membuatnya tidak bisa tidur memikirkan nasib para pekerjanya. ”Alhamdulillah, seorang tetangga meminjamkan sebuah rumahnya yang kosong untuk dipakai menjadi pabrik sementara.” Pertolongan demi pertolongan Allah terus berdatangan, juga saat-saat produknya salah pasar atau saat penjualan menurun drastis di masa pandemi, ”Termasuk berkah Allah menghadirkan 3 anak kandung yang smart dan berbakti mengembangkan usahanya sebagai generasi kedua, dan insyaAlah kelak akan berlanjut kepada para cucu kami..”■ Nurhayati Subakat, Dr. (H.C.) Dra. Hj. Lahir : Padangpanjang, 27 Juli 1950. Pendidikan : • Farmasi ITB, 1975 • Apoteker ITB, 1976, • Doktor Honoris Causa ITB, 5 April 2019 WARDAH (bunga mawar) diluncurkan, 1995 Sertifikat halal LPPOM MUI, 1999. Wardah, pelopor merek halal produk kecantikan Indonesia, 1999 Penghargaan: • Lulusan terbaik Apoteker ITB, Kalbe Farma Award, 1976 • Indonesia Marketing Champion, 2014 • ASEAN Business Award (ABA) kategori Women Entrepreneur, 2019
MILENIAL INSPIRATIF
PEREMPUAN TANGGUH dan INSPIRATIF
207
Di sekolah digital ini juga dikembangkan pedagogi untuk pembentukan karakter.
PENULIS: BUDOYO PRACAHYO
S
ebagai milenial ahli teknologi digital berusia 35 tahun, Alamanda Shantika bertekad untuk menghapuskan kotak-kotak sosial yang ada, sehingga dapat memosisikan semua kondisi tanpa perbedaan atau genderless. Tujuannya adalah memberikan peluang kepada perempuan agar memiliki spotlight di bidang teknologi. Alamanda aktif merevolusi sistem pendidikan Indonesia melalui kekuatan teknologi. Dia sangat mendukung kehadiran lebih banyak pemimpin perempuan dan memberi inspirasi agar menjadi contoh bagi perempuan lain. Dukungan perempuan dalam teknologi menjadi kunci untuk mendorong perempuan menjadi ahli di bidang ini.
ALAMANDA SHANTIKA Menembus Sekat-Sekat dengan Teknologi
Foto: Dokumentasi Pribadi
Milenial yang
“Bahwa kotak-kotak yang selama ini dirasa ada ternyata bisa ditembus oleh perempuan. Kita harus bersama-sama berkomitmen agar perempuan dan lakilaki memiliki kesempatan setara dalam karier dan pendidikan,” ujar pendiri Binar Academy itu. Alamanda yang kerap disapa Ala mengembangkan pendidikan di Binar Academy bukan sekadar melatih keterampilan. Di sekolah digital ini, juga dikembangkan pedagogi untuk
pembentukan karakter. Kini, di sekolah Binar sudah ada sekitar 130.000 lebih siswa yang belajar di berbagai layanan dari total 700.000 user apps. Binar di tangan Ala menjalin kemitraan dengan perusahaan-perusahaan untuk merekrut talenta digital bahkan terlibat dalam program tanggung jawab sosial perusahannya. Contohnya, melalui Binar Job Connect, hingga tahun 2022 berhasil menarik lebih dari 120 mitra pemberi kerja dengan proses rekrutmen yang lebih efisien, employers’ time-to-hire , dari 90 hari menjadi 30 hari. “Hal ini bisa dilakukan karena ada momen yang membuat saya sadar bahwa orang-orang yang concern di bidang teknologi harus memperbanyak networking (jaringan),” kata Ala. Ala mengungkapkan bahwa awal mula bisa membangun perusahaan rintisan atau startup ini karena membantu temannya di dunia mode. “Saya lalu berusaha untuk mem-push diri sendiri untuk terus berkembang. Sudah pasti, Binar Academy juga akan saya bawa seperti itu,” ceritanya. Sebelum sukses dengan Binar Academy yang menjadi lembaga pendidikan digital berpengaruh, Ala pernah menjadi Kepala Teknik Pengembangan Produk Kartuku.
Ia tercatat pula sebagai perempuan yang berperan membidani aplikasi Gojek dengan kedudukan terakhir Wakil Presiden Produk dan Konsultan Produk Teknologi. Atas konsistensinya, Ala pun dianugerahkan penghargaan Wanita Menginspirasi Tahun 2018 dalam ajang Elle Style Awards dan Wanita Tahun Ini 2017 versi majalah Her World. ■
Alamanda Shantika, S. Kom., S. Si. Lahir : Jakarta, 12 Mei 1988 Pendidikan : Sarjana Komputer dan Sarjana Sains Universitas Bina Nusantara Jabatan : • Komisaris Independen PT Blue Bird Tbk, Juli 2022 – Sekarang • Komisaris Independen PT Mandiri Capital Indonesia (MCI), 2019 - Sekarang • Anggota Tim Kajian Sumber Daya Manusia dan Ekonomi Digital Dewan Pertimbangan Presiden, Januari - Juli 2019 • Komite Manajemen Data PT Medikaloka Hermina Tbk, 2018 – Sekarang • Presiden Direktur Binar Holdings Pte. Ltd, Maret 2017 - Sekarang • Vice President Gojek, 2014 -2016 • Kepala Teknik Pengembangan Produk Kartuku, 2014-2016 Penghargaan antara lain: • Wanita Tahun Ini 2017 versi majalah Her World • 4.0 di bawah 40 versi majalah Marketeers, 2017 • Wanita dalam Teknologi 2017 pada Festival Habibie 2017 • Wanita Menginspirasi Tahun 2018 pada Elle Style Awards 2018
PEREMPUAN TANGGUH dan INSPIRATIF
209
Menjadikan akses terhadap makan sehat dan bebas bahan kimia sebagai hak universal, bukan hak istimewa.
ARSILIA ARSYADJULIANDI
PENULIS: BUDOYO PRACAHYO
Inkubator Pertanian untuk Para Perempuan
A
rsilia Arsyadjuliandi, mantan petinggi perusahaan energi nasional, menjelma menjadi cahaya bagi ratusan perempuan petani di Riau. Ia kini memberdayakan dan meningkatkan kondisi para petani perempuan, khususnya yang seringkali mengalami ketidaksetaraan dan kesulitan mengakses lahan pertanian. Melalui program inkubator pertanian, ia menyediakan fasilitas lahan di Riau dan memberikan panduan untuk memperoleh sertifikasi organik. Upaya ini bertujuan menciptakan peluang yang lebih besar agar para petani perempuan dapat terlibat secara aktif dan berkelanjutan dalam praktik pertanian organik.
Foto: Dokumentasi Pribadi
Arsilia meyakini bahwa perempuan memegang peran kunci dalam pertanian organik yang juga ramah lingkungan. Pengalamannya menunjukkan bahwa para petani perempuan yang telah mendapat pendampingan dapat mengembangkan potensinya, memahami pentingnya makanan, dan ikut berkontribusi dalam menciptakan generasi yang sehat di masa mendatang. Pengalaman pribadi dan keluarga, yang menghadapi penyakit autoimun, mendorong kebutuhan untuk mengonsumsi makanan bebas kimia dan hormon. Kebanyakan bahan makanan sehari-hari mengandung bahan kimia yang dapat memicu respons negatif pada sistem kekebalan tubuh. Namun,
sulit menemukan produk organik yang terjangkau di Indonesia. Sebagian besar produk organik diimpor, padahal potensi alam Indonesia mendukung pertanian organik.
kemajuan menuju kesetaraan gender yang lebih besar di industrinya.
Cita-citanya untuk mewujudkan perubahan besar mendorong untuk menempa jalan dengan mendirikan perusahaan rintisan, Organic Center, sebuah perusahaan yang khusus untuk produk makanan natural dan organik (Natural and Organic Food Consumer Goods).
Seiring berjalannya waktu, Arsilia melihat peningkatan ketersediaan produk organik di supermarket. Kesadaran masyarakat terhadap produk organik juga mengalami peningkatan signifikan, dengan makin banyak masyarakat yang mencari produk organik. Peningkatan kesadaran akan pentingnya keberlanjutan, dan minat pada gaya hidup sehat juga turut mendorong masyarakat untuk beralih ke makanan organik.
“Saya mendirikan perusahaan barang konsumen organik yang saat ini memproduksi lebih dari 100 jenis bahan baku organik, dengan visi membuat produk organik terjangkau bagi masyarakat Indonesia,” ungkap peserta Program S-3 University of Science and Technology Hong Kong ini.
Arsilia juga turut memberikan berkontribusi dalam mengurangi angka stunting atau gangguan pertumbuhan anak di Indonesia. “Pola makan berdampak pada kesehatan fisik dan mental, oleh karena itu akses terhadap makanan sehat merupakan landasan untuk keluar dari kemiskinan,” katanya.■
Ia sangat yakin bahwa dengan mengubah kebiasaan makan mempunyai potensi untuk merevolusi dunia. Ia pun berkomitmen untuk menjadikan akses terhadap makan sehat dan bebas bahan kimia sebagai hak universal, bukan hak istimewa.
Arsilia Arsyadjuliandi
Saat ini perusahaan rintisannya, Organic Center telah menjalin kerja sama dengan ratusan petani perempuan. Perusahaan ini juga memiliki tenaga kerja yang sekitar 80 persen terdiri dari perempuan berbakat dan berdedikasi sehingga membuat
Lahir : Pekanbaru, 13 Februari 1990 Jabatan : • Pendiri Organic Center, 2017–sekarang • Manajer Direktur Bisnis Riau Muda Group, 2014–2019 • Asisten Manajer Pengembangan Bisnis Riau Muda Group, 2012–2014 Pendidikan: • Harvard Business School Alumni PLDA Alt EMBA November 2021–Juli 2023 • Program S-3 University of Science and Technology Hong Kong (HKUST) • University of Colorado at Boulder Summer 2009 - Spring 2012, Finance Major Penghargaan: Top 3 ASEAN Business Award 2023 Kategori Pemimpin Perusahaan Consumer Goods Organic (Organic Center)
PEREMPUAN TANGGUH dan INSPIRATIF
MAUDY AYUNDA
211
Kembangkan potensi diri, baik dan benar, berguna bagi masyarakat. PENULIS: HERYUS SAPUTRA SAMHUDI
R
usia gencar membombardir Ukraina, dan Presiden Putin memastikan tak menghadiri forum Presidensi KTT G-20 Bali (15–16/11/2020), saat bintang film/ iklan/penulis/penyanyi Maudy Ayunda diangkat menjadi salah satu Juru Bicara Resmi Pemerintah RI pada perhelatan itu. Pro-kontra terjadi. Pengeritik menganggap Maudy tak memiliki pengalaman diplomatik/ekonomi. Ini usaha sia-sia Pemerintah.
Milenial, Juru Bicara KTT G-20
Foto: Dokumentasi Pribadi
”Penunjukan Maudy Ayunda masuk akal karena pendidikannya di luar negeri dan dorongan pemerintah untuk menciptakan panutan bagi kaum muda,” kata Irfan Wahyudi, Wakil Dekan FISIP Universitas Airlangga. Maudy sendiri bilang hanya ”Sebagai bagian dari tim juru bicara, perannya adalah untuk melaporkan hasil pertemuan G-20 yang relevan dengan Indonesia sementara isu-isu sensitif akan ditangani oleh perwakilan lain.” ”Alhamdulillah saya dipercaya Negara. Insyaallah saya akan laksanakan tugas sebaik-baiknya,” ucap Maudy usai Menteri Kominfo mengumumkan keterpilihannya. ”Ini perhelatan besar, momentum sejarah. Kesempatan Indonesia mendorong dunia untuk pulih, bersama atasi tantangan ekonomi global. Tugas sejarah ini harus disambut suka cita dan optimisme.” Tak cuma para delegasi negara anggota, KTT G-20 juga dihadiri tamu undangan dari Belanda, Fiji, Kamboja, Rwanda, Senegal, Singapura, Spanyol, Suriname,
Ukraina, Uni Emirat Arab; dan organisasi internasional ABD, Bank Dunia, FIFA, Forum Ekonomi Dunia, IDB, IMF, IOC, dan WTO. Dihadiri Presiden Afrika Selatan (Cyril Ramaphosa), Amerika Serikat (Joe Biden), Argenina (Alberto Fernandez), Indonesia (Joko Widodo, tuan rumah), Korea Selatan (Yoon Suk-yeol), Prancis (Emmanuel Macron), Tiongkok (Xi Jinping), Turkiye (Recep Tayyip Endogan), serta Uni Eropa (Charles Michel, Presiden Dewan Eropa) dan Presien Komisi Eropa Ursula von der Leyen. Hadir Perdana Menteri adalah Putra Mahkota Mohammad bin Salman Al Saud (Arab Saudi), Anthony Albanese (Australia), Rishi Sunak (Britania Raya), Narendra Modi (India), Giorgia Meloni (Italia) Pumio Kishida (Jepang), Justin Trudeau (Kanada), dan Olaf Scholz (Kanselir Jerman), Menteri Luar Negeri Carlos Alberto Franca (Brazil), Marcelo Ebrard (Meksiko), dan Sergei Lavrov (Rusia). Memang ia tidak ketemu langsung para pemimpin dunia itu. Ia fokus pada tugasnya melaporkan hasil keputusan G-20 yang relevan dengan Indonesia. Tentu bagi para milenial dan generasi Z, penampilan ”teman sebayanya” di forum dunia, itu menginsprasi. Maudy menginspirasi saat Mira Lesmana memilihnya main film Untuk Rena, menjadikannya Aktris Utama Terpilih
Festival Film Jakarta; Nominee Most Favorite Rising Star Indonesia Movie Award MTV 2006, dan Habibie & Ainun memberinya noninasi ganda Piala Citra FFI 2022. Maudy juga berperan di Sang Pemimpi (sekuel Laskar Pelangi), sekaligus menulis/menyanyikan soundtrack Mengejar Mimpi. Album lainnya Pangil Aku (2011), Moments (2015), Oxygen (2018), My Hidden Collection (2013) dan The Hidden Tapes: Vol 1 (2021). Lima perempuan Indonesia dalam Asia’s Inspiring Women under 30th, Forbes, 2022, ini (bersama Dian Sastro) membangun Yayasan pro-perempuan, berkampanye melawan perbudakan modern meliputi kerja paksa, pernikahan dini, dan pekerjaan berbahaya. A Forest of Fables (2005) buku dongeng satwa hutan karyanya, penjualannya disumbangkan bagi korban tsunami Aceh 26/12/2004. “Kembangkan potensi diri, baik dan benar, berguna bagi masyarakat” ungkapnya di akun dengan belasan ribu follower itu. Muda inspiratif, jalan terbuka lebar baginya.■
Ayunda Faza Maudya, B.A., M.A., M.B.A. Lahir : Jakarta, 19 Desember 1994 Aktivitas: Seniman, aktivis sosial • S-1 PPE (Philosophy Politics and Economic), Universitas Oxford, Inggris, 2016. • S-2 MBA dan MA Universitas Stanford, Amerika Serikat, 2021
PEREMPUAN TANGGUH dan INSPIRATIF
213
Justru dengan kondisi keterbatasan yang kita miliki, jadikan itu sebagai motivasi dan menunjukkan pada semua orang bahkan pada dunia.
NI NENGAH WIDIASIH
PENULIS: BUDOYO PRACAHYO
A
tlet penyandang disabilitas ini pantang menyerah. Kegigihannya menekuni olahraga cabang angkat berat atau powerlifting, menyabet berbagai medali di tingkat internasional. Di ajang kompetisi olahraga internasional untuk atlet penyandang disabilitas, Paralimpiade Tokyo 2020, ia berhasil meraih medali perak untuk Indonesia. Ini sekaligus medali perak perdana kontingen Indonesia sejak mengikuti multi event empat tahunan sejak tahun 1992 atau 33 tahun yang lalu.
Atlet Penyandang Disabilitas
Foto: Dokumentasi Pribadi
yang Menembus Dunia
Saat itu, dia tampil di kelas 41 kilogram putri kategori World Para Powerlifting (PWL), dan berhasil mencapai angkatan terbaik, yakni 98 kilogram. Atas keberhasilannya, Presiden Joko Widodo menyempatkan menulis di akun Twitter resmi @jokowi. “Kabar baik datang dari ajang Paralimpiade Tokyo 2020, siang ini. Atlet angkat berat Ni Nengah Widiasih meraih medali pertama untuk Indonesia, dengan merebut medali perak di kelas 41 kg putri. Selamat kepada Ni Nengah Widiasih,” cuit Jokowi. Raihan medali perak di Paralimpiade 2020 merupakan peningkatan prestasi. Sebab, saat berlaga di Paralimpiade Rio de Janeiro, Brasil, tahun 2016, perempuan Bali yang akrab dipanggil
Widi, hanya meraih medali perunggu. Di tingkat Asia dan ASEAN), ia telah banyak memberikan medali pada bangsa Indonesia. Malah, saat kontingen Indonesia menjadi juara umum dalam ASEAN Para Games 2022 di Solo, Jawa Tengah, Widi menyumbangkan satu medali emas. Perjuangan Widi turut mengharumkan nama bangsa lewat olahraga cabang angkat berat patut menjadi inspirasi serta motivasi bagi atlet-atlet muda, terutama atlet penyandang disabilitas di mana saja berada. Perempuan 31 tahun ini, lahir dalam kondisi normal. Akan tetapi, pada usia 3 tahun didiagnosis menderita polio. Setahun kemudian mulai menggunakan kursi roda. Saat duduk di kelas enam SD, ia tinggal di asrama Yayasan Pembinaan Anak Cacat. Kakaknya yang juga atlet angkat besi, mendorong Widi berlatih powerlifting, hingga berhasil menjadi atlet. “Jangan pernah merasa minder dengan kondisi kita. Justru dengan kondisi keterbatasan yang kita miliki, jadikan itu sebagai motivasi dan menunjukkan pada semua orang bahkan pada dunia. Walaupun dengan keterbatasan yang kita miliki, kita bisa,” tuturnya berapi-api.
Widi bersyukur, atas prestasinya tersebut, menerima penghargaan dari pemerintah, diangkat sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) di Kementerian Pemuda dan Olahraga. Sekalipun menjadi ASN, dia akan tetap menjadi atlet angkat besi. “Saya masih ingin terus mengejar mimpi dan masih latihan di pelatnas,” ujar Widi usai diambil sumpah sebagai ASN beberapa waktu lalu. Yang selalu menggelora di balik keterbatasan fisik Widi adalah perasaannya yang bergemuruh agar kedua tangannya makin bertambah kuat mengangkat lingkaran-lingkaran besi, sambil membayangkan bendera merah putih berkibar di berbagai kompetisi internasional. Widi memang atlet disabilitas yang membanggakan. ■ Ni Nengah Widiasih Lahir : Karangasem, Bali, 12 Desember 1992 Prestasi : • Emas - ASEAN Para-Games Solo 2022 (2023) • Perak - Paralimpiade Tokyo 2020 • Emas - ASEAN Para-Games Malaysia 2017 • Perunggu - Paralimpíada Rio de Janeiro, Brasil 2016 • Emas - ASEAN Para-Games Myanmar 2013 • Emas - ASEAN Para-Games Indonesia 2011 • Perak - ASEAN Para-Games Malaysia 2009 • Perunggu - ASEAN Para-Games Thailand 2008
PEREMPUAN TANGGUH dan INSPIRATIF
RENITA RISMAYANTI Polisi Wanita Terbaik PBB 2023
Percayalah kepada diri sendiri, percayalah dengan kekuatanmu, dan laksanakan segala tugasmu dengan semaksimal mungkin.
PENULIS: BUDOYO PRACAHYO
K
eberhasilan Brigadir Polisi Satu (Briptu) Renita Rismayanti (27), meraih penghargaan Polisi Wanita Terbaik Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) 2023 (United Nations Woman Police Officer of the Year Award) telah membuat bangga bangsa Indonesia. Apalagi dia mewakili kalangan anak muda milenial, terutama kaum perempuan. Polisi wanita yang akrab disapa Nita itu pun banjir dukungan dan ucapan selamat, termasuk di media sosial miliknya @nitaresmaya. Beritanya di media massa menjadi viral. Kebanyakan berharap agar prestasi yang didapatnya itu menjadi inspirasi bagi generasi muda, membuktikan bahwa kebaikan dan keberanian memiliki kekuatan untuk mengubah dunia. Nita sendiri berharap prestasi yang diperolehnya itu sebagai pesan kepada perempuan di seluruh dunia. “Percayalah kepada diri sendiri, percayalah dengan kekuatanmu, dan laksanakan segala tugasmu dengan semaksimal mungkin,” katanya usai menerima anugerah di Markas Besar PBB di New York City, Amerika Serikat, Kamis (16/11/2023) siang waktu setempat. Nita memulai karier polisi di Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Tengah dan kemudian pindah ke Divisi Hubungan
Foto: Dokumentasi Pribadi
215
Internasional di Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) pada tahun 2017. Tugasnya selama di Divisi Hubungan Internasional Polri adalah mengelola para anggota kepolisian yang berangkat untuk Misi Perdamaian PBB. Pekerjaan ini membuat dia tertarik untuk mendaftar. Namun, karena batas usia pendaftaran minimal 25 tahun, dia harus menunggu. Saat usia sudah 25 tahun, Nita mendaftar ikut Misi Perdamaian PBB dan diseleksi langsung oleh PBB. Dia pun harus mengikuti tes bahasa asing, tes mengemudi, dan tes menembak. Lulus tes, Nita menjadi anggota Kontingen Garuda Bhayangkara (Garbha) Satgas Formed Police Unit (FPU) 5 MINUSCA di Bangui, Afrika Tengah. Dia ditugaskan mengelola proyek UN Pol Case Management dan instalasi database untuk polisi lokal di Republik Afrika Tengah. Meskipun tidak memiliki latar belakang di bidang informasi dan teknologi (IT), Nita menjadi konseptor dan berkolaborasi dengan tim ahli dalam pengembangan proyek. “Saya berharap visibilitas yang datang dari memenangkan penghargaan ini akan memperkuat keyakinan bahwa semua
bidang keahlian dalam kepolisian terbuka untuk kita,” ungkap Nita, yang sejak SMA aktif di klub bahasa Inggris dan kerap mengikuti lomba debat dalam bahasa Inggris saat Sekolah Polisi Negara (SPN) di Purwokerto. Nita berharap Indonesia mendapatkan lebih banyak pengakuan internasional dan makin diikuti oleh lebih banyak orang Indonesia dalam Misi Perdamaian PBB di masa mendatang, memperluas kehadiran internasional negara ini. ■
Brigadir Polisi Satu (Briptu) Renita Ismayanti Lahir : Magelang, Jawa Tengah, 28 Oktober 1996 Pendidikan : Sekolah Polisi Negara (SPN) Purwokerto, 2014 SMAN 1 Magelang Aktivitas • Petugas Basis Data Kriminal (Crime Database Officer) di Misi Stabilisasi Terpadu Multidimensi PBB di Republik Afrika Tengah (MINUSCA). • Anggota Kontingen Garuda Bhayangkara (Garbha) Satgas Formed Police Unit (FPU) 5 MINUSCA di Bangui, Afrika Tengah • Staf Bagian Perdamaian dan Kemanusiaan Divisi Hubungan Internasional (Divhubinter) Mabes Polri, 2017 • Personel Bidang Humas Polda Jawa Tengah, 2015 • Petugas Informasi Publik Polres Magelang Kota, 2014 Penghargaan : Polisi Wanita Terbaik Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), 2023
Profil Tim Penyusun
Profil Tim Penyusun LISA AYODHIA Terlahir dengan nama Ira Natalisa. Lulus dari Universitas Trisakti dengan gelar Sarjana Hukum. Melanjutkan ke Stanford College Jurusan Public Relations untuk menambah pengetahuannya dalam berkomunikasi, dan membangun hubungan baik dengan klien. Tahun 1985 mendirikan perusahaan PR & Event Organizer, Mitra Enterprize, yang berkembang sampai sekarang. Sejalan dengan kecintaannya terhadap budaya, wastra, dan seni Indonesia, membawa produk wastra, budaya, dan seni Indonesia dalam
Lisa Ayodhia
Yusuf Susilo Hartono
Mayang Sari
beberapa pameran internasional di Jepang, Rusia, Prancis, dll. Menjabat Ketua Yayasan Grand Prix Marching Band (2006– sekarang), Founder dan Ketua Umum Yayasan Duta Indonesia Maju (YDIM), Sekjen Yayasan Sulam Indonesia (YSI) sejak 2015, salah satu founder Coffee Lovers Indonesia (CLI) sejak 2016, dan lain lain. Bendahara Umum Dewan Kopi Indonesia (Dekopi) sejak 2018. Juga pengamat mode dan pakar etika.
Sonya Hellen Sinombor
YUSUF SUSILO HARTONO
Hanni Sofia
Willy Hangguman
Heryus Saputro Samhudi
Budoyo Pracahyo
Menulis, melukis, berpuisi, berorganisasi, ditekuni sejak kuliah di IKIP, guru/PNS di Bojonegoro, hingga hijrah ke Jakarta sampai sekarang. Sebagai wartawan seni budaya di harian sore Surabaya Post perwakilan Jakarta (1986-2000), Harian Merdeka (Redaktur, 2004–2005), Majalah Visual Arts (Wapemred/ Pemred, 2007–2012), Majalah kebudayaan Warisan Indonesia (Dewan Redaksi bersama Putu Wijaya, 2011–2012), Majalah Galeri (Pemred, 2012–2022), Majalah kebudayaan Kabare di Jakarta (Wapemred/Pemred, 2016–2018), dll. Mendapat Kartu Wartawan Utama dari Dewan Pers (2017). Pengurus PWI Pusat
(2008-2023) membidangi kebudayaan, termasuk mengelar Temu Redaktur Kebudayaan se-Indonesia (2012–2015), Sekolah Jurnalisme Kebudayaan ( 2012–2013) dan penggagas/pelaksana Anugerah Kebudayaan PWI Pusat untuk Bupati/Wali Kota sejak HPN 2016, dan HPN 2000–2023. Menerbitkan buku jurnalistik, seni rupa, puisi (Indonesia dan Jawa), cerita anak, dan biografi. Yang terbaru biografi HM Wardan: Mengembangkan Sayap untuk Tanah Air (Pustaka Populer Gramedia, 2023), dan puisi Semi di Musim Semu (Teras Budaya, 2023).
MAYANG SARI Belajar Bahasa dan Sastra Indonesia di IKIP Jakarta (1990). Melanjutkan studi ke Pascasarjana Filsafat UI; menjadi volunteer Jurnal Perempuan (1996), di samping mengampu beberapa mata kuliah pada almamaternya dan beberapa PTS di Jakarta. Bekerja sebagai asisten Prof. Dr. Toeti Heraty, Guru Besar Filsafat UI sejak menjadi mahasiswanya, mengelola penulisan buku dan Kasih Octoriza
Dhodi Syailendra
Muller Mulyadi
Raka Denny
Jurnal Kebudayaan dan Filsafat (Mitra). Pernah menjadi Tim Pengembangan Kurikulum Dikmenjur: Bahasa Indonesia untuk SMK sekaligus Koordinator Penulisan Modul Bahan Ajar. Fasilitator/penyuluh, penyunting dan penyelaras bahasa paruh waktu.
Profil Tim Penyusun
Profil Tim Penyusun SONYA HELLEN SINOMBOR
Penulis adalah jurnalis di Harian Kompas semenjak tahun 1996. Perempuan kelahiran Minahasa Selatan, dan sarjana hukum dari Universitas Sam Ratulangi Manado ini, melepas citacitanya menjadi advokat dan menekuni profesi jurnalis. Selain ditugaskan di Jakarta dan beberapa daerah, penerima Hassan Wirajuda Pelindungan Award 2020 dari Kementerian Luar Negeri dan Anugerah Swara Sarasvati 2018 dari Koalisi Perempuan
Indonesia, pernah menjadi Kepala Perwakilan Kompas Jateng, dan wartawan Istana Kepresidenan. Jurnalis yang tengah melanjutkan studi magister hukum di Universitas Kristen Indonesia ini, dalam liputan dan tulisannya memberi perhatian khusus pada isu kemanusiaan, terutama terkait perlindungan perempuan, anak, disabilitas, lanjut usia, dan kelompok marginal.
KASIH OCTORIZA Kasih Octoriza memulai kariernya tepat setelah lulus dari Fakultas Desain Komunikasi Visual di Universitas Trisakti pada akhir tahun 2004 silam. Dimulai dengan bekerja sebagai junior graphic designer pada sebuah perusahaan kecil yang bergerak di bidang creative publishing dan advertising agency di kawasan Jakarta Selatan. Saat menjadi penata letak di beberapa majalah
ia kemudian menyukai komposisi gambar dan tulisan, lalu memilih dunia grafis khususnya layouting atau tata letak buku/ majalah untuk digeluti. Minatnya akan paduan bentuk, garis, dan warna, serta ketertarikan dalam penyampaian pesan melalui visual membuatnya tetap setia pada bidang grafis yang ia jalani sebagai freelancer sampai saat ini.
HANNI SOFIA Hanni Sofia menjadi jurnalis sejak 2005. Pernah bekerja di Trubus, berpindah ke LKBN Antara pada 2006 hingga saat ini. Menyelesaikan S-1 di UGM, S-2 jurnalisme Ateneo de Manila University, Filipina, dan S-2 manajemen UT Jakarta. Peraih beasiswa StuNed (Belanda) itu, meliput berbagai bidang di dalam maupun luar negeri termasuk Istana Kepresidenan (2015–2022).
Peraih penghargaan Bhakti Koperasi 2012 itu aktif mengajar jurnalistik di beberapa lembaga. Meraih Anugerah Pesona Wisata pada 2009 dan 2010 serta penghargaan lain di bidang kepenulisan. Ia adalah trainer tersertifikasi Google untuk cek fakta/antihoax, konsultan komunikasi pada berbagai lembaga/perusahaan, dan penulis buku berbagai tema.
WILLY HANGGUMAN Pria asal Ruteng, Flores, NTT. Belajar sastra dan linguistik di Fakultas Sastra Budaya Universitas Diponegoro, Semarang. Kemudian bekerja sebagai wartawan di harian pagi Suara Karya pada 1984–1993, sebagai wartawan harian sore Suara Pembaruan (1993–2010) dan sempat menjadi Pemimpin Redaksi. Sejumlah cerita pendek dan puisinya dimuat di beberapa media nasional.
Buku puisinya bersama Romo Mudji Sutrisno, SJ berjudul Ziarah Anggur (Indonesiaterra, 2004). Buku lainnya Johny Indo, Tobat dan Harapan (Pustaka Sinar Harapan, 1990), Piala Dunia 2010 (Mesepress, 2010), dan menjadi tim penulis Anugerah Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2012–2019). Novelnya Molas Flores: Gadis Pulau Bunga terbit tahun 2021 di Jakarta.
HERYUS SAPUTRO SAMHUDI Pria kelahiran Jakarta, 10 Oktober 1953, pencinta alam, jurnalis, penyair, penulis buku, narasumber sosial-budaya, pariwisata dan lingkungan hidup. Menulis sejak 1975, dan bekerja di beberapa majalah, antara lain Majalah Femina (1985/2010) dan kini redaktur Portal Berita bisiswasata.co.id dan seide.id serta Majalah on-line Explorer (ketiganya terakreditasi Dewan Pers) serta redaktur/ penulis lembar Tradisi Lisan edisi minggu Media Indonesia sejak
2020. Aktivis Komunitas Seniman Bulungan (KSB) Jakarta, dan Asosiasi Tradisi Lisan, memenangkan 16 penghargaan jurnalistik, di antaranya 4 Medali/Trophy PWI Hadiah Adinegoro. Menulis 7 buku semisal Dana Dou Dompu /Tanah Orang Dompu (Penerbit Badan Bahasa) hasil beasiswa Seniman Berkarya dari Kemendikbud RI, 2017.
Pria asal Kota Malang Jawa Timur ini mengawali profesi sebagai fotografer sejak tahun 1995 dengan menjadi fotografer inhouse magazine di pusat perbelanjaan Galeria Mal Yogyakarta. Di awal tahun 2000-an, alumni dari Institut Seni Indonesia Yogyakarta jurusan Fotografi ini mulai mendalami bidang fotografi komersil dengan bergabung di Calista Digital Studio Yogyakarta. Tahun
2012 dirinya mulai menjalani karier di Jakarta dengan menjadi fotografer di majalah gaya hidup Male Emporium. Perjalanan kariernya sebagai fotografer berlanjut di majalah budaya Kabare hingga tahun 2017. Saat ini aktivitasnya mengelola majalah alumni luar negeri Fokal (Forum Komunikasi Alumni) dan mengelola jasa layanan fotografi di Bogor.
MULLER MULYADI Lahir 1 Desember di Jakarta pada 1969. Muller, begitu ia disapa, menyukai fotografi dan desain grafis sejak di sekolah menengah. Walau saat itu belum memiliki kamera, ia tak patah semangat malah makin menikmati dunia “lukisan cahaya”, ia pun belajar secara otodidak sebelum memperdalamnya di Interstudi School of Design. Hingga akhirnya cowok yang hobi sepak bola itu menjadi
fotografer dan artistik di majalah dan media online. Beberapa karya yang melibatkan “keterampilannya” antara lain Tembang untuk Bangsa, Bahasa Musik SBY dan Chrisye. Sepuluh tahun lebih ia menjadi fotografer di Majalah Galeri dan sampai saat ini mengisi di media online visualindonesia.com dan indonesiadaily. co.id.
RAKA DENNY
BUDOYO PRACAHYO Laki-laki kelahiran Jakarta ini menyelesaikan sekolah lanjutan atasnya di Kabupaten Bantul, DIY. Kemudian melanjutkan kuliah di Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Jakarta dan pernah menjadi mahasiswa Sekolah Tinggi Publisistik. Pernah juga mengikuti Account Officer Program di Nitro Institute, Property Analysis Program di ISPI Panangian Associate, dan
DHODI SYAILENDRA
Problem Solving Program di IMI Widyastara. Aktif menyunting sejumlah buku, profil perusahaan, dan konsultan media. Karier wartawannya bermula di majalah Infobank, majalah Properti Indonesia, Surat Kabar Sinar Pagi, dan terakhir di Harian Umum Koran Jakarta. Tercatat juga sebagai staf redaksi di media online jakartanews.id, teropongnews.id, dan kosadata.id.
Menjadi jurnalis foto sejak tahun 2000 sampai sekarang. Berawal dari Radar Bali pada tahun 2000, lalu berlanjut ke Indopos selama setahun pada 2003 sampai 2004. Lelaki kelahiran Denpasar ini menyeriusi profesinya sebagai jurnalis foto di Jakarta dengan bergabung di Jawa Pos pada 2004 hingga 2020. Kini, dia melanjutkan karier fotografinya di Harian Disway. Sebagai
fotografer profesional, Raka Denny mempunyai ketertarikan mendalam terhadap foto-foto humanis. Terutama yang berkaitan dengan aksi dan reaksi manusia. Dia meraih Anugerah Adinegoro pada 2017 lewat foto bertajuk Fase Kritis tentang sisi lain erupsi Gunung Agung.
Galeri Foto Rapat Persiapan-Bersama Menteri-Wawancara-Kerja
Awal mula pembicaraan pembuatan buku
Rapat kedua di Kemen PPPA
Penentuan foto-foto narasumber di kediaman Ibu Lisa Ayodhia
Makan siang sambil diskusi materi buku di kediaman Ibu Lisa Ayodhia.
Gung Tri memberi Kunjungan Bu Titi dan Bu yusun. semangat kepada tim pen
Pertemuan Bapak Yusuf, Ibu Lisa Ayodhia dengan Ibu I Gusti Ayu Bintang
Wawancara dan pemotretan Fifie Rahardja di Bandung
Rapat pertama di Kemen PPPA
Wawancara dan pemotretan Ibu Martha Tilaar di Patra Kuningan Jakarta.
Proses pengerjaan buku di kediaman Ibu Lisa Ayodhia.
Wawancara Ghea Pangabean
Foto: Dhodi Syailendra, Muller Mulyadi